Biasanya di malam Sabtu, orang orang pada keluar rumah. Entah ke mall, nonton bioskop atau jalan ama pacarnya. Tapi bagiku, malam Sabtu ini justru malam yang paling menyebalkan buatku. Acaraku bersama teman-teman untuk jalan-jalan ke mall batal, gara gara temen-temenku temenku keluar kota mendadak.
Karena bete di rumah terus, akhirnya aku memutuskan untuk jalan-jalan ke Alun-alun Tugu Malang. Alasan aku ke Alun-alun Tugu Malang adalah aku sekalian bisa cuci mata untuk melihat cowok-cowok yang duduk duduk di depan Balaikota Malang ini. Ada geng motor, ada geng hip hop dan bahkan gerombolan anak sekolah. Siapa tahu ada kesempatan aku bisa kenalan dan mungkin bisa mengenal lebih jauh seseorang yang lagi nongkrong.
Setelah selesai mandi, pukul tujuh aku pergi ke Alun-alun Tugu Malang. Sesampainya disana aku jalan-jalan sebentar dan lalu mulai menuju ke tempat di mana biasanya para cowok-cowok klub motor berkumpul. Dan biasanya di tempat itu ada petugas keamanan dari anggota Pamswakarsa atau satpol PP yang juga berjaga-jaga. Setelah berputar putar mencari tempat yang kosong di pagar Alun Alun Tugu Malang, ternyata semua sudah penuh oleh gerombolan cowok dengan teman temannya. Aku memutuskan untuk masuk ke area dalam Tugu dekat kolam. Sebelumnya aku membeli camilan di depan SMA Tugu. Setelah masuk area Alun-alun Tugu, ku berjalan sambil melihat-lihat sapa tau ada bangku di sekeliling kolam Tugu yang kosong. Akhirnya aku melihat ada salah satu anggota PamSwakarsa lagi sendirian duduk di salah satu bangku sekitar kolam Tugu. Aku menghampiri dia sambil menawarkan kacang rebus yang aku bawa. Dia berwajah tampan dan rambut yang sudah pasti dipotong cepak dan tubuhnya juga oke. Aku pikir dia pasti berumur antara 25 - 30 tahun.
"Permisi. Maaf Pak, boleh saya duduk disini?" tanya aku.
"Oh silakan," katanya lalu menggeser duduknya supaya aku bisa duduk disebelahnya.
"Kok ngak gabung dengan teman-temannya Pak?" tanya aku berusaha membuka percakapan dengannya.
"Ah ngak, lagi pengen sendirian. Kamu sendiri sama siapa?" jawab dia sambil balik bertanya.
"Saya sendirian. Lagi bete dirumah, makanya keluar cari angin. Lagian ini malam Sabtu," jawab aku.
Si anggota Pamswakarsa tersenyum memandang aku. Hmm, senyumnya bener-bener memikat, pikirku.
"Oh ya kenalin, nama saya Restu," katanya sambil mengulurkan tanganku.
"Saya Himawan," jawabku sambil menyalaminya. Genggaman tangannya begitu erat dan tanpa terasa pangkal pahaku mulai mengeras.
"Kok jalan-jalan ke Alun-alun ini Ren? Nyari apa?" tanyanya sambil tersenyum
"Ah ngak, saya ga nyari apa-apa.," jawabku pelan dan mataku mulai tertuju ke arah kontolnya.
"Kalo gitu ngapain?"
"Saya lebih suka ngeliat petugas keamanan macam mas Restu ini," kataku terus terang dan Restu tampak kaget mendengar jawabanku dan lalu tersenyum.
"Jadi kamu ini homo," katanya.
Aku terdiam. Antara malu dan terdesak.
“Bener ya, kamu suka cowok”, tanya Restu.
Aku semakin dibuat tak berkutik. Busyettt nih orang. Bikin aku mati kutu ajah. Raut mukaku langsung memerah, menahan rasa malu yang tak terkira.
"Kamu mau ngisepin kontolku ga?"
Aku sangat terkejut mengengar pertanyaan dari Mas Restu ini. Aku ngak nyangka kalau dia itu to the point.
Aku hanya berfikir nih orang lagi ngerjain aku.
Tapi aku lihat dia mulai mengelus kontolnya yang aku perhatikan mulai membesar di balik celana tentaranya yang ketat.
"Mas Restu mau?" tanyaku gugup
"Yah, dari pada nyari PSK, musti keluar duit," katanya. "Kalo kamu mau, ayo ikut saya."
“Oh ya, jangan panggil Bapak. Panggil Mas atau namaku saja”,sambungnya.
Sebenarnya aku masih khawatir ini sebuah pancingan untuk menjebakku. Tapi Restu meyakinkanku dengan membuka resleting celananya dan membiarkan aku untuk menikmati pemandangan kontolnya. “Kalo kamu serius, ayo. Mumpung aku lagi pengen”ujar Restu meyakinkanku.
Setelah membereskan bajunya kembali, Restu bangkit dan memberikan kode padaku. Aku langsung mengikuti Mas Restu ke truk Pamswakarsa yang di parkir di deket kantor DPRD Malang, Tempatnya agak masuk dan berada dibawah poho sehingga tidak terkena sinar matahari. Kami berdua naik belakang mobil dan lalu tanpa bicara lagi Mas Restu mendorongku jongkok. Aku membuka resleting celananya dan menurunkannya.
Kontolnya sudah mulai mengeras di balik celana dalam putihnya. Aku mulai menjilat tonjolan itu dan aku melihat Mas Restu memejamkan matanya. Aku menjilati tonjolan kontol itu sekitar lima menit sampai celana dalam Mas Restu itu basah. Akhirnya aku sudah tak sabar untuk merasakan kontol itu, aku mulai menurunkan celana dalam Mas Restu, dan aku menahan napas. Kontol Mas Restu benar-benar indah, kepalanya yang disunat kemerahan dan panjangnya sekitar 21 cm.
"Gimana? Kamu suka kontolku?" tanya Mas Restu.
"Suka”, kataku sambil mengocok kontolnya yang sudah benar-benar keras itu.
"Silakan kamu isep sampai puas," katanya.
Perlahan-lahan, aku mulai memasukan kontol itu kedalam mulutku. Sebelumnya aku menjilati kepalanya yang hangat dan akhirnya kontol itu hanya masuk setengahnya. Aku tersedak ketika berusaha memasukan semuanya. Aku terus mengisep dan meremas biji Mas Restu sementara Mas Restu mulai membuka kausnya.
“kamu dah lama jadi homo”tanya Restu.
Aku diam saja tidak menjawab. Aku menengadah sambil terus mengisap dan melihat kalau dada Mas Restu bidang dan sangat liat.
Setelah puas mengisepi kontol Mas Restu, aku meminta Mas Restu berbaring terlentang sementara aku melepaskan pakianku.
"Kamu mau ngapain lagi Him?" tanya Mas Restu sambil berbaring.
"Aku ingin Mas ngentotin aku. Mau ya Mas? Aku pengen ngerasain kontol Mas Restu di dalam pantatku," kataku agak memohon.
"Asal bisa enak, aku sih oke-oke ajah. Tapi harus pake kondom ya," kata Mas Restu.
Aku tersenyum, dan segera kukeluarkan kondom dan pelicin di saku celanaku. Lalu mulai kembali menjilati kontol Mas Restu dan perlahan-lahan, aku mulai bergerak naik menjilati perut Mas Restu dan dadanya sampai lobang pantatku tepat berada di atas kontol Mas Restu.
Aku meyobek bungkus kondom yang kubawa. Lalu dengan cekatan kupasangkan kondom itu. Selanjutnya kulumurkan pula pelicin sachet yang kubawa, lalu aku lumurkan ke ujung kepala kontol Mas Restu. Lalu seluruh batang yang mengeras itu kulumuri pula. Perlahan-lahan aku mulai memasukan kontol super itu, agak susah karena kontol Mas Restu memang cukup besar dan panjang. Aku berusaha rileks dan membantunya dengan menusukkan jari telunjukku yang licin oleh pelicin. Bisa masuk dengan mudah. Akan tetapi ketika kontol itu kudorong masuk, tetap susah menembus lubang anusku. Aku membantu dengan mengejan, dengan terus mendorong pantatku agar kontol itu bisa melesak masuk. Akhirnya kepala kontol itu bisa menyusup di lubang anusku. Perlahan aku tahan dan aku gerakkan agar batang kontol itu turut masuk, namun tidak ada rasa sakit padaku. Setelah berhasil masuk seluruh batang kontol itu, Aku mulai bergerak turun naik sambil membelai dada Mas Restu yang bidang.
"Hmm.....enak......pantat loe rapet ya.....anget rasanya...ohhh....mmmhhh....yesss...."desah Mas Restu
"Oughhhh.....kontol Mas gede banget...i feel full....”desahku, sambil terus menggenjot pantatku dan sambil mengcok kocok kontolku sendiri. Jujur aku akan mencapai puncak da spermaku akan muncrat dengan gaya seperti ini. Tapi demi memberikan service yang lebih lama, aku berusaha tahan dan aku lepaskan kocokan tangaku dari kontolku.
Dengan terus mengenjot lubang anusku, mas Restu yang memang berbaring sambil terus menghentak hentakkan agar kontolnya menembus lubang anusku lebih dalam. Aku merasa melayang layang saat ujung kontol itu menembus dan menyentuh pangkal ususku, sehingga perutku serasa diasuk aduk. Ada rasa mulas, bercampur enak dan getaran hebat ketika dinding-dinding anusku menjepiti batang kontol besar itu.
Tak lama Mas Restu berkata kalau dia udah mau keluar, aku lalu buru-buru mengeluarkan kontol itu dan langsung copot kondomnya. Dengan kain kaosku, aku lap pangkal kontol mas Restu lalu selanjutnya mulutku kubuka lebar lebar sambil kontol itu kukocok kocok pelan.
"Ohhh.......mmmh.....Aku keluar....AAGHHHHHH....Yesss"erang Mas Restu diikuti berkejangnya tubuh dan mengejangnya kakinya.
Peju mas Restu yang hanget menyembur ke mulutku dan aku berusaha memasukkan kepala kontol itu ke mulutku agar bisa menelan semua spermanya. Sementara tangaku terus mengocok dan meremas remas kontolku sendiri untuk mencapai puncak yang tadi tertunda.
Aku terus mengisapi kontol Mas Restu yang sudah mulai melemas untuk memastikan aku mendapatkan sari kejantanan dari anggota Pamswakarsa yang macho ini. Sementara itu ubun ubunku telah penuh dan badanku mengelepar gelepar dan mengejang, pertanda aku mencapai klimaks ejakulasi. Aku percepat kocokanku sehingga muncratlah spermaku. Semburan demi semburan keluar diikuti tubuhku yang terus bergetar menggapai puncak kenikmatan. Ada sebagian spermaku yang menyembur mengenai seragam Mas Restu. Ups…
Setelah keluar semua, aku berbaring miring disebelah Mas Restu dan tanganku menyangga kepalaku, sementara tanganku yang lain membelai dada Mas Restu.
"Gimana Mas. Enak?" tanyaku.
"Hmmm, benar-benar hebat, aku belom pernah merasakan isapan yang begitu hebat. Lebih enak daripada para PSK”.
6/08/2011
Andani Citra – Akibat Berenang Bugil
Copyright 2004, by Andani Citra
(Keroyokan)
Hari itu, sekitar jam 12 siang, aku baru saja tiba di vilaku di puncak. Pak Joko, penjaga vilaku membukakan pintu garasi agar aku bisa memarkirkan mobilku. Pheew.. akhirnya aku bisa melepaskan kepenatan setelah seminggu lebih menempuh UAS. Aku ingin mengambil saat tenang sejenak, tanpa ditemani siapapun, aku ingin menikmatinya sendirian di tempat yang jauh dari hiruk pikuk ibukota.
Agar aku lebih menikmati privacy-ku maka kusuruh Pak Joko pulang ke rumahnya yang memang di desa sekitar sini. Pak Joko sudah bekerja di tempat ini sejak papaku membeli vila ini sekitar 7 tahun yang lalu, dengan keberadaannya, vila kami terawat baik dan belum pernah kemalingan. Usianya hampir seperti ayahku, 50-an lebih, tubuhnya tinggi kurus dengan kulit hitam terbakar matahari. Aku dari dulu sebenarnya berniat mengerjainya, tapi mengingat dia cukup loyal pada ayahku dan terlalu jujur, maka kuurungkan niatku.
“Punten Neng, kalau misalnya ada perlu, Bapak pasti ada di rumah kok, tinggal dateng aja,” pamitnya. Setelah Pak Joko meninggalkanku, aku membereskan semua bawaanku. Kulempar tubuhku ke atas kasur sambil menarik nafas panjang, lega sekali rasanya lepas dari buku-buku kuliah itu.
Cuaca hari itu sangat cerah, matahari bersinar dengan diiringi embusan angin sepoi-sepoi sehingga membuat suasana rileks ini lebih terasa. Aku jadi ingin berenang rasanya, apalagi setelah kulihat kolam renang di belakang airnya bersih sekali, Pak Joko memang telaten merawat vila ini. Segera kuambil perlengkapan renangku dan menuju ke kolam.
Sesampainya disana kurasakan suasananya enak sekali, begitu tenang, yang terdengar hanya kicauan burung dan desiran air ditiup angin. Tiba-tiba muncul kegilaanku, mumpung sepi-sepi begini, bagaimana kalau aku berenang tanpa busana saja, toh tidak ada siapa-siapa lagi di sini selain aku. Lagipula aku senang orang mengagumi keindahan tubuhku. Maka tanpa pikir panjang lagi, aku pun melepas satu-persatu semua yang menempel di tubuhku termasuk arloji dan segala perhiasan sampai benar-benar bugil seperti waktu baru dilahirkan. Setelah melepas anting yang terakhir menempel di tubuhku, aku langsung terjun ke kolam.
Aahh.. enak sekali rasanya berenang bugil seperti ini, tubuh serasa lebih ringan. Beberapa kali aku bolak-balik dengan beberapa gaya kecuali gaya kupu-kupu (karena aku tidak bisa, hehe.. )
Dua puluh menit lamanya aku berada di kolam, akupun merasa haus dan ingin istirahat sebentar dengan berjemur di pinggir kolam. Aku lalu naik dan mengeringkan tubuhku dengan handuk, setelah kuambil sekaleng coca-cola dari kulkas, aku kembali lagi ke kolam. Kurebahkan tubuhku pada kursi santai disana dan kupakai kacamata hitamku sambil menikmati minumku. Agar kulitku yang putih mulus ini tidak terbakar matahari, kuambil suntan oilku dan kuoleskan di sekujur tubuhku hingga nampak berkilauan.
Saking enaknya cuaca di sini membuatku mengantuk hingga tak terasa aku pun pelan-pelan tertidur. Di tepi kolam itu aku berbaring tanpa sesuatu apapun yang melekat di tubuhku, kecuali sebuah kacamata hitam. Kalau saja saat itu ada maling masuk dan melihat keadaanku seperti itu, tentu aku sudah diperkosanya habis-habisan.
Di tengah tidurku aku merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh bibir kemaluanku tiba-tiba mataku terbuka dan aku langsung terkejut karena yang kurasakan barusan ternyata bukan sekedar mimpi. Aku melihat seseorang sedang menggerayangi tubuhku dan begitu aku bangun orang itu dengan sigapnya mencengkram bahuku dan membekap mulutku dengan tangannya, mencegah agar aku tidak menjerit.
Aku mulai dapat mengenali orang itu, dia adalah Taryo, si penjaga vila tetangga, usianya sekitar 30-an, wajahnya jelek sekali dengan gigi agak tonggos, pipinya yang cekung dan matanya yang lebar itu tepat di depan wajahku.
“Sstt.. mendingan Neng nurut aja, di sini udah ga ada siapa-siapa lagi, jadi jangan macam-macam!” ancamnya.
Aku mengangguk saja walau masih agak terkejut, lalu dia pelan-pelan melepaskan bekapannya pada mulutku.
“Hehehe.. udah lama saya pengen ngerasain ngentot sama Neng!” katanya sambil matanya menatapi dadaku.
“Ngentot ya ngentot, tapi yang sopan dong mintanya, gak usah kaya maling gitu!” kataku sewot.
Ternyata tanpa kusadari sejak berenang dia sudah memperhatikanku dari loteng vila majikannya dan itu sering dia lakukan dari dulu kalau ada wanita berenang di sini. Mengetahui Pak Joko sedang tidak di sini dan aku tertidur, dia nekad memanjat tembok untuk masuk ke sini. Sebenarnya aku sedang tidak mood untuk ngeseks karena masih ingin istirahat, namun elusannya pada daerah sensitifku membuatku BT (birahi tinggi).
“Heh, katanya mau merkosa gua, kok belum buka baju juga, dari tadi pegang-pegang doang beraninya!” tantangku.
“Hehe, iya Neng abis tetek Neng ini loh, montok banget sampe lupa deh,” jawabnya seraya melepas baju lusuhnya. Badannya lumayan jadi juga, walaupun agak kurus dan dekil, penisnya yang sudah tegang cukup besar, seukuran sama punyanya si Wahyu, tukang air yang pernah main denganku (baca Tukang Air, Listrik, dan Bangunan).
Dia duduk di pinggir kursi santai dan mulai menyedot payudaraku yang paling dikaguminya, sementara aku meraih penisnya dengan tanganku serta kukocok hingga kurasakan penis itu makin mengeras.
Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai vaginaku dan menggosok-gosok bibirnya.
“Eenghh.. terus Tar.. oohh!” desahku sambil meremasi rambut Taryo yang sedang mengisap payudaraku.
Kepalanya lalu pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di kemaluanku. Aku mendesah makin tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya yang bergerak keluar masuk. Aku sampai meremas-remas payudara dan menggigit jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga akhirnya tubuhku mengejang dan vaginaku mengeluarkan cairan hangat.
Dengan merem melek aku menjambak rambut si Taryo yang sedang menyeruput vaginaku. Perasaan itu berlangsung terus sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah Taryo melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku.
Belum beres aku mengatur nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku, masalahnya nafasnya agak bau, entah bau rokok atau jengkol.
Setelah beberapa menit baru aku bisa beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan mengisap. Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku yang halus tanpa jerawat sampai wajahku basah oleh liurnya.
“Gua ga tahan lagi Tar, sini gua emut yang punya lu,” kataku.
Si Taryo langsung bangkit dan berdiri di sampingku menyodorkan penisnya. Masih dalam posisi berbaring di kursi santai, kugenggam benda itu. Kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut.
Mulutku terisi penuh oleh penisnya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma masuk 3/4nya saja. Aku memainkan lidahku mengitari kepala penisnya yang mirip helm itu. Terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga tubuh pemiliknya bergetar dan mendesah-desah keenakan. Satu tangannya memegangi kepalaku dan dimajumundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan.
“Eemmpp.. emmphh.. nngg.. !” aku mendesah tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya. Kepala penis itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkonganku.
Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku. Aku berusaha menelan cairan itu tapi karena banyaknya cairan itu meleleh di sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar penisnya sehingga semburan berikut mendarat di sekujur wajahku. Kacamata hitamku juga basah kecipratan maninya.
Kulepaskan kacamata hitam itu lalu kuseka wajahku dengan tanganku. Sisa-sisa sperma yang menempel di jariku kujilati sampai habis.
Saat itu mendadak pintu terbuka dan Pak Joko muncul dari sana. Dia melongo melihat kami berdua yang sedang bugil. Aku sendiri sempat kaget dengan kehadirannya, aku takut dia membocorkan semua ini pada ortuku.
“Eehh.. maaf Neng, Bapak cuma mau ngambil uang Bapak di kamar, ga tau kalo Neng lagi gituan,” katanya terbata-bata.
Karena sudah tanggung, akupun nekad menawarkan diriku dan berjalan ke arahnya.
“Ah.. ga apa-apa Pak, mending Bapak ikutan aja, yuk!” godaku.
Jakunnya turun naik melihat kepolosan tubuhku. Meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke payudaraku. Aku mengelus-elus batangnya dari luar membuatnya terangsang.
Akhirnya dia mulai berani memegang payudaraku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan meraba-raba dadanya.
“Neng, tetek Neng gede juga yah.. enak yah diginiin sama Bapak?” Sambil tangannya terus meremasi payudaraku.
Dalam posisi memeluk begitu aku perlahan membuka celana panjangnya. Setelah itu aku turunkan juga celana kolornya. Nampaklah kemaluannya yang hitam menggantung. Jari-jariku pun mulai menggenggamnya. Dalam genggamanku kurasakan benda itu bergetar dan mengeras.
Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya. Tanpa basa-basi lagi kumasukkan batang di genggamanku itu ke mulutku. Kujilati dan kuemut-emut hingga pemiliknya mengerang keenakan.
“Wah, Pak Joko sama majikan sendiri aja malu-malu!” seru si Taryo yang memperhatikan Pak Joko agak grogi menikmati oral seksku.
Taryo lalu mendekati kami dan meraih tanganku untuk mengocok kemaluannya. Rupanya Taryo cepat konak kembali karena melihatku melayani Pak Joko. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua penis yang sudah menegang itu.
Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat kemudian Taryo pindah ke belakangku. Tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tanganku.
Aku mulai merasakan ada benda yang menyeruak masuk ke dalam vaginaku. Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci demi inci penisnya memasuki vaginaku. Aku disetubuhinya dari belakang.
Sambil menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada payudaraku. Aku menggelinjang tak karuan waktu puting kananku digigitnya dengan gemas. Kocokanku pada penis Pak Joko makin bersemangat.
Rupanya aku telah membuat Pak Joko ketagihan. Dia jadi begitu bernafsu memperkosa mulutku dengan memajumundurkan pinggulnya seolah sedang bersetubuh. Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai kesempatanku untuk menghirup udara segar pun tidak ada.
Akhirnya aku hanya bisa pasrah disenggamai dari dua arah oleh mereka. Sodokan dari salah satunya menyebabkan penis yang lain makin menghunjam ke tubuhku. Perasaan ini sungguh sulit dilukiskan, ketika penis si Taryo menyentuh bagian terdalam dari rahimku dan ketika penis Pak Joko menyentuh kerongkonganku. Belum lagi mereka terkadang memainkan payudara atau meremasi pantatku.
Aku serasa terbang melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh penis Pak Joko. Bersamaan dengan itu pula genjotan si Taryo terasa makin bertenaga.
Kami pun mencapai orgasme bersamaan. Aku dapat merasakan spermanya yang menyembur deras di dalamku. Dari selangkanganku meleleh cairan hasil persenggamaan.
Setelah mencapai orgasme yang cukup panjang, tubuhku berkeringat. Mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan kegiatannya.
“Neng, boleh ga Bapak masukin anu Bapak ke itunya Neng?” tanya Pak Joko lembut.
Saya cuma mengangguk.
Lalu dia bilang lagi, “Tapi Neng istirahat aja dulu, kayanya Neng masih cape sih.”
Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal untuk menyegarkan diriku. Mereka berdua juga ikut turun ke kolam. Taryo duduk di sebelah kiriku dan Pak Joko di kananku. Kami mengobrol sambil memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya. Yang satu ditepis yang lain hinggap di bagian lainnya. Lama-lama ya aku biarkan saja. Lagipula aku menikmatinya, kok.
“Neng, Bapak masukin sekarang aja, yah. Udah ga tahan dari tadi belum rasain itunya Neng,” kata Pak Joko mengambil posisi berlutut di depanku.
Dia segera membuka pahaku setelah kuanggukkan kepala merestuinya. Dia arahkan penisnya yang panjang dan keras itu ke vaginaku tapi dia tidak langsung menusuknya melainkan menggesekkannya pada bibir kemaluanku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas penis Taryo yang sedang menjilati leher di bawah telingaku.
“Aahh.. Pak… Cepet masukin dong, udah kebelet nih!” desahku tak tertahankan.
Aku meringis saat dia mulai menekan masuk penisnya. Kini vaginaku telah terisi oleh benda hitam panjang itu dan benda itu mulai bergerak keluar masuk memberi sensasi nikmat ke seluruh tubuh.
“Wah.. seret banget memeknya Neng. Kalo tau gini udah dari dulu Bapak entotin,” ceracaunya.
“Brengsek juga lu, udah bercucu juga masih piktor. Gua kira lu alim,” kataku dalam hati.
Setelah 15 menit dia genjot aku dalam posisi itu, dilepaskannya penisnya. Dia lalu duduk berselonjor dan menaikkan tubuhku ke atasnya berhadap-hadapan. Secara refleks aku menggenggam penis Pak Joko sambil menurunkan tubuhku hingga benda itu amblas ke dalamku. Dia memegangi kedua bongkahan pantatku yang padat berisi itu. Secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami.
Desahan kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak tak terkendali. Kepalaku kugelengkan kesana-kemari. Kedua payudaraku yang terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka.
Pak Joko memperhatikan penisnya sedang keluar masuk di vagina seorang gadis 21 tahun, anak majikannya sendiri. Sepertinya dia tak habis pikir betapa untungnya berkesempatan mencicipi tubuh seorang gadis muda yang pasti sudah lama tidak dirasakannya.
Goyangan kami terhenti sejenak ketika Taryo tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan payudaraku makin tertekan ke wajah Pak Joko. Taryo membuka pantatku dan mengarahkan penisnya ke sana.
“Aduuh.. pelan-pelan Tar. Sakit tau.. aww!” rintihku waktu dia mendorong masuk penisnya.
Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena dijejali dua batang penis besar. Aku menjerit sejadi-jadinya ketika Taryo menyodok pantatku dengan kasar. Kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, Taryo malah makin buas menggenjotku.
Kami kembali bergoyang. Aku berusaha seikhlas mungkin menyerahkan pantatku kepada Taryo. Akibatnya, sakit yang tadi kurasakan perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat yang menjalari tubuhku.
Pak Joko melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam mulutku agar aku tidak terlalu ribut.
Hal itu berlangsung hampir 15 menit lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak. Yang dapat kulakukan hanya menjerit panjang dan memeluk Pak Joko erat-erat sampai kukuku mencakar punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas kembali dalam dekapan Pak Joko.
Namun mereka masih saja memompaku tanpa peduli padaku yang sudah lemas ini. Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai membuatku sulit bernafas. Serangan mereka juga makin dahsyat. Putingku disedot kuat-kuat oleh Pak Joko dan Taryo menjambak rambutku.
Aku lalu merasakan cairan hangat menyembur di dalam vagina dan anusku. Di air nampak sedikit cairan putih susu itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas diantara tubuhku dengan penis masih tertancap.
Setelah sisa-sisa kenikmatan tadi mereda, aku mengajak mereka naik ke atas.
Sambil mengelap tubuhku yang basah kuyup, aku berjalan menuju kamar mandi. Eh.. ternyata mereka mengikutiku dan memaksa ikut mandi bersama. Akhirnya kuiyakan saja deh supaya mereka senang.
Di sana aku cuma duduk. Merekalah yang menyiram, menggosok, dan menyabuniku, tentunya sambil menggerayangi. Bagian kemaluan dan payudaraku paling lama mereka sabuni sampai aku menyindir.
“Lho.. kok yang disabun disitu-situ aja sih, mandinya ga beres-beres dong, dingin nih,” disambut gelak tawa kami.
Setelah itu, giliran aku yang memandikan mereka. Saat itulah nafsu mereka bangkit lagi. Akupun kembali digarap di kamar mandi.
Hari itu aku dikerjai terus-menerus oleh mereka sampai mereka menginap dan tidur denganku di ranjang spring bed-ku.
Sejak itu kalau ada sex party di vila ini, mereka berdua selalu diajak dengan syarat jangan sampai rahasia ini bocor. Aku senang karena ada alat pemuas hasratku. Mereka pun senang karena bisa merasakan tubuhku dan teman-teman kuliahku yang masih muda dan cantik. Jadi ada variasi dalam kehidupan seks kami, tidak selalu main sama teman-teman cowok di kampus.
Lain hari aku akan menceritakan bagaimana jahilnya aku mengerjai teman-teman kuliahku sehingga mereka jatuh ke tangan Pak Joko dan Taryo dan juga pengalaman-pengalamanku lainnya. Harap sabar yah, soalnya kan aku juga sibuk, tidak bisa terus-terusan menulis.
TAMAT
(Keroyokan)
Hari itu, sekitar jam 12 siang, aku baru saja tiba di vilaku di puncak. Pak Joko, penjaga vilaku membukakan pintu garasi agar aku bisa memarkirkan mobilku. Pheew.. akhirnya aku bisa melepaskan kepenatan setelah seminggu lebih menempuh UAS. Aku ingin mengambil saat tenang sejenak, tanpa ditemani siapapun, aku ingin menikmatinya sendirian di tempat yang jauh dari hiruk pikuk ibukota.
Agar aku lebih menikmati privacy-ku maka kusuruh Pak Joko pulang ke rumahnya yang memang di desa sekitar sini. Pak Joko sudah bekerja di tempat ini sejak papaku membeli vila ini sekitar 7 tahun yang lalu, dengan keberadaannya, vila kami terawat baik dan belum pernah kemalingan. Usianya hampir seperti ayahku, 50-an lebih, tubuhnya tinggi kurus dengan kulit hitam terbakar matahari. Aku dari dulu sebenarnya berniat mengerjainya, tapi mengingat dia cukup loyal pada ayahku dan terlalu jujur, maka kuurungkan niatku.
“Punten Neng, kalau misalnya ada perlu, Bapak pasti ada di rumah kok, tinggal dateng aja,” pamitnya. Setelah Pak Joko meninggalkanku, aku membereskan semua bawaanku. Kulempar tubuhku ke atas kasur sambil menarik nafas panjang, lega sekali rasanya lepas dari buku-buku kuliah itu.
Cuaca hari itu sangat cerah, matahari bersinar dengan diiringi embusan angin sepoi-sepoi sehingga membuat suasana rileks ini lebih terasa. Aku jadi ingin berenang rasanya, apalagi setelah kulihat kolam renang di belakang airnya bersih sekali, Pak Joko memang telaten merawat vila ini. Segera kuambil perlengkapan renangku dan menuju ke kolam.
Sesampainya disana kurasakan suasananya enak sekali, begitu tenang, yang terdengar hanya kicauan burung dan desiran air ditiup angin. Tiba-tiba muncul kegilaanku, mumpung sepi-sepi begini, bagaimana kalau aku berenang tanpa busana saja, toh tidak ada siapa-siapa lagi di sini selain aku. Lagipula aku senang orang mengagumi keindahan tubuhku. Maka tanpa pikir panjang lagi, aku pun melepas satu-persatu semua yang menempel di tubuhku termasuk arloji dan segala perhiasan sampai benar-benar bugil seperti waktu baru dilahirkan. Setelah melepas anting yang terakhir menempel di tubuhku, aku langsung terjun ke kolam.
Aahh.. enak sekali rasanya berenang bugil seperti ini, tubuh serasa lebih ringan. Beberapa kali aku bolak-balik dengan beberapa gaya kecuali gaya kupu-kupu (karena aku tidak bisa, hehe.. )
Dua puluh menit lamanya aku berada di kolam, akupun merasa haus dan ingin istirahat sebentar dengan berjemur di pinggir kolam. Aku lalu naik dan mengeringkan tubuhku dengan handuk, setelah kuambil sekaleng coca-cola dari kulkas, aku kembali lagi ke kolam. Kurebahkan tubuhku pada kursi santai disana dan kupakai kacamata hitamku sambil menikmati minumku. Agar kulitku yang putih mulus ini tidak terbakar matahari, kuambil suntan oilku dan kuoleskan di sekujur tubuhku hingga nampak berkilauan.
Saking enaknya cuaca di sini membuatku mengantuk hingga tak terasa aku pun pelan-pelan tertidur. Di tepi kolam itu aku berbaring tanpa sesuatu apapun yang melekat di tubuhku, kecuali sebuah kacamata hitam. Kalau saja saat itu ada maling masuk dan melihat keadaanku seperti itu, tentu aku sudah diperkosanya habis-habisan.
Di tengah tidurku aku merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh bibir kemaluanku tiba-tiba mataku terbuka dan aku langsung terkejut karena yang kurasakan barusan ternyata bukan sekedar mimpi. Aku melihat seseorang sedang menggerayangi tubuhku dan begitu aku bangun orang itu dengan sigapnya mencengkram bahuku dan membekap mulutku dengan tangannya, mencegah agar aku tidak menjerit.
Aku mulai dapat mengenali orang itu, dia adalah Taryo, si penjaga vila tetangga, usianya sekitar 30-an, wajahnya jelek sekali dengan gigi agak tonggos, pipinya yang cekung dan matanya yang lebar itu tepat di depan wajahku.
“Sstt.. mendingan Neng nurut aja, di sini udah ga ada siapa-siapa lagi, jadi jangan macam-macam!” ancamnya.
Aku mengangguk saja walau masih agak terkejut, lalu dia pelan-pelan melepaskan bekapannya pada mulutku.
“Hehehe.. udah lama saya pengen ngerasain ngentot sama Neng!” katanya sambil matanya menatapi dadaku.
“Ngentot ya ngentot, tapi yang sopan dong mintanya, gak usah kaya maling gitu!” kataku sewot.
Ternyata tanpa kusadari sejak berenang dia sudah memperhatikanku dari loteng vila majikannya dan itu sering dia lakukan dari dulu kalau ada wanita berenang di sini. Mengetahui Pak Joko sedang tidak di sini dan aku tertidur, dia nekad memanjat tembok untuk masuk ke sini. Sebenarnya aku sedang tidak mood untuk ngeseks karena masih ingin istirahat, namun elusannya pada daerah sensitifku membuatku BT (birahi tinggi).
“Heh, katanya mau merkosa gua, kok belum buka baju juga, dari tadi pegang-pegang doang beraninya!” tantangku.
“Hehe, iya Neng abis tetek Neng ini loh, montok banget sampe lupa deh,” jawabnya seraya melepas baju lusuhnya. Badannya lumayan jadi juga, walaupun agak kurus dan dekil, penisnya yang sudah tegang cukup besar, seukuran sama punyanya si Wahyu, tukang air yang pernah main denganku (baca Tukang Air, Listrik, dan Bangunan).
Dia duduk di pinggir kursi santai dan mulai menyedot payudaraku yang paling dikaguminya, sementara aku meraih penisnya dengan tanganku serta kukocok hingga kurasakan penis itu makin mengeras.
Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai vaginaku dan menggosok-gosok bibirnya.
“Eenghh.. terus Tar.. oohh!” desahku sambil meremasi rambut Taryo yang sedang mengisap payudaraku.
Kepalanya lalu pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di kemaluanku. Aku mendesah makin tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya yang bergerak keluar masuk. Aku sampai meremas-remas payudara dan menggigit jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga akhirnya tubuhku mengejang dan vaginaku mengeluarkan cairan hangat.
Dengan merem melek aku menjambak rambut si Taryo yang sedang menyeruput vaginaku. Perasaan itu berlangsung terus sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah Taryo melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku.
Belum beres aku mengatur nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku, masalahnya nafasnya agak bau, entah bau rokok atau jengkol.
Setelah beberapa menit baru aku bisa beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan mengisap. Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku yang halus tanpa jerawat sampai wajahku basah oleh liurnya.
“Gua ga tahan lagi Tar, sini gua emut yang punya lu,” kataku.
Si Taryo langsung bangkit dan berdiri di sampingku menyodorkan penisnya. Masih dalam posisi berbaring di kursi santai, kugenggam benda itu. Kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut.
Mulutku terisi penuh oleh penisnya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma masuk 3/4nya saja. Aku memainkan lidahku mengitari kepala penisnya yang mirip helm itu. Terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga tubuh pemiliknya bergetar dan mendesah-desah keenakan. Satu tangannya memegangi kepalaku dan dimajumundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan.
“Eemmpp.. emmphh.. nngg.. !” aku mendesah tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya. Kepala penis itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkonganku.
Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku. Aku berusaha menelan cairan itu tapi karena banyaknya cairan itu meleleh di sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar penisnya sehingga semburan berikut mendarat di sekujur wajahku. Kacamata hitamku juga basah kecipratan maninya.
Kulepaskan kacamata hitam itu lalu kuseka wajahku dengan tanganku. Sisa-sisa sperma yang menempel di jariku kujilati sampai habis.
Saat itu mendadak pintu terbuka dan Pak Joko muncul dari sana. Dia melongo melihat kami berdua yang sedang bugil. Aku sendiri sempat kaget dengan kehadirannya, aku takut dia membocorkan semua ini pada ortuku.
“Eehh.. maaf Neng, Bapak cuma mau ngambil uang Bapak di kamar, ga tau kalo Neng lagi gituan,” katanya terbata-bata.
Karena sudah tanggung, akupun nekad menawarkan diriku dan berjalan ke arahnya.
“Ah.. ga apa-apa Pak, mending Bapak ikutan aja, yuk!” godaku.
Jakunnya turun naik melihat kepolosan tubuhku. Meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke payudaraku. Aku mengelus-elus batangnya dari luar membuatnya terangsang.
Akhirnya dia mulai berani memegang payudaraku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan meraba-raba dadanya.
“Neng, tetek Neng gede juga yah.. enak yah diginiin sama Bapak?” Sambil tangannya terus meremasi payudaraku.
Dalam posisi memeluk begitu aku perlahan membuka celana panjangnya. Setelah itu aku turunkan juga celana kolornya. Nampaklah kemaluannya yang hitam menggantung. Jari-jariku pun mulai menggenggamnya. Dalam genggamanku kurasakan benda itu bergetar dan mengeras.
Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya. Tanpa basa-basi lagi kumasukkan batang di genggamanku itu ke mulutku. Kujilati dan kuemut-emut hingga pemiliknya mengerang keenakan.
“Wah, Pak Joko sama majikan sendiri aja malu-malu!” seru si Taryo yang memperhatikan Pak Joko agak grogi menikmati oral seksku.
Taryo lalu mendekati kami dan meraih tanganku untuk mengocok kemaluannya. Rupanya Taryo cepat konak kembali karena melihatku melayani Pak Joko. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua penis yang sudah menegang itu.
Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat kemudian Taryo pindah ke belakangku. Tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tanganku.
Aku mulai merasakan ada benda yang menyeruak masuk ke dalam vaginaku. Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci demi inci penisnya memasuki vaginaku. Aku disetubuhinya dari belakang.
Sambil menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada payudaraku. Aku menggelinjang tak karuan waktu puting kananku digigitnya dengan gemas. Kocokanku pada penis Pak Joko makin bersemangat.
Rupanya aku telah membuat Pak Joko ketagihan. Dia jadi begitu bernafsu memperkosa mulutku dengan memajumundurkan pinggulnya seolah sedang bersetubuh. Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai kesempatanku untuk menghirup udara segar pun tidak ada.
Akhirnya aku hanya bisa pasrah disenggamai dari dua arah oleh mereka. Sodokan dari salah satunya menyebabkan penis yang lain makin menghunjam ke tubuhku. Perasaan ini sungguh sulit dilukiskan, ketika penis si Taryo menyentuh bagian terdalam dari rahimku dan ketika penis Pak Joko menyentuh kerongkonganku. Belum lagi mereka terkadang memainkan payudara atau meremasi pantatku.
Aku serasa terbang melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh penis Pak Joko. Bersamaan dengan itu pula genjotan si Taryo terasa makin bertenaga.
Kami pun mencapai orgasme bersamaan. Aku dapat merasakan spermanya yang menyembur deras di dalamku. Dari selangkanganku meleleh cairan hasil persenggamaan.
Setelah mencapai orgasme yang cukup panjang, tubuhku berkeringat. Mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan kegiatannya.
“Neng, boleh ga Bapak masukin anu Bapak ke itunya Neng?” tanya Pak Joko lembut.
Saya cuma mengangguk.
Lalu dia bilang lagi, “Tapi Neng istirahat aja dulu, kayanya Neng masih cape sih.”
Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal untuk menyegarkan diriku. Mereka berdua juga ikut turun ke kolam. Taryo duduk di sebelah kiriku dan Pak Joko di kananku. Kami mengobrol sambil memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya. Yang satu ditepis yang lain hinggap di bagian lainnya. Lama-lama ya aku biarkan saja. Lagipula aku menikmatinya, kok.
“Neng, Bapak masukin sekarang aja, yah. Udah ga tahan dari tadi belum rasain itunya Neng,” kata Pak Joko mengambil posisi berlutut di depanku.
Dia segera membuka pahaku setelah kuanggukkan kepala merestuinya. Dia arahkan penisnya yang panjang dan keras itu ke vaginaku tapi dia tidak langsung menusuknya melainkan menggesekkannya pada bibir kemaluanku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas penis Taryo yang sedang menjilati leher di bawah telingaku.
“Aahh.. Pak… Cepet masukin dong, udah kebelet nih!” desahku tak tertahankan.
Aku meringis saat dia mulai menekan masuk penisnya. Kini vaginaku telah terisi oleh benda hitam panjang itu dan benda itu mulai bergerak keluar masuk memberi sensasi nikmat ke seluruh tubuh.
“Wah.. seret banget memeknya Neng. Kalo tau gini udah dari dulu Bapak entotin,” ceracaunya.
“Brengsek juga lu, udah bercucu juga masih piktor. Gua kira lu alim,” kataku dalam hati.
Setelah 15 menit dia genjot aku dalam posisi itu, dilepaskannya penisnya. Dia lalu duduk berselonjor dan menaikkan tubuhku ke atasnya berhadap-hadapan. Secara refleks aku menggenggam penis Pak Joko sambil menurunkan tubuhku hingga benda itu amblas ke dalamku. Dia memegangi kedua bongkahan pantatku yang padat berisi itu. Secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami.
Desahan kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak tak terkendali. Kepalaku kugelengkan kesana-kemari. Kedua payudaraku yang terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka.
Pak Joko memperhatikan penisnya sedang keluar masuk di vagina seorang gadis 21 tahun, anak majikannya sendiri. Sepertinya dia tak habis pikir betapa untungnya berkesempatan mencicipi tubuh seorang gadis muda yang pasti sudah lama tidak dirasakannya.
Goyangan kami terhenti sejenak ketika Taryo tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan payudaraku makin tertekan ke wajah Pak Joko. Taryo membuka pantatku dan mengarahkan penisnya ke sana.
“Aduuh.. pelan-pelan Tar. Sakit tau.. aww!” rintihku waktu dia mendorong masuk penisnya.
Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena dijejali dua batang penis besar. Aku menjerit sejadi-jadinya ketika Taryo menyodok pantatku dengan kasar. Kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, Taryo malah makin buas menggenjotku.
Kami kembali bergoyang. Aku berusaha seikhlas mungkin menyerahkan pantatku kepada Taryo. Akibatnya, sakit yang tadi kurasakan perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat yang menjalari tubuhku.
Pak Joko melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam mulutku agar aku tidak terlalu ribut.
Hal itu berlangsung hampir 15 menit lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak. Yang dapat kulakukan hanya menjerit panjang dan memeluk Pak Joko erat-erat sampai kukuku mencakar punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas kembali dalam dekapan Pak Joko.
Namun mereka masih saja memompaku tanpa peduli padaku yang sudah lemas ini. Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai membuatku sulit bernafas. Serangan mereka juga makin dahsyat. Putingku disedot kuat-kuat oleh Pak Joko dan Taryo menjambak rambutku.
Aku lalu merasakan cairan hangat menyembur di dalam vagina dan anusku. Di air nampak sedikit cairan putih susu itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas diantara tubuhku dengan penis masih tertancap.
Setelah sisa-sisa kenikmatan tadi mereda, aku mengajak mereka naik ke atas.
Sambil mengelap tubuhku yang basah kuyup, aku berjalan menuju kamar mandi. Eh.. ternyata mereka mengikutiku dan memaksa ikut mandi bersama. Akhirnya kuiyakan saja deh supaya mereka senang.
Di sana aku cuma duduk. Merekalah yang menyiram, menggosok, dan menyabuniku, tentunya sambil menggerayangi. Bagian kemaluan dan payudaraku paling lama mereka sabuni sampai aku menyindir.
“Lho.. kok yang disabun disitu-situ aja sih, mandinya ga beres-beres dong, dingin nih,” disambut gelak tawa kami.
Setelah itu, giliran aku yang memandikan mereka. Saat itulah nafsu mereka bangkit lagi. Akupun kembali digarap di kamar mandi.
Hari itu aku dikerjai terus-menerus oleh mereka sampai mereka menginap dan tidur denganku di ranjang spring bed-ku.
Sejak itu kalau ada sex party di vila ini, mereka berdua selalu diajak dengan syarat jangan sampai rahasia ini bocor. Aku senang karena ada alat pemuas hasratku. Mereka pun senang karena bisa merasakan tubuhku dan teman-teman kuliahku yang masih muda dan cantik. Jadi ada variasi dalam kehidupan seks kami, tidak selalu main sama teman-teman cowok di kampus.
Lain hari aku akan menceritakan bagaimana jahilnya aku mengerjai teman-teman kuliahku sehingga mereka jatuh ke tangan Pak Joko dan Taryo dan juga pengalaman-pengalamanku lainnya. Harap sabar yah, soalnya kan aku juga sibuk, tidak bisa terus-terusan menulis.
TAMAT
Dokter Spesialis
Sore itu turun dari mobil, aku berjalan tertatih-tatih dengan perasaan tak menentu menuju ruang tunggu seorang dokter spesialis. Saya mendapatkan alamatnya dari yellow pages buku telphon. Aku sebelumnya memang menelphon nomor dokter spesialis ini dan sore ini aku janjian.
Dan saat itu aku memang benar-benar membutuhkan dokter spesialis. Anusku berkedut-kedut agak nyeri. Semua gara-gara ulahku mengikuti pesta orgy di salah satu hotel berbintang di kotaku. Aku mengikuti sebuah milis yang menuntunku pada website eksklusif penyuka orgy party. Karena belum pernah mengalami, iseng aku mendaftar dan membayar biaya member. Dan minggu kemaren, mereka sedang bikin event road show keliling kota, orgy party di hotel berbintang.
Sebenarnya pesta seksnya biasa saja, namun yang membuatku menderita adalah sebelum pesta orgy seks itu dimulai, aku menenggak minumal alkohol.
Akibatnya aku mambuk berat sepanjang orgy party itu. Dan menurut penuturan temanku, selama orgy party itu aku terlihat liar sekali, mungkin karena pengaruh alkohol. Dan aku menantang semua peserta orgy party itu untuk menyodomiku, bahkan disaat bersamaan.
Dan konon, saat aku mabuk berat itu, aku dihajar oleh 2 orang dengan kontol yang besar dalam sekali permainan, Jadi anusku dimasuki langsung 2 kontol dengan ukuran jumbo. Da itu belum membatku ejakulasi. Bahkan diakhir permainan orgy party itu, aku meminta lawan mainku untuk memasukkan 3 dildo sekaligus. Anusku benar benar dihajar habis-habisan sampai berdarah-darah. Sudah hampir satu minggu berlalu namun anusku masih juga tetap sakit, terasa seperti terbakar api. Karena takut infeksi, saya memberanikan diri untuk menemui dokter spesialis ini. Jadi itulah awal mulanya bagaimana saya bisa sampai duduk di ruang tunggu itu.
Jumlah pasien pada sore itu hanya ada aku, pasien satu-satunya di ruangan itu. Dan satu lagi sedang di dalam ruang dokter. Jadi ada dua pasien. Ada seorang pria muda yang seksi dan tampan duduk di depan ruang praktek. Dia adalah asisten sang dokter dan bertugas untuk mendaftar para calon pasien. Pakaiannya rapi dan tampangnya oke. Sekilas wajahnya agak mirip dengan wajah Glen Aliensky, artis pemain sinetron. Tapi pemuda ini berambut cepak dan tampak ada brewok tipis tumbuh di rahangnya. Sungguh tampak seksi dan maskulin. Aku harus berjuang keras untuk menjaga agar tidak telalu menarik perhatian karena lama mengamati dan memanangi wajahnya. Badannya memang tidak besar namun tampak kuat dan atletis. Tangannya kokoh sekali dihiasi otot dan urat. Sambil menunggu giliranku, aku terus mencuri pandang ke arahnya.
"Nama Anda?" tanyanya, suaranya terdengar tegas namun seksi.
Aku hampir pingsan saat pemuda ganteng itu menatapku, matanya seolah-olah memanggilku untuk mendekat. Aku bergegas bangun dari tempat dudukku dan berjalan menghampirinya. Kukatakan padanya namaku dan juga semua informasi lainnya yang dia minta. Pria muda itu segera mencatatnya di buku daftar pasien. Dan tiba-tiba dia menanyakan pertanyaan yang membuatku tidak nyaman.
"Keluhan Anda?" Wajahku memucat. Aku merasa malu sekali untuk memberitahukannya bahwa anusku perih akibat disodomi. Tapi aku tak punya pilihan lain.
"Mm.. Anu.. Pantat saya perih," jawabku pelan, kepalaku tertunduk malu.
“Perihnya bagaimana?”tanya dia.
Aku sangat sulit menjelaskan. Jika aku berbohong maka sia sia aku mencari pengobatan ke dokter spesialis ini. Jika aku berterus terang, juga sangat susah.
Rupanya sang asisten terus menunggu jawabanku.
“Keluhan sakitnya karena apa ya”, dia berusaha mengarahkan pertanyaan.
“Ngg…anu…anu”aku ga mampu berterus terang.
“Punya riwayat wasir?”tanya dia.
Aku menggeleng.
Saya tidak tau, apa yang dicatat oleh asisten itu. Tapi biarlah nanti sama dokternya saja aku akan berterus terang.
"Silakan duduk dulu. Nanti kupanggil lagi," sambungnya.
Rasanya lama sekali, harus duduk menunggu di bawah tatapan sang asisten yang cakep itu.
Aku hanya berani menatapnya secara sembunyi-sembunyi. Pemuda itu memang sangat ganteng. Aku tak keberatan disodomi olehnya jika dia memang mau. Begitulah pikiran kotorku menerawang. Lima menit kemudian, namaku dipanggil. Pemuda itu membukakan pintu ruangan praktek sang dokter dan mempersilakanku untuk masuk. Sambil menahan perih di anusku, aku berjalan masuk ke ruangan itu.
Setelah aku masuk, pemuda kembali ke mejanya setelah menutup pintu. Tinggallah aku di sana dengan sang dokter.
Begitu mataku melihat sang dokter itu, aku langsung terpesona. Usia dokter itu masih lumayan muda, mungkin di awal 30-an. Rambutnya terpotong pendek dan rapi, nyaris cepak. Wajahnya memancarkan aura kejantanan dan keseksian seorang pria sejati. Badannya tampak tegap di balik jubah putih dokternya. Saat dokter itu tersenyum padaku, wow manis sekali.
"Kata asistenku, anusmu perih, ya?" Aku hanya mengangguk-ngangguk seperti orang bodoh. Namun keramahan dokter itu menenangkan hatiku.
“Karena apa ya?”doter itu menayaiku lagi.
“Ng….anu..”aku masih belum bisa jujur.
“Ini sama asistenku ditulis, anda tidak menjawab pertanyaanya. Bagaimana saya menberikan teraphy kalau saat anamnesis begini anda tidak jujur cerita yang sebenarnya”,kata dokter itu.
“Apakah anus anda terkena benda tumpul?”dokter itu memberi pertanyaan mengarahkan.
“Iya”,jawabku malu-malu.
“Berarti ada benda dari luar yang masuk ke anus anda”ujar dokter itu lagi.
“Itu terjadi karena terpaksa, atau karena kemauan anda”dokter itu bertanya lagi.
“Karena kemauan”mjawabku singkat.
Hmm.. dokter itu menganggukkan kepala.
"OK. Silahkan buka pakaian Anda.Lalu duduk di ranjang pemeriksaan," katanya sambil sibuk mengambil peralatan yang akan digunakannya untuk memeriksaku.
Aku sebenarnya malu sekali, apalagi kontolku rada tegang. Aku memelorotkan celanaku, dan mulai duduk di atas tempat pemeriksaan.
" Sekarang, buka ya?" kata dokter itu.
Seperti boneka yang tak berdaya, aku membiarkan dia melucuti celana dalamku. Kontolku yang tegang langsung terekspos. Tanpa malu, batang kejantananku berdenyut-denyut dengan bangga di hadapan sang dokter.
"Wah, ukuran yang bagus," komentarnya.
Aku sebenarnya merasa sangat kecewa, karena dokter itu tidak memegang kontolku. Ingin rasanya memintanya untuk memegangnya dan mengelus kontolku.
"Naik ke atas ranjang. Ambil posisi menyamping dan angkat pantatmu”.
Dengan agak kikuk, aku menuruti perintahnya. Kontolku masih saja tegang, bergantung di selangkanganku. Di depanku adalah tembok putih, kutatap dengan pandangan kosong seraya menanti sang dokter melakukan tugasnya. Sayup-sayup kudengar suara sarung tangan karet dipakaikan pada kedua tangan dokter itu. Kemudian tiba-tiba kurasakan gel kental yang dingin dioleskan pada anusku. Aku meringis-ringis saat tangannya bersentuhan dengan anusku yang perih. Dan secara perlahan, jari sang dokter berusaha masuk ke dalam anusku.
"Aarrgghh!!" erangku. Sungguh sakit rasanya, seakan-akan aku kembali disodomi. Jari itu terasa mengulik seputaran lubang anusku.
"Oohh!!" erangku lagi. Namun, meskipun kesakitan, kontolku tetap ngaceng dan malah semakin ngaceng. Precum mulai menetes keluar dari lubang kontolku, membasahi area kepala kontolku.
"Aahh.." jeritku kali ini.
Dokter itu memutar jarinya hingga hal itu membuatku semakin kesakitan. Aku hanya dapat mengerang kesakitan sambil tetap mempertahankan posisiku. Sekujur tubuhku bergetar menahan sakit. Namun, anehnya, rasa sakit itu malah membuatku semakin bergairah. Mungkin karena sakit yang kurasakan masih ada hubungannya dengan anus, ditambah lagi orang yang sedang memeriksa anusku adalah seorang dokter ganteng.
"Wah, anusmu bengkak. Tapi tidak ada tonjolan. Berarti bukan wasir," komentarnya.
Lalu dia mengambil alat terbuat dari besi berlubang dengan pegangan bisa dikatupkan. Rupanya alat itu namanya anuscopy. Dokter itu mengoleskan gel diujung alat anuscopy itu dan berusaha memasukkan ke anusku lagi.
Aku hanya meringis-ringis saja. Saat alat itu menyentuh prostatku, aku hampir terlonjak. Gelombang kenikmatan mendera tubuhku, memaksaku menuju jurang kenikmatan. Eranganku kembali terdengar saat jarinya menabrak prostatku lagi.
"Aarrgghh.. Hhoohh.." erangku.
Gairahku naik. Api nafsu membakar diriku. Kontolku berdenyut semakin keras, libidoku semakin naik. Namun alat itu malah dibuka dan dokter itu mengambil batang yang ada kapasnya dan dioleskan ke dinding anusku. Tak ayal lagi, aku harus berjuang untuk menahan deraan kenikmatan.
“Sakit?” tanya dokter itu.
Padahal alat itu untuk mengambil cairan di dalam anusku dan akan diperiksa dibawah mikroskop. Karena kapas itupun lalu dioleskan diatas kaca objek mikroskop. "Aarrgghh. Agak sakit. Kenapa harus pake alat besi" desahku saat alat anucopy itu akan diambil dan ditarik, kembali alat itu menyiksaku dengan kenikmatan. Kain seprei di bawah kontolku sudah basah, ternoda dengan cairan pra-ejakulasiku.
Dan tiba tiba alat itu sudah ditarik keluar. Lubangku seketika itu juga terasa kosong dan menganga lebar. Aku mengerang dengan penuh rasa putus asa, ingin dikerjai lagi.
“Emang kalo ga pake alat besi ini, mau pake apa,”dokter itu menanyaiku.
“Pake punya dokter juga boleh”,urat maluku sudah putus.
“Emang mau?’tanya dokter itu sambil tersenyum.
Dokter itu kini sibuk mengambil gelas kaca objek, lalu menetesi dengan reagen dan dan ditutup kaca kecil penutupnya. Lalu menaruh dibawah mikroskop. Dan mulai mengitip di lubang mikroskop. Saat dia menoleh ke arahku dengan posisi masih tetap, dokter itu agak keheranan.
“Lho, kok masih berbaring. Kan sudah selesai,”katanya.
Aku pura pura tidak mendengar.
Dokter itu terlihat memutar mutar saklar mikroskop sambil mengamati objek. “Tidak ada bakteri penyakitnya. Cuma memang infeksi karena dinding anus kamu luka”kata dokter.
“Silahkan kamu membereskan diri. Jangan di atas ranjang periksa terus dengan posisi seperti itu. Ntar saya bisa terangsang lho”dokter itu becanda.
“Gapapa dok. Silahkan digagahi,”ujarku.
“Beneran kamu mau,”dokter itu menegaskan lagi.
"Oohh.. Fuck me.. entot pantatku.. Oohh.. Ayolah, dok.. Aahh.."
Dokter itu tersenyum, lalu membuka lemari dan mengambil kondom.
“Yakin kamu mau?”
“Iyah, mau banget”
Lalu dokter itu membuka baju dan memasangkan kondom di kontolnya yang mulai tegang.
Aku perhatikan badannya sungguh sempurna. Memang tidak sebesar binaragawan, namun lumayan berotot seperti petinju. Lehernya kokoh menyangga kepalanya. Di dasar lehernya, tersambung badan yang luar biasa seksi. Bahunya lebar dan kekar. Dadanya bidang, padat, dan hampir bengkak dengan otot. Di bawah dada seksi itu ada otot six-pack yang lumayan. Sekilas dia sama sekali tak tampak seperti dokter jika sedang bertelanjang bulat seperti itu. Sungguh, pria sempurna dengan badan yang sempurna pula.
Kontolnya yang menegang berdiri tanpa malu. Tubuhku lalu maju ke depan sehingga kontol dokter itu berada tepat di depan hidungku. Aroma kejantanan menusuk-nusuk hidungku, membuatku semakin bernafsu.
Aku langsung membuka mulutku dengan patuh dan menelan kontol itu. Aamm.. Rasa karet, karena kontonya dipasangi kondom. Tapi tetap saja kekenyala kontol itu begitu terasa. Lalu aku bertindak nekat, aku buka kondom itu dan aku lepas. Kini kontol itu tak lagi terbungkus kondom. Langsung aku kulum dengan lahap, rasa asin langsung menyambutku. Dokter itu juga kini sudah diluar kontrol. Matanya terpejam menikmati kuluman mulutku. Kontolnya bergerak-gerak mulai dari kecepatan rendah hingga kecepatan tinggi. Sesekali kontol itu menyodok-nyodok tenggorokanku. Berkali-kali aku tersedak. Air mataku mengalir keluar secara refleks. Seringkali aku kehabisan napas.
Kontol besar milik dokter itu itu hampir merombak ulang anatomi dalam mulutku. Berhubung mulutku sempit dan sementara kontolnya besar, pergesekan dengan gigiku tak terhindarkan lagi. Tiap kali gigiku mengenai kepala kontolnya, dokter itu akan melolong seperti serigala. Namun hal itu justru malah membuatnya semakin bernafsu. Air liurku mengalir keluar dari sisi mulutku, bercampur dengan precum dari kontolnya.
"Hhoohh.. Enak banget.. Aahh.. Hampir ngecret.. Aahh..”desisnya.
Namun aku tak ingin ini cepat selesai. Aku ingin hajaran kontol dokter nan gagah ini menggagahi lubang anusku. Maka segera aku melepaskan kulumanku dan aku mengambil posisi menungging.
Kudorong pantatku ke belakang berharap agar kontol sang dokter akan menyambutnya namun dokter itu rupanya masih mau disarungi kondom. Rupanya dokter itu ingin bermain aman. Lalu dokter itu membenamkan kepala kontolnya di dalam belahan pantatku kemudian menggesek-gesekkannya, membuatku gila dengan nafsu. Aku terus memohonnya untuk segera mengentot duburku.
Dia memelukku dari belakang dan langsung saja melarikan tangannya di sekujur tubuhku. Dadaku dibelai-belai, diremas-remas dan diraba-raba. Perlakuannya membuat kedua putingku berdiri menegang. Dadaku sangat sensitif sehingga aku tak dapat menahan diri untuk tidak menggeliat-geliat. Rasanya sungguh geli tapi juga nikmat.
Dokter itu memlintir putingku, lalu memas dadaku.. Aahh.. Yyeaahh.. Napasnya menderu-deru di telingaku.
"Hhoohh.. Dok.. Fuck me.. Aahh.. Ngentot donk.. Aahh.. Aahh.. Hhoohh.."
Aku mendesah-desah. Kuarahkan tanganku ke belakang, kuraba-raba badannya. Oh, setiap lekuk otot atletisnya sungguh terasa. Seperti kataku tadi, badan si dokter itu lebih mirip badan seorang petinju. Alangkah bahagianya aku bisa menjadi pasien dokter yang seksi seperti itu.
Tiba-tiba, benda keras dan kenyal mulai menusuk masuk ke dalam pantatku. Aku mengerang kesakitan saat anusku dipaksa membuka untuk membiarkan benda itu masuk. Rasa sakit itu semakin bertambah dikarenakan anusku masih terluka akibat rgy seks beberapa waktu lalu. Saat kutolehkan kepalaku ke belakang, ternyata sang dokter itu sedang menyodomiku! Kontolnya yang besar dan panjang itu sedang memasuki diriku.
"Oohh.. Uugghh.. Hhuuhh.." Sambil mengerang-ngerang keenakan, dokter itu akhirnya berhasil juga menancapkan kontolnya masuk dalam-dalam.
"Aarrgghh.." bblleess..
Badanku bergetar menahan sakit, kakiku hampir tak kuat menopang berat badanku. Entah mengapa, aku menjadi lemas, seakan-akan kontol dokter itu menyedot energiku. Tanganku berpegangan erat-erat pada ranjang, takut terjatuh. Di dalam tubuhku, kurasakan kehangatan menyebar dari batang kontol itu. Bibir anusku yang bengkak terasa semakin sakit saja. Tak tahan menahan perih, aku menangis terisak-isak, air mataku mengalir keluar. Namun rasa sakit itu malah menaikkan libidoku. Kontolku menegang, berdenyut-denyut. Precum mulai mengalir keluar dari lubang kontolku yang menganga.
"Hhoohh.. Aahh.... Aarrgghh.." aku mengerng erang.
Beberapa kali, secara refleks, aku berusaha menghindarkan diri dari hajaran kontolnya. Namun dokter itu menahan pinggulku kuat-kuat sehingga aku tak dapat kabur. Aku dipaksa untuk menerima kontolnya tanpa protes.
"Aahh.... Oohh.." Sakit bercampur nikmat mendera tubuhku bergantian.
Kontol yang hebat itu menghajar prostatku berkali-kali, membuatku melonjak-lonjak.
Kontol itu keluar-masuk lubang anusku dengan kecepatan tinggi. Aku hanya bisa mengerang-ngerang kesakitan. Keringat membanjiri tubuh kami. Aroma kejantanannya menyebar di ruangan itu. Kepalaku pusing dengan gairah yang tak tertahankan. Di satu sisi, aku ingin berhenti disodomi, namun di sisi lain kontolnya memberikan begitu banyak kenikmatan. Aku hanya bisa mengerangkan rasa nikmat dan sakitku.
"Aarrgghh!! Oohh!! Aahh!!"
Sambil tetap membor pantatku, dokter itu mengoleskan gel dingin di bibir anusku. Gel itu terasa begitu dingin dan menyejukkan. Selama sesaat, rasa sakit itu hilang. Gel itu juga berfungsi sebagai pelumas sehingga mengurangi pergesekan. Kontol itu pun menjadi lebih mudah menyodomiku. Precum sang dokter mengalir dalam jumlah banyak, melumasi kanal duburku. Kurasakan bagian dalam pantatku menjadi lengket, terlumuri gel dan precum.
"Aahh.. Hhoohh.... Aahh.... Aahh.... Hhoohh.." dokter itu meracau karena nikmat.
Deraan kenikmatan demi kenikmatan menghujani tubuhku. Prostatku serasa lembek, dihajar habis-habisan oleh kepala kontol dokter itu. Tekanan dalam bola pelirku sudah hampir mencapai puncaknya. Sebentar lagi, spermaku akan muncrat berhamburan.
"Hhoohh.. Dok.. Mau keluar.. Aarrgghh.." Kontolku sudah mengalirkan precum seperti air ledeng dan kini sudah hampir akan menyemburkan pejuh.
"Aarrgghh.." Crottt…crotttt..crottt.. spermaku muncrat beberapa kali dan membasahi sprei tempat periksa.
"Hhoohh.. Aku juga hampir sampai.. Aarrgghh.... Aahh.... Hhoohh.."
Gerakan ngentotnya menjadi semakin bertenaga dan cepat. Anusku hampir sobek, disodomi dengan sekasar itu. Dokter itu mengerang-ngerang dan badannya yang atletis itu terguncang-guncang. Sebentar lagi, gunung berapi kumpulan spermanya itu akan meletus!
Crottt….crottt….kurasakan dokter itu ngecret dan spermanya tertampung di dalam kondom.
Sepuluh menit kemudian, kami semua sudah kembali berpakaian rapi. Tak ada tanda-tanda bahwa kami baru saja berhomoseks meskipun ruang praktek itu masih berbau pejuh. Aku terpaksa berjalan agak mengangkang karena anusku kini semakin bengkak dan perih. Dokter itu memberikan padaku salep untuk meredakan perih di anusku dengan gratis. Sebelum berpisah, dia berkata..
"Datang lagi, ya. Aku dan asistenku siap mengentot kamu kapan saja."
Tak perlu diminta pun, aku sudah pasti akan kembali lagi menemui dokter itu. Aahh..
Dan saat itu aku memang benar-benar membutuhkan dokter spesialis. Anusku berkedut-kedut agak nyeri. Semua gara-gara ulahku mengikuti pesta orgy di salah satu hotel berbintang di kotaku. Aku mengikuti sebuah milis yang menuntunku pada website eksklusif penyuka orgy party. Karena belum pernah mengalami, iseng aku mendaftar dan membayar biaya member. Dan minggu kemaren, mereka sedang bikin event road show keliling kota, orgy party di hotel berbintang.
Sebenarnya pesta seksnya biasa saja, namun yang membuatku menderita adalah sebelum pesta orgy seks itu dimulai, aku menenggak minumal alkohol.
Akibatnya aku mambuk berat sepanjang orgy party itu. Dan menurut penuturan temanku, selama orgy party itu aku terlihat liar sekali, mungkin karena pengaruh alkohol. Dan aku menantang semua peserta orgy party itu untuk menyodomiku, bahkan disaat bersamaan.
Dan konon, saat aku mabuk berat itu, aku dihajar oleh 2 orang dengan kontol yang besar dalam sekali permainan, Jadi anusku dimasuki langsung 2 kontol dengan ukuran jumbo. Da itu belum membatku ejakulasi. Bahkan diakhir permainan orgy party itu, aku meminta lawan mainku untuk memasukkan 3 dildo sekaligus. Anusku benar benar dihajar habis-habisan sampai berdarah-darah. Sudah hampir satu minggu berlalu namun anusku masih juga tetap sakit, terasa seperti terbakar api. Karena takut infeksi, saya memberanikan diri untuk menemui dokter spesialis ini. Jadi itulah awal mulanya bagaimana saya bisa sampai duduk di ruang tunggu itu.
Jumlah pasien pada sore itu hanya ada aku, pasien satu-satunya di ruangan itu. Dan satu lagi sedang di dalam ruang dokter. Jadi ada dua pasien. Ada seorang pria muda yang seksi dan tampan duduk di depan ruang praktek. Dia adalah asisten sang dokter dan bertugas untuk mendaftar para calon pasien. Pakaiannya rapi dan tampangnya oke. Sekilas wajahnya agak mirip dengan wajah Glen Aliensky, artis pemain sinetron. Tapi pemuda ini berambut cepak dan tampak ada brewok tipis tumbuh di rahangnya. Sungguh tampak seksi dan maskulin. Aku harus berjuang keras untuk menjaga agar tidak telalu menarik perhatian karena lama mengamati dan memanangi wajahnya. Badannya memang tidak besar namun tampak kuat dan atletis. Tangannya kokoh sekali dihiasi otot dan urat. Sambil menunggu giliranku, aku terus mencuri pandang ke arahnya.
"Nama Anda?" tanyanya, suaranya terdengar tegas namun seksi.
Aku hampir pingsan saat pemuda ganteng itu menatapku, matanya seolah-olah memanggilku untuk mendekat. Aku bergegas bangun dari tempat dudukku dan berjalan menghampirinya. Kukatakan padanya namaku dan juga semua informasi lainnya yang dia minta. Pria muda itu segera mencatatnya di buku daftar pasien. Dan tiba-tiba dia menanyakan pertanyaan yang membuatku tidak nyaman.
"Keluhan Anda?" Wajahku memucat. Aku merasa malu sekali untuk memberitahukannya bahwa anusku perih akibat disodomi. Tapi aku tak punya pilihan lain.
"Mm.. Anu.. Pantat saya perih," jawabku pelan, kepalaku tertunduk malu.
“Perihnya bagaimana?”tanya dia.
Aku sangat sulit menjelaskan. Jika aku berbohong maka sia sia aku mencari pengobatan ke dokter spesialis ini. Jika aku berterus terang, juga sangat susah.
Rupanya sang asisten terus menunggu jawabanku.
“Keluhan sakitnya karena apa ya”, dia berusaha mengarahkan pertanyaan.
“Ngg…anu…anu”aku ga mampu berterus terang.
“Punya riwayat wasir?”tanya dia.
Aku menggeleng.
Saya tidak tau, apa yang dicatat oleh asisten itu. Tapi biarlah nanti sama dokternya saja aku akan berterus terang.
"Silakan duduk dulu. Nanti kupanggil lagi," sambungnya.
Rasanya lama sekali, harus duduk menunggu di bawah tatapan sang asisten yang cakep itu.
Aku hanya berani menatapnya secara sembunyi-sembunyi. Pemuda itu memang sangat ganteng. Aku tak keberatan disodomi olehnya jika dia memang mau. Begitulah pikiran kotorku menerawang. Lima menit kemudian, namaku dipanggil. Pemuda itu membukakan pintu ruangan praktek sang dokter dan mempersilakanku untuk masuk. Sambil menahan perih di anusku, aku berjalan masuk ke ruangan itu.
Setelah aku masuk, pemuda kembali ke mejanya setelah menutup pintu. Tinggallah aku di sana dengan sang dokter.
Begitu mataku melihat sang dokter itu, aku langsung terpesona. Usia dokter itu masih lumayan muda, mungkin di awal 30-an. Rambutnya terpotong pendek dan rapi, nyaris cepak. Wajahnya memancarkan aura kejantanan dan keseksian seorang pria sejati. Badannya tampak tegap di balik jubah putih dokternya. Saat dokter itu tersenyum padaku, wow manis sekali.
"Kata asistenku, anusmu perih, ya?" Aku hanya mengangguk-ngangguk seperti orang bodoh. Namun keramahan dokter itu menenangkan hatiku.
“Karena apa ya?”doter itu menayaiku lagi.
“Ng….anu..”aku masih belum bisa jujur.
“Ini sama asistenku ditulis, anda tidak menjawab pertanyaanya. Bagaimana saya menberikan teraphy kalau saat anamnesis begini anda tidak jujur cerita yang sebenarnya”,kata dokter itu.
“Apakah anus anda terkena benda tumpul?”dokter itu memberi pertanyaan mengarahkan.
“Iya”,jawabku malu-malu.
“Berarti ada benda dari luar yang masuk ke anus anda”ujar dokter itu lagi.
“Itu terjadi karena terpaksa, atau karena kemauan anda”dokter itu bertanya lagi.
“Karena kemauan”mjawabku singkat.
Hmm.. dokter itu menganggukkan kepala.
"OK. Silahkan buka pakaian Anda.Lalu duduk di ranjang pemeriksaan," katanya sambil sibuk mengambil peralatan yang akan digunakannya untuk memeriksaku.
Aku sebenarnya malu sekali, apalagi kontolku rada tegang. Aku memelorotkan celanaku, dan mulai duduk di atas tempat pemeriksaan.
" Sekarang, buka ya?" kata dokter itu.
Seperti boneka yang tak berdaya, aku membiarkan dia melucuti celana dalamku. Kontolku yang tegang langsung terekspos. Tanpa malu, batang kejantananku berdenyut-denyut dengan bangga di hadapan sang dokter.
"Wah, ukuran yang bagus," komentarnya.
Aku sebenarnya merasa sangat kecewa, karena dokter itu tidak memegang kontolku. Ingin rasanya memintanya untuk memegangnya dan mengelus kontolku.
"Naik ke atas ranjang. Ambil posisi menyamping dan angkat pantatmu”.
Dengan agak kikuk, aku menuruti perintahnya. Kontolku masih saja tegang, bergantung di selangkanganku. Di depanku adalah tembok putih, kutatap dengan pandangan kosong seraya menanti sang dokter melakukan tugasnya. Sayup-sayup kudengar suara sarung tangan karet dipakaikan pada kedua tangan dokter itu. Kemudian tiba-tiba kurasakan gel kental yang dingin dioleskan pada anusku. Aku meringis-ringis saat tangannya bersentuhan dengan anusku yang perih. Dan secara perlahan, jari sang dokter berusaha masuk ke dalam anusku.
"Aarrgghh!!" erangku. Sungguh sakit rasanya, seakan-akan aku kembali disodomi. Jari itu terasa mengulik seputaran lubang anusku.
"Oohh!!" erangku lagi. Namun, meskipun kesakitan, kontolku tetap ngaceng dan malah semakin ngaceng. Precum mulai menetes keluar dari lubang kontolku, membasahi area kepala kontolku.
"Aahh.." jeritku kali ini.
Dokter itu memutar jarinya hingga hal itu membuatku semakin kesakitan. Aku hanya dapat mengerang kesakitan sambil tetap mempertahankan posisiku. Sekujur tubuhku bergetar menahan sakit. Namun, anehnya, rasa sakit itu malah membuatku semakin bergairah. Mungkin karena sakit yang kurasakan masih ada hubungannya dengan anus, ditambah lagi orang yang sedang memeriksa anusku adalah seorang dokter ganteng.
"Wah, anusmu bengkak. Tapi tidak ada tonjolan. Berarti bukan wasir," komentarnya.
Lalu dia mengambil alat terbuat dari besi berlubang dengan pegangan bisa dikatupkan. Rupanya alat itu namanya anuscopy. Dokter itu mengoleskan gel diujung alat anuscopy itu dan berusaha memasukkan ke anusku lagi.
Aku hanya meringis-ringis saja. Saat alat itu menyentuh prostatku, aku hampir terlonjak. Gelombang kenikmatan mendera tubuhku, memaksaku menuju jurang kenikmatan. Eranganku kembali terdengar saat jarinya menabrak prostatku lagi.
"Aarrgghh.. Hhoohh.." erangku.
Gairahku naik. Api nafsu membakar diriku. Kontolku berdenyut semakin keras, libidoku semakin naik. Namun alat itu malah dibuka dan dokter itu mengambil batang yang ada kapasnya dan dioleskan ke dinding anusku. Tak ayal lagi, aku harus berjuang untuk menahan deraan kenikmatan.
“Sakit?” tanya dokter itu.
Padahal alat itu untuk mengambil cairan di dalam anusku dan akan diperiksa dibawah mikroskop. Karena kapas itupun lalu dioleskan diatas kaca objek mikroskop. "Aarrgghh. Agak sakit. Kenapa harus pake alat besi" desahku saat alat anucopy itu akan diambil dan ditarik, kembali alat itu menyiksaku dengan kenikmatan. Kain seprei di bawah kontolku sudah basah, ternoda dengan cairan pra-ejakulasiku.
Dan tiba tiba alat itu sudah ditarik keluar. Lubangku seketika itu juga terasa kosong dan menganga lebar. Aku mengerang dengan penuh rasa putus asa, ingin dikerjai lagi.
“Emang kalo ga pake alat besi ini, mau pake apa,”dokter itu menanyaiku.
“Pake punya dokter juga boleh”,urat maluku sudah putus.
“Emang mau?’tanya dokter itu sambil tersenyum.
Dokter itu kini sibuk mengambil gelas kaca objek, lalu menetesi dengan reagen dan dan ditutup kaca kecil penutupnya. Lalu menaruh dibawah mikroskop. Dan mulai mengitip di lubang mikroskop. Saat dia menoleh ke arahku dengan posisi masih tetap, dokter itu agak keheranan.
“Lho, kok masih berbaring. Kan sudah selesai,”katanya.
Aku pura pura tidak mendengar.
Dokter itu terlihat memutar mutar saklar mikroskop sambil mengamati objek. “Tidak ada bakteri penyakitnya. Cuma memang infeksi karena dinding anus kamu luka”kata dokter.
“Silahkan kamu membereskan diri. Jangan di atas ranjang periksa terus dengan posisi seperti itu. Ntar saya bisa terangsang lho”dokter itu becanda.
“Gapapa dok. Silahkan digagahi,”ujarku.
“Beneran kamu mau,”dokter itu menegaskan lagi.
"Oohh.. Fuck me.. entot pantatku.. Oohh.. Ayolah, dok.. Aahh.."
Dokter itu tersenyum, lalu membuka lemari dan mengambil kondom.
“Yakin kamu mau?”
“Iyah, mau banget”
Lalu dokter itu membuka baju dan memasangkan kondom di kontolnya yang mulai tegang.
Aku perhatikan badannya sungguh sempurna. Memang tidak sebesar binaragawan, namun lumayan berotot seperti petinju. Lehernya kokoh menyangga kepalanya. Di dasar lehernya, tersambung badan yang luar biasa seksi. Bahunya lebar dan kekar. Dadanya bidang, padat, dan hampir bengkak dengan otot. Di bawah dada seksi itu ada otot six-pack yang lumayan. Sekilas dia sama sekali tak tampak seperti dokter jika sedang bertelanjang bulat seperti itu. Sungguh, pria sempurna dengan badan yang sempurna pula.
Kontolnya yang menegang berdiri tanpa malu. Tubuhku lalu maju ke depan sehingga kontol dokter itu berada tepat di depan hidungku. Aroma kejantanan menusuk-nusuk hidungku, membuatku semakin bernafsu.
Aku langsung membuka mulutku dengan patuh dan menelan kontol itu. Aamm.. Rasa karet, karena kontonya dipasangi kondom. Tapi tetap saja kekenyala kontol itu begitu terasa. Lalu aku bertindak nekat, aku buka kondom itu dan aku lepas. Kini kontol itu tak lagi terbungkus kondom. Langsung aku kulum dengan lahap, rasa asin langsung menyambutku. Dokter itu juga kini sudah diluar kontrol. Matanya terpejam menikmati kuluman mulutku. Kontolnya bergerak-gerak mulai dari kecepatan rendah hingga kecepatan tinggi. Sesekali kontol itu menyodok-nyodok tenggorokanku. Berkali-kali aku tersedak. Air mataku mengalir keluar secara refleks. Seringkali aku kehabisan napas.
Kontol besar milik dokter itu itu hampir merombak ulang anatomi dalam mulutku. Berhubung mulutku sempit dan sementara kontolnya besar, pergesekan dengan gigiku tak terhindarkan lagi. Tiap kali gigiku mengenai kepala kontolnya, dokter itu akan melolong seperti serigala. Namun hal itu justru malah membuatnya semakin bernafsu. Air liurku mengalir keluar dari sisi mulutku, bercampur dengan precum dari kontolnya.
"Hhoohh.. Enak banget.. Aahh.. Hampir ngecret.. Aahh..”desisnya.
Namun aku tak ingin ini cepat selesai. Aku ingin hajaran kontol dokter nan gagah ini menggagahi lubang anusku. Maka segera aku melepaskan kulumanku dan aku mengambil posisi menungging.
Kudorong pantatku ke belakang berharap agar kontol sang dokter akan menyambutnya namun dokter itu rupanya masih mau disarungi kondom. Rupanya dokter itu ingin bermain aman. Lalu dokter itu membenamkan kepala kontolnya di dalam belahan pantatku kemudian menggesek-gesekkannya, membuatku gila dengan nafsu. Aku terus memohonnya untuk segera mengentot duburku.
Dia memelukku dari belakang dan langsung saja melarikan tangannya di sekujur tubuhku. Dadaku dibelai-belai, diremas-remas dan diraba-raba. Perlakuannya membuat kedua putingku berdiri menegang. Dadaku sangat sensitif sehingga aku tak dapat menahan diri untuk tidak menggeliat-geliat. Rasanya sungguh geli tapi juga nikmat.
Dokter itu memlintir putingku, lalu memas dadaku.. Aahh.. Yyeaahh.. Napasnya menderu-deru di telingaku.
"Hhoohh.. Dok.. Fuck me.. Aahh.. Ngentot donk.. Aahh.. Aahh.. Hhoohh.."
Aku mendesah-desah. Kuarahkan tanganku ke belakang, kuraba-raba badannya. Oh, setiap lekuk otot atletisnya sungguh terasa. Seperti kataku tadi, badan si dokter itu lebih mirip badan seorang petinju. Alangkah bahagianya aku bisa menjadi pasien dokter yang seksi seperti itu.
Tiba-tiba, benda keras dan kenyal mulai menusuk masuk ke dalam pantatku. Aku mengerang kesakitan saat anusku dipaksa membuka untuk membiarkan benda itu masuk. Rasa sakit itu semakin bertambah dikarenakan anusku masih terluka akibat rgy seks beberapa waktu lalu. Saat kutolehkan kepalaku ke belakang, ternyata sang dokter itu sedang menyodomiku! Kontolnya yang besar dan panjang itu sedang memasuki diriku.
"Oohh.. Uugghh.. Hhuuhh.." Sambil mengerang-ngerang keenakan, dokter itu akhirnya berhasil juga menancapkan kontolnya masuk dalam-dalam.
"Aarrgghh.." bblleess..
Badanku bergetar menahan sakit, kakiku hampir tak kuat menopang berat badanku. Entah mengapa, aku menjadi lemas, seakan-akan kontol dokter itu menyedot energiku. Tanganku berpegangan erat-erat pada ranjang, takut terjatuh. Di dalam tubuhku, kurasakan kehangatan menyebar dari batang kontol itu. Bibir anusku yang bengkak terasa semakin sakit saja. Tak tahan menahan perih, aku menangis terisak-isak, air mataku mengalir keluar. Namun rasa sakit itu malah menaikkan libidoku. Kontolku menegang, berdenyut-denyut. Precum mulai mengalir keluar dari lubang kontolku yang menganga.
"Hhoohh.. Aahh.... Aarrgghh.." aku mengerng erang.
Beberapa kali, secara refleks, aku berusaha menghindarkan diri dari hajaran kontolnya. Namun dokter itu menahan pinggulku kuat-kuat sehingga aku tak dapat kabur. Aku dipaksa untuk menerima kontolnya tanpa protes.
"Aahh.... Oohh.." Sakit bercampur nikmat mendera tubuhku bergantian.
Kontol yang hebat itu menghajar prostatku berkali-kali, membuatku melonjak-lonjak.
Kontol itu keluar-masuk lubang anusku dengan kecepatan tinggi. Aku hanya bisa mengerang-ngerang kesakitan. Keringat membanjiri tubuh kami. Aroma kejantanannya menyebar di ruangan itu. Kepalaku pusing dengan gairah yang tak tertahankan. Di satu sisi, aku ingin berhenti disodomi, namun di sisi lain kontolnya memberikan begitu banyak kenikmatan. Aku hanya bisa mengerangkan rasa nikmat dan sakitku.
"Aarrgghh!! Oohh!! Aahh!!"
Sambil tetap membor pantatku, dokter itu mengoleskan gel dingin di bibir anusku. Gel itu terasa begitu dingin dan menyejukkan. Selama sesaat, rasa sakit itu hilang. Gel itu juga berfungsi sebagai pelumas sehingga mengurangi pergesekan. Kontol itu pun menjadi lebih mudah menyodomiku. Precum sang dokter mengalir dalam jumlah banyak, melumasi kanal duburku. Kurasakan bagian dalam pantatku menjadi lengket, terlumuri gel dan precum.
"Aahh.. Hhoohh.... Aahh.... Aahh.... Hhoohh.." dokter itu meracau karena nikmat.
Deraan kenikmatan demi kenikmatan menghujani tubuhku. Prostatku serasa lembek, dihajar habis-habisan oleh kepala kontol dokter itu. Tekanan dalam bola pelirku sudah hampir mencapai puncaknya. Sebentar lagi, spermaku akan muncrat berhamburan.
"Hhoohh.. Dok.. Mau keluar.. Aarrgghh.." Kontolku sudah mengalirkan precum seperti air ledeng dan kini sudah hampir akan menyemburkan pejuh.
"Aarrgghh.." Crottt…crotttt..crottt.. spermaku muncrat beberapa kali dan membasahi sprei tempat periksa.
"Hhoohh.. Aku juga hampir sampai.. Aarrgghh.... Aahh.... Hhoohh.."
Gerakan ngentotnya menjadi semakin bertenaga dan cepat. Anusku hampir sobek, disodomi dengan sekasar itu. Dokter itu mengerang-ngerang dan badannya yang atletis itu terguncang-guncang. Sebentar lagi, gunung berapi kumpulan spermanya itu akan meletus!
Crottt….crottt….kurasakan dokter itu ngecret dan spermanya tertampung di dalam kondom.
Sepuluh menit kemudian, kami semua sudah kembali berpakaian rapi. Tak ada tanda-tanda bahwa kami baru saja berhomoseks meskipun ruang praktek itu masih berbau pejuh. Aku terpaksa berjalan agak mengangkang karena anusku kini semakin bengkak dan perih. Dokter itu memberikan padaku salep untuk meredakan perih di anusku dengan gratis. Sebelum berpisah, dia berkata..
"Datang lagi, ya. Aku dan asistenku siap mengentot kamu kapan saja."
Tak perlu diminta pun, aku sudah pasti akan kembali lagi menemui dokter itu. Aahh..
Dokter Sekolahku
Sore itu, setelah semua pelajaran selesai aku bergegas pulang kerumah. Aku siswa kelas 3 IPA di salah satu SMUK Favourite di Kota Malang. Semua buku-buku sudah kumasukkan kedalam tas. Lalu dengan perasaan riang, aku menuju ke tempat parkir kendaraan. Kustart sepeda motorku menuju jalan raya.
Tapi di tengah perjalanan aku baru ingat, HP yang kunada silent tertinggal di dalam laci mejaku di dalam kelas. Aku kaget dan jantungku berdebar kencang, takut kalau-kalau HP ku diambil orang. Dengan tergesa-gesa aku balik lagi ke sekolahku. Untungnya HP ku masih ada di laci mejaku. Setelah mengambil kembali HP ku, aku keluar kelas dan berjalan melewati ruangan guru.
Ketika melewati ruangan UKS dan klinik sekolah, aku mendengar suara mendesah-desah disertai rintihan-rintihan kecil. Aku penasaran dengan suara-suara itu. Aku mendekati pintu ruangan, suara-suara itu semakin keras. Aku semakin penasaran dibuatnya. Kubuka pintu ruangan, dengan berjalan mengendap-endap, aku mencari tahu darimana datangnya suara-suara itu. Begitu mendekati ruangan Pak Iqbal, dokter sekolahku sedang mengocok-kocok kontolnya sendiri, dalam posisi berdiri. Aku akan masuk ke ruangan itu, tapi ternyata ada orang lain di dalam ruangan itu yang baru saja melepaskan baju dan celananya. Ternyata Kurniawan, pembina Pramuka yang terkenal galak dan tegas itu.
Lalu aku lihat, Kurniawan mendekati Pak Iqbal dan langsung mencium. Pak Iqbal membalas ciuman itu sambil terus mengocok kontolnya. Bibir mereka saling kecup. Lidah mereka saling sedot. Tangan Kurniawan meremas-remas pantat Pak Iqbal yang padat, sedangkan tangan Pak Iqbal melingkar dipinggang Kurniawan. Mereka yang sedang asik, dan tak tahu akan kehadiranku. Aku mendekati arah mereka. Aku membungkukkan badan dan bersembunyi dibalik meja, mengintip mereka dari jarak yang sangat dekat.
Mereka menyudahi bercumbu, kemudian Kurniawan duduk dipinggir meja, kakinya menjuntai kelantai. Pak Iqbal berdiri didepannya. Pak Iqbal mendekati Kurniawan, dengan buasnya dia menarik celana panjang Kurniawan. Tak ketinggalan celana dalam Kurniawan juga diembatnya. Hingga Kurniawan setengah telanjang. Pak Iqbal menguru-urut kontol Kurniawan. Kontolnya yang tidak begitu besar, sedikit demi sedikit menegang. Pak Iqbal membungkukkan tubuhnya, hingga wajahnya pas diatas selangkangan Kurniawan. Kontol Kurniawan diciuminya.
“Isep.. Pak.. isep.. kontolku” suruh Kurniawan.
Pak Iqbal tersenyum mengangguk. Dia mulai menjilati kepala kontol Kurniawan. Terus turun kearah pangkalnya. Pak Iqbal sangat pintar memainkan lidahnya di kontol Kurniawan.
“Oohh.. enakk..pakk.., teruss.., truss”.
Kurniawan mengerang ketika Pak Iqbal mengulum kontolnya. Seluruh batang kontol Kurniawan masuk kemulutnya. Kontol Kurniawan maju mundur di dalam mulut Pak Iqbal. Tangan Pak Iqbal mengurut-urut buah pelirnya. Kurniawan merasakan nikmat yang luar biasa. Matanya merem melek. Pantatnya diangkat-angkat. Aku sangat terangsang melihat pemandangan itu. Kuraba-raba kontolku yang menegang. Kubuka retsleting celanaku. Kukocok-kocok kontolku dengan tanganku sendiri. Birahiku memuncak. Ingin rasanya aku bergabung dengan mereka, tapi keinginan itu kutahan, menunggu saat yang tepat.
Lima belas menit berlalu, Kurniawan menarik dan menjambak kepala Pak Iqbal.
“Akhh.., akuu.. mauu.., ke.. keluar sayang” Kurniawan menjerit histeris.
“Keluarin aja di dalam mulutku Kur, aku ingin meminumnya” sahut Pak Iqbal.
Pak Iqbal tak mempedulikannya. Semakin cepat dikulumnya kontol Kurniawan dan tangan kanannya mengocok-ngocok pangkal kontol Kurniawan seirama kocokan mulutnya. Kontol Kurniawan berkedut-kedut, otot-ototnya menegang.
Dan crott! crott! crott! Kurniawan menumpahkan spermanya didalam mulut Pak Iqbal. Pak Iqbal meminum cairan sperma itu. Kontol Kurniawan terus dijilatinya, hingga seluruh sisa-sisa sperma Kurniawan bersih. Kontol Kurniawan kemudian mengecil di dalam mulutnya, tapi masih terus dikulum kulum pak Iqbal. Kurniawan menggeliat kegelian.
Kurniawan yang sudah mencapai orgasme kemudian turun dari meja.
“Kamu puas dengan serviceku” tanya Pak Iqbal.
“Puas sekali, tapi kok terlalu cepat ya” jawab Kurniawan sambil tersenyum.
“Gantian ya, sekarang giliranmu memberiku kepuasan” pinta Pak Iqbal.
Pak Iqbal melepaskan celananya, juga pakaian atasnya, hingga dia telanjang bulat. Astaga ternyata Pak Iqbal tak memakai celana dalam. Aku dapat melihat dengan jelas lekuk tubuh atleris, putih bersih, otot dada dan lengan yang padat, juga kontolnya yang berurat dengan dihiasi bulu-bulu yang dicukur tipis dan rapi.
Pak Iqbal kemudian naik keatas meja, kakinya diselonjorkan ke lantai. Kurniawan mendekatinya. Kontol berurat Pak Iqbal diusap-usap dengan tangannya. Jari-jarinya memilin dan mencucuk-cucuk kontol Pak Iqbal. Pak Iqbal menjerit, entah merasa geli ataukah nikmat.
“Isep Kur, isep kontolku” pinta Pak Iqbal menghiba.
Kurniawan menurunkan wajahnya mendekati selangkangan Pak Iqbal. Lidahnya dijulurkan ke kontol berurat Pak Iqbal. Disibaknya paha Pak Iqbal, sehingga Kurniawan leluasa menghisap dan menjilati kontol berurat itu dengan lidahnya. Kurniawan terus mengulum dan menghisap kontol Pak Iqbal.
“Oohh.. teruss...., jilatin terus.., akhh” Pak Iqbal mendesah.
Kurniawan dengan lihainya memainkan lidahnya di batang kontol Pak Iqbal. Dihisapnya kontol Pak Iqbal dari bagian ujung hingga ke pangkal, bahkan biji-biji pelernya juga.
“Oohh.., enakk.., teruss.., truss..,Kur” jerit Pak Iqbal.
Hampir seluruh bagian kontol Pak Iqbal dijilati Kurniawan. Tanpa sejengkalpun dilewatinya.
“Ayoo..ayoo…dikeluarin..” erang Kurniawan
Kontol pak Iqbal yang berkedut-kedut terus dikulum, dihisap, dijilat dan dikocok dengan keras. Otot-otot kontolnya sejenak menegang. Dijambaknya rambut Kurniawan, dibenamkannya ke selangkangannya.
“Lebih keras lagi sedotannya”, Pak Iqbal menjerit histeris. Kurniawan terus menghisap dan mengulum hingga keringat bercucurna di dahinya. Tangannya pun terus mengocok dengan diselingi dihisap. Namun kontol Pak Iqbal tak kunjung mencapai klimaks. Hingga Kurniawan merasa kelelahan, karena terlalu lama Pak Iqbal mencapai ejakulasi. Lalu Kurniawan melepaskan hisapan pada kontol Pak Iqbal. Sehingga Pak Iqbal terkejut dan proses ejakulasinya semakin tertunda.
“Aku cape. Kenapa ga keluar keluar”, ujar Kurniawan pendek.
“Susah kalau Cuma diisep! Entot aku, aku ingin merasakan kontolmu” pinta Pak Iqbal.
“Maaf Pak! Aku tak bisa, aku harus pulang”ujar Kurniawan
“Nanti istriku curiga, aku pulang sore” sahut Kurniawan memberi alasan menolak.
“Kamu pengecut Kurniawan! Dikasih enak aja takut!” kata Pak Iqbal jengkel.
Matanya meredup, memohon pada Kurniawan. Kurniawan tak mempedulikannya. Dia mengenakan celananya, kemudian berlalu meninggalkan Pak Iqbal yang menatapnya sambil memohon.
Ini kesempatanku! Pikirku dalam hati. Nafsu birahiku yang sudah memuncak melihat mereka saling isap tadi, ingin disalurkan. Setelah Kurniawan menutup pintu, kudekati Pak Iqbal yang masih rebahan di atas meja, sambil tangannya mengocok pelan ke kontolnya. Kakinya menggantung ditepi meja dan wajahnya tampak kecewa sekali. Dengan hati-hati aku berjalan mendekat. Kulepaskan baju seragamku, juga celanaku hingga aku telanjang bulat. Kontolku yang sudah menegang, mengacung dengan bebasnya. Sampai di depan selangkangan Pak Iqbal, tanganku meraba-raba paha atletis itu. Rabaanku terus ke atas ke atang kontol yang tegangnya mulai menurun itu. Pak Iqbal melenguh. Kudekatkan mulutku ke selangkangannya. Kujilati batang kontol berurat Pak Iqbal itu dengan lidahku.
“Si.. siapa.., kamu” bentak Pak Iqbal ketika membuka mata, dan tau bukan Kurniawan yang melakukan jilatan pada kontolnya.
“Tenang Pak! Saya Doni murid Bapak! Saya Ingin memberi Bapak kepuasan, karena tadi masih tertunda”, sahutku penuh nafsu.
Pak Iqbal tidak menyahut. Mungkin dia merasa mendapat angin segar. Aku semakin berani saja. Nafsu birahi Pak Iqbal yang belum tuntas oleh Kurniawan membuatnya menerima kehadiaranku. Kini wajah kecewa itu surut dan mata Pak Iqbal memejam, menantikan aksiku padanya.
Aku melanjutkan aktivitasku menjilati batang kontol Pak Iqbal. Ujung batang kontolnya kucucuk dengan lidahku. Batang beruratnya kusedot-sedot.
“Oohh.., truss.. Don.., truss.. isep..” pintanya memohon.
Hampir setiap jengkal dari batang kontol Pak Iqbal kujilati. Pak Iqbal mengerang menahan nafsu birahinya. Kedua kakinya terangkat tinggi, menjepit kepalaku.
Lima belas menit berlalu aku menyudahi aktivitasku. Aku naik keatas meja. Aku berlutut di atas tubuhnya. Kontolku kuarahkan ke mulutnya. Kepalanya tengadah. Mulut terbuka menyambut kehadiran kontolku yang tegang penuh.
“Wow! Gede sekali kontolmu!” katanya sedikit terkejut.
“Isep Pak! Isep kontolku!” pintaku.
Pak Iqbal mulai menjilati kepala kontolku, terus ke pangkalnya. Pintar sekali dia memainkan lidahnya.
“Truss.. Pak.. teruss.., isepp” aku mengerang merasakan nikmat.
Pak Iqbal menghisap-isap kontolku. Kontolku keluar masuk di dalam mulutnya yang penuh sesak.
“Akuu.. tak.., tahann..,! Entot aku. Kamu bisa?” tanya Pak Iqbal.
“Ya.., ya.. Pak” sahutku.
Aku turun dari meja, berdiri di antara kedua pahanya. Kugenggam kontolku, mendekati lubang dubur Pak Iqbal. Kemudian Pak Iqbal melebarkan kedua pahanya, menyambut kontolku. Sedikit demi sedikit kontolku kutekan dan kuarahkan ke lobang dubur itu. Karena kontolku telah basah saat dihisap hisap Pak Iqbal tadi, sehingga agak melicinkan kepala kontolku menembus lubang dubur Pak Iqbal. Awalnya agak susah, karena tidak ada pelicin. Namun rupanya Pak Iqbal sangat mahir, dikedut kedutkannya duburnya seolah sedang membuang hajat, sehingga dinding duburnya agak rileks dan jepitan keras pada kepala kontolku mulai melonggar. Lalu secara perlahan kontolku yang besar ini memasuki lubang dubur Pak Iqbal. Semakin lama semakin dalam. Hingga seluruh batangnya amblas dan terbenam. Dubur Pak Iqbal penuh sesak oleh kontolku.
Aku mulai mengerakkan pantatku maju mundur. Klecot!Klecot! Suara kontolku ketika beradu dengan dinding dubur Pak Iqbal.
“Ooh.., nik.. matt..benerrr.., teeeeruss” Pak Iqbal mendesah.
Kuangkat kedua kakinya ke bahuku. Aku dapat melihat dengan jelas kontolku yang bergerak-gerak maju mundur.
“Ooh.., Pak.., enakk.. banget.., lubangmu.., hangat” desahku.
Sekitar tiga puluh menit aku menggenjotnya, kumasukkan seluruh batang kontolku. Lalu kutarik keras. Kubenamkan kepanya, lalu kutahan. Secara keras kutekan dan kubenamkan seluruh batang kontolku hingga pantatnya menyentuh buah pelerku. Kurasakan batang kontolnya berkedut-kedut, otot-ototnya menegang.
“Akuu.., tak.. tahan.., Don, aku.. mau.. keluarr” jeritnya.
“Tahan.. Pak.., aku.. masih tegang” sahutku.
Aku merasa aneh saja, kontol Pak Iqbal belum aku apa-apain, hanya aku sodomi saja duburnya. Tapi kenapa dia bilang udah mau keluar. Oh..berarti Pak Iqbal sebagai bottom, menikmati setiap hentakan batang kontolku ke duburnya.
Lalu Pak Iqbal bangun dan duduk di meja memegang pinggangku erat-erat, mencakar punggungku.
“Akkhh.., akuu..mau.. keluar” Pak Iqbal menjerit histeris.
Nafasnya memburu. Dan kurasakan batang kontolnya basah karena lelehan pelan dari spermanya. Aku langsung menghentikan sodokan pada duburnya. Pak Iqbal mencapai orgasmenya secara pelan dan rupanya tidak benar-benar klimaks. Karena semprotan spermanya sangat sedikit dan tidak menyembur, tetapi hanya menetes. Mungkin karena sodokan kontolku tadi kuhentikan saat sperma itu mau keluar. “Aduh…aku lemas…udah keluar, tapi belum semuanya”ujar Pak Iqbal.
Aku yang masih belum keluar, tak mau rugi. Kucabut kontolku yang masih tegang, lalu kulumuri dengan ludahku dengan cukup banyak. Lalu kuarahkan lagi ke lubang duburnya. Kedua pahanya kupegang erat.
“Mau diterusin lagi yah?” teriaknya ketika kepala kontolku menyentuh lubang duburnya. Kudorong pantatku hingga setengah batang kontolku masuk kelubang duburnya yang sempit.
“Aow! Agak keras..., Don.., terussss” teriaknya keras.
Kusodok terus hingga seluruh batang kontolku amblas. Kemudian dengan perlahan tapi pasti kugerakkan pantatku maju mundur.
Erangan Pak Iqbal semakin mengeras. Kutusukkan kontolku dengan cepat. Lalu kuhentikan sejenak, sambil mengatur nafasku. Kudengar Pak Iqbal terus mendesah dan merintih merasa keenakan. Rupanya Pak Iqbal sangat menikmati sentuhan kontolku diduburnya.
Kusodok terus lubang duburnya, semakin lama semakin cepat. Pak Iqbal menjerit-jerit. Mulutnya meracau, dan kata-kata kotor keluar dari mulutnya. Aku semakin mempercepat sodokanku ketika kurasakan akan mencapai orgasme. Kontolku serasa panas dan berkedut kedut.
“Pak.., akuu.. mauu.. ke.. keluarr” aku melolong panjang.
“Akhh.. akuu juga” sahutnya.
Crott! Crott! Crott! Aku menumpahkan sperma yang sangat banyak di lubang duburnya. Kutarik kontolku. Kuminta dia turun dari meja untuk menjilati kontolku. Pak Iqbal menurutinya. Dia turun dari meja dan berlutut dihadapanku. Kontolku dikulumnya. Untungnya kontolku tidak kotor, meski masuk ke lubang dubur. Sisa-sisa spermaku dijilatinya sampai bersih. Lalu Pak Iqbal meludahkan dan tidak menelannya. Mungkin merasa jijik karena kontolku abis masuk ke lubang duburnya.
“Kamu hebat Don, aku puas sekali” pujinya.
“Aku juga Pak” sahutku.
“Baru kali ini batang kontolku dimasuki kontol yang sangat besar” katanya.
“Bapak mau khan terus menikmatinya” kataku.
“Tentu” jawabnya sambil berdiri dan mengecup bibirku.
Kami beristirahat sehabis merengkuh kenikmatan. Kenikmatan selanjutnya kudapatkan dirumahnya. Pak Iqbal, dokter sekolahku ini ternyata homoseks yang hyperseks. Dia kuat sekali dientot. Satu malam bisa sampai empat kali. Kapanpun aku mau, dia tak pernah menolaknya
Tapi di tengah perjalanan aku baru ingat, HP yang kunada silent tertinggal di dalam laci mejaku di dalam kelas. Aku kaget dan jantungku berdebar kencang, takut kalau-kalau HP ku diambil orang. Dengan tergesa-gesa aku balik lagi ke sekolahku. Untungnya HP ku masih ada di laci mejaku. Setelah mengambil kembali HP ku, aku keluar kelas dan berjalan melewati ruangan guru.
Ketika melewati ruangan UKS dan klinik sekolah, aku mendengar suara mendesah-desah disertai rintihan-rintihan kecil. Aku penasaran dengan suara-suara itu. Aku mendekati pintu ruangan, suara-suara itu semakin keras. Aku semakin penasaran dibuatnya. Kubuka pintu ruangan, dengan berjalan mengendap-endap, aku mencari tahu darimana datangnya suara-suara itu. Begitu mendekati ruangan Pak Iqbal, dokter sekolahku sedang mengocok-kocok kontolnya sendiri, dalam posisi berdiri. Aku akan masuk ke ruangan itu, tapi ternyata ada orang lain di dalam ruangan itu yang baru saja melepaskan baju dan celananya. Ternyata Kurniawan, pembina Pramuka yang terkenal galak dan tegas itu.
Lalu aku lihat, Kurniawan mendekati Pak Iqbal dan langsung mencium. Pak Iqbal membalas ciuman itu sambil terus mengocok kontolnya. Bibir mereka saling kecup. Lidah mereka saling sedot. Tangan Kurniawan meremas-remas pantat Pak Iqbal yang padat, sedangkan tangan Pak Iqbal melingkar dipinggang Kurniawan. Mereka yang sedang asik, dan tak tahu akan kehadiranku. Aku mendekati arah mereka. Aku membungkukkan badan dan bersembunyi dibalik meja, mengintip mereka dari jarak yang sangat dekat.
Mereka menyudahi bercumbu, kemudian Kurniawan duduk dipinggir meja, kakinya menjuntai kelantai. Pak Iqbal berdiri didepannya. Pak Iqbal mendekati Kurniawan, dengan buasnya dia menarik celana panjang Kurniawan. Tak ketinggalan celana dalam Kurniawan juga diembatnya. Hingga Kurniawan setengah telanjang. Pak Iqbal menguru-urut kontol Kurniawan. Kontolnya yang tidak begitu besar, sedikit demi sedikit menegang. Pak Iqbal membungkukkan tubuhnya, hingga wajahnya pas diatas selangkangan Kurniawan. Kontol Kurniawan diciuminya.
“Isep.. Pak.. isep.. kontolku” suruh Kurniawan.
Pak Iqbal tersenyum mengangguk. Dia mulai menjilati kepala kontol Kurniawan. Terus turun kearah pangkalnya. Pak Iqbal sangat pintar memainkan lidahnya di kontol Kurniawan.
“Oohh.. enakk..pakk.., teruss.., truss”.
Kurniawan mengerang ketika Pak Iqbal mengulum kontolnya. Seluruh batang kontol Kurniawan masuk kemulutnya. Kontol Kurniawan maju mundur di dalam mulut Pak Iqbal. Tangan Pak Iqbal mengurut-urut buah pelirnya. Kurniawan merasakan nikmat yang luar biasa. Matanya merem melek. Pantatnya diangkat-angkat. Aku sangat terangsang melihat pemandangan itu. Kuraba-raba kontolku yang menegang. Kubuka retsleting celanaku. Kukocok-kocok kontolku dengan tanganku sendiri. Birahiku memuncak. Ingin rasanya aku bergabung dengan mereka, tapi keinginan itu kutahan, menunggu saat yang tepat.
Lima belas menit berlalu, Kurniawan menarik dan menjambak kepala Pak Iqbal.
“Akhh.., akuu.. mauu.., ke.. keluar sayang” Kurniawan menjerit histeris.
“Keluarin aja di dalam mulutku Kur, aku ingin meminumnya” sahut Pak Iqbal.
Pak Iqbal tak mempedulikannya. Semakin cepat dikulumnya kontol Kurniawan dan tangan kanannya mengocok-ngocok pangkal kontol Kurniawan seirama kocokan mulutnya. Kontol Kurniawan berkedut-kedut, otot-ototnya menegang.
Dan crott! crott! crott! Kurniawan menumpahkan spermanya didalam mulut Pak Iqbal. Pak Iqbal meminum cairan sperma itu. Kontol Kurniawan terus dijilatinya, hingga seluruh sisa-sisa sperma Kurniawan bersih. Kontol Kurniawan kemudian mengecil di dalam mulutnya, tapi masih terus dikulum kulum pak Iqbal. Kurniawan menggeliat kegelian.
Kurniawan yang sudah mencapai orgasme kemudian turun dari meja.
“Kamu puas dengan serviceku” tanya Pak Iqbal.
“Puas sekali, tapi kok terlalu cepat ya” jawab Kurniawan sambil tersenyum.
“Gantian ya, sekarang giliranmu memberiku kepuasan” pinta Pak Iqbal.
Pak Iqbal melepaskan celananya, juga pakaian atasnya, hingga dia telanjang bulat. Astaga ternyata Pak Iqbal tak memakai celana dalam. Aku dapat melihat dengan jelas lekuk tubuh atleris, putih bersih, otot dada dan lengan yang padat, juga kontolnya yang berurat dengan dihiasi bulu-bulu yang dicukur tipis dan rapi.
Pak Iqbal kemudian naik keatas meja, kakinya diselonjorkan ke lantai. Kurniawan mendekatinya. Kontol berurat Pak Iqbal diusap-usap dengan tangannya. Jari-jarinya memilin dan mencucuk-cucuk kontol Pak Iqbal. Pak Iqbal menjerit, entah merasa geli ataukah nikmat.
“Isep Kur, isep kontolku” pinta Pak Iqbal menghiba.
Kurniawan menurunkan wajahnya mendekati selangkangan Pak Iqbal. Lidahnya dijulurkan ke kontol berurat Pak Iqbal. Disibaknya paha Pak Iqbal, sehingga Kurniawan leluasa menghisap dan menjilati kontol berurat itu dengan lidahnya. Kurniawan terus mengulum dan menghisap kontol Pak Iqbal.
“Oohh.. teruss...., jilatin terus.., akhh” Pak Iqbal mendesah.
Kurniawan dengan lihainya memainkan lidahnya di batang kontol Pak Iqbal. Dihisapnya kontol Pak Iqbal dari bagian ujung hingga ke pangkal, bahkan biji-biji pelernya juga.
“Oohh.., enakk.., teruss.., truss..,Kur” jerit Pak Iqbal.
Hampir seluruh bagian kontol Pak Iqbal dijilati Kurniawan. Tanpa sejengkalpun dilewatinya.
“Ayoo..ayoo…dikeluarin..” erang Kurniawan
Kontol pak Iqbal yang berkedut-kedut terus dikulum, dihisap, dijilat dan dikocok dengan keras. Otot-otot kontolnya sejenak menegang. Dijambaknya rambut Kurniawan, dibenamkannya ke selangkangannya.
“Lebih keras lagi sedotannya”, Pak Iqbal menjerit histeris. Kurniawan terus menghisap dan mengulum hingga keringat bercucurna di dahinya. Tangannya pun terus mengocok dengan diselingi dihisap. Namun kontol Pak Iqbal tak kunjung mencapai klimaks. Hingga Kurniawan merasa kelelahan, karena terlalu lama Pak Iqbal mencapai ejakulasi. Lalu Kurniawan melepaskan hisapan pada kontol Pak Iqbal. Sehingga Pak Iqbal terkejut dan proses ejakulasinya semakin tertunda.
“Aku cape. Kenapa ga keluar keluar”, ujar Kurniawan pendek.
“Susah kalau Cuma diisep! Entot aku, aku ingin merasakan kontolmu” pinta Pak Iqbal.
“Maaf Pak! Aku tak bisa, aku harus pulang”ujar Kurniawan
“Nanti istriku curiga, aku pulang sore” sahut Kurniawan memberi alasan menolak.
“Kamu pengecut Kurniawan! Dikasih enak aja takut!” kata Pak Iqbal jengkel.
Matanya meredup, memohon pada Kurniawan. Kurniawan tak mempedulikannya. Dia mengenakan celananya, kemudian berlalu meninggalkan Pak Iqbal yang menatapnya sambil memohon.
Ini kesempatanku! Pikirku dalam hati. Nafsu birahiku yang sudah memuncak melihat mereka saling isap tadi, ingin disalurkan. Setelah Kurniawan menutup pintu, kudekati Pak Iqbal yang masih rebahan di atas meja, sambil tangannya mengocok pelan ke kontolnya. Kakinya menggantung ditepi meja dan wajahnya tampak kecewa sekali. Dengan hati-hati aku berjalan mendekat. Kulepaskan baju seragamku, juga celanaku hingga aku telanjang bulat. Kontolku yang sudah menegang, mengacung dengan bebasnya. Sampai di depan selangkangan Pak Iqbal, tanganku meraba-raba paha atletis itu. Rabaanku terus ke atas ke atang kontol yang tegangnya mulai menurun itu. Pak Iqbal melenguh. Kudekatkan mulutku ke selangkangannya. Kujilati batang kontol berurat Pak Iqbal itu dengan lidahku.
“Si.. siapa.., kamu” bentak Pak Iqbal ketika membuka mata, dan tau bukan Kurniawan yang melakukan jilatan pada kontolnya.
“Tenang Pak! Saya Doni murid Bapak! Saya Ingin memberi Bapak kepuasan, karena tadi masih tertunda”, sahutku penuh nafsu.
Pak Iqbal tidak menyahut. Mungkin dia merasa mendapat angin segar. Aku semakin berani saja. Nafsu birahi Pak Iqbal yang belum tuntas oleh Kurniawan membuatnya menerima kehadiaranku. Kini wajah kecewa itu surut dan mata Pak Iqbal memejam, menantikan aksiku padanya.
Aku melanjutkan aktivitasku menjilati batang kontol Pak Iqbal. Ujung batang kontolnya kucucuk dengan lidahku. Batang beruratnya kusedot-sedot.
“Oohh.., truss.. Don.., truss.. isep..” pintanya memohon.
Hampir setiap jengkal dari batang kontol Pak Iqbal kujilati. Pak Iqbal mengerang menahan nafsu birahinya. Kedua kakinya terangkat tinggi, menjepit kepalaku.
Lima belas menit berlalu aku menyudahi aktivitasku. Aku naik keatas meja. Aku berlutut di atas tubuhnya. Kontolku kuarahkan ke mulutnya. Kepalanya tengadah. Mulut terbuka menyambut kehadiran kontolku yang tegang penuh.
“Wow! Gede sekali kontolmu!” katanya sedikit terkejut.
“Isep Pak! Isep kontolku!” pintaku.
Pak Iqbal mulai menjilati kepala kontolku, terus ke pangkalnya. Pintar sekali dia memainkan lidahnya.
“Truss.. Pak.. teruss.., isepp” aku mengerang merasakan nikmat.
Pak Iqbal menghisap-isap kontolku. Kontolku keluar masuk di dalam mulutnya yang penuh sesak.
“Akuu.. tak.., tahann..,! Entot aku. Kamu bisa?” tanya Pak Iqbal.
“Ya.., ya.. Pak” sahutku.
Aku turun dari meja, berdiri di antara kedua pahanya. Kugenggam kontolku, mendekati lubang dubur Pak Iqbal. Kemudian Pak Iqbal melebarkan kedua pahanya, menyambut kontolku. Sedikit demi sedikit kontolku kutekan dan kuarahkan ke lobang dubur itu. Karena kontolku telah basah saat dihisap hisap Pak Iqbal tadi, sehingga agak melicinkan kepala kontolku menembus lubang dubur Pak Iqbal. Awalnya agak susah, karena tidak ada pelicin. Namun rupanya Pak Iqbal sangat mahir, dikedut kedutkannya duburnya seolah sedang membuang hajat, sehingga dinding duburnya agak rileks dan jepitan keras pada kepala kontolku mulai melonggar. Lalu secara perlahan kontolku yang besar ini memasuki lubang dubur Pak Iqbal. Semakin lama semakin dalam. Hingga seluruh batangnya amblas dan terbenam. Dubur Pak Iqbal penuh sesak oleh kontolku.
Aku mulai mengerakkan pantatku maju mundur. Klecot!Klecot! Suara kontolku ketika beradu dengan dinding dubur Pak Iqbal.
“Ooh.., nik.. matt..benerrr.., teeeeruss” Pak Iqbal mendesah.
Kuangkat kedua kakinya ke bahuku. Aku dapat melihat dengan jelas kontolku yang bergerak-gerak maju mundur.
“Ooh.., Pak.., enakk.. banget.., lubangmu.., hangat” desahku.
Sekitar tiga puluh menit aku menggenjotnya, kumasukkan seluruh batang kontolku. Lalu kutarik keras. Kubenamkan kepanya, lalu kutahan. Secara keras kutekan dan kubenamkan seluruh batang kontolku hingga pantatnya menyentuh buah pelerku. Kurasakan batang kontolnya berkedut-kedut, otot-ototnya menegang.
“Akuu.., tak.. tahan.., Don, aku.. mau.. keluarr” jeritnya.
“Tahan.. Pak.., aku.. masih tegang” sahutku.
Aku merasa aneh saja, kontol Pak Iqbal belum aku apa-apain, hanya aku sodomi saja duburnya. Tapi kenapa dia bilang udah mau keluar. Oh..berarti Pak Iqbal sebagai bottom, menikmati setiap hentakan batang kontolku ke duburnya.
Lalu Pak Iqbal bangun dan duduk di meja memegang pinggangku erat-erat, mencakar punggungku.
“Akkhh.., akuu..mau.. keluar” Pak Iqbal menjerit histeris.
Nafasnya memburu. Dan kurasakan batang kontolnya basah karena lelehan pelan dari spermanya. Aku langsung menghentikan sodokan pada duburnya. Pak Iqbal mencapai orgasmenya secara pelan dan rupanya tidak benar-benar klimaks. Karena semprotan spermanya sangat sedikit dan tidak menyembur, tetapi hanya menetes. Mungkin karena sodokan kontolku tadi kuhentikan saat sperma itu mau keluar. “Aduh…aku lemas…udah keluar, tapi belum semuanya”ujar Pak Iqbal.
Aku yang masih belum keluar, tak mau rugi. Kucabut kontolku yang masih tegang, lalu kulumuri dengan ludahku dengan cukup banyak. Lalu kuarahkan lagi ke lubang duburnya. Kedua pahanya kupegang erat.
“Mau diterusin lagi yah?” teriaknya ketika kepala kontolku menyentuh lubang duburnya. Kudorong pantatku hingga setengah batang kontolku masuk kelubang duburnya yang sempit.
“Aow! Agak keras..., Don.., terussss” teriaknya keras.
Kusodok terus hingga seluruh batang kontolku amblas. Kemudian dengan perlahan tapi pasti kugerakkan pantatku maju mundur.
Erangan Pak Iqbal semakin mengeras. Kutusukkan kontolku dengan cepat. Lalu kuhentikan sejenak, sambil mengatur nafasku. Kudengar Pak Iqbal terus mendesah dan merintih merasa keenakan. Rupanya Pak Iqbal sangat menikmati sentuhan kontolku diduburnya.
Kusodok terus lubang duburnya, semakin lama semakin cepat. Pak Iqbal menjerit-jerit. Mulutnya meracau, dan kata-kata kotor keluar dari mulutnya. Aku semakin mempercepat sodokanku ketika kurasakan akan mencapai orgasme. Kontolku serasa panas dan berkedut kedut.
“Pak.., akuu.. mauu.. ke.. keluarr” aku melolong panjang.
“Akhh.. akuu juga” sahutnya.
Crott! Crott! Crott! Aku menumpahkan sperma yang sangat banyak di lubang duburnya. Kutarik kontolku. Kuminta dia turun dari meja untuk menjilati kontolku. Pak Iqbal menurutinya. Dia turun dari meja dan berlutut dihadapanku. Kontolku dikulumnya. Untungnya kontolku tidak kotor, meski masuk ke lubang dubur. Sisa-sisa spermaku dijilatinya sampai bersih. Lalu Pak Iqbal meludahkan dan tidak menelannya. Mungkin merasa jijik karena kontolku abis masuk ke lubang duburnya.
“Kamu hebat Don, aku puas sekali” pujinya.
“Aku juga Pak” sahutku.
“Baru kali ini batang kontolku dimasuki kontol yang sangat besar” katanya.
“Bapak mau khan terus menikmatinya” kataku.
“Tentu” jawabnya sambil berdiri dan mengecup bibirku.
Kami beristirahat sehabis merengkuh kenikmatan. Kenikmatan selanjutnya kudapatkan dirumahnya. Pak Iqbal, dokter sekolahku ini ternyata homoseks yang hyperseks. Dia kuat sekali dientot. Satu malam bisa sampai empat kali. Kapanpun aku mau, dia tak pernah menolaknya
Subscribe to:
Posts (Atom)
Paling Populer Selama Ini
-
Pagi masih gelap saat kudengar ibu membangunkan aku yang terlelap. Seperti biasa aku hanya mengubah posisi berbaringku menjadi meringkuk. “T...
-
. Album Berikutnya
-
Sebagai penghuni baru di Kota ini, sore itu aku memutuskan untuk jalan-jalan di salah satu mall terkenal di daerah selatan Jakarta. Aku ingi...
-
Namaku Suryati, biasa dipanggil Yati. Sejak berkeluarga dan tinggal di Jakarta aku selalu sempatkan pulang mudik menengok orang tua di Semar...
-
---------- 1. Mature Gay Daddy - Oldermen Lihat Cuplikan Size: 44,11 MiB Duration: 00:11:20 Type: avi Video: 400x300 http://b93d...
-
Album Sebelumnya
-
Cerita lainnya tanpa gambar tapi tak kalah seru, klik aja ini
-
Untuk menghabiskan anggaran tahunan, perusahaan kami berniat membeli beberapa peralatan kantor berupa komputer dan beberapa perlengkapan lai...
-
(by: haus_lelaki@yahoo.com) Tugas kantor selesai. 10 hari di Biak jenuh juga. Masalahnya tidak mudah menemukan pasangan sesama lelaki unt...
-
(by: rustyryans@gmail.com) Siang itu memang terasa sangat membosankan,setelah hampir 2 minggu menghabiskan waktu liburan akhir semester ta...