Orangnya ga cakep, tapi bentuk badannya lumayan kekar. Khas perawakan pria pekerja keras. Kang Obing, tukang ojek langgananku jika aku sedang berkunjung ke rumah nenekku di desa, telah mencuri perhatianku.
Awal ketemu dulu, aku hanya bisa curi-curi pandang. Karena aku dibonceng oleh temannya. Sedang Kang Obing membonceng mamaku.
Sejak kejadian itu, aku jadi ingin lebih sering bertandang ke rumah nenekku. Sekedar melihat dan memandangi pria typeku, dan kebetulan profesinya sebagai tukang ojek di jalanan desa.
Di akhir pekan ini, kembali aku memutuskan liburan di rumah nenekku. Setelah turun dari bus kota,hari sudah beranjak sore menjelang maghrib.
Kebetulan ada 3 tukang ojek yang sedang menunggu di pos ujung jalan. Segera aku menuju ke pos itu.
“Somad, sekarang giliranmu tu,”teriak tukang ojek yang memakai topi.
Aku langsung menunjuk ke Kang Obing. “Udah langganan ama Bapak yang itu”,tunjukku ke arah Kang Obing.
“Oh, langgananmu Bing”, teriak Kang Somad, sambil duduk lagi membatalkan beranjak.
Kang Obingpun baru menyadari dan buru buru berdiri serta mengambil kunci motor dan helm. Dia tersenyum dan memberikan helm kecil padaku. Segera dia menstarter motor Supra-X nya. Kuperhatikan tangan-tangan dan kaki Kang Obing ini penuh bulu. Warna kulitnya yang coklat kehitaman mengkilat kena keringat keringnya.
Segera aku membonceng di sadel belakang motor ojek Kang Obing. Motor itupun akhirnya mlaju menyusuri jalanan desa yang belum di aspal. Akupun berusaha menjaga keseimbangan dan berpegangan ke arah pinggang Kang Obing.
Saat itulah, khayalanku melayang jauh. Menyentuhi pinggang kokohnya dengan hidungku membaui keringat khas Kang Obing, membuat khayalan mesumku menerawang jauh. Agar tidak kaku aku membuka obrolan basa-basi. Dan Kang Obing menimpali seperlunya. Setelah hampir 2 km dari pos ojek. Kang Obing berpamitan dan minta izin untuk berhenti sejenak mau buang air. Segera dia meminggirkan motornya dekat jalan. Lalu Kang Obing turun sambil membuka resleting celananya. Lalu tangannya merogoh ke celana dalam dan mengelurkan kontolnya. Nafasku secara tiba tiba menjadi sesak melihat adegan itu. Kang Obing kencing di dekat pohon pinggir jalan. Aku berusaha mencuri pandang ke arah selangkangannya. Namun tertutupi oleh tubuhnya. Hanya semburan air kencingnya yang cukup kencang saja nampak olehku. Hal ini membuatku semakin penasaran ingin tau sumber pancuran air kencing itu.
Aku amati batang pohon mangga yang dikencinginnya. Basah. Air liurku menetes keluar, dan jakunku naik turun. Darahku sejenak tersirap. Dan tanpa bisa menahan diri, aku elus selangkanganku yang terbungkus celana jeansku. Muncul ide agar aku juga pura pura kencing di sebelahnya. Dengan agak berlari, aku segera mengambil tempat di sebelah Kang Obing. Segera kukeluarkan batang kontolku yang sedikit tegang. Kang Obing hanya memandang sekilas ke mukaku sambil tersenyum.
“Kebelet juga ya”,tanyanya tanpa ekspresi, lalu memalingkan mukanya lagi menatap pohon didepannya.
Justru arah pandanganku yang turun ke arah pusat semburan kecingnya. Aku intip batang kontol Kang Obing. Wow..cukup besar juga. Padahal dalam keadaan tidak tegang.
“Punya Kang Obing gede juga ya. Padahal tidak sedang tegang”,komentarku lirih karena menahan rasa malu.
Rupanya omonganku yang setengah berbisik itu terdengar jelas. Lalu Kang Obing memalingkan mukanya dan mengamati batang kontolku yang tak kunjung mengeluarkan air kencing.
“Punya kamu juga gede gitu kok. Trus juga kok malah setengah ngaceng”,komentarnya sambil menyimpulkan senyum.
Aku jadi kelabakan dan dengan dorongan yang kuat, berusaha kukeluarkan air kencingku.
Bisa berabe jika aku mengambil posisi kencing tapi air kencingku justru tidak keluar.
Untunglah, tak berapa lama dengan sedikit mengejan, air kencingku muncul juga walau tak seberapa deras.
Lalu aku semakin berani berkomentar. “Kang, kok bisa gede gitu rudal Akang. Diapain aja?”,tanyaku semakin jauh.
Kang Obing Cuma senyum “Ga diapa-apain kok. Emang dari sononya”.
“Beneran kah? Kok punyaku kecil”,desakku.
Lalu kang Obing menutup resletingnya sambil emmasukkan kembali batang kontol itu.
Lalu dia meneruskan omongannya “Tapi dulu sempat aku merendamnya dengan air the hangat”.
“Hah? Itu biar apa Kang”,tanyaku lebih serius.
“Kata orang-orang, kalo dilakuin secarsa rutin sejak kecil, emang bisa bikin gede barang kita. Tapi ga tau juga seh”,kata Kang Obing sambil menyalakan sepeda motornya kembali.
Dan akupun telah menyelesaikan buang airku dan kini kembali naik ke motor ojek Kang Obing.
Cerita itu terus terang membuat aku dipenuhi setumpuk obsesi. Kapan aku bisa menjamah batang kontol besar milik pria yang secara fisik sangat kukagumi, karena my type ini. Dan dari kepalaku mengalir berbagai gagasan untuk menjebak tukang ojek lugu ini. Dan kalau sudah begini, mataku menerawang. Aku pengin jilatin batangnya, bijih pelernya sampai dia teriak-teriak keenakkan. Aku akan ciumin pentilnya. Kemudian ketiaknya. Aku akan jilatin semua lubang-lubang bagian tubuhnya. Wwwuu.. nafsu libidoku.. kenapa liar begini ssiihh..?!
Seketika aku diserang obsesiku. Sementara Kang Obing terus menggeber sepeda motornya lebih kencang. Agar tidak jatuh, tanganku berpegangan pada pinggang dan perutnya. Ada setrum yang langsung menyerang jantungku. Deg, deg, deg. Aku dekatkan wajahku ke punggungnya hingga aku cium bau keringatnya lebih dalam. ‘Emang beneran rendaman air the bisa bikin gede barang kita ya”,tanyaku kembali.
“Wah kok ngebahas rendaman teh lagi”,ujar Kang Obing.
“Peasaran neh Kang. Soalnya punyaku kecil. Ebih besar punya Kang Obing,’seruku.
“Tapi kan yang penting fungsinya”,jelas Kang Obing.
“Emang fungsinya apa Kang?”tanyaku menyelidik. Kang Obing tidak menjawab.
“Apa punya Kang Obing sudah berfungsi dengan benar”,tanyaku lebih jauh.
“Udah menikah, belum?”,ucapanku keluar beruntun.
“Belum!”,jawab Kang Obing singkat.
“Berarti belum berfungsi dong”,jawabku kurang ajar.
Kita ketawa bersamaan.
Saat itulah tanpa aku sadari sepenuhnya, tanganku menjadi agresif, menepuki paha Kang Obing. ‘Jadi barang Kang Obing yang gede tadi, masih belum difungsikan?”, mulutkupun tak lagi bisa kukendalikan dengan sedikit aku iringi sedikit ha ha hi hi.
‘Aahh, Adek ini, ntarr dilihat orang lhoo’, sepertinya dia menegor aku. Kepalang basah, ‘Habiiss.., aku penasaran banget ama barang Kang Obing ini ssiihh..’, aku sambung omongan sambil tanganku lebih berani lagi, menepuki bagian bawah perutnya yang naik turun karena kaki-kakinya menggeber sepeda motor. Dalam hatiku, kapan lagi kesempatan macam ini datang.
‘Penasaran kenapa..??’, dia balik tanya tapi nggak lagi ada tegoran dari mulutnya. Dan tanganku yang sudah berada di bagian depan celananya ini nggak lagi aku tarik. Bahkan aku kemudian mengelusi dan juga memijat-mijat tonjolan celananya itu. Aku tahu persis nggak akan dilihat orang, karena posisi itu adalah biasa bagi setiap orang yang membonceng sepeda motor agar tidak terlempar dari boncengannya.
‘Adek berani banget nih, n’tar dilihat orang lho”,ujarnya.
Aku tidak menanggapi kecuali tanganku yang makin getol meremas-remas dan memijat. Dan aku rasakan dalam celana itu semakin membesar. Kontol Kang Obing ngaceng. Aku geragapan, gemetar, deg-degan campur aduk menjadi satu. ‘Kang Obing, kok..’, suaraku sesak lirihh. ‘Dik., aku jadi ngaceng lho..”,lirih Kang Obing.
Ooohh, obsesiku kesampaian, dan aku jawab dengan remasan yang lebih keras.
Terus terang, aku belum pernah melakukan macam ini. Menjadi pria dengan penuh nafsu birahi menyerang pria lain. Namun karena aku begitu terobsesi dan dengan fisik Kang Obing ini, menjadi liar dan tak terkendali. Namun ini juga jadi pertaruhanku, karena jika aku tidak melakukan sesuatu hal yang agak berani dan kurang ajar seperti ini. Maka sampai kapanku, aku tidak akan punya kesempatan untuk mewujudkan obsesi lamaku.
Karena selama ini aku hanya bisa memendam obsesiku dengan hanya melakukan masturbasi dan masturbasi saja. Pada saat seperti itu birahiku mengajak aku menerawang. Aku bayangkan banyak lelaki dalam lamunanku. Kadang-kadang terbayang segerombolan kuli pelabuhan dengan badan dan ototnya yang kekar-kekar. Telanjang dada dengan celana pendek menunjukkan kilap keringatnya pada bukit-bukit dadanya. Mereka ini seakan-akan sedang menunggu giliran untuk aku isepin dan kulum kontol-kontolnya. Wwooo, khayalan macam itu mempercepat nafsuku bangkit.
“Dik, tolong jangan remas-remas kayak gitu. Aku malu kalau ntar ada yang ngliatin”pinta Kang Obing.
Bukannya melepaskan tangaku dari selangkangannya, aku malah semakin nekad beraksi. Rupanya kontol Kang Obing masih ngaceng. Tangankupun langsung meremasi gundukkan di celananya itu.
“Remasanku enak ga Kang? Pernah onani bareng ga?”,tanyaku kurang ajar.
“Ya enak seh. Tapi ntar diliat orang”,ujar Kang Obing.
“Hari udah gelap kok. Ga keliatan. Lagian aku juga tegang nih. Pengen ngocok”,pancingku.
“Pernah ngocok bareng ga?”tanyaku lagi.
“Pernah dulu, waktu mandi bareng di sungai”,jawab Kang Obing.
“Wow…pernah ya. Mau lagi ga?”,tanyaku.
“Dimana?”tanya Kang Obing.
Weww…pancinganku berhasil. Sukses!!!!
“Udah lama ga dikeluarin,”tambah Kang Obing.
“Sama. Aku juga lagi pengen dikeluarin,” jawabku sambil memijat gundukkan itu.
Beberapa saat kami saling terdiam, saling menikmati apa yang sedang berlangsung.
‘Dik, bagaimana kalau mampir di rumah saya”,tanyanya.
Woo.. aku berbingar. Rupanya sambil jalan ini Kang Obing mikirin tempat.
‘Dimana?’, tanyaku penuh nafsu.
‘Di rumah kontrakan temen saya, kebetulan lagi kosong, yang punya rumah lagi mudik, lagian kebonnya lebar, nggak akan ada yang ngliatin, apa lagi hari menjelang gelap begini’.
‘Jadi kang Kang Obing maunya sekarang?’, aku agak terperangah, nggak begitu siap.
‘Ya kalau mau. Nanggung nih. Udah tegang dari tadi”
Ternyata kalau menyangkut nafsu birahi, rupanya Kang Obing menjadi begitu bodoh. An itu berlaku buat semua orang. Kadang ketika birahi sudah memuncak, jangankan dengan pelacur, nenk renta bahkan ibu kandungpun diperkosa. Lebih parah lagi, kadang seorang ayah juga dengan tega merusak kehormatan anak kandung darah dagingnya sendiri karena tak kuasa menahan nafsu birahi.
Akhirnya aku menjawab, ‘Bolehlah..’, sepeda motor itupun langsung membelok arah, lalu beberapa kali berbelok-belok masuk gang kecil.
Kemudian sepeda ini nyeberangi lapangan yang luas di bawah tiang tegangan tinggi sebelum masuk rumah kontrakkan yang diceritakan Kang Obing tadi. Di depan tanaman pagar yang rapat ada pintu halaman dari anyaman bambu, kami berhenti.
Nggak tahunya aku dibawa ke loteng. Dengan tangga yang nyaris tegak aku mengikuti Kang Obing memasuki ruangan yang sempit berlantai papan dengan nampak bolong sana-sini. Dalam ruangan tanpa plafon hingga gentingnya yang rendah itu hampir menyentuh kepala, kulihat tikar tergelar. Dan nampak bantal tipis kusam di ujung sana. Kuletakkan tas rangselku.
Tanpa menunggu ba bi bu lagi aku langsung menyerbu ke arah Kang Obing yang membelkangiku. Aku remas jendolan selangkangannya. Kang Obing agak kaget dengan aksiku. Tapi dia cuma diam saja.
Tanganku langsung mengelus perutnya dan berusaha meraih batang kontolnya. Kang Obing hanya terdiam menyaksikan ulahku. Lalu dengan sedikit bergetar, aku memegangi penuh batang kontol yang tadi menjadi obsesiku saat kencing bareng itu. Woww…kini batang kecoklatan penuh urat itu telah menegang dengan keras dan tegak berdiri dengan kokohnya di dalam balutan celana.
Aku merabai selangkangannya dan memelorotkan celana jeans Kang Obing. Kontol yang benar-benar gede dan panjang ini kini dalam genggaman tanganku. Aku rasakan keras dan liatnya batang gede itu, denyut-denyutnya juga mengalirkan setruman. Kontol yang hanya terbungkus celana dalam tipis hingga hangatnya aku rasakan dari setiap elusan tangan kananku.
Lalu Kang Obing memelorotkan celana dalamnya. Lalu dengan sigap dia mengeluarkan batang kontolnya yang masih menegang dan langsung dikocoknya. Aku sangat kaget dan shock dengan tidakan secara tiba tiba tersebut, membuatku terbengong bengong menatapi batang berurat yang semakin menegang itu.
Birahiku semakin bergolak.. Darahku memacu..
Lalu aku buru buru melepaskan ikat pinggang dan memelorotkan celanaku sendiri dan mengeluarkan kontolku juga. Lalu akupun mulai mengusap usap batang kontolku yang belum tegang penuh itu. Karena aku tersadar ini kesempatan emas dan langka, buru buru aku meraih kembali batang kontol Kang Obing. Lalu aku kocok kocok batang keras itu. Ada lendiran bening menetes di ujung perkencingannya.
Lalu aku berjongkok tepat di hadapan acungan batang kontol tegang itu sambil terus mengocokinya. Kang Obing hanya melenguh lenguh dan memejamkan matanya. Au perhatikan batang kontol itu penuh dnegan urat urat. Ada bekas suanatan yang terlihat rapi. Kepala kontolnya agak membesar kayak cendawan yang akan kuncup. Nafsu libidoku semakin memuncak dan aku tak kuasa lagi menahan. Segera aku dekatkan wajahku dan kubaui selangkangan Kang Obing. Tercium aroma kha s lelaki yang muncul dari bau pesing bercampur keringat dan bau selangkanga. Aroma khas yang semakin membangkitkan nafsuku. Tak kuasa menahan libido itu, mulutku dekatkan ke batang itu. Kini posisi kontolnya tepat di wajahku. Bahkan tepat di depan bibirku. Dalam sekejap aku beraksi dan Happpp…kepala batang kontol itu telah masuk dalam kuluman mulutku. Kang Obing tersentak kaget dan membuka matanya. “Diapain Dik, barangku”,tanyanya penuh kepolosan.
“Diarasain aja. Enak ga”,tanyaku balik.
Kang Obing cuma menganggukkan kepala, dan kembali matanya terpejam menikmati jilatan lidahku.
Kuraih kontol itu, kugenggam dan kubawa ke mulutku. Aku jilatin kepalanya yang basah oleh cairan being precum tadi. Aku rasain lubang kencingnya dengan ujung lidahku. ‘Aammpuunn.. Enakkbangett..’,ceracau Kang Obing karena merasakan enaknya jilatan lidahku.
Sambil tanganku mempermainkan bijih pelernya, kontol itu aku enyotin dan jilatin. Rupanya Kang Obing ingin aku cepat mengulumnya. Dan dia kembali mulai memompa. Pelan-pelan tetapi teratur. Dan aku.., uuhh.. merasakan kontol gede dalam rongga mulutku.., rasa asin, amis, pesing dan asem berbaur yang keluar dari selangkangan, jembutnya, bijih pelernya.., nafsuku kembali hadir semakin menggelegak.
Tanganku kini berindah ke batang kontolku sendiri yang sedari tadi ngaceng. Aku buka resleting celanaku dan aku kocok batang kontolku. Aku elus elus kepalanya dan aku remas remas dengan lembut.
Dan pompaan Kang Obing mencepat masuk keluarnya kontol itu di mulutku. Aku mesti menahan dengan tanganku agar kontol itu tidak menyodok tenggorokanku yang akan membuatku tersedak. Tidak lama ..
Tiba-tiba Kang Obing menarik kontolnya dan tangan kanannya langsung mengocoknya dengan cepat persis didepan muluku. Mungkin dia ingin keluar. Dan aku tidak mau semuanya berakhir dengan cepat.
Kemudian tanganku menarik tangan Kang Obing hingga dia terjengkang dan rebah ke tikar yang tersedia. Aku menaiki tubuhnya tanpa melepaskan peganganku ke batang kontolnya. Kini tubuhku menindih tubuhnya. Aku menerukan aksiku dengan terus melumati batang konrtolnya. Lidahku yang menjulur terus kusapukan ke daerah daerah sensitifnya. Kini tidak hanya ujung dan batang kontolnya saja yang jadi seranganku. Bagian selangkangan. Bagian tumbuhnya jembut hingga pusar dan perunya aku telusuri dengan lidahku. Kang Obing hanya meracau dan menggeliat geliat merasakan nikmat bercampur geli.
‘Aku udah nggak tahan nihh..”,erang Kang Obing.
Wow.. Sama!!.
Nafsu liarku juga sudah nggak terbendung. Aku ciumi perut dan dada Kang Obing. Kunikmati setiap jengkal tubuh kekar yang lama aku idamkan iniTangan Kang Obing kini juga meremas remas badanku. Wwwuu.. Aku menggelinjang dengan amat sangat. Lalu aku ciumi leher dan dagunya. Bulu-bulu bewok dan kumis yang tercukur rasanya seperti amplas yang menggosoki kulit halus muka dan leherku.
Dalam waktu yang singkat berikutnya kami telah sama-sama saling gumul dan saling meremas dan mengocok. Bahkan kini Kang Obing menindih tubuhku. Dia menggesek gesekkan badannya hingga kedua kontol kami saling beradu. Gesekan dua tubuh ini juga menimbulkan rasa nikmat. Aku ciumi leher Kang Obing dengan penuh nafsu.
Dengan posisi seperti itu, aku ingin rasanya digagahi pria idamanku ini.
Lalu aku mengambil posisi dengan mengangkat kedua kakiku hingga menjepit tubuh Kang Obing. Sementara Kang Obing masih sibuk menggesek gesekkan tubuhnya ke tubuhku. Dan dengan sedikit ludah aku lumurkan di kedua kontol tersebut agar lebih mudah bergesekannya.
Tidak sekedar melumuri kedua batang kontol yang bergesekan, aku juga melumuri pantatku dengan ludah. Kang Obing mengambil posisi seolah sedang menusuk nusuk aku. Dan aku mencoba mengarahkan batang kontol itu supaya menembus ke lubang pantatku. Namun rupanya, posisi seperti itu hanya memungkinkan gesekan gesekan antara batang kontol Kang Obing dengan lubang pantatku. Dan itu membuat aku semakin blingsatan. Aku telah membuka lebar-lebar selangkanganku menyilahkan kontol gede Kang Obing itu memulai serangan ritmis mengesek gesek selangkangan dan pantatku bagian luar.
Akhirnya aku nekad, aku meraih kontol itu dalam sekejap aku arahkan tepat di lubang anusku. Dan aku telah siap menerima penetrasi kontolnya ke lubang anusku. Saat ujung kemaluannya menyentuh bibir lubang anusku, wwuuhh ..rasanya selangit. Aku langsung mengegoskan pantatku menjemput kontol itu agar langsung menembusi kemaluanku. Dengan sekali hentak, kepala kontol itupun akhirnya ambles dan masuk ke lubang anusku.
Kang Obing yang masih dalam ritme gesekan tadi, agak terkejut ketika merasakan sensasi lain di batang kontolnya. Mungkin dia merasakan hangat jepitan dinding anusku saat batang kontolnya menghunjam ke dalam.
Sodokan wal tadi agak kasar tapi membuatku sangat nikmat, Kang Obing mendorong dengan keras kontolnya menerobos lubang anusku yang sempit sekaligus dalam keadaan mencengkeram karena birahiku yang memuncak. Cairan-cairan ludah yang kulumurkan tadi tidak banyak membantu. Rasa pedih perih menyeruak saraf-saraf di dinding anusku. Tetapi itu hanya sesaat..
Begitu Kang Obing mulai menaik turunkan pantatnya untuk mendorong dan menarik kontolnya di luang kemaluanku, rasa pedih perih itu langsung berubah menjadi kenikmatan tak bertara. Woww..sensasinya begitu dahsyat. Aku menjerit jerit kecil menahan sensasi nikmat itu.. tetapi desahan bibirku tak bisa kubendung. Aku meracau kenikmatan, ‘Enak banget kontolmu kang Kang Obings.. aacchh.. nikmatnyaa.. kontolmu Kang Obings.. oohh.. teruusszzhh.. teruuzzhh.., uuhh gede bangett yaahh.. kangg.. kangg enakk..”,racauku.
Lalu Kang Obinran, yang yang penasaran bangkit dan mengamati kontolnya sendiri telah masku kemana. Dia agak membelalakkan matanya ketika mengetahui batang kontolnya telah masuk di lubang anusku.
Saat itu, aku khawatir Kang Obing menjadi ilfil dan mencabut batang kontolnya. Dengan sigap aku menggoyangkan pantatku dan segera mengambil posisis memeluk tubuh Kang Obing.
Genjotan Kang Obing kembali berpacu, dari awalnya pelan hingga berubah menjadi kenceng. Bukit bokongnya kulihat naik turun demikian cepat seperti mesin pompa air di kampung. Dan saraf-saraf lubang anusku yang semakin mengencang menimbulkan kenikmatan tak terhingga bagiku dan pasti juga bagi si Kang Obing. Dia menceloteh, ‘Uuuhh buu, sempit banget lubang anusmu.., sempit bangeett.. uuuuenaakk bangett..’. Dan lebih edan lagi, lantai papan loteng itupun nggak kalah berisiknya.
Terus terang aku sangat tersanjung oleh celotehannya itu. Dan itu semangatku melonjak. Pantatku bergoyang keras mengimbangi tusukkan mautnya kontol Kang Obing. Dan lantai papan ini .. berisiknyaa.. minta ampun!
Percepatan frekwensi genjotan kontol dan goyangan pantatku dengan cepat menggiring orgasmeku hingga ke ambang tumpah, ‘Kang .. kang.. kang..kang.. aku mau keluarrcchh.. keluarrcchh.. aacchh..’, aku histeris saat denyutan di dalam kantung spermaku berkedut kedut seolah akan menyembur keluar. Ternyata demikian pula kang Kang Obing. Genjotan terakhir yang cepatnya tak terperikan rupanya mendorong berliter-liter air maninya tumpah membanjiri lubang anusku.
Sesaat dia mengejang dan mencengkeram tubuhku. Badannya bergetar diikuti kedutan di batang kontolnya yang dipompakan dan dihunjamkan dalam dalam hingga menyentuh ulu perutku. Tangakupun dengan sigap meraih kontolku sendiri dan mengakhiri eksekusi orgasme hingga menyemburlah lahar spermaku membasahi perutku dan perut Kang Obing. Entah berapa banyak spermaku yang tumpah kali ini, karena sudah lama aku tidak onani.
Keringat kami tak lagi terbendung, ngocor.
Kemudian semuanya jadi lengang. Yang terdengar bunyi nafas ngos-ngosan dari kami.
Paling Populer Selama Ini
-
Namaku Suryati, biasa dipanggil Yati. Sejak berkeluarga dan tinggal di Jakarta aku selalu sempatkan pulang mudik menengok orang tua di Semar...
-
Bang Samsul keranjingan membobol duburku. Nyaris setiap hari setelah Mbak Laras pergi, ia mengentotiku. Satu hari ia minta aku mengemut kont...
-
Pagi masih gelap saat kudengar ibu membangunkan aku yang terlelap. Seperti biasa aku hanya mengubah posisi berbaringku menjadi meringkuk. “T...
-
Minggu pagi, jalanan di Kota Malang sangatlah ramai. Banyak pria-wanita, tua-muda semua berjalan kaki ataupun jojing sekedar menghirup ud...
-
Album Sebelumnya
-
“Pak, ini rokoknya”. Aku langsung berlari ke dalam kamar, melemparkan plastik berisi bungkusan barang-barang yang baru aku beli ke atas kas...
-
Ele militar...
-
turkish: big mustache
-
Pagi itu kulihat Oom Pram sedang merapikan tanaman di kebun, dipangkasnya daun-daun yang mencuat tidak beraturan dengan gunting. Kutatap waj...
-
Wah, anaknya om kok kecil banget?
No comments:
Post a Comment