Pada tengah malam itu Ki Dargo sedang merapalkan mantera-mantera. Di hadapannya ada selembar kain hitam yang di atasnya ada sebuah perapian dupa kemenyan. Di situ juga ada selembar celana dalam dan BH milik Sinta yang tadi siang sudah habis-habisan digarap Ki Dargo.
Dukun itu bertekad untuk tak akan melepaskan ibu muda tersebut begitu saja. Ki Dargo sadar bahwa pasiennya yang satu ini begitu cantik dan seksi, dengan payudaranya yang teramat indah serta bentuk vaginanya yang menggairahkan. Postur tubuh perempuan itu tinggi semampai nyaris 170 cm dengan seraut wajah yang mungil. Bola matanya seakan-akan selalu mengundang gairah laki-laki untuk menidurinya.
Beruntunglah Rama mempunyai seorang istri yang cantik dan menggairahkan. Jika berjalan ia teramat merangsang dan mempesona setiap laki-laki. Ki Dargo langsung bisa mencium keistimewaan Sinta begitu perempuan itu mendatanginya untuk berobat.
Dengan kelicikan dan ilmu hitamnya yang tinggi, Ki Dargo telah memperdaya ibu muda cantik itu habis-habisan siang tadi. Disetubuhinya Sinta dengan buas di kamar prakteknya sebagai syarat untuk mendapatkan keturunan. Padahal Rama, suaminya, sedang menungguinya dengan setia di luar kamar. Sehabis disebadani, perempuan itu lalu memberikan CD dan BH-nya kepada dukun cabul itu untuk ritual mendapatkan keturunan. Sedangkan Ki Dargo memberikan ramuan jamu yang harus diminum rutin oleh Sinta.
Maka malam itu Ki Dargo merapal ajian Pengikat Sukma dan ajian Asmara Gama pembangkit gairah. Selain membantu Sinta segera hamil, Ki Dargo juga bermaksud menguasai jiwa dan raga ibu muda itu dengan ilmu sakti yang didapatnya dari bertapa di gunung Krakatau dulu.
“Hai penghuni elong-elong sejatinya perempuan! Malam ini sukmaku akan mendatangimu untuk memberikan kenikmatan padamu. Maka nikmatilah batang kejantanan Setan Koberku. Nikmatilah bara nafsu birahi makhluk penghuni kegelapan!”
Pada malam itu juga, istri Rama seperti merasa ada bayangan yang menggumulinya. Kali ini dalam ilusinya dia seperti bercumbu dengan seorang lelaki perkasa dan tangguh. Lelaki itu membuat dirinya terasa di awang-awang dengan nafsu birahi yang membara. Lelaki itu adalah perwujudan Setan Kober, jin jahat tingkat tinggi yang sangat tinggi nafsu seksnya.
Batang kejantanan makhluk Krakatau itu telah menghunjam ke dalam lubang kenikmatannya. Ibu muda cantik itu sampai terperangah dibuatnya. Betapa besar dan panjang dirasakannya batang kejantanan itu, seakan-akan hendak merobek vaginanya. Akan tetapi, rasa sakit itu lalu hilang diganti oleh rasa kenikmatan yang tiada taranya.
Makhluk itu menggeram kenikmatan. Perempuan itu mengerang juga kenikmatan seraya tangannya memegangi kepala makhluk tersebut. Ibu muda itu terkejut bukan main. Ketika diraba olehnya, ternyata kepala lelaki tersebut ditumbuhi tanduk. Ketika ia membuka matanya, dilihatnya sepasang mata merah saga mengerikan, sedang menatap dirinya dengan penuh nafsu gairah yang membara.
Anehnya, rasa takut dan seram dalam jiwanya seketika menghilang saat makhluk laki-laki bertanduk itu meniupi wajahnya dengan hembusan yang lembut seraya berkata.
“Dekaplah aku, sayang. Aku akan memberikan kenikmatan abadi alam ghaib. Kau akan merasakan betapa indahnya gelora asmaraku yang akan kau rasakan malam ini.”
Ibu muda cantik itu pun semakin terpukau dan terangsang oleh bisikan-bisikan gairah dari makhluk itu. Ia mengerang saat ayunan pantat sang pejantan perkasa alam kegelapan semakin buas menghunjami vaginanya tanpa ampun.
“Hmmmm…. yeaaaah….!” Sinta tak mampu menolak kenikmatan yang menyelimuti sekujur tubuhnya.
“Hai, manusia betinaku yang menggairahkan! Kini dirimu telah menjadi pemuas nafsu kegelapanku. Nikmatilah kejantananku malam ini dengan penuh gelora nafsu manusiamu…. Sekarang! sekarang!” desak Setan Kober itu seolah tak sabar.
“Jawablah pertanyaanku, hai betina liarku. Apakah kau bersedia jadi budak nafsuku?” kata makhluk bertanduk itu lagi sementara kedua makhluk berbeda alam itu semakin menyatukan diri mereka.
“Hey! Jawablah, hai betinaku yang cantik. Ayo, cepat katakan kepada sang penguasa sukmamu!” katanya sambil terus menggenjot Sinta yang semakin kewalahan menahan nafsunya.
Pada saat bisikan itu menggema, ibu muda cantik itu sedang mengalami kenikmatan yang begitu dahsyatnya. Kenikmatan yang diberikan oleh makhluk itu sampai ke ubun-ubunnya dan tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Ia merasa seperti kapas yang tertiup angin, melayang-layang di angkasa dideru nafsu. Tubuhnya sampai melengkung ke depan bagaikan busur panah, sambil memeluk erat pundak sang perkasa kegelapan. Ia pun berkata menuruti kata hatinya yang telah buta oleh kenikmatan yang menderanya.
“Sang perkasa, puaskanlah aku dengan kejantananmu….! Aku adalah budak nafsumu…. selamanya!”
Entah ada kekuatan dari mana yang mendorong Sinta berkata seperti itu. Ia benar-benar memasrahkan dirinya sepenuhnya kepada pejantannya yang berupa Setan Kober.
“Ayolah, sang perkasa, luluh lantakkan aku dengan keperkasaan batang kejantananmu….” desah ibu muda itu.
Saat itu ia telah mengalami beberapa kali orgasme namun nafsu gairah bercintanya tidak pernah surut. Mungkin ini disebabkan ramuan jamu dari Ki Dargo yang diminum olehnya.
Anehnya, suara ceracauan dan erangan ibu muda cantik yang sedang bersetubuh dengan makhluk bertanduk itu tidak sekalipun mengganggu tidur suaminya yang sedang berada di samping mereka. Bahkan ia nampak semakin pulas saja saat sang istri yang sedang disetubuhi sang pejantan kegelapan melihat ke samping ke arah sang suami yang tergolek di dekatnya.
Itu semua karena pengaruh bau badan makhluk lelaki bertanduk itu. Badannya mengeluarkan bau-bauan khas dengan aroma bunga setaman teratai kegelapan yang akan membuat seorang manusia laki-laki tertidur sangat pulas. Di saat yang sama, aroma teratai tersebut memiliki efek yang berbeda terhadap seorang manusia perempuan, yaitu semakin menambah gairah nafsunya untuk bercinta dengan menggebu-gebu. Terbukti nyata efeknya pada kejadian malam itu. Sementara suaminya, Rama, tertidur pulas, istrinya sibuk melayani nafsu sang perkasa kegelapan dari gunung Krakatau.
Makhluk itu lalu melepaskan batang kemaluannya yang panjang dan besar dari lubang kenikmatan sang betina binal. Sang ibu muda cantik itu mengerang saat batang kemaluan makhluk tersebut dicabut secara tiba-tiba. Ia merasa seperti kehilangan sesuatu yang begitu nikmat.
“Ouuuh.. setan…!” jeritnya tertahan seperti kecewa.
“Ayo, betinaku yang cantik, sekarang balikkanlah tubuhmu membelakangiku. Aku akan memberikan kenikmatan yang lebih hebat lagi,” kata Setan Kober seolah memberikan penjelasan.
Tanpa diberi komando untuk kedua kalinya, Sinta menuruti perintah tuannya dengan patuh. Ia tak ingin batang kemaluan pejantan itu terlepas terlalu lama dari tubuhnya.
“Mari, cepatlah budak nafsuku!,” kata setan itu seolah tak sabar menunggu budak cantiknya yang sedang membalikkan badannya dan menumpukan badannya dengan kedua tangan dan kedua lututnya seperti seekor anjing betina yang akan dikawini.
“Rasakanlah ini,” kata si setan tanpa basa-basi. Bless… maka masuklah batang kemaluan sang perkasa ke dalam vaginanya.
Kali ini ibu muda itu mengerang nikmat lebih hebat lagi saat kejantanan makhluk itu menghunjamnya dari belakang. Dengan buasnya sang makhluk bertanduk mengayunkan pantatnya maju mundur dengan kerasnya. Mata perempuan itu terbeliak-beliak ke atas saat menerima kenikmatan. Ceracaunya yang ngawur seperti kesetanan mulai terdengar lagi.
“Oh, yeah, yeah…. oh, kekasihku, sang perkasa! Bawalah aku ke puncak kenikmatan bersama denganmu…. Oh, oh, ampun…. ampun…!”
Ia merasakan dinding vaginanya mulai basah dan berdenyut-denyut karena kenikmatan. Sementara itu sang perkasa semakin buas menghunjaminya tiada henti-henti. Dengan suara serak dan menggeram sang perkasa bertanduk berbisik di telinga perempuan itu.
“Betina liarku yang cantik, aku akan melepaskan air kenikmatanku dan menempatkannya di dalam rahimmu….” katanya menandakan bahwa sebentar lagi mereka akan memulai bagian terpenting dari ritual seks malam itu.
“Haeeerm, air kenikmatanku akan membuatmu tetap cantik dan awet muda dan tak akan pernah tua. Juga tubuhmu akan selalu nampak menggairahkan bagi siapa saja yang memandangmu. Mulai hari ini, kau juga akan membuka dirimu untuk dinikmati oleh setiap lelaki yang tergoda padamu,” kata Setan Kober merapalkan kutukannya kepada wanita cantik itu. Setan itu telah mengutuk Sinta menjadi wanita binal haus seks yang tak akan sungkan untuk bersetubuh dengan tiap lelaki!
Sambil terengah-engah kenikmatan karena vaginanya terus-menerus digenjot pejantan kegelapan, Sinta berusaha mendengarkan dengan seksama semua instruksi kekasih sekaligus tuannya itu.
“Dengarkanlah manusia betinaku, walaupun mulai sekarang kau akan bersetubuh dengan berbagai macam lelaki, kau tak akan pernah puas bercinta dengan manusia lain, kecuali dengan Ki Dargo dan aku sendiri sebagai penguasa kegelapan Mayapada ini,” lanjut setan itu.
Bagaikan dihipnotis, Sinta menanamkan semua perkataan setan itu lekat-lekat di dalam benak bawah sadarnya. Ia yakin sepenuhnya hanya akan mendapatkan kepuasan seks yang sejati dari Ki Dargo dan Setan Kober pengikutnya.
“Kini tibalah saatnya kulepaskan air kenikmatanku ke dalam rahimmu yang subur ini,” kata makhluk bertanduk itu akhirnya.
Saat itu sang ibu muda cantik sudah tak dapat bersuara lagi. Kenikmatan ragawi dirasakan begitu dahsyatnya dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun. Ia merasa seperti berada di awang-awang, melayang-layang penuh kenikmatan.
Orgasme yang kesekian kalinya ini membuatnya kini hanya samar-samar mendengar ucapan terakhir makhluk bertanduk yang sedang menyetubuhinya dengan penuh kebuasan yang memabukkan itu. Ibu muda cantik itu berkelojotan dengan sensasi kenikmatan yang menggila.
Makhluk bertanduk itu mulai merasakan sesuatu akan keluar dari dalam batang kemaluannya yang besar. Hunjamannya pada lubang kenikmatan budak nafsunya mulai tak teratur lagi, hingga akhirnya sang perkasa mengaum, mengerang nikmat setinggi langit saat lahar panasnya menyembur di dalam lubang kenikmatan sang betina cantik budak setianya.
Ibu muda berparas cantik itu mencapai orgasme yang kelima kalinya, bertepatan saat air mani sang pejantan perkasa menyembur dengan amat derasnya. Cairan itu terasa panas, menghangatkan rahimnya dengan penuh kenikmatan, membuat dirinya berkelojotan nikmat dengan mata terbeliak ke atas. Kepalanya mendongak ke atas karena rambutnya yang panjang dijambak ke belakang oleh Setan Kober. Serasa semburan air mani makhluk itu menembus hingga ke ubun-ubunnya.
Sinta terjatuh tertelungkup telanjang bulat di atas ranjang, tepat di samping suaminya yang masih pulas berpiyama lengkap. Ibu muda itu tampak kecapekan dan akhirnya tertidur pulas setelah menikmati persetubuhan paling hebat yang pernah dialaminya. Air mani Setan Kober sedikit demi sedikit tampak meluber keluar dari lubang vaginanya dan membentuk genangan membasahi ranjang.
Makhluk bertanduk itu tampak puas melihat hasil kerjanya. Ia kini telah selesai menjalankan tugasnya bersekutu dengan seorang dukun yang bernama Ki Dargo untuk memberi ibu muda cantik itu keturunan.
Pada saat itu juga, di tempat Ki Dargo, sang dukun baru saja selesai melepas air kenikmatannya di selembar celana dalam milik ibu muda cantik pasiennya. Saat makhluk bertanduk itu sedang menggumuli Sinta, Ki Dargo juga melakukan ritual dengan merapal mantera-mantera dan bermasturbasi pada selembar celana dalam milik istri Rama.
Dengan melumuri celana dalam Sinta dengan air maninya, sang dukun mengirimkan ilmu pembangkit gairah kepada perempuan yang sedang disetubuhi oleh makhluk bertanduk dari Krakatau itu.
Saat disetubuhi, perempuan itu merasakan kadang-kadang wajah sang perkasa kegelapan berubah-ubah wujudnya. Kadang ia merasa seperti melihat wajah Ki Dargo sedang menyetubuhi dirinya. Kadang ia seperti melihat wajah makhluk itu berubah menjadi suaminya. Di saat ia tengah didera oleh kenikmatan yang diberikan oleh makhluk bertanduk itu, ia masih sempat juga berpikiran jernih walau hanya sesaat. Memang makhluk tersebut adalah suruhan Ki Dargo untuk menggauli dirinya agar mereka berdua bisa mendapatkan kepuasan seksual dari dirinya.
Lengkaplah sudah, ibu muda cantik itu kini telah menjadi budak nafsunya Ki Dargo dan makhluk bertanduk dari alam kegelapan abadi di gunung krakatau.
Pagi harinya ia terbangun agak kesiangan. Tubuhnya masih bugil di bawah selimut. Makhluk bertanduk itu memang menyelimuti tubuhnya dahulu sebelum pergi meninggalkannya semalam. Tidak dijumpainya suaminya yang telah berangkat ke kantor. Tinggallah ia seorang diri di rumah sambil merenungkan kembali apa yang telah terjadi malam tadi.
“Oh, apakah aku bermimpi semalam? Kalau hanya mimpi, kenapa ini seperti benar-benar terjadi?” keluhnya membatin. Memang dirasakan tubuhnya amat letih dan selangkangannya serasa amat nyeri serta memar seperti kena benda yang besar sekali namun nikmatnya serasa masih menjalari seluruh tubuh seksinya.
Lalu ia tuangkan ramuan jamu pemberian Ki Dargo ke dalam gelas. Setelah meminum ramuan tersebut, tubuh perempuan itu terasa mulai segar kembali dan penuh gairah kembali untuk bercinta. Itulah hebatnya khasiat ramuan Ki Dargo si dukun sakti.
Remake: Copyright 2010, by Mario Soares
(Berbagi Istri, Seks dengan Pria Tua, Penghamilan)
Setelah seminggu berlalu, pada hari yang telah dijanjikan Ki Dargo, Sinta mengunjunginya kembali beserta suaminya. Pasangan suami istri itu sampai di rumah Ki Dargo menjelang maghrib. Mereka diharuskan menginap malam itu karena akan ada pengobatan dan ritual untuk segera mendapatkan anak.
Sehabis makan malam, tepatnya pukul 8 malam, suami perempuan itu diberi ramuan untuk diminum. Sesaat setelah meminum ramuan tersebut, Rama merasakan tubuhnya segar dan ringan, seolah tak ada beban pikiran yang memberatkannya. Tanpa disadarinya, ternyata ramuan mantera itu juga telah membuat Rama tunduk dan patuh pada Ki Dargo. Karena itu saat Ki Dargo memberi perintah kepada Sinta untuk bertelanjang bulat di hadapan sang dukun, suaminya tak keberatan sama sekali.
“Kemarilah, kemarilah budakku yang cantik, akan kutunjukkan bagaimana aku dapat membuatmu terhempas dalam badai kenikmatan,” kata Ki Dargo seraya tangannya dengan bebasnya meremas-remas buah dada istri Rama yang mengkal dan segar karena belum pernah menyusui anak.
Inilah kesempatan sang dukun untuk menggarap habis-habisan tubuh molek ibu muda cantik itu di hadapan suaminya sendiri. Sang dukun seperti bayi raksasa yang kehausan saat mengisap-isap puting susu yang masih segar milik Sinta. Tangan kirinya memeluk tubuh Sinta sambil sesekali jari-jarinya yang kasar meremas-remas dan memulin puting susu perempuan itu. Sementara tangan kanannya dengan penuh perasaan bergerak ke bawah, mengelus dan menusuk-nusuk lubang kenikmatannya.
Sinta yang memang sudah pernah disetubuhi oleh Ki Dargo maupun Setan Kober suruhannya, tak merasa sungkan diperlakukan seperti itu di depan suaminya sendiri. Bahkan ia tampak menikmati sekali pencabulan yang dilakukan dukun tua itu terhadapnya.
Seperti kerbau dicucuk hidung, sang suami hanya terperangah tanpa protes sama sekali. Bahkan Rama ikut terhanyut melihat cumbuan-cumbuan Ki Dargo kepada tubuh istrinya yang seksi. Ia seperti menonton sebuah permainan yang amat menyenangkan dan membuatnya ikut terangsang juga.
“Bagaimana, Rama?” kata sang dukun pada suami perempuan itu.
“Eh, eh… ya, Ki…” kata lelaki itu tergagap.
“Gimana, Rama, kalau aku menyetubuhi istrimu? Apakah kau senang atau marah padaku?” tanyanya dengan tegas dan tajam.
“Eh, eh… ya, Ki Dargo. Aku sangat senang, Ki,” kata Rama seperti orang tolol.
Ilmu pengikat sukma Ki Dargo memang ampuh dan telah membuat Rama tunduk patuh pada kehendaknya. Rama menurut saja saat Ki Dargo menyuruhnya untuk melakukan onani.
“Ayo, Rama! Kocok batang kemaluanmu sambil menonton permainanku dengan istrimu!”
Rama pun menuruti perintah itu. Sinta hanya memandangi perbuatan suaminya sambil tetap memeluk Ki Dargo yang saat itu dengan jemarinya masih mengobok-obok lubang kemaluannya.
“Ayo, ibu muda cantik, peganglah dan belai dengan mesra batang kejantananku ini dengan jari-jari lentikmu….” suruh Ki Dargo pada Sinta untuk mengocok batang kemaluannya, di saat bersamaan suaminya juga sedang mengocok batang kemaluannya sendiri.
Sinta dengan patuh melakukannya sementara Ki Dargo membelai-belai rambutnya yang hitam panjang.
“Nah, begitu, manis…” puji dukun sakti itu senang.
Sungguh suatu pemandangan yang begitu indah dan serasi! Suami istri melakukan kegiatan yang sama secara bersamaan. Sang suami mengocok dirinya sendiri sedangkan sang istri mengocok si dukun sakti.
Sementara Sinta tetap mengocok penis Ki Dargo yang panjang, lidah serta bibir Ki Dargo menyelusuri seluruh tubuh molek istri Rama dengan buasnya. Sinta sampai merem melek dibuatnya karena terangsang dengan hebat.
“Oh yeah, ouuuh… ampuuun…. Aaaaku sudah gak tak tahan lagi, Dargo” ceracau perempuan itu. Dia sudah tak memanggilnya Ki lagi. Mungkin karena sekarang dia sudah merasa lebih mesra dan intim dengannya sehingga tak sungkan menyebut namanya saja.
“Ayo, Dargo, puaskan aku dengan batang kejantananmu yang besar ini. Ayo, Dargo!”
Erangan ibu muda cantik itu melengking tinggi saat Ki Dargo menjilati klitorisnya dengan penuh gairah.
“Ampuuuuun, Dargo! Yeah, Oh, Dargo pejantanku! Jangan kau siksa aku dengan permainanmu. Akuuuuu sudah tak tahaaaan, Dargo. Ayolah, Dargo! Aku budak nafsumu, Dargo. Aku budak nafsumu, Dargo. Yeaaah….!”
Blees, saat itulah batang kejantanan Ki Dargo yang hitam besar dan panjang masuk separuh ke dalam liang kenikmatan istrinya Rama.
Mata perempuan itu terbeliak terbalik ke atas saat kejantanan itu menghunjamnya. Tubuhnya langsung menegang dan terpaku sejenak. Rama pun terperangah dibuatnya. Tak lama kemudian Sinta tampak begitu nyaman menerima susupan batang Ki Dargo di dalam tubuhnya. Saat istrinya mengerang kenikmatan di dalam pelukan dukun tua itu, ia pun ikut terangsang dan terpana dibuatnya.
Saat itu posisi istrinya berhadap-hadapan dengan sang dukun. Mereka bersetubuh dalam keadaan berdiri. Kaki kiri istrinya dinaikkan ke atas meja tamu oleh sang dukun. Istrinya berdiri dengan kaki kanannya. Keduanya berpelukan erat dalam keadaan bugil seperti sepasang kekasih yang dimabuk asmara.
Ia melihat wajah istrinya semakin manis dan mempesona dalam keadaan menuju orgasme karena merasakan kenikmatan seks. Bila ingin melihat kecantikan seorang wanita, lihatlah saat ia sedang dalam kenikmatan saat disetubuhi. Sejak ia mengenal Sinta, belum pernah sekali pun Rama melihat istrinya secantik saat itu! Yakinlah Rama seyakin-yakinnya kalau tempat istrinya yang pas memang di sisi dukun sakti mandra guna itu. Rama semakin bergairah penuh nafsu birahi saat melihat istrinya bersetubuh dengan liar dan buas bersama sang dukun.
Dengan bebasnya kini Ki Dargo mengayun-ayunkan pantatnya maju mundur dengan irama teratur dan kuat sambil mengulum puting susu istrinya yang menjulang indah itu. Posisi demikian amat menyenangkan bagi Ki Dargo. Dengan kedua kakinya yang kokoh dan kekar, Ki Dargo mampu menyetubuhi ibu muda cantik budak nafsunya itu dengan sempurna sekali pada posisi demikian.
Perempuan itu merasakan ujung kepala batang kejantanan Ki Dargo yang besar dan panjang mampu menyentuh leher rahim peranakannya. Rasa nikmatnya mengalir deras sampai ke ubun-ubun.
“Oh yeah, Dargo! Terus, terus….” pintanya merengek-rengek.
Sang ibu muda binal mulai merasakan dinding Vaginanya berdenyut-denyut seakan-akan hendak meledak. Tubuhnya mulai gemetaran saking hebatnya kenikmatan itu melanda dirinya. Ia merasakan sebentar lagi akan mencapai orgasme…. tapi…
Tiba-tiba saja Ki dargo melepaskan batang kemaluannya dari lubang surgawi milik istri Rama. Tampak jelas raut kecewa di muka Sinta karena perjalanannya menuju orgasme tiba-tiba terputus, padahal ia masih merasakan horny yang luar biasa!
Dukun sakti itu dengan tenaganya yang kuat lalu membopong tubuh molek Sinta. Dibawanya perempuan itu masuk ke dalam kamarnya sambil membentak suami ibu muda cantik itu.
“Rama, budakku! Kemarilah ikut masuk ke dalam kamar ini. Aku akan mengobati kemandulanmu. Ayo, cepat, Rama!”
Rama dengan patuh mengikuti perintah sang dukun sakti itu. Pada saat itu gairah nafsu bercinta istrinya sedang menggantung di ubun-ubunnya. Kini istrinya telentang penuh nafsu birahi yang minta segera dituntaskan. Nafsu syahwatnya mendera dan menyiksa batinnya karena tergantung di tengah permainan panas yang telah dikobarkan oleh Ki Dargo tadi.
“Ayolah, Dargo, sayang, hempaskanlah aku ke pantai nafsumu, Dargo,” ceracau manja istrinya merayu dukun sakti itu untuk segera menyetubuhinya kembali. Akan tetapi sang dukun dengan tegasnya memberi perintah kepada suaminya.
“Rama! Ayo, setubuhilah istrimu dan buahilah kandungan istrimu dengan air manimu. Cepatlah, Rama. Lihatlah istrimu sudah tak tahan lagi memendam rasa gairahnya. Nanti setelah engkau mengeluarkan manimu di dalam liang kenikmatan istrimu, aku akan menyempurnakannya dengan ilmuku agar kau mendapatkan keturunan yang kauharapkan.”
Dengan tubuh gemetaran karena menahan nafsunya, Rama mendekati istrinya. Gairah bercinta Rama menggebu-gebu setelah melihat persetubuhan istrinya yang sangat panas dengan sang dukun dalam posisi berdiri tadi.
“Ayolah, Mas Rama! Peluklah aku, Mas. Berilah aku kemesraan, Mas!” ceracau istrinya tanpa malu-malu lagi karena desakan birahinya yang begitu memuncak. Keluarlah kata-kata kotor dari mulut istrinya sendiri yang membangkitkan gairah Rama.
Dengan sangat bernafsu Rama memasukkan kemaluannya secara terburu-buru ke dalam vagina istrinya yang cantik dan seksi itu. Disebabkan nafsunya yang tinggi dan permainan Rama yang begitu tergesa-gesa, hanya dalam waktu sekitar tiga menit Rama sudah tak dapat lagi membendung lahar kemesraannya.
“Oh, aku keluar…. Maaf, sayangku… Aku tak sanggup lagi… Maafkan aku yang loyo ini, sayangku,” keluh Rama di puncak kenikmatannya dengan nada menyesal.
Rama pun terkulai lemas dalam kenikmatan setelah menyetubuhi istrinya dalam waktu yang singkat di hadapan Ki Dargo. Air mani Rama yang tertumpah ke dalam liang istrinya sangat encer dan sedikit sekali.
Tampak jelas raut kecewa di wajah istrinya. Saat Ki Dargo mendekatinya, Sinta meliriknya dengan penuh harapan. Tubuhnya serasa kembali panas didera oleh hawa nafsu.
“Ini tak mungkin dapat membuahkan kandungan istrimu,” kata Ki Dargo saat jemarinya menelaah liang vagina Sinta yang baru saja disetubuhi suaminya secara singkat. Ki Dargo bahkan hampir tak dapat merasakan air mani Rama di liang kelamin istrinya itu.
“Aku akan melakukan sesuatu untuk mengantarkan air manimu yang masih muda dan encer itu ke pintu rahim istrimu dengan bantuan ilmu yang kumiliki,” tegasnya sambil mengangkangkan kedua paha Sinta.
Sebelum memulai, Ki Dargo meminumkan secangkir jamu ramuannya kepada istri Rama. Efeknya tampak nyata dalam hitungan detik. Wajah Sinta tampak begitu binal seperti betina yang sedang dalam puncak kesuburannya dan siap untuk dibuahi. Badannya gemetaran seolah tak sabar untuk dimasuki Ki Dargo.
“Lihatlah! Lihatlah, Rama! Bagaimana aku akan menyetubuhi istrimu yang cantik ini. Bagaimana aku akan melakukannya dengan penuh kemesraan, dengan batang kejantananku yang besar dan perkasa ini, yang akan mampu menerbangkan sukma istrimu mencapai puncak nirwana bersama-sama denganku dalam badai gairah kami berdua.”
“Istrimu akan kubuat berkelojotan dalam badai gairah bercintanya. Istrimu akan selalu merindukan persetubuhan ini. Ia akan selalu membayangkan dan merindukan batang kejantananku yang besar dan panjang ini. Bagaimana Rama?”
Dengan lesunya Rama menjawab.
“Baik, Ki Dargo…. Setubuhilah istriku! Berilah ia kenikmatan yang tak bisa kuberikan. Buahilah kandungannya melalui ragamu, Ki…”
Entah bagaimana bisa Rama mengucapkan kata-kata demikian itu padahal batinnya bertolak belakang dengan ucapannya sendiri. Itu dikarenakan pengaruh ilmu penguasa sukma Ki Dargo yang amat ampuh untuk menundukkan setiap orang yang telah bersedia menjadi budaknya.
“Rama, kau berani bersumpah?” kata Ki Dargo lagi.
“Sumpah, Ki! Aku menikmatinya saat engkau menyetubuhi istriku dengan kebuasan gairah nafsumu. Silakan, Ki! Engkaulah yang dapat menolong kami dalam pengobatan ini….”
“Dargo, kau dengar izin dari suamiku? Kau berhak sepenuhnya atas tubuhku… Aku sangat ingin kau setubuhi…” desah Sinta spontan menanggapi perkataan suaminya.
Sangat kontras perbedaan antara Rama yang dengan hormatnya memanggil Ki kepada dukun sakti itu dengan istrinya yang sudah begitu intim dengannya sehingga cukup memanggil namanya.
Ibu muda cantik itu sudah tidak sabar lagi menunggu kemesraan yang akan diberikan oleh Ki Dargo. Ia dengan gelisah berkelojotan menanti sentuhan mesra dari Ki Dargo. Perempuan itu telah kecewa serta frustrasi karena saat ia bersenggama dengan suaminya, sang suami tak dapat menuntaskan dengan sempurna ke puncak nafsunya. Maka ia merengek-rengek memohon kepada Ki Dargo.
“Dargo, sayangku! Aku adalah budak nafsumu. Ayo, Dargo! Berilah aku kejantananmu yang hitam dan besar ini. Nikmatilah tubuhku, Dargo! Puaskanlah aku, Dargo! Aku kekasihmu yang selalu akan merindukan percintaan ini…”
Tentu serta merta rengekan ibu muda itu telah membuat dukun tua perkasa yang sakti itu tambah bergairah liar dan buas.
Meskipun usia Ki Dargo sudah 50 tahunan, daya tahan Ki Dargo tiada tandingannya dalam hal olah asmara gama. Sedangkan Rama yang baru berusia 35 tahun sangat jauh kemampuannya di bawah Ki Dargo. Sedangkan ibu muda cantik itu sedang ranum-ranumnya dan harum-harumnya, ibarat buah mangga yang matang. Di usianya yang ke-28 tahun, wanita seumur istri Rama itu sedang berada dalam puncak gairah birahinya. Ibarat sekuntum bunga mawar yang sedang mekar-mekarnya, yang mengeluarkan keharuman yang menyengat birahi setiap lelaki yang memandangnya.
Rama telah menyia-nyiakan bunga cantik itu. Karena kesalahannya sendiri, kini bunga cantik miliknya itu telah jatuh ke tangan dukun yang amat sakti mandra guna, Ki Dargo.
“Oh, betina cantikku, apakah kau ingin menikmati manisnya tubuhku? Ayo, jilatilah seluruh tubuhku dengan lidahmu, sayang… Di situ dirimu akan mendapatkan manis dan nikmatnya gairah nafsumu yang tak terbendung lagi.”
Dengan patuh dan penuh perasaan, perempuan itu menjilati sekujur tubuh Ki Dargo di hadapan suaminya sendiri. Bau badan dukun sakti itu begitu khas. Pada penciuman Rama, baunya hampir seperti bangkai tapi sebaliknya pada penciuman istrinya, bagaikan harum cendana. Keringatnya terasa bagaikan manisnya madu di lidah istri Rama.
Setelah sekujur tubuh dukun itu habis dijilati oleh ibu muda cantik itu, akhirnya sampailah perempuan cantik itu ke sumber sarang madu yang terletak di selangkangan dukun tua itu. Tubuhnya bergetar sangat hebat saat ia menjilati batang kejantanan Ki Dargo yang besar dan panjang. Di situlah terletak puncak sari madu yang dijanjikan sang dukun.
Batang kejantanan itu dengan perlahan dan pasti mulai tegak dengan gagah perkasa saat jemari lentiknya membelai dengan penuh perasaan. Tubuh Sinta bergetar hebat. Dinding vaginanya serasa berdenyut-denyut manakala hangatnya serta aroma khas kejantanan, yang besar panjang dan hitam legam itu terhirup hidungnya. Gelora kedutan batang kejantanan itu menjalari telapak tangannya.
“Oh, sayangku, Dargo! Cepatlah, terbangkan aku dalam badai gairah nafsu liarmu,” pinta Sinta dengan penuh harap.
Ki Dargo menjilati puting susu istrinya Rama yang cantik itu dengan lidahnya yang kasar. Dengan kedua tangannya yang kekar, Ki Dargo mulai membuka jalan pendakian dengan merentangkan kedua kaki budak nafsunya disertai dengan belaian yang memabukkan.
Ibu muda cantik itu mengerang nikmat dan manja saat batang yang besar dan perkasa itu mulai menyeruak bibir vaginanya yang sempit. Padahal batang kemaluan Ki Dargo ukurannya amat luar biasa besar dan panjang.
Istri Rama yang cantik itu berkelojotan saat kejantanan Ki Dargo digesek-gesekkan dengan lembut di sela-sela bibir vaginanya dengan menyenggol-nyenggolkan kepala kejantanannya pada klitoris perempuan itu. Dipegangnya erat-erat pantat dukun tua itu seolah tak mau kedua kelamin mereka terpisah.
Budak nafsu sang dukun itu kini mengerang nikmat dengan histeris saat kejantanannya masuk setengahnya ke dalam liangnya yang sempit.
“Oh, yeah! Enak… eeenak, Dargo!”
Perih bercampur dengan kenikmatan serasa mengalir dari ujung jari kaki hingga ke ubun-ubunnya.
“Oh, Dargo, ammmmpuuuun, ammmpuuuun! Tuanku yang perkasa, cepat benamkanlah diriku dalam badai gairah nafsumu, Dargo.”
Ibu muda cantik itu kini menceracau tak karuan saat batang kejantanan sang dukun itu menghentak-hentak ke dasar rahimnya. Sempurnalah kini kepasrahan Rama sang suami saat ia melihat istrinya berkelojotan disetubuhi Ki Dargo dengan permainan yang meluluhlantakkan tubuh istrinya yang cantik.
Kini Rama menyadari kelemahan dirinya yang tak setangguh Ki Dargo. Ada rasa minder menghinggapi dirinya, baik dari segi keperkasaan maupun ukuran kemaluannya yang jauh di bawah Ki Dargo. Ia malah ikut menikmati persetubuhan istrinya dengan sang dukun sakti itu.
Kini Ki Dargo mencapai puncaknya bersama-sama dengan budak nafsunya yang cantik itu.
“Yeeeeah….!!!!” geramnya dengan suara yang berat memenuhi ruangan itu.
Croot….. croot…..
Tubuh istrinya yang cantik itu bergetar hebat saat air kenikmatan sang dukun menyemburkan kehangatan ke dalam liang senggama milik istrinya. Perempuan itu mendesis nikmat. Rasanya sampai ke ubun-ubun. Ki Dargo ikut terbeliak biji matanya saat batang kejantanannya diurut-urut oleh kedutan vagina yang sempit dan peret milik istri Rama. Nikmat sekali! Benar-benar persetubuhan yang sempurna!
Ibu muda cantik itu masih dalam keadaan tertindih di bawah tubuh kekar milik Ki Dargo untuk meresapi kenikmatan yang meluluhlantakkan sukma dan raganya. Ki Dargo pun belum mau mencabut batang kejantanannya dari lubang kenikmatan itu.
Ia masih merasakan betapa panjang dan lamanya kedutan vagina ibu muda yang cantik ini. Otot-otot vaginanya masih mengurut-urut batang kejantanannya yang tak pernah melemas walaupun telah meledakKan lahar panasnya.
Itu semua berkat ramuan yang diolahnya beserta mantera-mantera Asmara Gama yang dirapalkannya saat menyetubuhi ibu muda cantik istri Rama itu. Perempuan itu kini telah menjadi budak yang setia dan patuh padanya. Ki Dargo berbisik dengan mesranya di kuping Sinta.
“Apakah kau menikmati kejantananku, sayang?”
“Ya, tuanku yang perkasa! Aku menikmatinya. Aku akan selalu menikmatinya bersamamu dan juga bersama makhluk yang bertanduk itu. Kalian berdua telah mebuka mata hatiku. Selama ini hanyalah kegersangan yang kudapatkan dari suamiku. Kini aku tahu betapa dahsyatnya kenikmatan yang telah kalian berdua berikan kepadaku. Oh, kekasih perkasaku, Tuan Dargo… Aku puas. Terima kasih, Tuan. Aku sangat menikmati disetubuhi olehmu,” kata istri Rama sungguh-sungguh sambil menatap dalam-dalam mata Ki Dargo yang menindih tubuhnya.
Ki Dargo sangat senang mendengar pengakuan gundiknya yang tulus itu. Dikecupnya kening dan bibir istri Rama itu.
“Baiklah! Engkau akan segera mendapatkan anak dengan bantuan air maniku yang telah menyuburkan air mani suamimu saat ia tanamkan ke dalam rahimmu,” kata Ki Dargo.
“Air maniku akan mendewasakan air mani suamimu yang encer itu. Dengan masuknya air maniku ke dalam rahimmu, kau akan hamil, sayangku,” kata Ki Dargo sambil mengelus-elus rambut ibu muda itu dengan lembut.
Dengan mengerang manja, ibu muda cantik itu memeluk erat tubuh kekar dukun sakti itu. Ia mengerang kenikmatan karena batang kejantanan Ki Dargo mengayun dan menghentak-hentak lembut di liang vaginanya saat berbisik di telinganya. Ujung kejantanan itu berkedut-kedut di pintu dasar rahimnya.
Dengan masih terbenamnya batang kemaluannya di liang ibu muda Sinta, Ki Dargo memanggil suami perempuan itu.
“Rama, kemarilah! Cumbuilah istrimu ini. Ayo, cepat!”
Dengan patuhnya Rama menjalani perintah itu. Ia mendekati sepasang manusia berbeda kelamin yang sedang bersetubuh itu dari atas kepala si perempuan.
“Ciumlah bibirnya, Rama!”
Rama pun mecium bibir istrinya. Sinta membalasnya dengan ciuman yang mesra pula.
Sementara suami istri itu berciuman bibir dengan romantisnya, Ki Dargo dengan perlahan mulai menggenjot liang kenikmatan perempuan itu. Dukun sakti itu kembali menyetubuhi Sinta yang sedang bermesraan dengan suaminya!
“Ayo, Rama, hisaplah puting susunya!” perintah Ki Dargo setelah mereka berada dalam posisi itu selama beberapa menit.
Dengan patuhnya Rama mengisap-isapnya sehingga istrinya menggelinjang kenikmatan dengan mengeluarkan suara desahan-desahan birahi.
“Oh, sayangku, oh tuanku yang perkasa, Dargo darrrrrgo, ammmmpun… Oh yeah, dargo kekasihku yang perkasa, akuuuu sudah mau keluar. Cepat hempaskanlah aku dalam pusaran badai nafsumu.”
Ibu muda itu sudah tak menghiraukan lagi Rama walaupun suaminya itu ikut juga mencumbuinya. Baginya, keintimannya dengan Ki Dargo lah yang memberinya kepuasan total. Dengan menceracau tak keruan perempuan itu berbisik pada suaminya.
“Oh, Mas Rama, batang kejantanan Ki Dargo ini enak, Mas. Aku senang disetubuhi olehnya. Aku akan selalu merindukan kenikmatan ini, Mas…” kata perempuan itu membuat pengakuannya yang jujur sambil menatap dalam-dalam suaminya.
Kata-katanya segera terputus dan matanya kembali terpejam karena menahan kenikmatan dari genjotan Ki Dargo pada lubang kelaminnya. Ia hanya menggenggam erat-erat kedua tangan suaminya sambil memasrahkan tubuhnya kepada dukun durjana itu.
Rama hanya bengong tak bisa berbuat apa-apa seperti orang bodoh melihat istrinya yang sedang berjuang mendapatkan puncak kenikmatan. Peluh istrinya beserta peluh Ki Dargo tampak sudah bersatu menyelimuti tubuh keduanya. Ia lalu sedikit menjaga jarak supaya tak mengganggu Ki Dargo yang sedang asyik menyebadani istrinya yang cantik itu. Dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri betapa bahagianya istrinya dibawa Ki Dargo mengarungi samudera birahi. Ia hanya bisa ikut bahagia melihat istrinya seperti itu.
Memang perempuan itu hanya akan menikmati rasa manis madu birahi dari sang dukun Ki Dargo. Satu-satunya manusia laki-laki yang telah membuat dirinya melambung kembali ke awang-awang indahnya persetubuhan. Kenikmatan yang tak pernah didapatkannya dari suaminya yang loyo. Ki Dargo menggeram hebat lagi saat ia melepaskan lahar panasnya.
“Ayo, budak nafsuku, nikmatilah kejantananku! Ayooo, yeeeah, yeah!! Ayo, cantikku! Mana yang jantan, aku atau Rama? Ayo, jawablah, budak manisku…” kata Ki Dargo dengan kurang ajarnya.
“Oh, yeeah…. ammmmpuuun! Engkaulah yang jantan, Darrrrgoooo…..!!!” jerit Sinta histeris di depan mata suaminya.
Maka jebollah bendungan lahar panasnya Ki Dargo. Panas dirasakan oleh istrinya Rama di dalam perutnya sampai ke ubun-ubun.
Segera dilepaskannya genggaman tangannya pada suaminya. Kedua tangannya serta merta berganti memeluk tubuh Ki Dargo erat-erat. Perempuan itu tampak mencapai orgasme yang kesekian kalinya di tangan dukun tua itu.
Vaginanya terasa berkedut-kedut sehingga memijat-mijat penis Ki Dargo yang masih menyemprotkan air maninya. Dengan tubuh berkelojotan dan mata mendelik ke atas, ibu muda itu menerima kenikmatan yang amat dahsyat dari sang perkasa dukun sakti mandra guna.
Keduanya lantas berciuman bibir dengan nafsunya, seperti dua orang yang sudah lama sekali tak bertemu. Batang kemaluan Ki Dargo masih berdenyut-denyut memompa sisa-sisa air kenikmatannya di dalam liang kemaluan istri Rama. Vagina perempuan itu pun masih memijat-mijat batang kelamin kekasihnya. Keduanya berpelukan erat sekali. Kedua mulut mereka terus bersatu saling bertukar ludah dan membelit lidah.
Mereka berdua bertahan pada posisi itu selama sepuluh menit, sebelum keduanya lalu tidur berpelukan dalam keadaan bugil. Rama melihat senyuman manis menyungging di bibir istrinya. Nampak sekali betapa bahagianya perempuan yang disayanginya itu! Ki Dargo pulas sambil mengeluarkan dengkuran yang sangat keras tapi ibu muda Sinta tampak sama sekali tak terganggu di dalam pelukannya.
Rama hanya duduk merapat ke pojok kamar sambil terus memperhatikan istrinya yang terlelap telanjang bulat di dalam dekapan Ki Dargo yang juga bugil. Ia tak mau mengganggu ketenangan dan kebahagiaan mereka berdua.
Lebih dari dua jam kemudian barulah keduanya bangun. Istri Rama segera mengenakan kembali semua pakaiannya tanpa membersihkan dirinya sama sekali. Tibalah saatnya suami istri itu berpamitan pulang sambil mengucapkan terima kasih kepada Ki Dargo.
TAMAT
6/28/2011
Selamat Datang Aris Dan Paman Arjo! - bag. III
Seminggu ini rasanya aku selalu tersenyum. Belajar lebih semangat meskipun konsentarsi belu terfokus. Khayalanku tidak lagi terlalu mengembara. Paling-paling aku cukup membagi konsentrasiku antara belajar dengan mengingat kebaikan Fizkar di sekolah. Aris? Lupakan dulu! Ia bukan untukku ...
“Besok kita ke Monas, yuk!” tawar Fizkar di kelas padaku. Hari itu hari Sabtu.
“Mau apa ke sana?” tanyaku polos.
“Yah, rekreasi lah ... kan libur!” bibirnya sengaja dimonyongkan. Lucu! Tapi tetap jantan ...
“Mahal?” tanyaku lugu. Belasan tahun di Jakarta aku baru sekali ke Monas. Itu program MOS waktu aku baru masuk SMA ini. Saat itu dipungut bayaran cukup besar karena ada tiga tempat yang dikunjungi. Lubang Buaya, Museum Teknologi, dan Monas. Aku tidak tahu harga tiket masing-masing tempat.
“Gratis! Kita nggak usah masuk ke dalamnya cukup duduk-duduk di taman. Ongkos gue yang tanggung!” Fizkar memainkan alisnya. Oke tampan! Aku tak akan menolak ajakanmu! Apalagi kamu janji akan menjemput. Wah, laksana puteri raja ...
Minggu ...
Aku sudah berada di halte bersama Fizkar. Secara tidak sengaja aku melihat Aris sekelebatan. Ia membuntuti kami? Kuharap Fizkar tidak melihatnya. Aku tak ingin terjadi kekerasan antara keduanya.
Bus yang ditunggu datang.
Fizkar membimbingku duduk di kursi belakang. Kulihat Aris muncul dari balik gang. Ia sudah tahu kalau aku hari ini dengan Fizkar hendak ke Monas.
Kami duduk dekat jendela. Fizkar merengkuhku penuh kasih. Masih ngerikah aku dengan orang seperti ini?
Sepanjang jalan ia menyebutkan nama-nama wilayah yang dilewati bus yang kami tumpangi. Seperti seorang guide terhadap turis asing. Aku sangat berterima kasih. Meski tidak langsung hafal tetapi aku sudah pernah tahu wilayah-wilayah yang selama ini hanya bisa sekadar aku dengar.
Satu jam dalam perjalanan kurasakan kepalaku mulai pusing. Perutku mulai berontak. Aku mabuk perjalanan. Kebiasaan yang sangat memalukan! Ini salah satu penyebab aku tidak suka berpergian ...
“Mau muntah, Ro?” tanya Fizkar saat melihatku pucat dan berkeringat dingin. Aku mengangguk lemas. Fizkar mengajakku turun. Tujuan kami masih jauh. Namun, aku lebih nyaman kalau segera turun dari bus ini.
Kami turun di sebuah halte. Lega sekali. Perasaan ingin muntah agak berkurang. Fizkar mengeringkan dahi dan leherku dari keringat. Lembut. Untung tidak ada orang lain di halte itu.
Perjalanan dilanjutkan kembali setelah aku benar-benar merasa baik.
Di monas ...
Kami mencari tempat yang paling teduh dan jauh dari keramaian orang yang juga sedang bersantai. Fizkar merapatkan tubuhnya yang hangat. Aku menikmatinya. Akh ... kami seperti orang yang berpacaran. Apakah Fizkar tidak menyadarinya?
“Ro! Boleh gue cerita banyak tentang diri gue ke elo?” tiba-tiba Fizkar berbicara berbisik. Aku mengangguk dengan beribu tanya. Fizkar merebahkan kepalanya di pangkuanku. Diraihnya tanganku dan dibimbingnya supaya membelai kepalanya yang ditumbuhi rambut keriting pendek. Aku menyayanginya. Kubelai.
Fizkar sama seperti aku. Dia anak ketiga dari tiga bersaudara. Namun, kakaknya lelaki semua. Abangnya yang pertama meninggal dunia karena over dosis saat berusia sembilan belas tahun. Abangnya yang kedua masuk penjara akibat terlibat pembunuhan terhadap rekan kerja abangnya yang sulung, yang menurutnya telah menyeret abngnya ke dunia obat-obatan terlarang. Ayahnya tidak kuat menghadapi semua itu hingga sakit dan meninggal. Ibunya setahun kemudian menyusul ayahnya. Fizkar diasuh pamannya, adik ayahnya. Saat itu ia berusia sebelas tahun.
Sejak itu Fizkar menjadi anak yang pendiam. Padahal sebelumnya ia dikenal sebagai anak yang banyak bicara dan selalu bergerak. Perubahan ini berlangsung hingga ia masuk SMP. Pamannya sengaja menyekolahkannya di sekolah yang jauh dari rumah orang tua Fizkar. Tujuannya untuk menghindari Fizkar berteman dengan anak-anak yang mengetahui episode hitam keluarga tersebut.
Suatu hari dalam perjalanan pulang sekolah ia diisengi oleh sekelompok siswa STM. Ia yang sendirian tiba-tiba dibekap dari belakang oleh salah seorang di antara mereka. Yang lain memegangi tangan dan kakinya. Ada juga yang menelanjanginya hingga bugil. Tak berhenti di situ, salah seorang di antaranya mempermainkan kontol Fizkar dan mengocoknya hingga muncrat. Mereka meninggalkan Fizkar sambil tertawa-tawa. Bara dendam muncul di dada Fizkar. Suatu hari ia berjumpa dengan anak STM yang mengocok kontolnya. Ia menghajar dan membuat kepalanya bocor. Hanya dengan tangan kosong.
Ia diamankan di kantor polisi. Ia tidak mau menceritakan kejadian yang sebenarnya. Malu. Parahnya, anak STM itu justru memberikan kesaksian seolah-olah ia diperlakukan seperti itu tanpa ada sebab atau kesalahan yang ia lakukan. Fizkar menginap dua hari di kantor polisi. Pamannya menjemputnya tanpa berbicara dengannya sama sekali. Fizkar menjadi semakin pendiam.
Fizkar dikeluarkan dari sekolah akibat kasus tersebut. Ia dimasukkan pamannya ke sebuah SMP milik sebuah yayasan yang cukup terkenal. Sayangnya, masalah kembali datang. Seusai mata pelajaran olahraga saat berganti pakaian, anak ketua yayasan yang sekelas dengannya membuat masalah. Kontol Fizkar dipegang-pegangnya di depan beberapa teman yang lain. Fizkar marah. Dipelintirnya tangan anak itu hingga menjerit. Cerita yang beredar hingga patah. Dalam kesaksian, keempat teman yang berada di tempat kejadian menyebutkan bahwa Fizkar memaksa meminta uang pada anak itu. Karena tidak diberi, Fizkar memelintir tangannya. Fizkar tidak mau menceritakan yang sebenarnya. Lagi-lagi karena malu.
“Mengapa kamu tidak ungkapkan kejadian yang sebenarnya?” tanyaku penasaran.
“Elo pikir mereka akan percaya? Gue nggak punya saksi yang menguatkan alasan gue. Gue sendirian. Orang masih lebih suka mengaitkan gue dengan kedua abang gue. Mereka bilang dari tampang gue udah kelihatan penjahatnya! Padahal orang yang gue beri pelajaran itulah biang keroknya. Homo-homo sialan!” makinya. Aku langsung membuang muka. Aku juga homo, Fiz! Rutukku dalam hati.
“Gue akan hajar orang yang macem-macem sama kontol gue! Kontol gue itu hal yang paling pribadi. Kalau ada yang mau macem-macem ke kontol gue berarti dia harus berhadapan dengan ini!” Fizkar mengepalkan tangannya. Kepalan seorang petarung. Aku jadi gelisah. Lalu hubungan apakah yang terjadi antara aku dengan kamu saat ini, Fiz?
“Elo nggak usah takut, Ro! Gue memang punya penampilan seperti berandalan. Tapi menghadapi orang yang lembut seperti elo, gue bisa lembut juga ...” ucapannya memang sudah terbukti.
Lalu bagaimana dengan harapanku terhadap kontol Fizkar? Haruskah berakhir seperti dengan Aris? Kedekatan antara dua lelaki tetapi tanpa aktivitas seksual. Aku homo sejati! Tak mungkin aku bertahan dengan persahabatan seperti itu ...
“Kita mutar-mutar, yuk!”
Fizkar bangkit berdiri. Dengan ujung mataku kuperhatikan tonjolan di depan celananya. Terlihat sangat menggunung. Menggairahkan!
Akh! Harapan itu kembali punah ...
“Fiz ...” sebutku. Fizkar tak jadi melangkah.
“Ada apa , Ro?”
“Kamu tahu kan kalau aku homo?” tanyaku berat. Fizkar tertawa.
“Tahu! Sekali lihat gue tahu elo hombreng ... ha ... ha ....” tawanya membuatku perih.
“Terus ... kenapa elo masih mau berteman dengan gue?” tanyaku ingin kepastian.
“Memang elo teman gue?” ungkitnya. Degggh ... lalu apa?
“Maaf, ... aku ke-ge er-an. Aku pikir kamu menganggapku teman ...” pedihnya ...
“Elo bukan teman gue ... tapi ... pacar gue, Ro!” aku menatapnya sendu. Bukan waktunya bergurau ...
“Pacar? Kamu mau pacaran dengan hombreng?” kugunakan istilah yang ia pakai.
“Kaum homo orang-orang yang tersisih. Gue juga tersisih. Kenapa gue nggak membahagiakan orang yang senasib dengan gue?”
“Kamu kan tak akan mau memberikan milikmu yang paling pribadi ... sedangkan orang-orang seperti aku sangat menginginkannya ...” Hueksss ... malu juga berbicara seperti itu. Namun, aku tak ingin memungkiri. Tak ada homo yang tidak menginginkan kontol!
“Maksud elo ini ...?” Fizkar memegangi kontolnya yang masih terbungkus celana. Aku menunduk. Memalukan sekali. Rendah kamu, Ro!
“Akan tiba waktunya ... tapi nggak sekarang! Gue benci orang-orang yang melecehkan gue sebelumnya. Mereka mengincar kontol gue buat dilecehkan. Elo bayangin laki-laki dikocok kontolnya tanpa bisa melakukan perlawanan. Mereka yang melihat hanya tertawa. Bagimana kalau hal itu terjadi pada diri mereka sendiri? Masih bisa tertawa?” wajah Fizkar mengeras. Aku memahami. Betapa hancurnya laki-laki jika dilecehkan dan ditertawakan ...
“Sabar, ya Ro! Gue pasti jadi milik elo ...” Fizkar memegangi pundakku. Mencium pipiku. Untuk yang kesekian kalinya.
Semoga ...
Kedekatanku dengan Fizkar kian erat. Bahkan, kini setiap pulang sekolah aku bisa lebih sore dibandingkan Aris. Apalagi yang kulakukan kalau bukan berduaan dengan Fizkar? Mengobrol di beberapa sudut sekolah, berjalan-jalan ke toko kaset, toko buku, atau pasar loak. Aku juga sudah beberapa kali diajak ke rumah pamannya. Namun, lebih sering dia yang ke rumahku karena keadaan rumahku lebih sepi. Selama kedekatan itu sayangnya belum pernah terjadi sesuatu yang sangat aku harapkan. Menikmati kehangatan dan kejantanan kontol Fizkar!
“Toro ... kamu sudah mendengar berita terbaru tentang Fizkar?” tanya Aris berbisik. Aku menautkan alisku. Aku selalu bersama Fizkar dan sampai saat ini keadaanku baik-baik saja. Bahkan, kurasakan jauh lebih baik daripada kehidupanku sebelumnya yang sunyi.
“Tentang apa?” balasku bertanya.
“Berita yang aku dengar kemarin menyebutkan bahwa Fizkar pernah menjadi selingkuhan Mamanya Doni, anak kelas II Sosial 4 ...!” Hah! Sadis sekali berita itu!
“Sepertinya siswa-siswa di sekolah kita mempunyai bakat yang besar untuk menjadi pekerja-pekerja infotainment, deh! Biang gosip semua!” cibirku.
“Kamu bisa klarifikasi ke Fizkar, Ro! Aku juga nyaris tidak mempercayai berita tersebut ...” kata Aris ragu.
“Nyaris?” aku mempertanyakan ucapannya.
“Ya! Doni sendiri membenarkan cerita itu. Ia pernah memergoki mereka. Saat itu Fizkar belum masuk sekolah kita. Kini orang tua Doni bercerai. Dan ... Doni akan membuat perhitungan dengan Fizkar ...!” Aris kembali berbisik. Benarkah? Fizkar merusak rumah tangga orang? Aku akan coba mencari tahu kebenaran cerita tersebut ...
Di kamarku sepulang sekolah ...
Aris masih sibuk dengan kegiatan tambahannya. Fizkar berbaring di sisiku. Ia bertelanjang dada. Kekar sekali. Khas lelaki maskulin.
“Kamu sudah mendengar berita terbaru di sekolah, Fiz?” tanyaku hati-hati.
“Gosip?” ejeknya.
“Tentang kamu, lho!” rajukku. Kuusap dadanya yang bidang dengan lembut. Fizkar tidak keberatan aku menyentuh bagian-bagian tubuhnya yang semua kukagumi, kecuali satu. Kontolnya ...
“Ya ... tetapi aku tidak mau percaya begitu saja ...” jelasku. Aku ingin ia nyaman bersamaku.
“Masalah apa?” tanyanya penasaran. Kutatap matanya. Si jantan bermata elang ini meredupkan matanya. Ia ingin meyakinkan bahwa aku dapat menceritakan berita itu dengan nyaman. Tak ada ancaman.
“Kamu pernah menjadi selingkuhan?” pancingku. Akh, dadaku berdebar. Fizkar menghela nafas. Ia tidak langsung menjawab pertanyaanku. Ia mengambil posisi duduk bersandar di atas tempat tidurku.
“Tante Yosie menjebak gue ...” desahnya, “Kami bertemu di sebuah warung bakso. Waktu itu gue lagi bolos sekolah. Kami mengobrol. Ia menawarkan minuman yang sudah ditaburi serbuk obat. Supaya tidak depresi katanya. Gue yang memang lagi banyak masalah tidak menolaknya. Kami terus berbicara. Pembicaraan mulai menjurus ke hal-hal yang berbau seks. Gue sange’. Ngaceng berat. Obat perangsang itu sudah bekerja. Tante Yosie membawa gue ke rumahnya. Gue tidak bisa menolak ajakannya. Kontol gue benar-benar tidak bisa diajak kompromi ...”
“Terus ...” aku penasaran. Keingintahuanku berbaur dengan rangsangan. Ini cerita tentang petualangan kontol Fizkar!
“Gue entot dia berkali-kali. Gue heran, kontol gue ngaceng terus. Apalagi Tante Yosie terus memutarkan bokep. Hingga kami lupa waktu. Doni pulang. Dia tidak melihat persetubuhan itu. Namun, saat gue diantar mamanya ke depan pintu gerbang dia melihat gue. Gue yakin dia sudah bisa menyimpulkan sesuatu yang terjadi antara gue dengan mamanya ...”
“Terus? ...” cecarku lagi. Kali ini benar-benar penasaran.
“Beberapa hari kemudian gue dijemput polisi dari sekolah. Di kantor polisi sudah menunggu Tante Yosie dan suaminya, papanya Doni. Gue tidak tahu posisi gue sebagai apa. Gue mengakui perbuatan gue dan Tante Yosie. Namun, gue tidak menceritakan masalah obat perangsang itu. Lagi-lagi gue malu. Gue rasa orang lain tidak perlu mengetahui kebodohan gue! Tante Yosie tidak berkata apa-apa saat suaminya mengatakan cerai.Gue sendiri langsung dipindahkan paman gue setelah pembagian rapor. Itu juga karena tekanan dari pihak sekolah. Namun, sebelum pindah paman gue minta supaya gue dinyatakan naik dan masuk program Fisika. Dia berharap gue bisa berada di lingkungan belajar yang serius.”
“Jadi benar ...” gumamku seolah-olah tidak percaya.
“Sekarang terserah elo, Ro! Elo mau membenci gue seperti yang lain silahkan! Gue sadar, gue bukan orang yang pantas dibela dan dipercayai ...” pasrah kudengar kata-kata Fizkar.
“Kamu dijebak, Fiz! Kalau dalam keadaan sadar kamu pasti tidak akan melakukannya ... mungkin ...” hiburku ragu. Fizkar tidak menginginkannya?
“Nafsu gue besar, Ro! Namun, tidak sebesar rasa kebencian dan kemarahan gue pada orang-orang di sekitar gue. Yang jelas, tanpa obat perangsang itu pun gue tetap akan ngentot dengan Tante Yosie. Gue akan buktikan bahwa kontol gue yang selalu jadi bahan pelecehan mampu menaklukkan nafsu keperempuanan dan kejalangannya!” Wajah Fizkar mengeras. Api berkobar-kobar di matanya yang tajam. Bukan nafsu seks yang membuatnya melakukan itu! Kebencian!
“Maaf, aku hanya bermaksud mencari kejelasan dari kamu ...” ucapku lirih.
“Gue bukan perjaka lagi, Ro! ... Elo masih menginginkannya?” Fizkar meletakkan tanganku di atas kontolnya. Besar sekali! Padahal belum ngaceng! Glekk ... aku malu menjawabnya. Kontol Paman Arjo yang sudah bertahun-tahun dimasukkan ke istrinya saja aku sangat bernafsu, apalagi kontol Fizkar yang baru dipakai beberapa kali ke Tante Yosie?
Aku usap perlahan benda pribadi Fizkar itu.
“Isep, Ro!” sebuah perintah sekaligus bentuk pembolehan. Kini saatnya!
Kuraih batang bulat panjang yang besar dan mulai menegang itu. Kuciumi. Kusapukan lidahku ke seluruh bagian dan lekuk-lekuknya. Kepalanya. Lingkar cincinnya. Batangnya yang panjang penuh ukiran ototnya. Kedua benda bulat yang menggantung menggairahkan. Segar! Kusibak rerimbunan hitam di pangkal kemaluan Fizkar. Kuhisap batang kontolnya. Kupijat dengan lingkar mulutku. Kujilati penuh nafsu. Fizkar berulang mendesah. Sesekali mengelepar saat ku sentuh perbatasan zakar dan duburnya dengan ujung lidahku.
“Terus, Ro! Sampai keluar!” pintanya. Hampir setengah jam aku memuluti kontolnya. Belum pernah aku mengoral kontol selama itu. Mulutku mulai pegal. Kulepas batang hitam membara itu dari mulutku. Kuraih dengan tanganku. Kukocok perlahan. Terus. Ritme kocokan agak kupercepat. Terus. Lebih cepat lagi. Terus. Semakin cepat ...
“Aaaarrrggghhh ....!” CROTTTT ... CROTTT ... CROTT ... CROT ...
Hening.
“Enak, Fiz?” tanyaku manja. Fizkar tersenyum. Manis sekali. Diraihnya kepalaku ke arahnya. Diciuminya bibir dan seluruh wajahku.
“Terima kasih, Ro!” bisiknya di belakang telingaku menggelitik. Geli. “Mau lagi?” pertanyaan atau permintaan?
“Nggak capek?” tanyaku lugu. Ia tersenyum lagi. Ia pagut bibir dan lidahku bergantian seraya melepaskan pakaianku. Kami kini sama-sama telanjang.
“Elo kan belum gue keluarin ...” tangannya meremas halus kontol kecilku. Ouch! Nikmatnya berada dalam genggaman tangan kekar itu ...
Fizkar menindihku. Dia mengangkat kakiku dan merentangkannya. Ohh, jangan ...
“Gue bikin elo lebih enak lagi ...” ia ludahi lubang anusku. Ia arahkan kontolnya yang sudah kembali ngaceng ke duburku. JANGAAAAN!
Aku teringat kejadian di toilet itu. Sakit sekali! Padahal Hendra hanya memasukkannya sekali dan sebentar. Kali ini pasti akan lama ... Apalagi kontol Fizkar jauh lebih besar dan panjang ...
“Rileks, Ro!” Fizkar menyadari kalau aku ketakutan. Tubuhku gemetar hebat. Fizkar menghentikan serangannya. Keringat dingin mengucur di tubuhku. Aku pucat.
“Elo sakit, Ro?” tanya Fizkar khawatir. Dia usapkan tangan ke dahiku.
“Aku takut sakit, Fiz ... Kontol kamu besar sekali ...” aku memelas. Mudah-mudahan Fizkar tidak kecewa.
“Pelan-pelan ...” bisiknya menenangkan.
“Kalau sakit, berhenti ya! Jangan diteruskan ... “ pintaku memohon. Ia mengangguk. Ia ciumi leherku dan memilin lembut putingku. Aku terangsang sekali. Kurasakan kontol Fizkar kembali mengarah ke duburku. Kubiarkan.
“Sakit ...?” tanya Fizkar memastikan. Aku menggeleng. Kontol Fizkar baru menekan. Belum bisa masuk. Kucoba pasrah. Aku ingin Fizkar menikmati lubang yang kumiliki.
“Pelan, Fiz ...” pintaku. Lubangku terasa tersingkap. Benda keras hangat itu telah menembus meskipun baru sedikit. Aku tahan rasa sakitku. Lubang anusku terlalu kecil untuk kontol Fizkar yang dahsyat itu.
“Terusin tidak, Ro? ...” Fizkar meminta kepastian. Baru kepala kontolnya yang masuk Air mataku sudah meleleh. Air mata kesakitan ...
Aku peluk leher Fizkar. Kusembunyikan segala rasa sakit itu.
“Terus, Fiz ... aku sangat ingin ...” kuciumi leher dan telinganya yang berkeringat maskulin. Kontol itu semakin menembus. Terus, Fiz! Biar aku kesakitan yang penting kamu menikmatinya. Terus kusembunyikan wajahku yang penuh rasa kesakitan di lehernya. Kuacak-acak rambut keriting Fizkar yang pendek.
“Ro! Sudah masuk semua ...!” wajah Fizkar tersenyum bahagia. Ada kebanggaan di sorot matanya. Kontolnya yang besar mampu menaklukkan duburku yang sempit. Aku juga tak percaya. Namun, aku merasakan pantatku penuh sekali ... juga hangat! Aku tidak bisa menyembunyikan senyumku. Kudorong tubuhnya sambil kuremas dada dan perutnya yang datar kencang.
“Entot pelan-pelan, ya? Biar enak ...” pintaku binal. Fizkar tidak menyahuti ucapanku. Hanya pantatnya yang maju mundur dengan penuh perasaan. Aku berusaha menjepit dan memijat batang yang keluar masuk itu dengan otot pelepasanku. Fizkar membuka mulutnya. Mendesah penuh kenikmatan! Aaarrgghh ...
Kontol itu terus mengaduk-aduk liang belakang kenikmatanku. Kadang perlahan kadang memacu. Dua kali aku ejakulasi. Dan aku tak ingin itu terhenti!
“Besok kita ke Monas, yuk!” tawar Fizkar di kelas padaku. Hari itu hari Sabtu.
“Mau apa ke sana?” tanyaku polos.
“Yah, rekreasi lah ... kan libur!” bibirnya sengaja dimonyongkan. Lucu! Tapi tetap jantan ...
“Mahal?” tanyaku lugu. Belasan tahun di Jakarta aku baru sekali ke Monas. Itu program MOS waktu aku baru masuk SMA ini. Saat itu dipungut bayaran cukup besar karena ada tiga tempat yang dikunjungi. Lubang Buaya, Museum Teknologi, dan Monas. Aku tidak tahu harga tiket masing-masing tempat.
“Gratis! Kita nggak usah masuk ke dalamnya cukup duduk-duduk di taman. Ongkos gue yang tanggung!” Fizkar memainkan alisnya. Oke tampan! Aku tak akan menolak ajakanmu! Apalagi kamu janji akan menjemput. Wah, laksana puteri raja ...
Minggu ...
Aku sudah berada di halte bersama Fizkar. Secara tidak sengaja aku melihat Aris sekelebatan. Ia membuntuti kami? Kuharap Fizkar tidak melihatnya. Aku tak ingin terjadi kekerasan antara keduanya.
Bus yang ditunggu datang.
Fizkar membimbingku duduk di kursi belakang. Kulihat Aris muncul dari balik gang. Ia sudah tahu kalau aku hari ini dengan Fizkar hendak ke Monas.
Kami duduk dekat jendela. Fizkar merengkuhku penuh kasih. Masih ngerikah aku dengan orang seperti ini?
Sepanjang jalan ia menyebutkan nama-nama wilayah yang dilewati bus yang kami tumpangi. Seperti seorang guide terhadap turis asing. Aku sangat berterima kasih. Meski tidak langsung hafal tetapi aku sudah pernah tahu wilayah-wilayah yang selama ini hanya bisa sekadar aku dengar.
Satu jam dalam perjalanan kurasakan kepalaku mulai pusing. Perutku mulai berontak. Aku mabuk perjalanan. Kebiasaan yang sangat memalukan! Ini salah satu penyebab aku tidak suka berpergian ...
“Mau muntah, Ro?” tanya Fizkar saat melihatku pucat dan berkeringat dingin. Aku mengangguk lemas. Fizkar mengajakku turun. Tujuan kami masih jauh. Namun, aku lebih nyaman kalau segera turun dari bus ini.
Kami turun di sebuah halte. Lega sekali. Perasaan ingin muntah agak berkurang. Fizkar mengeringkan dahi dan leherku dari keringat. Lembut. Untung tidak ada orang lain di halte itu.
Perjalanan dilanjutkan kembali setelah aku benar-benar merasa baik.
Di monas ...
Kami mencari tempat yang paling teduh dan jauh dari keramaian orang yang juga sedang bersantai. Fizkar merapatkan tubuhnya yang hangat. Aku menikmatinya. Akh ... kami seperti orang yang berpacaran. Apakah Fizkar tidak menyadarinya?
“Ro! Boleh gue cerita banyak tentang diri gue ke elo?” tiba-tiba Fizkar berbicara berbisik. Aku mengangguk dengan beribu tanya. Fizkar merebahkan kepalanya di pangkuanku. Diraihnya tanganku dan dibimbingnya supaya membelai kepalanya yang ditumbuhi rambut keriting pendek. Aku menyayanginya. Kubelai.
Fizkar sama seperti aku. Dia anak ketiga dari tiga bersaudara. Namun, kakaknya lelaki semua. Abangnya yang pertama meninggal dunia karena over dosis saat berusia sembilan belas tahun. Abangnya yang kedua masuk penjara akibat terlibat pembunuhan terhadap rekan kerja abangnya yang sulung, yang menurutnya telah menyeret abngnya ke dunia obat-obatan terlarang. Ayahnya tidak kuat menghadapi semua itu hingga sakit dan meninggal. Ibunya setahun kemudian menyusul ayahnya. Fizkar diasuh pamannya, adik ayahnya. Saat itu ia berusia sebelas tahun.
Sejak itu Fizkar menjadi anak yang pendiam. Padahal sebelumnya ia dikenal sebagai anak yang banyak bicara dan selalu bergerak. Perubahan ini berlangsung hingga ia masuk SMP. Pamannya sengaja menyekolahkannya di sekolah yang jauh dari rumah orang tua Fizkar. Tujuannya untuk menghindari Fizkar berteman dengan anak-anak yang mengetahui episode hitam keluarga tersebut.
Suatu hari dalam perjalanan pulang sekolah ia diisengi oleh sekelompok siswa STM. Ia yang sendirian tiba-tiba dibekap dari belakang oleh salah seorang di antara mereka. Yang lain memegangi tangan dan kakinya. Ada juga yang menelanjanginya hingga bugil. Tak berhenti di situ, salah seorang di antaranya mempermainkan kontol Fizkar dan mengocoknya hingga muncrat. Mereka meninggalkan Fizkar sambil tertawa-tawa. Bara dendam muncul di dada Fizkar. Suatu hari ia berjumpa dengan anak STM yang mengocok kontolnya. Ia menghajar dan membuat kepalanya bocor. Hanya dengan tangan kosong.
Ia diamankan di kantor polisi. Ia tidak mau menceritakan kejadian yang sebenarnya. Malu. Parahnya, anak STM itu justru memberikan kesaksian seolah-olah ia diperlakukan seperti itu tanpa ada sebab atau kesalahan yang ia lakukan. Fizkar menginap dua hari di kantor polisi. Pamannya menjemputnya tanpa berbicara dengannya sama sekali. Fizkar menjadi semakin pendiam.
Fizkar dikeluarkan dari sekolah akibat kasus tersebut. Ia dimasukkan pamannya ke sebuah SMP milik sebuah yayasan yang cukup terkenal. Sayangnya, masalah kembali datang. Seusai mata pelajaran olahraga saat berganti pakaian, anak ketua yayasan yang sekelas dengannya membuat masalah. Kontol Fizkar dipegang-pegangnya di depan beberapa teman yang lain. Fizkar marah. Dipelintirnya tangan anak itu hingga menjerit. Cerita yang beredar hingga patah. Dalam kesaksian, keempat teman yang berada di tempat kejadian menyebutkan bahwa Fizkar memaksa meminta uang pada anak itu. Karena tidak diberi, Fizkar memelintir tangannya. Fizkar tidak mau menceritakan yang sebenarnya. Lagi-lagi karena malu.
“Mengapa kamu tidak ungkapkan kejadian yang sebenarnya?” tanyaku penasaran.
“Elo pikir mereka akan percaya? Gue nggak punya saksi yang menguatkan alasan gue. Gue sendirian. Orang masih lebih suka mengaitkan gue dengan kedua abang gue. Mereka bilang dari tampang gue udah kelihatan penjahatnya! Padahal orang yang gue beri pelajaran itulah biang keroknya. Homo-homo sialan!” makinya. Aku langsung membuang muka. Aku juga homo, Fiz! Rutukku dalam hati.
“Gue akan hajar orang yang macem-macem sama kontol gue! Kontol gue itu hal yang paling pribadi. Kalau ada yang mau macem-macem ke kontol gue berarti dia harus berhadapan dengan ini!” Fizkar mengepalkan tangannya. Kepalan seorang petarung. Aku jadi gelisah. Lalu hubungan apakah yang terjadi antara aku dengan kamu saat ini, Fiz?
“Elo nggak usah takut, Ro! Gue memang punya penampilan seperti berandalan. Tapi menghadapi orang yang lembut seperti elo, gue bisa lembut juga ...” ucapannya memang sudah terbukti.
Lalu bagaimana dengan harapanku terhadap kontol Fizkar? Haruskah berakhir seperti dengan Aris? Kedekatan antara dua lelaki tetapi tanpa aktivitas seksual. Aku homo sejati! Tak mungkin aku bertahan dengan persahabatan seperti itu ...
“Kita mutar-mutar, yuk!”
Fizkar bangkit berdiri. Dengan ujung mataku kuperhatikan tonjolan di depan celananya. Terlihat sangat menggunung. Menggairahkan!
Akh! Harapan itu kembali punah ...
“Fiz ...” sebutku. Fizkar tak jadi melangkah.
“Ada apa , Ro?”
“Kamu tahu kan kalau aku homo?” tanyaku berat. Fizkar tertawa.
“Tahu! Sekali lihat gue tahu elo hombreng ... ha ... ha ....” tawanya membuatku perih.
“Terus ... kenapa elo masih mau berteman dengan gue?” tanyaku ingin kepastian.
“Memang elo teman gue?” ungkitnya. Degggh ... lalu apa?
“Maaf, ... aku ke-ge er-an. Aku pikir kamu menganggapku teman ...” pedihnya ...
“Elo bukan teman gue ... tapi ... pacar gue, Ro!” aku menatapnya sendu. Bukan waktunya bergurau ...
“Pacar? Kamu mau pacaran dengan hombreng?” kugunakan istilah yang ia pakai.
“Kaum homo orang-orang yang tersisih. Gue juga tersisih. Kenapa gue nggak membahagiakan orang yang senasib dengan gue?”
“Kamu kan tak akan mau memberikan milikmu yang paling pribadi ... sedangkan orang-orang seperti aku sangat menginginkannya ...” Hueksss ... malu juga berbicara seperti itu. Namun, aku tak ingin memungkiri. Tak ada homo yang tidak menginginkan kontol!
“Maksud elo ini ...?” Fizkar memegangi kontolnya yang masih terbungkus celana. Aku menunduk. Memalukan sekali. Rendah kamu, Ro!
“Akan tiba waktunya ... tapi nggak sekarang! Gue benci orang-orang yang melecehkan gue sebelumnya. Mereka mengincar kontol gue buat dilecehkan. Elo bayangin laki-laki dikocok kontolnya tanpa bisa melakukan perlawanan. Mereka yang melihat hanya tertawa. Bagimana kalau hal itu terjadi pada diri mereka sendiri? Masih bisa tertawa?” wajah Fizkar mengeras. Aku memahami. Betapa hancurnya laki-laki jika dilecehkan dan ditertawakan ...
“Sabar, ya Ro! Gue pasti jadi milik elo ...” Fizkar memegangi pundakku. Mencium pipiku. Untuk yang kesekian kalinya.
Semoga ...
Kedekatanku dengan Fizkar kian erat. Bahkan, kini setiap pulang sekolah aku bisa lebih sore dibandingkan Aris. Apalagi yang kulakukan kalau bukan berduaan dengan Fizkar? Mengobrol di beberapa sudut sekolah, berjalan-jalan ke toko kaset, toko buku, atau pasar loak. Aku juga sudah beberapa kali diajak ke rumah pamannya. Namun, lebih sering dia yang ke rumahku karena keadaan rumahku lebih sepi. Selama kedekatan itu sayangnya belum pernah terjadi sesuatu yang sangat aku harapkan. Menikmati kehangatan dan kejantanan kontol Fizkar!
“Toro ... kamu sudah mendengar berita terbaru tentang Fizkar?” tanya Aris berbisik. Aku menautkan alisku. Aku selalu bersama Fizkar dan sampai saat ini keadaanku baik-baik saja. Bahkan, kurasakan jauh lebih baik daripada kehidupanku sebelumnya yang sunyi.
“Tentang apa?” balasku bertanya.
“Berita yang aku dengar kemarin menyebutkan bahwa Fizkar pernah menjadi selingkuhan Mamanya Doni, anak kelas II Sosial 4 ...!” Hah! Sadis sekali berita itu!
“Sepertinya siswa-siswa di sekolah kita mempunyai bakat yang besar untuk menjadi pekerja-pekerja infotainment, deh! Biang gosip semua!” cibirku.
“Kamu bisa klarifikasi ke Fizkar, Ro! Aku juga nyaris tidak mempercayai berita tersebut ...” kata Aris ragu.
“Nyaris?” aku mempertanyakan ucapannya.
“Ya! Doni sendiri membenarkan cerita itu. Ia pernah memergoki mereka. Saat itu Fizkar belum masuk sekolah kita. Kini orang tua Doni bercerai. Dan ... Doni akan membuat perhitungan dengan Fizkar ...!” Aris kembali berbisik. Benarkah? Fizkar merusak rumah tangga orang? Aku akan coba mencari tahu kebenaran cerita tersebut ...
Di kamarku sepulang sekolah ...
Aris masih sibuk dengan kegiatan tambahannya. Fizkar berbaring di sisiku. Ia bertelanjang dada. Kekar sekali. Khas lelaki maskulin.
“Kamu sudah mendengar berita terbaru di sekolah, Fiz?” tanyaku hati-hati.
“Gosip?” ejeknya.
“Tentang kamu, lho!” rajukku. Kuusap dadanya yang bidang dengan lembut. Fizkar tidak keberatan aku menyentuh bagian-bagian tubuhnya yang semua kukagumi, kecuali satu. Kontolnya ...
“Ya ... tetapi aku tidak mau percaya begitu saja ...” jelasku. Aku ingin ia nyaman bersamaku.
“Masalah apa?” tanyanya penasaran. Kutatap matanya. Si jantan bermata elang ini meredupkan matanya. Ia ingin meyakinkan bahwa aku dapat menceritakan berita itu dengan nyaman. Tak ada ancaman.
“Kamu pernah menjadi selingkuhan?” pancingku. Akh, dadaku berdebar. Fizkar menghela nafas. Ia tidak langsung menjawab pertanyaanku. Ia mengambil posisi duduk bersandar di atas tempat tidurku.
“Tante Yosie menjebak gue ...” desahnya, “Kami bertemu di sebuah warung bakso. Waktu itu gue lagi bolos sekolah. Kami mengobrol. Ia menawarkan minuman yang sudah ditaburi serbuk obat. Supaya tidak depresi katanya. Gue yang memang lagi banyak masalah tidak menolaknya. Kami terus berbicara. Pembicaraan mulai menjurus ke hal-hal yang berbau seks. Gue sange’. Ngaceng berat. Obat perangsang itu sudah bekerja. Tante Yosie membawa gue ke rumahnya. Gue tidak bisa menolak ajakannya. Kontol gue benar-benar tidak bisa diajak kompromi ...”
“Terus ...” aku penasaran. Keingintahuanku berbaur dengan rangsangan. Ini cerita tentang petualangan kontol Fizkar!
“Gue entot dia berkali-kali. Gue heran, kontol gue ngaceng terus. Apalagi Tante Yosie terus memutarkan bokep. Hingga kami lupa waktu. Doni pulang. Dia tidak melihat persetubuhan itu. Namun, saat gue diantar mamanya ke depan pintu gerbang dia melihat gue. Gue yakin dia sudah bisa menyimpulkan sesuatu yang terjadi antara gue dengan mamanya ...”
“Terus? ...” cecarku lagi. Kali ini benar-benar penasaran.
“Beberapa hari kemudian gue dijemput polisi dari sekolah. Di kantor polisi sudah menunggu Tante Yosie dan suaminya, papanya Doni. Gue tidak tahu posisi gue sebagai apa. Gue mengakui perbuatan gue dan Tante Yosie. Namun, gue tidak menceritakan masalah obat perangsang itu. Lagi-lagi gue malu. Gue rasa orang lain tidak perlu mengetahui kebodohan gue! Tante Yosie tidak berkata apa-apa saat suaminya mengatakan cerai.Gue sendiri langsung dipindahkan paman gue setelah pembagian rapor. Itu juga karena tekanan dari pihak sekolah. Namun, sebelum pindah paman gue minta supaya gue dinyatakan naik dan masuk program Fisika. Dia berharap gue bisa berada di lingkungan belajar yang serius.”
“Jadi benar ...” gumamku seolah-olah tidak percaya.
“Sekarang terserah elo, Ro! Elo mau membenci gue seperti yang lain silahkan! Gue sadar, gue bukan orang yang pantas dibela dan dipercayai ...” pasrah kudengar kata-kata Fizkar.
“Kamu dijebak, Fiz! Kalau dalam keadaan sadar kamu pasti tidak akan melakukannya ... mungkin ...” hiburku ragu. Fizkar tidak menginginkannya?
“Nafsu gue besar, Ro! Namun, tidak sebesar rasa kebencian dan kemarahan gue pada orang-orang di sekitar gue. Yang jelas, tanpa obat perangsang itu pun gue tetap akan ngentot dengan Tante Yosie. Gue akan buktikan bahwa kontol gue yang selalu jadi bahan pelecehan mampu menaklukkan nafsu keperempuanan dan kejalangannya!” Wajah Fizkar mengeras. Api berkobar-kobar di matanya yang tajam. Bukan nafsu seks yang membuatnya melakukan itu! Kebencian!
“Maaf, aku hanya bermaksud mencari kejelasan dari kamu ...” ucapku lirih.
“Gue bukan perjaka lagi, Ro! ... Elo masih menginginkannya?” Fizkar meletakkan tanganku di atas kontolnya. Besar sekali! Padahal belum ngaceng! Glekk ... aku malu menjawabnya. Kontol Paman Arjo yang sudah bertahun-tahun dimasukkan ke istrinya saja aku sangat bernafsu, apalagi kontol Fizkar yang baru dipakai beberapa kali ke Tante Yosie?
Aku usap perlahan benda pribadi Fizkar itu.
“Isep, Ro!” sebuah perintah sekaligus bentuk pembolehan. Kini saatnya!
Kuraih batang bulat panjang yang besar dan mulai menegang itu. Kuciumi. Kusapukan lidahku ke seluruh bagian dan lekuk-lekuknya. Kepalanya. Lingkar cincinnya. Batangnya yang panjang penuh ukiran ototnya. Kedua benda bulat yang menggantung menggairahkan. Segar! Kusibak rerimbunan hitam di pangkal kemaluan Fizkar. Kuhisap batang kontolnya. Kupijat dengan lingkar mulutku. Kujilati penuh nafsu. Fizkar berulang mendesah. Sesekali mengelepar saat ku sentuh perbatasan zakar dan duburnya dengan ujung lidahku.
“Terus, Ro! Sampai keluar!” pintanya. Hampir setengah jam aku memuluti kontolnya. Belum pernah aku mengoral kontol selama itu. Mulutku mulai pegal. Kulepas batang hitam membara itu dari mulutku. Kuraih dengan tanganku. Kukocok perlahan. Terus. Ritme kocokan agak kupercepat. Terus. Lebih cepat lagi. Terus. Semakin cepat ...
“Aaaarrrggghhh ....!” CROTTTT ... CROTTT ... CROTT ... CROT ...
Hening.
“Enak, Fiz?” tanyaku manja. Fizkar tersenyum. Manis sekali. Diraihnya kepalaku ke arahnya. Diciuminya bibir dan seluruh wajahku.
“Terima kasih, Ro!” bisiknya di belakang telingaku menggelitik. Geli. “Mau lagi?” pertanyaan atau permintaan?
“Nggak capek?” tanyaku lugu. Ia tersenyum lagi. Ia pagut bibir dan lidahku bergantian seraya melepaskan pakaianku. Kami kini sama-sama telanjang.
“Elo kan belum gue keluarin ...” tangannya meremas halus kontol kecilku. Ouch! Nikmatnya berada dalam genggaman tangan kekar itu ...
Fizkar menindihku. Dia mengangkat kakiku dan merentangkannya. Ohh, jangan ...
“Gue bikin elo lebih enak lagi ...” ia ludahi lubang anusku. Ia arahkan kontolnya yang sudah kembali ngaceng ke duburku. JANGAAAAN!
Aku teringat kejadian di toilet itu. Sakit sekali! Padahal Hendra hanya memasukkannya sekali dan sebentar. Kali ini pasti akan lama ... Apalagi kontol Fizkar jauh lebih besar dan panjang ...
“Rileks, Ro!” Fizkar menyadari kalau aku ketakutan. Tubuhku gemetar hebat. Fizkar menghentikan serangannya. Keringat dingin mengucur di tubuhku. Aku pucat.
“Elo sakit, Ro?” tanya Fizkar khawatir. Dia usapkan tangan ke dahiku.
“Aku takut sakit, Fiz ... Kontol kamu besar sekali ...” aku memelas. Mudah-mudahan Fizkar tidak kecewa.
“Pelan-pelan ...” bisiknya menenangkan.
“Kalau sakit, berhenti ya! Jangan diteruskan ... “ pintaku memohon. Ia mengangguk. Ia ciumi leherku dan memilin lembut putingku. Aku terangsang sekali. Kurasakan kontol Fizkar kembali mengarah ke duburku. Kubiarkan.
“Sakit ...?” tanya Fizkar memastikan. Aku menggeleng. Kontol Fizkar baru menekan. Belum bisa masuk. Kucoba pasrah. Aku ingin Fizkar menikmati lubang yang kumiliki.
“Pelan, Fiz ...” pintaku. Lubangku terasa tersingkap. Benda keras hangat itu telah menembus meskipun baru sedikit. Aku tahan rasa sakitku. Lubang anusku terlalu kecil untuk kontol Fizkar yang dahsyat itu.
“Terusin tidak, Ro? ...” Fizkar meminta kepastian. Baru kepala kontolnya yang masuk Air mataku sudah meleleh. Air mata kesakitan ...
Aku peluk leher Fizkar. Kusembunyikan segala rasa sakit itu.
“Terus, Fiz ... aku sangat ingin ...” kuciumi leher dan telinganya yang berkeringat maskulin. Kontol itu semakin menembus. Terus, Fiz! Biar aku kesakitan yang penting kamu menikmatinya. Terus kusembunyikan wajahku yang penuh rasa kesakitan di lehernya. Kuacak-acak rambut keriting Fizkar yang pendek.
“Ro! Sudah masuk semua ...!” wajah Fizkar tersenyum bahagia. Ada kebanggaan di sorot matanya. Kontolnya yang besar mampu menaklukkan duburku yang sempit. Aku juga tak percaya. Namun, aku merasakan pantatku penuh sekali ... juga hangat! Aku tidak bisa menyembunyikan senyumku. Kudorong tubuhnya sambil kuremas dada dan perutnya yang datar kencang.
“Entot pelan-pelan, ya? Biar enak ...” pintaku binal. Fizkar tidak menyahuti ucapanku. Hanya pantatnya yang maju mundur dengan penuh perasaan. Aku berusaha menjepit dan memijat batang yang keluar masuk itu dengan otot pelepasanku. Fizkar membuka mulutnya. Mendesah penuh kenikmatan! Aaarrgghh ...
Kontol itu terus mengaduk-aduk liang belakang kenikmatanku. Kadang perlahan kadang memacu. Dua kali aku ejakulasi. Dan aku tak ingin itu terhenti!
Mr. Wook
Siang itu saya janjian dengan teman kuliahku yang kerja di perusahaan swasta asing Korea untuk makan siang. Kantin di basement cukup ramai dan menunya banyak pilihan dan murah. Menurut Ina, temanku, di kantin itu tidak cuma karyawan biasa yang makan tapi sampai pimpinanpun juga bergabung di sana. Waktu kami sedang menyeruput orange juice, tampak 2 orang pria berumur 40 tahuan masuk dan Ina memberi isyarat bahwa yang rambutnya lurus agak keabu-abuan adalah Mr. Kim dan yang agak keriting hitam adalah Mr. Wook. Mr. Kim lebih tinggi jabatannya sebagai Manajer, sedangkan Mr. Wook wakilnya. Ina bekerja pada Mr. Wook sebagai sekretaris. Pakaian mereka rapi berdasi dan tampak mahal. Beda dengan aku yang rambutnya agak gondrong sedikit acak-acakan dengan T-shirt.
Ina sempat mengangguk sekilas saat mereka melihatnya. Mereka senyum tipis saja. Sekilas tatapan Mr. Wook agak aneh padaku. Ah, mungkin itu cuma perasaanku saja.
"Galak, ya In?"tanyaku.
"Sama sekali nggak.Justru mereka ramah dan baik sama aku." jawab Ina pelan.
"Pasti karena ada maunya, iyakan?"godaku.
"Wuihh enak saja.Sorry aja, bo"
Tiba-tiba Mr Wook mendatangi meja kami yang agak di sudut dan berbicara dalam topik yang aku tak banyak tahu. Kadang mereka pakai bahasa Inggris kadang Indonesia. Setelah selesai, Ina sempat memperkenalkan aku pada Mr. Wook.
Sore itu badan rasanya sakit semua, setelah pagi sempat jogging, lalu kuliah full selama 6 jam sejak siang tadi. Kulalui pintu gerbang kampus yang megah dan asri dengan tanaman palm raksasa. Saat aku sedang berjalan menyusuri trotoar menuju halte, tiba-tiba sebuah sedan biru tua berhenti di tepi jalan. Suara klakson mengagetkanku dan membuatku menoleh kearah sedan itu. Terkejut saat di sana kulihat Mr. Wook duduk di belakang kemudi.
"Hai, Iwan. Kamu lihat Ina?"tanyanya agak lucu dengan dialek yang aneh.
"Ina sedang pulang kampung, Mr. Wook. Ibunya sakit mendadak."jawabku cepat sambil mendekat.
"Makanya dia tak izin pada saya. Iwan pulang naik mobil saya saja, ya."ajaknya.
Saya menggeleng agak malu.Tapi akhirnya saya tak kuasa menolak karena dia boss-nya sobatku.
Diantarnya aku ke tempat kost. Lalu kami berpisah.
Pagi jam 08.00 wib, bel kamar kost-ku berbunyi. Dengan langkah malas kuhampiri pintu depan.Paling si Ongen, sobatku. Brengsek, umpatku dalam hati. Aku masih pakai pakaian kebesaranku saat tidur, yaitu selana pendek tok.
Sambil membuka pintu, aku mengumpat,
"Brengsek lu, Ngen. Masih ngantuk nih!" sahutku seenaknya.
Tiba-tiba kurasakan wajahku memanas saat ku tahu yang datang Mr.Wook. Sambil sedikit membungkuk kupersilahkan ia duduk di sofa.
"Ma'af, Mr. wook. Saya tidak menyangka kalau Mr. Wook yang datang."
"Ah, tidak mengapa-lah." jawabnya kalem.
Ia datang dengan kaos Polo warna biru muda yang kontras dengan tubuhnya yang sedang-sedang saja.
"Saya mandi dulu Mr. Wook."kata saya.
"Iwan, nggak usahlah. Saya lebih suka lihat kamu seperti itu."jawabnya langsung.
"Kamu tampak macho and natural. I love it.Sorry saya terbuka ya.." Ah, rupanya dia 'to the point'.
Pikiranku langsung jelas atas tanggapan Mr. Wook. Setelah itu aku jadi rileks saja. Berarti Mr. Wook tak banyak beda dengan Om Burhan yang selama ini membutuhkan jasa privat dariku, yaitu pelayanan sex secara rutin 2 kali seminggu yang sudah berlangsung 1 tahun terakhir. Om Burhan adalah fotografer cukup kondang di metropolitan.
Dalam waktu tak begitu lama pembicaraan kami sudah beralih ke kamar tidurku. Kami berdua berpagutan dengan dalam saling menghisap lidah dan menjelajahi tubuh lawannya yang sudah bugil. Kurengkuh tubuh Mr. Wook yang terasa kecil dalam pelukanku dan kuremas pinggulnya yang bulat dan cukup berotot. Cukup lama kami berpelukan dan saling meremas dalam posisi berganti-ganti. Kadang aku di bawah, kadang tubuhnya dann kadang kami dalam posisi miring. Bibirnya lembut dan mungil serta kemerahan membuat aku serasa mengulum permen.
Sampai akhirnya ia memosisikan tubuhnya telentang dan pasrah. Aku paham betul apa yang diinginkannya.Kutelusuri lehernya yang putih bersih, kugelitik belakang telinganya kadang kuiisap pelan anak telinganya sambil kugigit. Ia mengerang berkali-kali seraya menarik-narik rambutku yang ikal. Kurasakan remasan akibat rasa nikmat yang dia rasakan. Kujelajahi puting susunya yang merah jambu yang tampak mengeras dan sedikit membesar. Kugelitik dengan lidahku yang sudah amat terlatih seraya kuisap kuat kadang kugigit pelan.
"Gigit kuat sayang. Gigitt.." rintihnya.
Kuturuti keinginannya. Dan ia makin mengerang kenikmatan. Bergantian kanan dan kiri putingnya yang merah menjadi sasaranku. Remasannya makin kuat di kepalaku seperti orang yang histeris. Bibirku bergerak ke perutnya yang sedikit menyembul dengan pusarnya yang dalam. Kegelian dia saat kujelajahi pusarnya dengan lidahku yang menggelitik tak henti. Didorongnya kepalaku ke bawah sehingga berada di daerah rudalnya. Layaknya rudal orang oriental yang berkulit putih dan badan kecil, tampak tidak begitu besar dengan warna kemerahan tapi dengan bulu-bulu yang cukup lebat.Kontras dengan kulitku yang gelap dan bulu-bulu yang tersebar kasar mulai dari dada sampai ke arah genital.
Kuisap pelan rudalnya dan kumainkan berganti-ganti begitu pula bijinya, dengan lidahku.Tak lama kemudian ia mendorong lagi kepalaku ke bawah dan mulailah diangkatnya pinggulnya tinggi-tinggi sehingga aku dapat mencapai lubang anusnya yang bersih menantang untuk mulai kuserang dengan jilatan-jilatan lidahku.
Tampaknya ini bukan yang pertama buatnya dan aku tak peduli yang penting aku akan menikmati tubuhnya sepuas hati. Justru bila menghadapi pria dengan pengalaman pertama aku merasa kasihan saat penetrasi. Ia akan kesakitan dan membuatku kurang leluasa melakukan manuver percintaan. Bila main dengan yang lebih pengalaman maka aku akan lebih leluasa menyodoknya dari berbagai arah.
Kudengar rintihannya dan erangannya makin keras dan mulai tak terkontrol. Kucoba menembus lubangnya yang tampaknya sudah pasrah dan sedikit membuka, sehingga lidahku yang keras dapat menjilati dinding dalamnya dengan bebas.
"Wan, oh Iwan, ahh nikmatt, Wan.I can't stop now!I can't stop, Wann!!" teriaknya.
Dan tak lama kemudian ia menyemprotkan spermanya ke udara dengan keras dan tak beraturan. Kubiarkan sesaat ia mengendurkan urat-urat tubuhnya sementara aku memeluknya dengan mesra dari samping kirinya.
"Wan, thanks. You are so wonderful. I love you, Wan."katanya setelah ia rileks.
Kami berciuman lembut.
"Mau dilanjutkan Mr.Wook?" tanyaku.
"Ya, sayang.."jawabnya.
Segera kuambil posisi diantara kedua kakinya dan kuletakkan kakinya di atas bahuku dan dia menekukkan lututnya agar aku lebih mudah melakukan penetrasi.Kuoleso rudalku dengan lotion berikut anusnya. Kusentuhkan glansku di sekitar anusnya yang sudah sedikit membuka dan kumainkan berkali-kali saat aku tusukkan, lalu kucabut lagi sampai ia memintaku untuk langsung menusuknya.
"Sayang, please fuck me hard. Please, Wan."pintanya.
Dan kulakukan penetrasi perlahan untuk menjajagi adanya tahanan dari dinding anusnya atau tidak. Kurasakan jepitan dinding anusnya makin kuat dan aku dorong terus sehingga tertanam sudah seluruhnya.
Saat itu ia memelukku serasa tak mau aku menariknya lagi. dalam dekapan eratnya kumaju mundurkan pinggulku di anusnya, kadang seranganku lurus menghunjam, kadang serong ke kiri kadang ke kanan, kadang kuarahkan ke atas dan kadang ke bawah. Habis sudah liang anusnya kujelajahi dengan batang kontolku dan makin lama serasa makin licin batangku keluar masuk. Di saat ia kenikmatan, kucabut batangku dari anusnya dan ia menjerit kaget sedikit protes yang tampak dari pandangan matanya.
Namun itu tidak lama karena setelah itu kulanjutkan dengan gelitikan lidahku di lubang anusnya untuk mengurangi lendir yang membuat batangku jadi licin. Setelah itu kuangkat tubuhnya dan kubalikkan dengan posisi doggy dan kutusuk lubangnya dari belakang. Ia mengerang berkali-kali disertai meremas-remas kasur dibawahnya tanda nikmat yang begitu dalam. Belum puas dengan posisi doggy dan aku belum merasakan tanda-tanda akan ejakulasi, maka kuangkat tubuhnya dan kuberdirikan ia menghadap tembok kamarku sambil kutarik pinggulnya kebelakang dan kuserang lagi ia dari belakang.
"Wan, aku nggak kuat lagi. Ohh, aku mau keluar lagi.Ahh!"
seraya ia menyemburkan spermanya ke dinding kamarku. Sementara itu aku terus memompanya tampa henti.
"Tiduran saja, ya Mr. Wook?"
Kucabut rudalku yang tertanam dan kubimbing ia kembali ke posisi awal dan kulanjutkan serangan yang sama ganasnya ke arah anusnya.
"Sir, I am coming right now. I am coming, Sirr.."
dan tanpa mampu kutahan lagi akhirnya kusemburkan spermaku dalam lubang anusnya yang hangat.
"Thank you, Sir. You are very nice." seraya kukecup lembut bibirnya yang kemerahan.
Setelah itu ia jatuh tertidur dalam pelukanku dengan berselimutkan satin biru.
Sejak saat itu secara bergiliran aku harus melayani Om Burhan berganti-ganti dengan Mr. Wook. Kadang aku di bell oleh Om Burhan saat aku sedang menjelajahi liang anus Mr. Wook. Bila itu terjadi terpaksa aku 'break' sejenak menjawabnya dan
menjanjikan menilponnya beberapa jam lagi. Bila Mr. Wook menanyakannya, aku senyum saja dan setelah itu pasti ia melanjutkan erangannya manakala rudalku kembali menyerangnya dengan ganas. Jadi aku harus pandai-pandai mengatur jadwal diantara keduanya.
Tamat
Ina sempat mengangguk sekilas saat mereka melihatnya. Mereka senyum tipis saja. Sekilas tatapan Mr. Wook agak aneh padaku. Ah, mungkin itu cuma perasaanku saja.
"Galak, ya In?"tanyaku.
"Sama sekali nggak.Justru mereka ramah dan baik sama aku." jawab Ina pelan.
"Pasti karena ada maunya, iyakan?"godaku.
"Wuihh enak saja.Sorry aja, bo"
Tiba-tiba Mr Wook mendatangi meja kami yang agak di sudut dan berbicara dalam topik yang aku tak banyak tahu. Kadang mereka pakai bahasa Inggris kadang Indonesia. Setelah selesai, Ina sempat memperkenalkan aku pada Mr. Wook.
Sore itu badan rasanya sakit semua, setelah pagi sempat jogging, lalu kuliah full selama 6 jam sejak siang tadi. Kulalui pintu gerbang kampus yang megah dan asri dengan tanaman palm raksasa. Saat aku sedang berjalan menyusuri trotoar menuju halte, tiba-tiba sebuah sedan biru tua berhenti di tepi jalan. Suara klakson mengagetkanku dan membuatku menoleh kearah sedan itu. Terkejut saat di sana kulihat Mr. Wook duduk di belakang kemudi.
"Hai, Iwan. Kamu lihat Ina?"tanyanya agak lucu dengan dialek yang aneh.
"Ina sedang pulang kampung, Mr. Wook. Ibunya sakit mendadak."jawabku cepat sambil mendekat.
"Makanya dia tak izin pada saya. Iwan pulang naik mobil saya saja, ya."ajaknya.
Saya menggeleng agak malu.Tapi akhirnya saya tak kuasa menolak karena dia boss-nya sobatku.
Diantarnya aku ke tempat kost. Lalu kami berpisah.
Pagi jam 08.00 wib, bel kamar kost-ku berbunyi. Dengan langkah malas kuhampiri pintu depan.Paling si Ongen, sobatku. Brengsek, umpatku dalam hati. Aku masih pakai pakaian kebesaranku saat tidur, yaitu selana pendek tok.
Sambil membuka pintu, aku mengumpat,
"Brengsek lu, Ngen. Masih ngantuk nih!" sahutku seenaknya.
Tiba-tiba kurasakan wajahku memanas saat ku tahu yang datang Mr.Wook. Sambil sedikit membungkuk kupersilahkan ia duduk di sofa.
"Ma'af, Mr. wook. Saya tidak menyangka kalau Mr. Wook yang datang."
"Ah, tidak mengapa-lah." jawabnya kalem.
Ia datang dengan kaos Polo warna biru muda yang kontras dengan tubuhnya yang sedang-sedang saja.
"Saya mandi dulu Mr. Wook."kata saya.
"Iwan, nggak usahlah. Saya lebih suka lihat kamu seperti itu."jawabnya langsung.
"Kamu tampak macho and natural. I love it.Sorry saya terbuka ya.." Ah, rupanya dia 'to the point'.
Pikiranku langsung jelas atas tanggapan Mr. Wook. Setelah itu aku jadi rileks saja. Berarti Mr. Wook tak banyak beda dengan Om Burhan yang selama ini membutuhkan jasa privat dariku, yaitu pelayanan sex secara rutin 2 kali seminggu yang sudah berlangsung 1 tahun terakhir. Om Burhan adalah fotografer cukup kondang di metropolitan.
Dalam waktu tak begitu lama pembicaraan kami sudah beralih ke kamar tidurku. Kami berdua berpagutan dengan dalam saling menghisap lidah dan menjelajahi tubuh lawannya yang sudah bugil. Kurengkuh tubuh Mr. Wook yang terasa kecil dalam pelukanku dan kuremas pinggulnya yang bulat dan cukup berotot. Cukup lama kami berpelukan dan saling meremas dalam posisi berganti-ganti. Kadang aku di bawah, kadang tubuhnya dann kadang kami dalam posisi miring. Bibirnya lembut dan mungil serta kemerahan membuat aku serasa mengulum permen.
Sampai akhirnya ia memosisikan tubuhnya telentang dan pasrah. Aku paham betul apa yang diinginkannya.Kutelusuri lehernya yang putih bersih, kugelitik belakang telinganya kadang kuiisap pelan anak telinganya sambil kugigit. Ia mengerang berkali-kali seraya menarik-narik rambutku yang ikal. Kurasakan remasan akibat rasa nikmat yang dia rasakan. Kujelajahi puting susunya yang merah jambu yang tampak mengeras dan sedikit membesar. Kugelitik dengan lidahku yang sudah amat terlatih seraya kuisap kuat kadang kugigit pelan.
"Gigit kuat sayang. Gigitt.." rintihnya.
Kuturuti keinginannya. Dan ia makin mengerang kenikmatan. Bergantian kanan dan kiri putingnya yang merah menjadi sasaranku. Remasannya makin kuat di kepalaku seperti orang yang histeris. Bibirku bergerak ke perutnya yang sedikit menyembul dengan pusarnya yang dalam. Kegelian dia saat kujelajahi pusarnya dengan lidahku yang menggelitik tak henti. Didorongnya kepalaku ke bawah sehingga berada di daerah rudalnya. Layaknya rudal orang oriental yang berkulit putih dan badan kecil, tampak tidak begitu besar dengan warna kemerahan tapi dengan bulu-bulu yang cukup lebat.Kontras dengan kulitku yang gelap dan bulu-bulu yang tersebar kasar mulai dari dada sampai ke arah genital.
Kuisap pelan rudalnya dan kumainkan berganti-ganti begitu pula bijinya, dengan lidahku.Tak lama kemudian ia mendorong lagi kepalaku ke bawah dan mulailah diangkatnya pinggulnya tinggi-tinggi sehingga aku dapat mencapai lubang anusnya yang bersih menantang untuk mulai kuserang dengan jilatan-jilatan lidahku.
Tampaknya ini bukan yang pertama buatnya dan aku tak peduli yang penting aku akan menikmati tubuhnya sepuas hati. Justru bila menghadapi pria dengan pengalaman pertama aku merasa kasihan saat penetrasi. Ia akan kesakitan dan membuatku kurang leluasa melakukan manuver percintaan. Bila main dengan yang lebih pengalaman maka aku akan lebih leluasa menyodoknya dari berbagai arah.
Kudengar rintihannya dan erangannya makin keras dan mulai tak terkontrol. Kucoba menembus lubangnya yang tampaknya sudah pasrah dan sedikit membuka, sehingga lidahku yang keras dapat menjilati dinding dalamnya dengan bebas.
"Wan, oh Iwan, ahh nikmatt, Wan.I can't stop now!I can't stop, Wann!!" teriaknya.
Dan tak lama kemudian ia menyemprotkan spermanya ke udara dengan keras dan tak beraturan. Kubiarkan sesaat ia mengendurkan urat-urat tubuhnya sementara aku memeluknya dengan mesra dari samping kirinya.
"Wan, thanks. You are so wonderful. I love you, Wan."katanya setelah ia rileks.
Kami berciuman lembut.
"Mau dilanjutkan Mr.Wook?" tanyaku.
"Ya, sayang.."jawabnya.
Segera kuambil posisi diantara kedua kakinya dan kuletakkan kakinya di atas bahuku dan dia menekukkan lututnya agar aku lebih mudah melakukan penetrasi.Kuoleso rudalku dengan lotion berikut anusnya. Kusentuhkan glansku di sekitar anusnya yang sudah sedikit membuka dan kumainkan berkali-kali saat aku tusukkan, lalu kucabut lagi sampai ia memintaku untuk langsung menusuknya.
"Sayang, please fuck me hard. Please, Wan."pintanya.
Dan kulakukan penetrasi perlahan untuk menjajagi adanya tahanan dari dinding anusnya atau tidak. Kurasakan jepitan dinding anusnya makin kuat dan aku dorong terus sehingga tertanam sudah seluruhnya.
Saat itu ia memelukku serasa tak mau aku menariknya lagi. dalam dekapan eratnya kumaju mundurkan pinggulku di anusnya, kadang seranganku lurus menghunjam, kadang serong ke kiri kadang ke kanan, kadang kuarahkan ke atas dan kadang ke bawah. Habis sudah liang anusnya kujelajahi dengan batang kontolku dan makin lama serasa makin licin batangku keluar masuk. Di saat ia kenikmatan, kucabut batangku dari anusnya dan ia menjerit kaget sedikit protes yang tampak dari pandangan matanya.
Namun itu tidak lama karena setelah itu kulanjutkan dengan gelitikan lidahku di lubang anusnya untuk mengurangi lendir yang membuat batangku jadi licin. Setelah itu kuangkat tubuhnya dan kubalikkan dengan posisi doggy dan kutusuk lubangnya dari belakang. Ia mengerang berkali-kali disertai meremas-remas kasur dibawahnya tanda nikmat yang begitu dalam. Belum puas dengan posisi doggy dan aku belum merasakan tanda-tanda akan ejakulasi, maka kuangkat tubuhnya dan kuberdirikan ia menghadap tembok kamarku sambil kutarik pinggulnya kebelakang dan kuserang lagi ia dari belakang.
"Wan, aku nggak kuat lagi. Ohh, aku mau keluar lagi.Ahh!"
seraya ia menyemburkan spermanya ke dinding kamarku. Sementara itu aku terus memompanya tampa henti.
"Tiduran saja, ya Mr. Wook?"
Kucabut rudalku yang tertanam dan kubimbing ia kembali ke posisi awal dan kulanjutkan serangan yang sama ganasnya ke arah anusnya.
"Sir, I am coming right now. I am coming, Sirr.."
dan tanpa mampu kutahan lagi akhirnya kusemburkan spermaku dalam lubang anusnya yang hangat.
"Thank you, Sir. You are very nice." seraya kukecup lembut bibirnya yang kemerahan.
Setelah itu ia jatuh tertidur dalam pelukanku dengan berselimutkan satin biru.
Sejak saat itu secara bergiliran aku harus melayani Om Burhan berganti-ganti dengan Mr. Wook. Kadang aku di bell oleh Om Burhan saat aku sedang menjelajahi liang anus Mr. Wook. Bila itu terjadi terpaksa aku 'break' sejenak menjawabnya dan
menjanjikan menilponnya beberapa jam lagi. Bila Mr. Wook menanyakannya, aku senyum saja dan setelah itu pasti ia melanjutkan erangannya manakala rudalku kembali menyerangnya dengan ganas. Jadi aku harus pandai-pandai mengatur jadwal diantara keduanya.
Tamat
Abang becak
Pada suatu hari aku dapat tugas mendadak keluar kota yaitu ke kota Genteng Banyuwangi, dengan catatan besok sudah harus ada dikota tersebut, entah bagaimana caranya untuk bisa sampai kesana. Maka dengan berat hati dan penuh dengan keterpaksaan, setelah pulang kerja sekitar pukul 18.00 aku pulang dari tempat kerjaku menuju ketempat kostku yang jaraknya hanya beberapa ratus meter saja dengan tubuh lunglai, lemas, males yang semuanya bercampur aduk, apalagi aku harus berangkat seorang diri tanpa ada rekan yang menyertaiku.
Setelah sampai ditempat kost, aku mandi dan segera ganti baju untuk siap berangkat dan sebelumnya aku berkemas dengan membawa beberapa potong pakaian untuk berjaga-jaga kalau tugasku disana tidak dapat selesai dalam waktu sehari. Setelah semuanya beres, maka segera kukunci kamar tempat kostku dan segera kulangkahkan kakiku menuju jalan raya untuk menyetop angkot yang akan membawaku ke terminal bus Arjosari-Malang, setelah sampai diterminal bus antar kota sekitar pukul 19.00 malam, aku segera memilih bus jurusan Probolinggo, dan sebelumnya dalam hati aku juga penginnya berniat untuk naik bus secara estafet yaitu dari Malang ke Probolinggo, Probolinggo ke Jember dan Jember baru ke Genteng.
Setelah kupilih bus dengan tujuan yang kuinginkan, maka segera aku naik bus Akas dengan tujuan Probolinggo, aku memang sengaja tidak memilih bus Patas karena perjalanan malam hari tidak seberapa pengap disamping itu tidak seramai kalau perjalanan siang hari. Setelah aku menikmati perjalanan kurang lebih dua jam sekitar pukul 21.00, sampailah aku diterminal bus Banyuangga-Probolinggo, aku pindah kebus yang ada di depannya bus yang baru kutumpangi agar tidak antri terlalu lama, kebetulan bus yang ada di depan bus yang baru kutumpangi adalah bus Tjipto dengan jurusan Jember, dalam perjalanan kali ini aku dapat tempat duduk paling depan sendiri sebelah kiri dekat pintu depan sehingga tempat di depanku agak luang sehingga aku dapat meluruskan kakiku. Dan aku segera terlelap dalam perjalanan kali ini setelah terlebih dulu aku membayar ongkos tiket ke Jember. Perjalanan berlalu selama kurang lebih dua jam pula, sekitar pukul 23.00 sampailah aku di terminal Tawangalun-Jember dan akupun segera ikut menunggu dengan beberapa orang yang juga ingin melanjutkan perjalanan ke arah Banyuwangi.
Tidak berapa lama kemudian datanglah bus Akas dengan tujuan Denpasar lewat Banyuwangi, aku segera naik bus tersebut dengan perasaan yang sudah ngantuk, lelah akan tetapi aku ingin rasanya segera sampai ditempat tujuan. Dalam perjalanan ini cukup banyak juga penumpangnya dan rata-rata tujuan mereka adalah Denpasar atau Banyuwangi, setelah menikmati perjalanan yang tidak begitu menyenangkan sekitar dua jam, maka sampailah kekota tujuanku yaitu Genteng, maka aku segera bersiap-siap untuk turun diterminal Genteng, karena hari sudah menjelang pagi maka bus tidak masuk ke dalam terminal akan tetapi hanya berhenti ditepi jalan depan terminal.
Pada saat itu yang turun disana hanya beberapa orang saja termasuk diriku, setelah kakiku menginjakkan tanah maka beberapa abang becak datang menyerbu untuk saling berebut penumpang yang baru turun dari bus, mungkin ada sekitar lima atau enam orang abang becak yang mengerubuti aku, akan tetapi aku hanya menggelengkan kepala yang berarti bagi mereka aku tidak berniat untuk naik becak mereka, akan tetapi ada satu abang becak yang dengan gigihnya mengikuti aku walaupun aku sudah melangkahkan kakiku beberapa langkah dari kerumunan abang becak tersebut. Kulihat sepintas abang becak yang mengejarku tadi, masih muda, berbadan kekar dan lumayan ganteng untuk ukuran abang becak, maka aku mengiyakan saja ketika dia menawarkan diri untuk mengantarkan aku mencari tempat menginap.
Dalam perjalanan menuju hotel yang menjadi tempat tujuanku, maka terjadi percakapan yang biasa-biasa saja sebagai basi-basi, hingga sampailah di depan hotel yang menjadi tempat tujuanku, segera kubayar ongkosnya, dan pada saat itulah aku baru menyadari kalau tampilan abang becak yang satu ini begitu seksi dengan celana jeans belelnya yang lutut kiri dan kanan sengaja disobek dan yang terlebih membuatku dag dig dug adalah disebelah bawah kantong kirinya juga sobek yang lumayan lebar sehingga aku bisa melihat pangkal pahanya yang kekar itu dan hal ini makin membuatku jadi salah tingkah dan segera ada perasaan yang berdesir dalam hatiku untuk mencari berbagai cara dan alasan untuk bisa menggaetnya malam itu. Maka aku bertanya kepadanya.
"Abis ini mau kemana?" tanyaku sekenanya.
"Yah, mau balik di depan terminal lagi sambil nunggu penumpang"
"Kalau aku mau pakai kamu lagi gimana? Sebabnya tadi aku belum makan"
"Yah, nggak apa-apa saya tunggu saja"
"Gini aja aku pesan kamar dulu ke dalam, kamu tunggu dulu di depan yaa"
"Hmm," gumannya tidak jelas.
Setelah aku menemui resepsionis dan sudah mendapatkan kamar yang kuinginkan maka aku kembali keluar untuk menemui abang becak tadi dan dia kuajak masuk dengan alasan aku mau mandi dulu. Dengan rada segan-segan akhirnya dia mau juga masuk ke dalam kamarku setelah sebelumnya dia memarkir becaknya dihalaman hotel dan kepada room boy yang mengantarkan aku kekamar kubilang kalau aku mau keluar lagi untuk cari makan dengan menggunakan jasa becaknya sehingga aku dengan leluasa mengajaknya masuk ke dalam kamar.
Setelah sampai di kamar, kusuruh dia untuk mandi, akan tetapi dia menolak dengan alasan sudah malam dan dingin airnya, maka segera kubuka keran air hangat dan kusuruh dia untuk merasakan hangatnya air dan dengan sedikit rayuan gombal kalau air hangat dapat menyegarkan tubuh yang sedang capek, kemudian dia mau. Dengan segera dia memasuki kamar mandi dan aku segera membereskan barang bawaanku setelah sekitar lima menit dia didalam kamar mandi, aku mengetoknya dari luar dengan alasan biar cepet selesai kalau mandinya bersamaan dan ternyata dia tidak keberatan dengan segera dibukanya slot kamar mandi dan aku segera masuk.
Kudapati dia sudah telanjang bulat sambil menggosok badannya dengan sabun yang tersedia disana. Karena pada waktu itu dia menghadap ketembok maka aku tidak bisa melihat penisnya yang ingin segera kulihat karena dengan panampilannya yang seksi itu membuatku merangsang, maka aku segera melangkahkan kaki menuju bak mandi yang berarti aku membelakanginya setelah kuguyur badanku dengan beberapa gayung air hangat, kubalikan tubuhku menghadapnya untuk meminta sabun dari darinya dan barulah pada saat itu aku bisa melihat penisnya yang lumayan panjang dalam keadaan biasa, sehingga tanpa terasa penisku langsung tegak lurus dan diapun juga melihatnya dan komentarnya penuh dengan arti.
"Lho, koq ngaceng penis sampeyan?" katanya.
"Iyoo, ndelok penismu sing dowo itu opo," jawabku juga sekenanya.
"Hehehehe"
"Koq iso dowo koyok ngene iki diapakno sih," tanyaku lagi.
"nDisik sering dikom karo teh anget," jawabnya lagi.
Dengan penuh ketidak sabaran segera kuraih penisnya yang panjang menggantung itu dan dia diam saja, sambil kukocok perlahan-lahan dan mulai terlihat reaksinya dengan sedikit mengeras dan makin mengeras dan terlihat makin panjang lagi sampai diatas pusarnya beberapa mili.
"Ah, wong podo lanange koq dulinan penis," katanya lagi.
"Enggak opo-opo, aku seneng nek ndelok penis sih dowo ngene," jawabku.
"Nek gelem emuten pisan opoo," katanya lagi.
Tanpa dikomando dua kali maka segera jongkok di depan selakangannya dan kuselomot tuh penis yang sudah tegang mengacung itu sambil sesekali kusiran dengan air hangat dari bak kamar mandi. Dan dia hanya berdiri sambil diam mematung sambil sesekali mendesis keenakan dan mengelus-elus kepalaku Setelah permaian berjalan sekitar seperempat jam didalam kamar mandi dan itu baru pemanasan saja, karena belum ada tanda-tanda dia akan mencapai puncak kenikmatannya. Maka kamipun meraih handuk yang tersedia didalam kamar mandi dan segera mengeringkan badan kami masing-masing dan menuju ketempat tidur dengan ukuran yang cukup besar untuk dipakai berguling-guling dua orang.
Setelah kutelentangkan dia ditempat tidur dan dia menurut saja tanpa ada perlawanan dan penolakan, maka segera kucumbui dia mulai dari cuping telinganya, ke arah pipinya kemudian bibirnya, mula-mula dia diam saja akan tetapi lama kelamaan dia mulai merespon semua kegiatanku untuk mencumbuinya, kemudian kuturunkan lagi kelehernya, dan terus menjulur kebawah lagi ke arah ketiaknya dan kucium aroma yang membuatku makin terangsang, yaitu aroma laki-laki jantan dengan baunya yang sangat khas sekali. Mungkin kalau dalam keadaan biasa aku akan merasa jijik untuk menjilati ketiak yang berbulu dan berbau, akan tetapi pada pagi hari itu hilang sudah perasaan jijik dan lain sebagainya yang ada hanya rangsangan demi rangsangan yang makin membuatku mabuk kepayang.
Terus cumbuanku kuteruskan ke arah putingnya yang berwarna hitam kecoklatan dan ditumbuhi beberapa bulu yang cukup panjang-panjang, kemudian kuteruskan lagi ke arah pusarnya dengan cara memasukan lidahku ke dalam lubang pusarnya dan dia mengelinjang-ngelinjang kegelian sambil mendesah penuh dengan kenikmatan. Kemudian kuarahkan cumbuan bibirku ke arah pinggangnya dan terus turun kebawah lagi ke arah jembutnya yang tumbuh dengan kasar dan kaku itu terus kukulum ujung penisnya yang hitam tegar itu dan menjulang tegak sepanjang sejengkal tanganku yang kukira-kira panjangnya sekitar 20 cm.
Kuemut dengan memasuk-keluarkan dengan mulutku terus dan kudengar rintihan makin keras dan mendesis-desis seperti ular yang sedang mencari mangsa. Setelah cukup lama aku menyelomoti penisnya, segera kuambil lotion yang sudah kupersiapkan disebelah tempat tidur, kemudian kuolesi lubang anusku dengan lotion dan segera aku merangkak ke atasnya dan mulai berusaha untuk memasukan penisnya yang panjang itu ke dalam lubang kenikmatanku, setelah semua penisnya masuk sampai pangkalnya aku segera menaik turunkan bokongku dan dia rupanya masih menikmati permainan sex yang sebelumnya belum pernah dia dapatkan, setelah cukup lama aku naik turun diatas penisnya yang tegak mengacung itu, akhirnya dia memintaku untuk melepaskannya dan menyuruhku untuk telentang dan sambil mengangkat kedua belah kakiku ke atas pundaknya kemudian dia mulai menunduk dan memasukkan penisnya yang masih tegang mengacung itu ke dalam lubang kenimatanku sambil terus mengenjotnya dan kurasakan batang penisnya yang panjang itu sampai ke dalam perutku yang menyodok-nyodok dengan liarnya sambil melenguh-lenguh diantara desisan kenikmatan yang dia rasakan.
"Aaahh, aauucchh"
"Ayoo teruss ggooyaanngg"
"Yaahh"
"Uuuhhaahh"
"AAaauucchh"
Dan gerakan maju mundurnya makin lama makin cepat sampai akhirnya dia tersungkur diatas dadaku sambil merasakan puncak kenikmatannya dengan mengeluarkan pejuh yang sangat banyak dalam lubangku yang sampai kurasakan meleleh keluar dari antara lubang anusku dan penisnya yang masih tertancap dalam lubangku, cukup lama dia memeluk aku dan sambil tersenyum dia berkata,
"Enak ee," katanya.
Kemudian dia bangkit dari pelukanku dan kemudian dia menuju kekamar mandi untuk membersihkan diri dan mandi lagi dengan air hangat, kalau sebelumnya dia masuk ke dalam kamar mandi dengan mengunci pintunya maka untuk kali ini pintu kamar mandi dibiarkannya dalam keadaan terbuka dan kulihat dia sedang mencuci penisnya dengan air hangat dan kuawasi dia dari tempat tidur, sedangkan aku pada saat itu masih belum mendapatkan kepuasan dengan mengecrotkan pejuhku.
Aku maklum akan hal itu karena yang kuhadapi sekarang itu bukanlah seorang gay akan tetapi seorang lekong asli yang sama sekali tidak mengenal hubungan sesama jenis, sehingga mungkin dia tidak mengerti kalau dalam hubungan seperti harus take and give atau harus saling memuaskan lawan mainnya. Kemudian akupun bangkit dari tempat tidurku dengan penisku masih ngaceng penuh karena belum keluar pejuhku, kususul dia kekmar mandi untuk mengguyur tubuhku dengan air hangat pula dan kulihat dia sudah selesai mandi dan sudah mengeringkan badannya dan mulai memakai celdalnya atau Cd-nya dan celana pendek kolor warna abu-abu, kemudian dia rebahan diatas tempat tidur sambil telentang. Setelah selesai dari kamar mandi aku menyusulnya rebahan diatas tempat tidur namun aku masih dalam keadaan telanjang bulat dan penisku sudah mulai surut dari ngacengnya.
Kamipun mengobrol sambil menanyakan identitas kami masing-masing. Dari obrolan itu baru kuketahui kalau namanya adalah Giman, dia adalah orang asli kota itu dan dia sudah beristri dan mempunyai seorang anak yang baru berumur sekitar tiga tahun dan dia memulai pengalaman sexnya dengan seorang wanita sejak kelas dua SMU yaitu sekitar umur 16-17 tahun, dan kadang-kadang dia juga suka jajan dengan perempuan jalanan kalau dia mempunyai kelebihan uang dari hasil narik becaknya. Dan ketika kutanya tentang bagiamna rasanya pengalaman sek yang baru dia rasakan tadi lalu katanya,
"Luwih enak," katanya.
"Enak apane," tanyaku penasaran.
"Luwih seret, luwih keset dibandingno main karo wong wedok," katanya polos.
"Nek ngono gelem maneh yoo?" pancingku.
"Hmm," gumamnya.
Dia tidak mengatakan sesuatu akan tetapi pandangan matanya mempunyai arti tersendiri bagiku, maka segera kuraih kembali penisnya yang sudah lemas dibalik celana pendeknya yang cukup ketat itu dan kuelus-elus lagi dengan perlahan-lahan, sambil kugesek-gesek dan mulai tampak reaksinya dengan makin bertambah panjang dan mengerasnya kembali penisnya, kemudian kulorot celana pendeknya dan ketika itu penisku kembali tegang mengacung kembali kemudian kuraih tangannya untuk memegang penisku.
Mulanya dia canggung dan segan akan tetapi akhirnya dia mau juga mengocok penisku akan tetapi tidak seprofesional sparing partnerku yang benar-benar gay, terus kulorot kembali CD-nya dan kulihat penisnya yang panjang menjulang sudah mengacung kembali, kuemot kembali dengan posisi 69, walaupun begitu aku tidak memintanya untuk menghisap penisku karena aku tahu dia pasti akan menolaknya karena belum biasa, akan hal itu tidak menjadi masalah bagiku, dengan kocokan yang tidak teratur pada penisku hal itu sudah cukup untuk membuat rangsangan pada diriku makin meningkat, setelah cukup lama aku mengemotnya maka segera kuminta dia untuk bangkit dari tidurnya dan segera menindih tubuhku dan kubimbing penisnya yang panjang tegak mengacung itu memasuki lubang anusku.
"Aaahh"
"Aaayyoo teeruss genjot," pintaku.
"Hmm"
Makin lama gerakannya makin cepat dan menggila kekanan kekiri sehingga kurasakan desakan penisnya menusuk kekanan dan kekiri didalam anusku sampai akhirnya kembali kudengar lenguhannya diiringi dengan muncratnya pejuhnya.
"AAaaoocchh enaakk," katanya.
"Ssseeddaapp"
"Aaahh nniikkmmaatt"
Sebelum dia melepaskan penisnya dari lubangku dan masih kurasakan kehangatan dan denyutan penisnya, maka segera aku mengocok penisku makin lama makin cepat sambil diawasinya sampai aku akhirnya melenguh.
"Aaauucchh"
Jrot.. Jrot.. Jrott
Pejuhku muncrat diatas dadaku, kemudian kudekap dia, sampai cukup lama sambil penisnya yang sudah mulai melemas tertancap dilubangku, dua ronde sudah permainan yang dilakukannya pada diriku, setelah dia bangkit dari dekapanku kulihat pejuhku yang tadinya muncrat didadaku, terlihat pula lelerannya didadanya karena dekapanku tadi kemudian segera dia menuju ke kamar mandi lagi dan kudengar siraman air mengguyur tubuhnya.
Sejenak kemudian aku menyusulnya ke dalam kamar mandi dan kami mandi bersama saling menggosok, saling menyabun dan sekali-kali tangan nakalku memegang penisnya yang sudah tidak tegang lagi akan tetapi masih cukup panjang, setelah selesai berpakaian kami ngobrol sebentar, waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi lebih, dan diapun mohon pamit sambil kuberikan tips tambahan dan kubisikkan.
"Aku pengin main ngene maneh," kataku.
"Kapan?" tanyanya.
"Nek, aku nang kene maneh," jawabku.
"Iyoo, tak enteni yoo," sambungnya lagi.
Dia segera keluar dari kamarku dan aku segera mengunci kamarku dari dalam dan merebahkan badanku dengan rasa yang sangat puas dan segera tertidur dengan pulasnya sambil tersenyum dan sekitar pukul 07.00 pagi aku segera bangun, mandi dan bersiap-siap untuk menuju tempat tugasku.
Ketika sebulan berikutnya aku ke Genteng lagi dengan jam yang sama dan aku berharap dapat bertemu kembali dengannya, akan tetapi tidak kutemukan dia, walaupun aku berdiri ditepi jalan di depan terminal cukup lama.
Dimanakah kamu Gimanku?
Apakah kamu sudah lupa dengan janjimu atau mungkin kamu tak ingin menemuiku lagi karena memang kamu bukan gay?
TAMAT
Setelah sampai ditempat kost, aku mandi dan segera ganti baju untuk siap berangkat dan sebelumnya aku berkemas dengan membawa beberapa potong pakaian untuk berjaga-jaga kalau tugasku disana tidak dapat selesai dalam waktu sehari. Setelah semuanya beres, maka segera kukunci kamar tempat kostku dan segera kulangkahkan kakiku menuju jalan raya untuk menyetop angkot yang akan membawaku ke terminal bus Arjosari-Malang, setelah sampai diterminal bus antar kota sekitar pukul 19.00 malam, aku segera memilih bus jurusan Probolinggo, dan sebelumnya dalam hati aku juga penginnya berniat untuk naik bus secara estafet yaitu dari Malang ke Probolinggo, Probolinggo ke Jember dan Jember baru ke Genteng.
Setelah kupilih bus dengan tujuan yang kuinginkan, maka segera aku naik bus Akas dengan tujuan Probolinggo, aku memang sengaja tidak memilih bus Patas karena perjalanan malam hari tidak seberapa pengap disamping itu tidak seramai kalau perjalanan siang hari. Setelah aku menikmati perjalanan kurang lebih dua jam sekitar pukul 21.00, sampailah aku diterminal bus Banyuangga-Probolinggo, aku pindah kebus yang ada di depannya bus yang baru kutumpangi agar tidak antri terlalu lama, kebetulan bus yang ada di depan bus yang baru kutumpangi adalah bus Tjipto dengan jurusan Jember, dalam perjalanan kali ini aku dapat tempat duduk paling depan sendiri sebelah kiri dekat pintu depan sehingga tempat di depanku agak luang sehingga aku dapat meluruskan kakiku. Dan aku segera terlelap dalam perjalanan kali ini setelah terlebih dulu aku membayar ongkos tiket ke Jember. Perjalanan berlalu selama kurang lebih dua jam pula, sekitar pukul 23.00 sampailah aku di terminal Tawangalun-Jember dan akupun segera ikut menunggu dengan beberapa orang yang juga ingin melanjutkan perjalanan ke arah Banyuwangi.
Tidak berapa lama kemudian datanglah bus Akas dengan tujuan Denpasar lewat Banyuwangi, aku segera naik bus tersebut dengan perasaan yang sudah ngantuk, lelah akan tetapi aku ingin rasanya segera sampai ditempat tujuan. Dalam perjalanan ini cukup banyak juga penumpangnya dan rata-rata tujuan mereka adalah Denpasar atau Banyuwangi, setelah menikmati perjalanan yang tidak begitu menyenangkan sekitar dua jam, maka sampailah kekota tujuanku yaitu Genteng, maka aku segera bersiap-siap untuk turun diterminal Genteng, karena hari sudah menjelang pagi maka bus tidak masuk ke dalam terminal akan tetapi hanya berhenti ditepi jalan depan terminal.
Pada saat itu yang turun disana hanya beberapa orang saja termasuk diriku, setelah kakiku menginjakkan tanah maka beberapa abang becak datang menyerbu untuk saling berebut penumpang yang baru turun dari bus, mungkin ada sekitar lima atau enam orang abang becak yang mengerubuti aku, akan tetapi aku hanya menggelengkan kepala yang berarti bagi mereka aku tidak berniat untuk naik becak mereka, akan tetapi ada satu abang becak yang dengan gigihnya mengikuti aku walaupun aku sudah melangkahkan kakiku beberapa langkah dari kerumunan abang becak tersebut. Kulihat sepintas abang becak yang mengejarku tadi, masih muda, berbadan kekar dan lumayan ganteng untuk ukuran abang becak, maka aku mengiyakan saja ketika dia menawarkan diri untuk mengantarkan aku mencari tempat menginap.
Dalam perjalanan menuju hotel yang menjadi tempat tujuanku, maka terjadi percakapan yang biasa-biasa saja sebagai basi-basi, hingga sampailah di depan hotel yang menjadi tempat tujuanku, segera kubayar ongkosnya, dan pada saat itulah aku baru menyadari kalau tampilan abang becak yang satu ini begitu seksi dengan celana jeans belelnya yang lutut kiri dan kanan sengaja disobek dan yang terlebih membuatku dag dig dug adalah disebelah bawah kantong kirinya juga sobek yang lumayan lebar sehingga aku bisa melihat pangkal pahanya yang kekar itu dan hal ini makin membuatku jadi salah tingkah dan segera ada perasaan yang berdesir dalam hatiku untuk mencari berbagai cara dan alasan untuk bisa menggaetnya malam itu. Maka aku bertanya kepadanya.
"Abis ini mau kemana?" tanyaku sekenanya.
"Yah, mau balik di depan terminal lagi sambil nunggu penumpang"
"Kalau aku mau pakai kamu lagi gimana? Sebabnya tadi aku belum makan"
"Yah, nggak apa-apa saya tunggu saja"
"Gini aja aku pesan kamar dulu ke dalam, kamu tunggu dulu di depan yaa"
"Hmm," gumannya tidak jelas.
Setelah aku menemui resepsionis dan sudah mendapatkan kamar yang kuinginkan maka aku kembali keluar untuk menemui abang becak tadi dan dia kuajak masuk dengan alasan aku mau mandi dulu. Dengan rada segan-segan akhirnya dia mau juga masuk ke dalam kamarku setelah sebelumnya dia memarkir becaknya dihalaman hotel dan kepada room boy yang mengantarkan aku kekamar kubilang kalau aku mau keluar lagi untuk cari makan dengan menggunakan jasa becaknya sehingga aku dengan leluasa mengajaknya masuk ke dalam kamar.
Setelah sampai di kamar, kusuruh dia untuk mandi, akan tetapi dia menolak dengan alasan sudah malam dan dingin airnya, maka segera kubuka keran air hangat dan kusuruh dia untuk merasakan hangatnya air dan dengan sedikit rayuan gombal kalau air hangat dapat menyegarkan tubuh yang sedang capek, kemudian dia mau. Dengan segera dia memasuki kamar mandi dan aku segera membereskan barang bawaanku setelah sekitar lima menit dia didalam kamar mandi, aku mengetoknya dari luar dengan alasan biar cepet selesai kalau mandinya bersamaan dan ternyata dia tidak keberatan dengan segera dibukanya slot kamar mandi dan aku segera masuk.
Kudapati dia sudah telanjang bulat sambil menggosok badannya dengan sabun yang tersedia disana. Karena pada waktu itu dia menghadap ketembok maka aku tidak bisa melihat penisnya yang ingin segera kulihat karena dengan panampilannya yang seksi itu membuatku merangsang, maka aku segera melangkahkan kaki menuju bak mandi yang berarti aku membelakanginya setelah kuguyur badanku dengan beberapa gayung air hangat, kubalikan tubuhku menghadapnya untuk meminta sabun dari darinya dan barulah pada saat itu aku bisa melihat penisnya yang lumayan panjang dalam keadaan biasa, sehingga tanpa terasa penisku langsung tegak lurus dan diapun juga melihatnya dan komentarnya penuh dengan arti.
"Lho, koq ngaceng penis sampeyan?" katanya.
"Iyoo, ndelok penismu sing dowo itu opo," jawabku juga sekenanya.
"Hehehehe"
"Koq iso dowo koyok ngene iki diapakno sih," tanyaku lagi.
"nDisik sering dikom karo teh anget," jawabnya lagi.
Dengan penuh ketidak sabaran segera kuraih penisnya yang panjang menggantung itu dan dia diam saja, sambil kukocok perlahan-lahan dan mulai terlihat reaksinya dengan sedikit mengeras dan makin mengeras dan terlihat makin panjang lagi sampai diatas pusarnya beberapa mili.
"Ah, wong podo lanange koq dulinan penis," katanya lagi.
"Enggak opo-opo, aku seneng nek ndelok penis sih dowo ngene," jawabku.
"Nek gelem emuten pisan opoo," katanya lagi.
Tanpa dikomando dua kali maka segera jongkok di depan selakangannya dan kuselomot tuh penis yang sudah tegang mengacung itu sambil sesekali kusiran dengan air hangat dari bak kamar mandi. Dan dia hanya berdiri sambil diam mematung sambil sesekali mendesis keenakan dan mengelus-elus kepalaku Setelah permaian berjalan sekitar seperempat jam didalam kamar mandi dan itu baru pemanasan saja, karena belum ada tanda-tanda dia akan mencapai puncak kenikmatannya. Maka kamipun meraih handuk yang tersedia didalam kamar mandi dan segera mengeringkan badan kami masing-masing dan menuju ketempat tidur dengan ukuran yang cukup besar untuk dipakai berguling-guling dua orang.
Setelah kutelentangkan dia ditempat tidur dan dia menurut saja tanpa ada perlawanan dan penolakan, maka segera kucumbui dia mulai dari cuping telinganya, ke arah pipinya kemudian bibirnya, mula-mula dia diam saja akan tetapi lama kelamaan dia mulai merespon semua kegiatanku untuk mencumbuinya, kemudian kuturunkan lagi kelehernya, dan terus menjulur kebawah lagi ke arah ketiaknya dan kucium aroma yang membuatku makin terangsang, yaitu aroma laki-laki jantan dengan baunya yang sangat khas sekali. Mungkin kalau dalam keadaan biasa aku akan merasa jijik untuk menjilati ketiak yang berbulu dan berbau, akan tetapi pada pagi hari itu hilang sudah perasaan jijik dan lain sebagainya yang ada hanya rangsangan demi rangsangan yang makin membuatku mabuk kepayang.
Terus cumbuanku kuteruskan ke arah putingnya yang berwarna hitam kecoklatan dan ditumbuhi beberapa bulu yang cukup panjang-panjang, kemudian kuteruskan lagi ke arah pusarnya dengan cara memasukan lidahku ke dalam lubang pusarnya dan dia mengelinjang-ngelinjang kegelian sambil mendesah penuh dengan kenikmatan. Kemudian kuarahkan cumbuan bibirku ke arah pinggangnya dan terus turun kebawah lagi ke arah jembutnya yang tumbuh dengan kasar dan kaku itu terus kukulum ujung penisnya yang hitam tegar itu dan menjulang tegak sepanjang sejengkal tanganku yang kukira-kira panjangnya sekitar 20 cm.
Kuemut dengan memasuk-keluarkan dengan mulutku terus dan kudengar rintihan makin keras dan mendesis-desis seperti ular yang sedang mencari mangsa. Setelah cukup lama aku menyelomoti penisnya, segera kuambil lotion yang sudah kupersiapkan disebelah tempat tidur, kemudian kuolesi lubang anusku dengan lotion dan segera aku merangkak ke atasnya dan mulai berusaha untuk memasukan penisnya yang panjang itu ke dalam lubang kenikmatanku, setelah semua penisnya masuk sampai pangkalnya aku segera menaik turunkan bokongku dan dia rupanya masih menikmati permainan sex yang sebelumnya belum pernah dia dapatkan, setelah cukup lama aku naik turun diatas penisnya yang tegak mengacung itu, akhirnya dia memintaku untuk melepaskannya dan menyuruhku untuk telentang dan sambil mengangkat kedua belah kakiku ke atas pundaknya kemudian dia mulai menunduk dan memasukkan penisnya yang masih tegang mengacung itu ke dalam lubang kenimatanku sambil terus mengenjotnya dan kurasakan batang penisnya yang panjang itu sampai ke dalam perutku yang menyodok-nyodok dengan liarnya sambil melenguh-lenguh diantara desisan kenikmatan yang dia rasakan.
"Aaahh, aauucchh"
"Ayoo teruss ggooyaanngg"
"Yaahh"
"Uuuhhaahh"
"AAaauucchh"
Dan gerakan maju mundurnya makin lama makin cepat sampai akhirnya dia tersungkur diatas dadaku sambil merasakan puncak kenikmatannya dengan mengeluarkan pejuh yang sangat banyak dalam lubangku yang sampai kurasakan meleleh keluar dari antara lubang anusku dan penisnya yang masih tertancap dalam lubangku, cukup lama dia memeluk aku dan sambil tersenyum dia berkata,
"Enak ee," katanya.
Kemudian dia bangkit dari pelukanku dan kemudian dia menuju kekamar mandi untuk membersihkan diri dan mandi lagi dengan air hangat, kalau sebelumnya dia masuk ke dalam kamar mandi dengan mengunci pintunya maka untuk kali ini pintu kamar mandi dibiarkannya dalam keadaan terbuka dan kulihat dia sedang mencuci penisnya dengan air hangat dan kuawasi dia dari tempat tidur, sedangkan aku pada saat itu masih belum mendapatkan kepuasan dengan mengecrotkan pejuhku.
Aku maklum akan hal itu karena yang kuhadapi sekarang itu bukanlah seorang gay akan tetapi seorang lekong asli yang sama sekali tidak mengenal hubungan sesama jenis, sehingga mungkin dia tidak mengerti kalau dalam hubungan seperti harus take and give atau harus saling memuaskan lawan mainnya. Kemudian akupun bangkit dari tempat tidurku dengan penisku masih ngaceng penuh karena belum keluar pejuhku, kususul dia kekmar mandi untuk mengguyur tubuhku dengan air hangat pula dan kulihat dia sudah selesai mandi dan sudah mengeringkan badannya dan mulai memakai celdalnya atau Cd-nya dan celana pendek kolor warna abu-abu, kemudian dia rebahan diatas tempat tidur sambil telentang. Setelah selesai dari kamar mandi aku menyusulnya rebahan diatas tempat tidur namun aku masih dalam keadaan telanjang bulat dan penisku sudah mulai surut dari ngacengnya.
Kamipun mengobrol sambil menanyakan identitas kami masing-masing. Dari obrolan itu baru kuketahui kalau namanya adalah Giman, dia adalah orang asli kota itu dan dia sudah beristri dan mempunyai seorang anak yang baru berumur sekitar tiga tahun dan dia memulai pengalaman sexnya dengan seorang wanita sejak kelas dua SMU yaitu sekitar umur 16-17 tahun, dan kadang-kadang dia juga suka jajan dengan perempuan jalanan kalau dia mempunyai kelebihan uang dari hasil narik becaknya. Dan ketika kutanya tentang bagiamna rasanya pengalaman sek yang baru dia rasakan tadi lalu katanya,
"Luwih enak," katanya.
"Enak apane," tanyaku penasaran.
"Luwih seret, luwih keset dibandingno main karo wong wedok," katanya polos.
"Nek ngono gelem maneh yoo?" pancingku.
"Hmm," gumamnya.
Dia tidak mengatakan sesuatu akan tetapi pandangan matanya mempunyai arti tersendiri bagiku, maka segera kuraih kembali penisnya yang sudah lemas dibalik celana pendeknya yang cukup ketat itu dan kuelus-elus lagi dengan perlahan-lahan, sambil kugesek-gesek dan mulai tampak reaksinya dengan makin bertambah panjang dan mengerasnya kembali penisnya, kemudian kulorot celana pendeknya dan ketika itu penisku kembali tegang mengacung kembali kemudian kuraih tangannya untuk memegang penisku.
Mulanya dia canggung dan segan akan tetapi akhirnya dia mau juga mengocok penisku akan tetapi tidak seprofesional sparing partnerku yang benar-benar gay, terus kulorot kembali CD-nya dan kulihat penisnya yang panjang menjulang sudah mengacung kembali, kuemot kembali dengan posisi 69, walaupun begitu aku tidak memintanya untuk menghisap penisku karena aku tahu dia pasti akan menolaknya karena belum biasa, akan hal itu tidak menjadi masalah bagiku, dengan kocokan yang tidak teratur pada penisku hal itu sudah cukup untuk membuat rangsangan pada diriku makin meningkat, setelah cukup lama aku mengemotnya maka segera kuminta dia untuk bangkit dari tidurnya dan segera menindih tubuhku dan kubimbing penisnya yang panjang tegak mengacung itu memasuki lubang anusku.
"Aaahh"
"Aaayyoo teeruss genjot," pintaku.
"Hmm"
Makin lama gerakannya makin cepat dan menggila kekanan kekiri sehingga kurasakan desakan penisnya menusuk kekanan dan kekiri didalam anusku sampai akhirnya kembali kudengar lenguhannya diiringi dengan muncratnya pejuhnya.
"AAaaoocchh enaakk," katanya.
"Ssseeddaapp"
"Aaahh nniikkmmaatt"
Sebelum dia melepaskan penisnya dari lubangku dan masih kurasakan kehangatan dan denyutan penisnya, maka segera aku mengocok penisku makin lama makin cepat sambil diawasinya sampai aku akhirnya melenguh.
"Aaauucchh"
Jrot.. Jrot.. Jrott
Pejuhku muncrat diatas dadaku, kemudian kudekap dia, sampai cukup lama sambil penisnya yang sudah mulai melemas tertancap dilubangku, dua ronde sudah permainan yang dilakukannya pada diriku, setelah dia bangkit dari dekapanku kulihat pejuhku yang tadinya muncrat didadaku, terlihat pula lelerannya didadanya karena dekapanku tadi kemudian segera dia menuju ke kamar mandi lagi dan kudengar siraman air mengguyur tubuhnya.
Sejenak kemudian aku menyusulnya ke dalam kamar mandi dan kami mandi bersama saling menggosok, saling menyabun dan sekali-kali tangan nakalku memegang penisnya yang sudah tidak tegang lagi akan tetapi masih cukup panjang, setelah selesai berpakaian kami ngobrol sebentar, waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi lebih, dan diapun mohon pamit sambil kuberikan tips tambahan dan kubisikkan.
"Aku pengin main ngene maneh," kataku.
"Kapan?" tanyanya.
"Nek, aku nang kene maneh," jawabku.
"Iyoo, tak enteni yoo," sambungnya lagi.
Dia segera keluar dari kamarku dan aku segera mengunci kamarku dari dalam dan merebahkan badanku dengan rasa yang sangat puas dan segera tertidur dengan pulasnya sambil tersenyum dan sekitar pukul 07.00 pagi aku segera bangun, mandi dan bersiap-siap untuk menuju tempat tugasku.
Ketika sebulan berikutnya aku ke Genteng lagi dengan jam yang sama dan aku berharap dapat bertemu kembali dengannya, akan tetapi tidak kutemukan dia, walaupun aku berdiri ditepi jalan di depan terminal cukup lama.
Dimanakah kamu Gimanku?
Apakah kamu sudah lupa dengan janjimu atau mungkin kamu tak ingin menemuiku lagi karena memang kamu bukan gay?
TAMAT
Subscribe to:
Posts (Atom)
Paling Populer Selama Ini
-
Pagi masih gelap saat kudengar ibu membangunkan aku yang terlelap. Seperti biasa aku hanya mengubah posisi berbaringku menjadi meringkuk. “T...
-
. Album Berikutnya
-
Namaku Suryati, biasa dipanggil Yati. Sejak berkeluarga dan tinggal di Jakarta aku selalu sempatkan pulang mudik menengok orang tua di Semar...
-
Sebagai penghuni baru di Kota ini, sore itu aku memutuskan untuk jalan-jalan di salah satu mall terkenal di daerah selatan Jakarta. Aku ingi...
-
---------- 1. Mature Gay Daddy - Oldermen Lihat Cuplikan Size: 44,11 MiB Duration: 00:11:20 Type: avi Video: 400x300 http://b93d...
-
[click untuk memperbesar] Fileserve Mediafire
-
Album Sebelumnya
-
1. Lihat Cuplikan Gambar Download 2. Lihat Cuplikan Gambar Download 3. Lihat Cuplikan Gambar Download 4. Li...
-
Cerita lainnya tanpa gambar tapi tak kalah seru, klik aja ini
-
Untuk menghabiskan anggaran tahunan, perusahaan kami berniat membeli beberapa peralatan kantor berupa komputer dan beberapa perlengkapan lai...