(by: digigit_present@yahoo.com)
Sore yang sangat tidak bersahabat. Aku melihat gumpalan awan hitam di langit, berarak-arak seperti gerombolan monster yang sangat menakutkan. Sesekali kilat juga menyambar-nyambar membuat orang harus berpikir 1000 kali untuk keluar rumah.
Aku masih bersungut-sungut di kamar, sementara buku berserakan di mana-mana. Perasaanku, semuanya sudah di keluarkan, tapi buku filsafat yang aku cari tak juga di temukan. Padahal besok ada tugas, Dosennya si Funk lagi! Jadi stres sendiri.
"Aduh, Ngilang kemana sih tuh buku!?" aku pukul kasur dengan kerasnya, kucoba lagi untuk mengingat-ingat. Percuma! Tak ada sesuatupun yang bisa di jadikan petunjuk.
Perlahan kurebahkan tubuhku di kasur, mencoba menenangkan emosiku agar bisa berpikir secara jernih. Kupandangi foto-fotoku di dinding kamar. Foto yang menunjukan keceriaanku bersama teman-teman saat terlibat dalam kegiatan di kampus. Entah itu saat camping, hunting foto, atau acara-acara serius lainnya (kebetulan aku aktivis di kampus). Mataku tertumbuk pada fotoku bersama Ciput saat menjadi panitia Ospek, wajah tengil itu.. Busyet!! Diakan yang meminjam buku filsafat itu seminggu yang lalu. Alasan mau di fotokopi sampai sekarang belum di balikin juga. Dasar Ciput! Brengsek!!
Bergegas aku kembali mengenakan kaos yang tadi kulepaskan daan bergegas untuk ke rumah Ciput. Ketika aku keluar, langit sudah benar-benar pekat, sementara gerimis mulai turun. Kalau tidak benar-benar penting, tak akan pernah aku keluar dalam cuaca seperti ini. Sudah tak ada payung lagi! Untungnya rumah Ciput hanya beberapa Blok dari kosanku. Tanpa menunda-nunda lagi aku segera berlari ke rumah Ciput selagi hujan belum begitu deras, tapi tak ayal pakaianku basah juga.
"Kurang ajar kamu, Cipuut!" Aku benar-benar marah.
Ingin rasanya meninju hidungnya yang bangir itu sampai pesek, atau menekuk-nekuk tubuhnya yang atletis sampai ringsek! Ciput selalu begitu, kalau pinjem sesuatu pasti lupa untuk di balikin. Awas kamu monyong!! Aku terus menggerutu sambil berlari.
Tak lama sampai juga di rumahnya. Tak sabar rasanya untuk menjitak kepala Ciput. Segera aku mengetuk pintu. Sepi. Kucoba kuketuk lagi. Tetap tak ada suara. Sekali lagi kucoba. Tak lama terdengar suara langkah kaki mendekat. Sementara aku sudah menggigil kedinginan.
Sesosok tubuh kemudian muncul dari balik pintu. Deg! Sosok yang selama ini aku impikan. Tapi kenapa di dalam rumah tubuhnya basah kuyup begitu? Aku tak bisa berkata apa-apa. Terlihat jelas didepan mataku sosok tubuh tegap di usia senja. Dengan pakaian basah yang makin menonjolkan bentuk tubuhnya. Benar-benar sosok dewasa yang selama ini aku impikan. Dia tersenyum melihat aku hanya bengong.
"Wah Nak, Andra. Saya kira siapa. Kok hujan-hujanan begini? Ayo masuk!"
"Ah enggak Pak, entar semuanya kotor. Disini aja" Aku mencoba menenangkan diri dari pesona itu.
"Ee.. Ciput eh, Saifudinnya ada Pak?"
"Wah dia sedang ke Surabaya"
Deg! Ingin rasanya saat itu juga pingsan. Ke Surabaya.. Lalu bukuku.. Tugasku.. Dosen killer itu.. Maak!!
"Ada perlu apa, Nak?" Pak Broto heran melihatku yang tiba-tiba lemas.
"Penting banget kayaknya?"
"E anu Pak.. Saya mau ngambil buku yang di pinjem Saipudin. Kebetulan besok ada tugas. Kapan dia pulang Pak?"
"Wah, mungkin besok!" Deg! Besok? Wah harus bagaimana nih?
"Sama siapa dia kesana Pak?"
"Abah dan Uminya. Kebetulan hari ini Bude-nya melahirkan." Pak Broto tersenyum kepadaku.
Sejenak di perhatikannya aku yang makin menggigil.
"Nak Andra kayaknya kedinginan. Masuk yuk! Entar masuk angin. Kebetulan Pak juga lagi benerin genting teras belakang yang bocor. Ayo masuk!"
"Ah enggak Pak, saya pulang aja deh!"
"Tunggu hujan reda dulu. Pak juga hampir selesai kok benerin gentingnya."
"Tapi.."
"Ayolah!" Pak Broto menarik tanganku ke dalam.
"Kamu ganti aja pakaianmu. Karena kamar udin kayaknya terkunci kamu pakai aja pakaian Pak. Dari pada masuk angin." Pak Broto menggelandang aku Pakamarnya.
"Pake kaos dan sarung ini saja. Bapak tinggal dulu sebentar."
Setelah Pak Broto pergi. Aku segera mengganti pakaianku dengan kaos dan sarung Pak Broto. Sambil menunggu Pak Broto, iseng aku membaca majalah pertanian yang ada di kamarnya. Tak lama Pak Broto datang. Dia hanya mengenakan handuk. Tampaknya dia habis mandi. Tercium harumnya sabun mandi dari tubuhnya. Dan tubuh itu.. Baru kali ini aku melihat tubuh Pak Broto setengah telanjang. Dadanya begitu tegap dengan bulu-bulu yang membelukar dengan pentil susunya yang terlihat kencang.. Oh ingin sekali aku menghisap dan menggigitnya.
"Kalau habis mandi gini seger banget." Pak Broto tersenyum ke arahku.
"Nak Andra enggak mandi dulu?".
"Ah, enggak Pak. Dingin!"
Menjawab pertanyaan yang mendadak itu aku tergagap. Pak Broto membuka lemarinya, di ambilnya kemeja dan sarungnya yang lain. Aku pura-pura tak melihatnya padahal detak jantungku sudah tak menentu. Setelah berpakaian Pak Broto duduk di sampingku.
"Bapak enggak ikut ke sana?" Aku mencoba mencairkan suasana.
"Kemana?"
"Surabaya."
"Oh. Enggak. Kalau ikut semua, siapa yang jaga rumah." Pak Broto tersenyum kepadaku.
"Ya beginilah nasib orang tua, hanya jadi penunggu rumah." Pak Broto menepuk-nepuk bahuku.
"Bapak umurnya berapa sih?"
"Hampir 67, kenapa?" Aku merasakan remasan lembut di bahuku.
"Bapak belum kelihatan tua." Aku pandangi wajahnya. Pak Broto kemudian tertawa.
"Nak Andra bisa aja!"
"Bener Pak! Pak masih kelihatan ganteng kok. Gagah lagi!" Pak Broto terus tertawa mendengar kata-kataku.
Kuberanikan diri memegang pahanya yang hanya memakai sarung.
"Tubuh Bapak juga bagus!" Aku pijit-pijit pahanya.
"Rajin berolah raga ya Pak?"
"Wah itu sih kegiatan Pak sehari-hari" kembali Pak Broto meremas bahuku.
Aku makin terangsang saja. Dan rasanya inilah kesempatan saya untuk bisa berdua dengan Pak Broto. Saya harus bisa memanfaatkannya. Kapan lagi?
"Pak, boleh tanya sesuatu yang sifatnya pribadi?" Kucoba memberanikan diri menatap matanya yang teduh.
"Apa?"
"Dengan tubuh bapak yang masih gagah dan kuat ini kenapa bapak enggak menikah lagi?"
Aku terus memperhatikan ekspresi mukanya. Ternyata Pak Broto tidak marah, dia malah tertawa.
"Nak Andra, Nak Andra, setua ini siapa yang mau!"
"Bapak belum kelihatan tua."
Aku mengulang lagi kata-kataku. Pak Broto mengentikan tawanya, dia tersenyum.
"Orang setua saya, males mikirin kayak gituan. Malu sama cucu."
"Tapi apa Pak tidak merasa kesepian?"
"Kesepian pasti ada.."
Saat mengucapkan itu Pak Broto tersenyum, tetapi suaranya begitu lirih. Dan aku tahu kegetiran dan rasa sepi dari nadanya.
"Pak gimana sih caranya membentuk tubuh seperti ini? Saya ingin sekali punya tubuh seperti Bapak!" Aku meremas-remas pahanya.
"Ha.. Ha.. Nak Andra bisa aja"
"Bener Pak. Di usia Pak yang seperti ini tubuh Bapak tetep terlihat gagah" Peganganku beralih ke pangkal lengannya. Terasa keras dan kuat.
"Nih benerkan, liat sekali"
Tanganku terus menggerayangi tubuh Pak Broto pura-pura bercanda. Dan makin lama berdekatan dengan Pak Broto nafsuku sudah makin memuncak. Tapi aku masih bisa menahan diri. Dan untungnya aku memakai celana dalam yang ketat sehingga tonjolan kontolku tidak begitu terlihat.
"Apa sih rahasianya Pak?"
"Ha.. Ha.." Pak Broto terus tertawa tampaknya ia tidak curiga dengan perbuatanku.
"Mungkin karena sejak kecil saya terbiasa kerja keras" Pak Broto kembali menepuk-nepuk bahuku.
"Tubuh Nak Andra juga bagus!"
"Masak sih Pak?" Aku tersenyum nakal. Pak Broto mengangguk.
"Tapi Nak Andra harus lebih rajin olahraga lagi. Jangan terlalu sibuk dikampus!"
Kembali kurasakan remasan di bahuku. Aku hanya tersenyum mendengar gurauannya. Sejenak suasana sepi. Tapi tanganku terus membelai-belai pangkal lengannya. Dengan segenap keberanian aku mencoba menyentuh dadanya.
"Para gadis pasti senang bersandar di sini"
Aku usap-usap dadanya yang kekar. Pak Broto hanya tersenyum mendengar ucapanku. Dadaku makin bergemuruh. Ya Tuhan aku sudah tak kuat lagi menahan nafsuku. Aku beranikan diri menyandarkan kepalaku di bahunya, sementara tanganku terus membelai dadanya. Kutelusuri lekuk-lekuknya dengan segenap perasaan. Aku merasakan kekasaran bulu-bulu disana.
Kulihat Pak Broto tidak menampakan ekspresi apapun dan akupun menjadi semakin berani. Sesekali aku melakukan remasan lembut dan dengan nakal aku mencari puting susunya. Oh, nikmaat sekali. Dengan perlahan aku usap-usap pentil susu Pak Broto dengan ujung jariku. Terasa semakin mengeras. Aku merasakan hembusan nafas Pak Broto saat dengan nakal aku memelintir pentil itu. Dan kemudian kembali mengusapnya. Aku semakin tak kuasa menahan diri. Tanganku yang lain segera memeluk punggungnya.
"Tubuh Bapak bagus"
Tak bosan-bosan aku mengucapkan itu. Pak Broto hanya menatapku tanpa reaksi. Ku peluk tubuh itu dengan erat. Gemas sekali dengan tubuh Pakar lelaki dewasa ini. Dengan perlahan aku gigit bahunya sambil tanganku meremas dadanya. Pak Broto hanya melenguh kecil. Aku semakin berani. Ku pandangi wajahnya yang tampak sayu. Saya yakin sejak istrinya meninggal dia belum pernah melakukan hubungan sex. Kembali ku gigit bahunya. Pak Broto memejamkan matanya.
Dari balik kancing kemejanya kucoba memasukan ujung jariku. Langsung kurasakan lebatnya bulu dada disana, perlahan ku usapkan telunjuku, dan dengan berani aku copot satu kancing bajunya. Oh.. Aku sudah tak kuat lagi menahan nafsuku. Tanganku sekarang berada di dada Pakar Pak Broto. Aku seperti bermimpi bisa mengusap dan meremas dada Pakar berbulu itu.
Pak Broto kembali melenguh merasakan tindakanku. Dengan perlahan kembali ku buka kancing bajunya. Ku usap bahunya dengan lembut. Terasa hangat. Memberanikan diri ku kecup dadanya. Pak Broto ternyata tidak marah. Aku hanya mendengar dengus nafasnya semakin kencang, berkejaran dengan deru air hujan di luar sana.
Aku julurkan lidahku untuk menjilat pentil yang menantang itu. Pentil merah muda yang di kelilingi bulu membelukar. Perlahan aku usapkan lidahku di situ. Pak Broto kembali melenguh kali ini disertai cengkraman di bahuku. Kembali kujilati pentil itu, ku putar-putar lidahku disana sambil sesekali ku gigit dengan lembut. Oh nikmat sekali. Seperti anak kecil yang menemukan tetek ibunya kemudian aku hisap pentil Pak Broto dengan kuat sambil lidahku tak henti mempermainkannya. Desahan Pak Broto makin kuat.
Dan tanpa ku duga tiba-tiba Pak Broto membanting tubuhku di ranjang. Ia segera menindihku dan menyerbu bibirku dengan ciuman-ciumannya yang kasar. Aku tersentak melihat reaksinya. Sejenak aku terpana, tapi segera aku balas ciumannya. Bibirnya terasa lembut melumat bibirku dan sesekali kumisnya menusuk-nusuk pipiku. Geli sekali. Pak Broto terus menggumuliku seperti orang gila. Tapi aku merasakan sensasi yang hebat dari tindakannya. Saat ia menghisap bibirku dengan kuat aku segera menjulurkan lidahku dan ia segera melumatnya lidahnya yang basah segera menari-nari di rongga mulutku. Oh ini nikmat sekali Pak! Aku hanya bisa mencengkram punggungnya sambil meremas rambutnya.
Dengan kasar Pak Broto kemudian membuka bajuku sambil terus menciumi leherku, dan dengan ganas pula dia meremas dadaku. Aku terus menggeliat merasakan rangsangan yang hebat ini. Dan aku makin tersentak saat kurasakan lidah Pak Broto yang hangat dan basah menjilati puting susuku. Semakin kuat aku meremas rambutnya. Dan Pak Broto semakin mengila. Disedot dan digigitnya dadaku. Enath berapa tanda merah yang telah ia buat disana. Tak tahan aku segera membalikan tubuh Pak Broto sehingga Pak Broto terbanting dan kini berada di bawahku. Aku pandangi mukanya yang tampak merah karena nafsu. Sesaat kami hanya saling berpandang. Dengan lirih Pak Broto kemudian berkata.
"Maafkan Bapak, Nak. Bapak tak dapat menahan diri." Pak Broto memejamkan matanya.
"Tiga tahun Bapak tak pernah berhubungan badan lagi.. Dan Pak benar-benar tak kuat menahan rangsangan Nak Andra"
Mendengar ucapannya yang begitu lirih aku merasa tersentuh. Perlahan ku usap rambutnya yang mulai beruban. Dengan lembut ku kecup keningnya.
"Saya akan memuaskan Bapak"
Kupandangi matanya dan dengan perlahan aku mengecup matanya yang perlahan meredup. Bergeser, kucium hidungnya yang mancung, kemudian beralih ke bibirnya. Dengan lembut aku lumat bibir jantan yang di penuhi kumis itu. Pak Broto mengunakan bibirnya memberikan keleluasan pada lidahku untuk menelusuri kelembutan dan keharumannya. Kali ini Pak Broto tampak lebih bisa menahan diri.
Perlahan aku buka bajunya, Pak Broto sedikit memiringkan tubuhnya memberiku kesempatan untuk membuka bajunya yang sebenarnya sudah setengah terbuka dengan keusilanku tadi. Segera aku memeluk tubuh Pak Broto. Oh hangat sekali. Kami kembali berciuman. Tanganku terus bergerilya di atas tubuhnya dan aku merasakan tonjolan yang keras di perutku. Pak Broto kemudian menyilangkan kakinya di punggungku sementara ciuman kami semakin panas.
Kembali kutatap wajah Pak Broto, belitan kakinya mulai mengendor. Dengan lembut aku belai paha gempalnya sambil sedikit demi sedikit kulepaskan sarungnya. Kulihat Pak Broto menegadahkan wajahnya dan aku semakin senang dengan reaksinya. Belaianku semakin keatas. Aah, bulu-bulunya terasa kasar di tanganku. Sesekali dengan gemas aku remas dan cubit. Saat tanganku sampai pada kantung kasar berbulu, Pak Broto tampak tersentak. Dengan lembut aku pegang dan membelainya. Pak Broto segera mencium bibirku tak kuat menahan rangsangan yang ku berikan.
Belaianku kemudian beralih ke tugu monasnya yang benar-benar telah berdiri sempurna, besar sekali. Dengan gemas aku meremas kepalanya yang hangat dan mirip helm. Dan Pak Broto semakin keras melumat bibirku.
Ah, kontol Pak Broto mulai mengeluarkan precum. Ia benar-benar telah terangsang. Aku segera melepaskan diri dari pagutan Pak Broto. Ia tampaknya keberatan. Tapi aku hanya tersenyum melihat tatapannya. Aku segera menggeser tubuhku ke bawah sambil menyapukan lidahku di tubuh Pak Broto. Saat tiba di pusarnya aku segera menjilati sambil menusuk-nusukan lidahku di lubang pusarnya. Pak Broto langsung memberikan reaksi dengan mencengkeram kepalaku. Dan saat lidahku sampai di kontolnya desahan Pak Broto makin keras.
Dengan perlahan aku jilati helemnya dan kemudian batangnya. Terasa denyutan yang keras di sana. Kontol Pak Broto di penuhi urat-urat besar dengan batang raksasanya. Tak sabar aku segera membuka mulutku dan memasukkan jamur raksasa itu. Aku segera menyedotnya sambil memutar-mutar lidahku di kepala helmnya. Desah Pak Broto semakin kuat. Aku segera memajumundurkan kepalaku sehingga kontol Pak Broto maju mundur di dalam mulutku. Dan Pak Broto tampak nikmat sekali mengentot mulutku.
Kakinya segera memeluk tubuhku. Terasa pahanya yang gempal dan berbulu menempel di pipiku dengan ketatnya. Aku merasakan sentakan-sentakan kuat dari tubuhnya tiap mulutku menelusuri batang kontolnya. Dan cengkraman Pak Broto makin kuat begitu juga dengan desahannya yang makin memburu. Dan tak lama kemudian cengkraman itu kurasakan makin kuat disertai dengan hentakan yang kuat sehingga ujung kontolnya menyentuh kerongkonganku.
Tak lama kurasakan semburan yang kuat di mulutku. Semburan yang terus menerus. Rasa hangat menyelimuti mulutku oleh air maninya. Rasanya asin dan gurih aku segera menelannya. Tapi tak semuanya tertampung di mulutku sebagian meleleh di bibirku.
Setelah beberapa lama, semburan itu berhenti dan cengkraman Pak Broto makin mengendor. Aku segera bangkit dan memeluk tubuh Pak Broto. Pak Broto segera mencium bibirku yang belepotan spermanya kami kemudian sama-sama menikmati sperma yang tersisa di mulutku.
Setelah itu dengan kuat Pak memeluku. Ia kemudian meremas kontolku yang tak seberapa besar bila di bandingkan dengan miliknya. Aku menahan nafasku merasakan betapa lembut remasan itu. Tapi aku kemudian menarik tangannya, aku tak ingin terburu-buru karena ku tahu Pak Broto masih merasa lelah
"Kita bisa melakukannya nanti, Pak" Aku mengecup bibirnya yang dipenuhi kumis.
"Kita beristirahat dulu". Pak Broto tersenyum dan kemudian memelukku dengan hangat.
Setelah beristirahat kamipun melanjutkan permainan. Kali ini aku memasukan kontolku ke pantat kakek Broto yang di penuhi bulu. Kami melakukan itu sampai malam dan akhirnya aku pulang dengan kaki yang lunglai. Sebelum pulang kita telah membuat kesepakatan untuk bertemu lagi di saat rumah sepi. Semoga Ciput sering keluar, agar aku bisa selalu bermain sex dengan kakek broto. Tunggulah aku kakekku yang hebat!
E N D
Paling Populer Selama Ini
-
Namaku Suryati, biasa dipanggil Yati. Sejak berkeluarga dan tinggal di Jakarta aku selalu sempatkan pulang mudik menengok orang tua di Semar...
-
Bang Samsul keranjingan membobol duburku. Nyaris setiap hari setelah Mbak Laras pergi, ia mengentotiku. Satu hari ia minta aku mengemut kont...
-
Pagi masih gelap saat kudengar ibu membangunkan aku yang terlelap. Seperti biasa aku hanya mengubah posisi berbaringku menjadi meringkuk. “T...
-
Minggu pagi, jalanan di Kota Malang sangatlah ramai. Banyak pria-wanita, tua-muda semua berjalan kaki ataupun jojing sekedar menghirup ud...
-
Album Sebelumnya
-
“Pak, ini rokoknya”. Aku langsung berlari ke dalam kamar, melemparkan plastik berisi bungkusan barang-barang yang baru aku beli ke atas kas...
-
Ele militar...
-
turkish: big mustache
-
Pagi itu kulihat Oom Pram sedang merapikan tanaman di kebun, dipangkasnya daun-daun yang mencuat tidak beraturan dengan gunting. Kutatap waj...
-
Wah, anaknya om kok kecil banget?
No comments:
Post a Comment