7/02/2011

My Wild and Raunchy Son - I (kiriman dari teman di malaysia)



















bersambung ...

Pertama Kali

Aku sedih karena orangtuaku harus pindah ke Padang dan aku harus ikut mereka, tetapi bagiku itu tidak masalah karena aku baru saja tamat sekolah jadi melanjutkan kuliahnya ya.. langsung saja mendaftar di Padang. Satu minggu, satu bulan sudah berlalu aku telah melewati hari-hariku yang serasa hambar tanpa ada suatu kesan yang berarti bagiku.

Kuliah mulai berjalan dan aku sibuk dengan belajarku, aku mulai kenali internet, dan aku mulai nakal dengan situs-situs panas dan tidak tinggal dengan situs-situs gay, namun aku lebih sering membuka site gay, entah kenapa aku lebih senang melihat bagian-bagian yang aku juga punya sendiri. Setahun berlalu aku tetap dengan kesibukanku, yaitu situs-situs gay.

Suatu hari aku ke warnet (maklum kalau mau buka yang gitu aku takut ketahuan sama orangtua) tempat langgananku, aku membuka situs gay. Entah apa yang merasuki jantungku, apakah kerena sering buka situs gay, aku lebih suka memandangi pria di bagian paha dan selangkangannya, entahlah. Sebelum aku mengambil tempatku, di koputer sebelah telah ada seorang pria dengan wajah bersih, tampan dan berbadan kekar. Waktu itu dia memakai pakaian yang serba ketat dan aku pun jadi terpesona dan aku sempat berhenti memperhatikan badannya begitu lewat di depannya.
"Ah.., Abang ini bikin jangtungku berdebar saja..! Oh Tuhan, mengapa jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya..? Apakah yang akan terjadi..?" pikirku dalam hati.

Aku sengajakan untuk berdiri sebelum duduk dan kupandangi dia sesaat, dia pun melirikku cepat dan agak lama, jantungku tambah kencang. Oh my God, dan aku segera duduk, tidak ketinggalan juga melirik site yang sedang dibukannya, tambah terkejut aku begitu melihat situs yang dibukannya, ternyata yang sedang dibuka juga situs kegemaranku.
"Kebetulan nich.. ternyata kita sama.." kataku dalam hati.

Aku mulai membuka kagemaranku, dan tidak kusadari ternyata dia memperhatikanku sejak tadi. Begitu aku iseng melihat ke arah dia, dia pun senyum kepadaku. Aku balas senyumnya dan aku terpaku tunduk. Keluar dari warnet aku duduk di bangku halte sejenak menghilangkan kejenuhanku di depan komputer. Tidak kusadari telah duduk seorang berbadan besar di sampingku, begitu kulihat, ternyata wts (warga tetangga sebelah) di warnet tadi.
"Ops.., ternyata dia lagi.." kata hatiku terkejut.
Aku sengaja untuk duduk lebih lama, walaupun angkot jurusan rumahku sudah berulang-ulang kali lewat.

Sudah begitu lama, dia pun menanyakan waktu kepadaku, "Maaf Dek.., sekarang jam berapa yaa..?"
Kulirik jam tanganku dan kusebutkan waktu saat itu, dan seterusnya dia mulai lagi berbicara.

"Adik yang duduk di sebelahku tadi kan..?" tanyanya, aku pun gugup, "Di Warnet itu kan..? "katanya lagi, aku pun membalas dengan mengangguk.

Dia mengulurkan tangan, "Rio..(nama samaran)"

Kusambut tangannya dan kusebut namaku. Sesaat kami sudah seperti orang yang sudah berkenalan seribu tahun, lalu tak sadar percakapan pun sampai-sampai ke arah ngesex.

Aku kasih isyarat ke dia, "Bang.., ini di jalan umum.. nggak enak membicarakan itu.." kataku.

Mendengar kata-kata tersebut dariku, langsung saja dia mengajakku untuk serius membicarakan hal itu.

"Kalau begitu bagaimana kalau kita bicarakan di tempat yang sepi, oke..?"

"Di mana..?" tanyaku balik.

Dia diam dan menarik tanganku entah dibawa kemana. Kini aku tahu dia membawaku ke rumahnya.

"Eh.., ngomong donk kalo mau bawa ke rumahmu..!" sahutku sewot sesampai di rumahnya yang tidak begitu jauh dari warnet.

Aku dipersilakan masuk kamarnya sejenak, kupandangi dindingnya yang penuh dengan gambar-gambar poster binaragawan, tidak ketinggalan gambarnya Ade Ray yang lagi ngangkang. Aku terhanyut melihat gambar yang satu itu, tepatnya begitu melihat yang menonjol di balik celana dalam merah Ade Ray yang begitu besar.

"Ayo duduk sini, nih aku bawakan sirup dan kueh..!"

Aku tidak menghiraukan, kerena masih senang dengan gambar itu. Ditariknya tanganku dan aku terjatuh di pangkuannya.

"Ah.. kalo manggil itu baik-baik donk..!"

Jantungku kembali berdetak cepat setelah sadar aku jatuh dan terduduk di atas pahanya yang besar.

"Abang mau jadi binaragawan yaa..?" kataku seraya mengendurkan suasana hatiku.

"Emangnya kenapa..?" dia balik bertanya.

"Iya habis banyak gambar binaragawan di sini.."

"Alat-alat fitnes juga ada.." katanya.

"Dimana..?" kataku hendak bangkit, tetapi secepat kilat dia kembali menarikku jatuh di pangkuannya.

"Nanti aja, sekarang kita lanjutin cerita yang tadi."

"Yang mana..?" tanyaku belagak bodoh, dia mulai cerita hot-nya dan diskusi denganku denganposisi aku tetap di atas pahanya.

Sesaat kusadari tangannya mulai meraba-raba pahaku dan berhenti di tengah selangkanganku, aku tetap diam seolah memberikan isyarat 'iya' kepadanya.

"Iyak pas banget.. remes tuh kontolku..!" kataku dalam hati.

Dia terus bercerita, dan kusadari dia mulai meremas dan kemudian membuka resleting celanaku. Aku tetap diam sambil menyembunyikan perasaanku kalau aku sudah horny dari saat dia memulai ceritanya. Kurasakan elusan tangannya di atas batangku dan aku tidak dapat lagi menahan gerakan tangannya yang mencoba mengeluarkan batangku yang setengah berdiri dari sarangnya. Kubiarkan dia bekerja sambil terus memandangi dinding yang penuh gambar menggodaku tersebut, namun juga kurasakan barangnya mulai mengeras dan mendesak tempat dudukku. Dicapainya bibirku dan mulai dia memainkan lidahnya di bibirku.

"Oh.. hangatnya bibirnya dan enak sekali rasanya.." hatiku berkata, yang mana ini belum pernah kurasakan, aku terhanyut.

Begitu lama dia mengulum bibirku dan dia merubah posisi dengan merebahkanku di lantai dengan terus menciumiku. Kali ini dia lebih ligat beraksi, kurasakan seluruh rongga mulutku sudah dijelajahi dengan lidahnya, namun terasa enak sekali dan aku menikmatinya. Tangannya meraba-raba seluruh tubuhku dan mulai membuka ikat pinggangku, lalu melucuti baju dengan terus mulut kami berdekatan.

"Oh nikmat sekali, belum pernah aku merasakan begini.." hatiku berkata lagi.

Kubiarkan dia terus beraksi, sesaat dilepaskannya bibirku kerena dia akan membuka celanaku. Tetap saja kubiarkan sambil menunggu aksi selanjutnya dari dia. Kulihat dia telah bugil di depanku, oh ternyata kami sudah sama-sama bugil. Kembali dia melanjutkan aksinya mencium bibirku, kurasakan batang kejantanannya sudah menegak di atas perutku. Kini dia tidak hanya menyium bibirku saja, melainkan mulai menjalar ke leherku dan berhenti di punting susuku. Aku mengeliat kerena geli akibat dia memainkan lidahnya.

Kini dia telah sampai di pusarku, aku mengeliat lebih keras kerena merasa geli dan sedikit mengeluarkan erangan yang merangsang. Sampai sudah dia di puncak batangku yang sudah menegang dari awal aksinya.

"Akhh.. ehh.." eranganku begitu kurasa nikmat sekali di batangku.

Kuangkat kepalaku, ternyata dia telah menelan habis batang kemaluanku.

"Ahh.. hmm.." kujatuhkan kembali kepalaku dan menikmati sedotannya yang begitu kuat.

Aku mulai menggeliat lebih kencang kerena batangku yang sudah sangat mengeras mulai dihisapnya dengan gerakannya yang menaikkan menurunkan kepalanya. Kurasakan semakin kencang gerakannya dan sedotannya semakin kuat, aku tak dapat lagi menahan.

"Crott.. crott.. crit.." spermaku menyemprot tenggorokannya dan kurasakan hisapannya semakin kuat, seakan-akan tidak dapat dilepaskan.

Badanku lemas penuh keringat setelah seluruh tulangku mengejang dengan hebat, dan terus terang baru kali ini kurasakan kenikmatan tak terhingga sampai ke ubun-ubun. Sekian lama aku telah orgasme kulihat dia terus asyik dengan batang kemaluanku yang masih errect.

"Punyamu besar yaa.." katanya.

Betapa besarnya hatiku mendengar pujiannya yang juga baru pertama kali kudengar pujian terhadap barangku yang selalu kukagumi dan kupelihara tersebut.

Kemudian dia mengambil posisi 69 dan langsung menghadapkan rudalnya ke wajahku. Aku tidak berani mengulumnya, kukocok rudal yang telah berdiri kuat di hadapanku dan kembali kurasakan kenikmatan tadi, kerena dia masih tidak mau melepaskan penisku. Capek juga mengocok batang kejantanan yang panjang ini (kira-kira 18 cm, tetapi tidak kalah dengan panjang dan kebesaranrudalku) kembali aku mengejang untuk kedua kalinya.

"Hmm.. ehmm.. hmmh.. hhmm.." kudengar erangannya, rupanya dia pun akan mulepaskan tembakannya.

"Crot.. creet.. croot.." tembakannya mengenai dadaku, kerena tubuhku lebih tinggi 20 cm darinya dan spermaku kembali membasahi rongga mulutnya.

"Inikah kenikmatan yang sering kubaca, orgasme bersamaan dari buku-buku sex yang pernah kubaca..?" kataku dalam hati.

Kami terlelap melepas kelelahan setelah berperang rudal di kamar yang remang-remang tersebut. Aku terbangun setelah jam dinding menunjukkan angka 5 sore. Kubersihkan lumuran mani yang sudah mulai mengering dan sedikit kental di dadaku, dan aku segera bergegas. Kulihat dia masih terlelap menikmati orgasmenya.

Kucari secarik kertas dan kutulis pesan, "Maafkan aku kalau pergi tanpa memberi tahu Abang, kerena hari telah sore, aku takut pulang telat kerena pulang kuliah tidak langsung ke rumah dulu. Kita ketemu lagi ya di warnet."

Aku juga meninggalkan nomor telpon rumahku.

Sampai cerita ini kutulis aku selalu merindukan kehangatan pelukan seorang teman/kasih sesama pria, kerena sejak kejadian itu kami tidak pernah lagi bertemu di warnet dan dia pun tidak pernah menelponku. Kucari ke rumah kenikmatan itu lagi, tetapi tidak kutemukan Abang Rio di sana. Hari-hariku kembali hambar, adakah penggantinya..? Aku ingin merasakan kenikmatan pertamaku tersebut. Oh ya, bagi yang ingin berkenalan please email to me pasti kubalas.

Tamat

Arwah Binal

Copyright 2000, by KHISmistress

(Paranormal – Kerasukan, Berbagi Istri)

Aku dan istriku yang baru menikah selama setahun, akhirnya bisa membeli rumah sendiri, setelah selama beberapa bulan ikut dengan mertua. Meski rumah itu tidak begitu besar, namun rasanya cukup membahagiakan hatiku. Bagaimana tidak? Suami mana yang tak merasa bangga bisa membeli rumah sendiri, ketimbang nebeng di rumah mertua.

Rumah yang kubeli, keberadaannya agak jauh dari rumah penduduk lain. Entah mengapa, sepertinya para penduduk di sekitar rumah yang kubeli itu, enggan berdekatan dengannya. Bahkan sewaktu aku hendak membeli rumah itu, ada penduduk yang memberitahuku kalau rumah itu angker. Katanya ada penghuninya.

Aku hanya tersenyum mendengarnya. Aku menganggapnya sebagai cerita bohong belaka. Lagipula, sebagai manusia yang diberi akal dan pikiran, kenapa harus takut pada hal-hal mistik seperti itu? Ketimbang tinggal bersama mertua, bukankah lebih baik punya rumah sendiri?

Semula, saat pertama istriku melihat rumah itu, dia pun mengatakan kalau tempat itu seram. Istriku yang masih muda itu sebelumnya memang selalu tinggal bersama keluarga besar orang tuanya di sebuah rumah besar di lingkungan yang ramai di Sukabumi. Hani baru berusia 20 tahun. Lebih muda 6 tahun dariku. Sifatnya begitu polos dan jujur. Tubuhnya langsing padat dengan kulit yang putih bersih. Wajahnya cantik seperti aktris Dina Lorenza dengan rambut panjang terurai, ia adalah seorang istri yang ideal bagiku.

Dengan keyakinan yang kuberikan, akhirnya istriku pun bisa menerimanya. Setelah dibersihkan dan dirapikan, kami pun pindah.

Hari pertama kami menempatinya, tak ada hal-hal aneh. Itu sebabnya keesokan harinya kukatakan pada istriku bahwa apa yang dikatakan oleh orang-orang mengenai rumah itu tak benar. Istriku pun semakin bertambah yakin dan percaya dengan perkataanku. Begitu juga dengan hari selanjutnya sampai enam hari kami menempati rumah itu, tak ada hal-hal ganjil yang kami alami. Semua itu semakin membuat kami yakin, kalau cerita rumah yang kami tempati ada hantunya hanyalah bohong belaka.

Hingga sampailah pada hari yang ketujuh….

Hari itu hari Kamis malam Jumat. Sejak siang hujan turun dengan deras diikuti oleh angin kencang. Aku dan istriku sedang berada di ruang tengah menyaksikan acara televisi, ketika dari luar terdengar sesuatu berderak keras dan kemudian tumbang dengan menimbulkan suara yang keras dan sangat mengejutkan. Sampai-sampai istriku dibuat menjerit dan memelukku kuat.

Kraaaa….k!! Buuummm…..!!!

“Maass…!”

“Sepertinya ada pohon yang tumbang,” gumamku sambil memeluk tubuh istriku yang menggigil dengan wajah pucat ketakutan. “Sebaiknya kulihat…”

“Aku takut, Mas,” keluh istriku.

“Apa yang mesti kautakutkan? Tak ada apa-apa. Sebaiknya kau di dalam saja,” saranku seraya melepaskan pelukan istriku kemudian melangkah ke teras rumah. Saat itu kulihat pohon nangka yang ada di halaman rumahku tumbang sampai ke akar-akarnya.

Rupanya suara tumbangnya pohon nangka itu juga didengar oleh warga sekitar sehingga mereka pun berdatangan. Kami dibuat terbelalak ketika melihat tanah lubang bekas akar pohon nangka itu. Di lubang tanah bekas akar pohon nangka itu terdapat tulang belulang manusia. Entah tulang siapa.

Karena ada kejadian aneh maka Pak Ramon pun menghubungi polisi. Dokter forensik dari labkrim langsung melakukan pemeriksaan terhadap kerangka manusia itu.

Tanpa sepengetahuanku, ternyata istriku keluar dan melihat kerangka manusia itu. Saat kerangka itu diangkat, tiba-tiba istriku mengeluh sakit kepala kemudian jatuh pingsan. Hal itu membuatku jadi panik. Segera kubopong tubuh istriku masuk ke dalam kamar meninggalkan masyarakat dan para petugas yang masih sibuk mengurusi tulang belulang itu.

Kejadian malam itu segera berlalu. Aku dan istriku tidak berminat untuk membahasnya lagi. Semuanya tampak sudah berjalan normal kembali sampai sekitar seminggu kemudian….. Malam itu aku bermimpi aneh.

Dalam mimpiku, aku melihat istriku tengah bersetubuh dengan seorang pemuda. Melihat hal itu, tubuhku seketika menggigil karena emosi. Ingin rasanya aku melabrak keduanya, namun entah mengapa seketika aku tak mampu berbuat apa-apa. Akhirnya aku hanya bisa melihat bagaimana istriku merintih-rintih dicumbu dan disetubuhi oleh lelaki lain, yang samar-samar bisa kulihat ternyata adalah Ajat, muridku sendiri di SMU tempatku mengajar.

Ajat adalah salah seorang siswa teladan di SMU itu. Selalu menjadi bintang kelas. Dengan tubuhnya yang besar dan sehat, ia selalu aktif di kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, paskibra maupun organisasi pencinta alam. Setahuku ia adalah seorang siswa yang sopan dan baik perilakunya.

Namun… kini aku melihatnya dalam keadaan polos sama sekali tengah asyik mencumbu dan menyetubuhi istriku yang juga tak mengenakan selembar benang pun untuk menutupi tubuhnya yang putih dan padat berisi. Tubuh indah yang selama ini hanya aku sendiri yang bisa melihat dan menjamahnya.

Entah berapa lama mereka asyik berkasih-kasihan sementara aku seperti tak berdaya hanya bisa berdiri mematung memandangi aksi mereka. Rasanya seperti lamaaa… sekali.

Akhirnya, tampak Ajat mencapai puncak kepuasannya. Gerakannya yang semula seolah tak pernah diselingi istirahat mendadak berhenti. Wajahnya tampak tegang. Ia sama sekali tak berusaha mengangkat kemaluannya dari dalam tubuh istriku! Anak jahanam itu benar-benar berusaha mengosongkan air maninya yang telah siap untuk meledak sejak beberapa puluh menit yang lalu itu ke dalam rahim istriku yang masih sangat subur. Yang lebih mengejutkanku ternyata istriku sendiri tampak berusaha menahan anak muda itu keluar dari dalam tubuhnya. Dicengkeramnya kuat-kuat Ajat yang sedang menindih tubuhnya di bagian pantatnya.

Ajat pun tampak lemas setelah memuaskan nafsunya kepada istriku yang cantik. Tiba-tiba saat itulah kedua mata istriku berubah menjadi merah membara laksana api. Mulutnya menyeringai, menunjukkan sepasang gigi taring yang runcing.

Entah dari mana datangnya, tahu-tahu tangan istriku sudah memegang sebilah pisau. Kemudian dengan buas istriku menghunjamkan pisau itu ke dada pemuda yang telah menyetubuhinya itu.

“Rasakan pembalasanku…. Hiih….!!!”

Jraab!!

“Aaakh…..!!” Ajat menjerit keras. Ia segera melepaskan tubuh istriku. Darah seketika menyembur dari dadanya. Sesaat tubuh Ajat menggelepar-gelepar, kemudian terkulai mati.

Aku tersentak bangun dari tidurku. Tiba-tiba aku tak menemukan istriku. Entah ke mana perginya. Khawatir terjadi sesuatu pada istriku, aku bergegas bangun dari tempat tidur. Sambil memanggil-manggil, aku berusaha mencari istriku.

“Han….. Hanii…. Di mana kau?” seruku memanggil sambil terus melangkah keluar kamar. Di ruang tamu, aku tak menemukan istriku. Dengan perasaan semakin cemas, aku lari ke kamar sebelah. Kubuka satu-persatu pintu kamar yang ada namun tetap juga aku tak menemukan istriku. Segera aku lari ke arah dapur. Saat itu juga, kulihat istriku sepertinya baru masuk.

“Hani… Dari mana kamu, sayang?” tanyaku seraya mendekat. Kulihat tubuh istriku menggigil kedinginan. Seluruh pakaiannya tampak basah kuyup. “Kau baru keluar…?”

Hani mengangguk dengan tatapan mata sayu.

“Untuk apa?”

“Entahlah, aku juga tak tahu, Mas. Tahu-tahu aku sudah di depan pintu dapur. Karena kudengar kau memanggil-manggil namaku, aku pun masuk,” tuturnya seperti kebingungan.

“Sudahlah, pakaianmu basah. Ayo cepat ganti, nanti masuk angin,” kataku seraya membimbingnya dengan penuh kasih. Sesampainya di kamar, kulepas seluruh pakaiannya. Kemudian kuambilkan gaun yang kering dan membantu mengenakannya. Sedangkan gaun yang basah segera kurendam di dalam air di kamar mandi. “Masih malam. Ayo tidur….”

Hani pun menurut. Ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Namun begitu wajahnya tampak seperti kebingungan.

“Apa yang kaupikirkan?” tanyaku.

“Tadi saat aku tidur, aku mendengar ada suara seorang lelaki memanggil namaku, Mas. Tiba-tiba aku…. aku tak ingat apa-apa lagi. Dan… dan tahu-tahu aku sudah berada di luar, Mas…” tuturnya dengan wajah masih menunjukkan kebingungan.

“Sudahlah, semua hanya mimpi,” kataku berusaha menghibur hatinya. Untuk memberikan kenyamanan, aku pun memeluknya. Perlahan kucium keningnya, tetapi Hani menolakku secara halus.

“Aku capai, Mas,” katanya dengan mata yang kuyu dan memelas. Lalu ia membalikkan tubuhnya membelakangiku dan segera tertidur pulas. Kututupi tubuhnya dengan selimut yang tebal, lalu aku pun menyusulnya tidur.

Pagi itu aku bangun kesiangan. Kalau saja tak ada kegemparan, mungkin aku tak akan bangun saat itu.

“Ada apa, sayang?” tanyaku pada istriku saat kudengar suara orang ribut.

“Entahlah… Katanya telah ditemukan mayat”

“Mayat?” Bergegas aku bangun. Tanpa cuci muka dulu, aku langsung melangkah keluar rumah untuk melihat apa yang telah menggemparkan para warga. Ketika bertemu dengan Pak Ramon aku pun langsung bertanya, “Ada apa, Pak Ramon?”

“Ajat, Pak Guru.”

“Ajat….?! Kenapa dengan Ajat?” tanyaku dengan perasaan berdebar tak menentu.

“Ajat diketemukan meninggal.”

“Apa..?! Meninggal?”

Penasaran ingin tahu yang sebenarnya, aku pun langsung menuju rumah orang tua Ajat untuk melihat sekaligus melayat. Terpaku aku dengan mata membelalak dan mulut melongo ketika melihat bagaimana keadaan mayat Ajat. Ajat ditemukan mati dalam keadaan telanjang bulat. Sepertinya sebelum meninggal, dia terlebih dahulu melakukan hubungan badan dengan seorang wanita. Yang mengerikan, di ulu hati Ajat terdapat bekas hunjaman pisau.

Kenapa? Kenapa kejadian yang menimpa Ajat persis seperti mimpi yang kualami, pikirku tak mengerti. Ya, sebelum aku menemukan istriku di pintu dapur, aku bermimpi istriku bersetubuh dengan Ajat, salah seorang muridku. Tiba-tiba, setelah Ajat mencapai puncak kenikmatan, wajah istriku berubah menjadi buas dan menyeramkan. Kemudian… istriku menghunjamkan pisau ke ulu hatinya. Oh, Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa mimpiku menjadi kenyataan? Benarkah istriku yang melakukannya? Tidak! Tak mungkin istriku yang melakukannya. Istriku sangat lemah. Ia tak akan bisa berbuat sekejam itu.

Dengan langkah gontai, aku pulang ke rumah. Kutemui istriku tengah duduk termenung dengan wajah tak berdosa. Semua itu, semakin membuatku yakin, bukan istriku yang melakukannya. Lalu… siapa yang telah membunuh Ajat? Dan ke mana istriku semalam keluar? Aku benar-benar dibuat tak mengerti.

“Ada apa, Mas?” tanyanya.

“Ajat, Han.”

“Kenapa dengan Ajat?”

“Dia diketemukan mati dengan keadaan mengenaskan. Sepertinya sebelum dibunuh, terlebih dulu ia berhubungan badan dengan seorang wanita yang mungkin saja pembunuhnya,” desahku lirih sambil memandang ke wajahnya, ingin tahu bagaimana perubahan wajahnya setelah mengetahui berita itu.

“Ya, Tuhan. Bagaimana mungkin, Mas? Ajat anak baik dan selama ini kunilai merupakan muridmu yang paling cerdas dan patuh. Rasanya tak mungkin ia berbuat sejauh itu,” tuturnya masih dengan ekspresi wajah tak berdosa. Semua itu semakin membuatku bertambah tak mengerti.

“Ya, mungkin sudah takdir,” desahku.

Malam harinya, kembali aku bermimpi. Saat itu, aku seperti baru pulang dari bepergian. Karena kulihat rumah sepi, maka aku berusaha mencari istriku. Setelah kucari ke sana ke mari, entah dari mana petunjuk yang kudapat, langkah kakiku tiba-tiba terayun ke arah sebuah gudang tua. Dan memang, di sana akhirnya kutemukan istriku. Namun mataku kembali dibuat terbelalak, melihat apa yang sedang dilakukan istriku. Saat itu ia sedang bersama Pak Munandar, Ketua RT tempat kami tinggal.

Saat itu aku melihat pria yang bertubuh gemuk dan berkepala nyaris gundul dengan kumis tipis di atas bibirnya itu dalam keadaan polos, dan tengah menggeluti istriku yang juga dalam keadaan polos sama sekali. Kontras sekali perbedaan mereka dalam keadaan telanjang bulat seperti itu. Pak Munandar yang gemuk, berkulit gelap dan berwajah tak menarik dengan istriku yang ramping, berkulit putih bersih dan berwajah cantik.

Sebagaimana mimpiku kemarin, aku pun lagi-lagi tak bisa berbuat apa-apa. Sekujur tubuhku terasa kaku tak bisa digerakkan. Padahal aku ingin sekali melabrak keduanya.

Pak Munandar memang tampak kaget ketika melihatku memergoki mereka berdua dan berusaha melepaskan diri dari pelukan istriku. Lelaki itu sebetulnya kukenal sebagai seorang yang baik dan suka menolong. Ketika kami pindah rumah pun ia banyak sekali menolong kami tanpa pamrih. Namun dengan bibir tersenyum menggoda, istriku berkata, “Jangan takut, sayang…. Dia tak akan berbuat apa-apa sebab dia lelaki lemah yang tak mampu memberikan kepuasan. Teruskan sayang….. Aku suka dengan kejantananmu….”

Darahku mendidih mendengar ucapan istriku yang bibirnya tersenyum penuh ejekan ke arahku, tapi aku benar-benar tak mampu berbuat apa-apa. Aku hanya bisa berdiri mematung sambil menyaksikan bagaimana istriku terus bercumbu dengan Pak Munandar.

Keduanya seperti sudah kerasukan iblis. Godaan istriku yang cantik dan bertubuh indah telah membuat Pak Munandar seperti lupa segalanya. Ia kembali menyetubuhi istriku seolah tak peduli ia melakukannya di hadapan orang lain yang terus memandangi mereka. Di hadapan suami dari wanita yang sedang disetubuhinya!

Telingaku bagai hendak pecah setiap kali mendengar rintihan dan lenguhan kenikmatan yang keluar dari bibir istriku dan bibir Pak Munandar.

Kali ini pun aku dipaksa untuk melihat bagaimana Pak Munandar mencapai orgasme di atas tubuh istriku yang sedang disetubuhinya. Seperti halnya dengan Ajat, istriku tampaknya ingin sekali membiarkan Pak Munandar mengisikan benih-benih hasil percintaan mereka ke dalam rahimnya. Jari-jemarinya yang mungil mencengkeram kuat-kuat pantat lelaki itu yang besar untuk menolong alat kelamin lelaki itu tetap bersatu dengan alat kelaminnya sendiri sementara Pak Munandar menyemprotkan setiap tetes air maninya ke dalam rahim istriku… Tentu saja aku sangat cemburu melihatnya. Kepalaku terasa akan meledak saat itu.

Ketika Pak Munandar tampaknya telah selesai dan keletihan yang luar biasa tergambar di wajahnya, tiba-tiba terjadi perubahan pada wajah istriku. Wajahnya yang semula cantik, berubah menjadi menyeramkan dengan mata merah membara. Dari mulutnya keluar taring runcing. Lalu, entah dari mana datangnya, tahu-tahu di tangan istriku telah tergenggam sebilah pisau tajam. Sedetik kemudian…..

“Kau telah mendapat kepuasan dariku, Munandar, maka kini saatnya aku harus membunuhmu….!” Bersamaan dengan itu, istriku menghunjamkan pisau stainless itu ke ulu hati Pak Munandar.

Jraaab…

“Wuaaaa……!!!!” Pak Munandar menjerit sekeras-kerasnya. Tubuhnya tertarik keluar dari tubuh istriku dengan sentakan yang tiba-tiba. Ia pun sekarat dengan ulu hati berlubang dan menyemburkan darah, lalu terkulai di samping tubuh istriku dengan nyawa yang sudah melayang.

Istriku bangkit dengan sikap yang tenang. Ketika ia berdiri, aku bisa melihat dari dalam alat kelaminnya keluar cairan sperma Pak Munandar yang pekat. Sisa-sisa benih cinta mereka berdua yang telah menyelesaikan tugasnya untuk membuahi sel-sel telur istriku yang subur itu mengalir dengan cukup deras di kedua paha bagian dalam istriku. Wajahnya tak lagi menyeramkan, tapi pisau yang berlumuran darah masih berada di genggamannya. Ia berbalik ke arahku dan memandangku dengan senyum penuh ejekan.

Lagi-lagi seperti kemarin malam, aku tersentak bangun. Segera aku keluar mencari istriku yang tidak ada di sampingku entah ke mana. Aku yang tadi bermimpi istriku berada di gudang tua segera menuju pintu depan untuk keluar dan pergi ke gudang itu. Namun baru saja kubuka pintu, kulihat istriku sudah berada di depan pintu dengan wajah tampak pucat dan mata terpejam seperti tidur.

“Hani…!”

Hani membuka matanya.

“Mas, bagaimana aku ada di sini?” tanyanya heran. “Bukankah tadi kita sedang tidur?”

Keningku mengerut turut heran. Ya, tadi memang kami tidur bersama dan malah berpelukan. Tetapi, aku bermimpi seram lagi dan sebagaimana kejadian kemarin malam, lagi-lagi istriku seperti kebingungan sendiri seakan tak menyadari apa yang telah dilakukannya.

Melihat kepucatan wajah istriku, aku jadi tak tega ingin bertanya. Segera kubimbing dia masuk. Kemudian sebagaimana kemarin, kugantikan gaunnya yang kotor dan langsung kurendam di dalam air.

Keesokan harinya, kejadian seperti kemarin kembali terulang. Mayat Pak Munandar diketemukan di dalam gudang tua dalam keadaan mengenaskan. Sebagaimana mayat Ajat, mayat Pak Munandar juga ditemukan telanjang bulat. Sepertinya sebelum dibunuh, ia terlebih dahulu bersetubuh dengan seorang wanita yang diduga sebagai pembunuhnya.

Kejadian demi kejadian aneh yang menimpa kehidupan rumah tanggaku membuatku merasa bingung. Di satu sisi, aku merasa kalau korban-korban itu yang membunuhnya adalah istriku. Namun di sisi lain, aku tak yakin kalau istriku yang selama ini sangat lemah adalah seorang pembunuh.

Tak tahan dengan kejadian-kejadian misterius itu, akhirnya malam itu aku berusaha untuk tidak tidur. Aku ingin tahu, apa sebenarnya yang terjadi pada istriku? Namun anehnya, ketika aku tetap tidak tidur, istriku malah tidur dengan nyenyaknya.

Karena dua malam terakhir kurang tidur, lewat pukul satu dini hari aku tertidur. Kali ini mimpi itu muncul kembali. Aku melihat istriku berada di tepi sungai bersama Pak Ramon Da Costa, satpam di sekolah tempatku mengajar. Sebagaimana biasanya, istriku saat itu tampak begitu mesra merayu Pak Ramon.

“Jangan begitu, Mbak Hani. Tidak baik…. Mbak Hani kan sudah bersuami?” kata Pak Ramon berusaha menolak ajakan istriku untuk kencan.

Hani tersenyum menggoda seraya mengangkat gaunnya tinggi-tinggi sehingga mempertontonkan pahanya yang putih mulus seperti pualam. Mata Pak Ramon melotot tak berkedip, memandang nanar ke paha mulus istriku.

“Sungguh Pak Ramon tidak kepingin? Bukankah istri Pak Ramon di rumah sudah tua? Sudah tak menyenangkan lagi…? Ini kesempatan, Pak Ramon. Jangan disia-siakan…..”

Sebetulnya Pak Ramon adalah seorang lelaki yang berwibawa dan dihormati. Namun menghadapi seorang wanita muda yang cantik dan bertubuh indah seperti istriku yang menawarkan tubuhnya secara sukarela, lelaki tua veteran perang Timor Timur itu seolah lupa segala-galanya. Aku baru menyadari potensi istriku sebagai seorang wanita penggoda. Wajah yang cantik, tubuh yang indah, usia yang muda, dan rayuan yang maut. Lengkaplah sudah…. Atau apakah itu bukan istriku? Karena sepanjang aku mengenalnya, istriku memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Ia bukanlah tipe wanita nakal yang suka menggoda pria…. Ia adalah tipe wanita yang sangat setia kepada suami.

Karena terus digoda, akhirnya Pak Ramonpun luluh juga imannya. Maka saat Hani menggeser duduknya mendekati lelaki itu sambil melingkarkan kedua tangannya di lehernya, Pak Ramon sama sekali tak melarangnya lagi. Malah kemudian kedua tangannya yang keriput itu mulai beraksi merayapi sekujur tubuh istriku.

Darah cemburuku mendidih menyaksikan pemandangan itu. Ingin rasanya aku membentak agar Pak Ramon dan istriku sadar. Tapi entah kenapa, kerongkonganku bagaikan kering. Tak sepatah kata pun yang mampu keluar dari mulutku sehingga aku hanya bisa melihat adegan demi adegan yang mendebarkan itu berlangsung satu per satu. Bahkan aku hanya bisa menelan ludah saat Pak Ramon menelanjangi istriku dan keduanya kini sudah sama-sama polos…..

Dengan buas dan penuh nafsu, Pak Ramon pun mencumbu serta menggeluti tubuh istriku yang tampak menikmatinya. Aku baru mengetahui bahwa di balik penampilannya yang tenang, walaupun usianya sudah sekitar setengah abad, Pak Ramon ternyata memiliki daya tahan yang luar biasa, di samping juga pengalaman yang tinggi. Dan yang membuatku terkejut adalah ukuran alat vital Pak Ramon yang ternyata besar sekali!!

Kali ini rupanya istriku menemui tandingannya. Nafsu istriku yang luar biasa dengan mudah ditanganinya. Bahkan terkadang aku melihat justru istriku yang usianya kurang dari setengah usia Pak Ramon yang tampak agak kewalahan mengimbangi nafsu lelaki itu.

Berbagai gaya pun mereka pertontonkan. Ada banyak gaya bersetubuh yang diterapkan Pak Ramon kepada istriku, yang aku sendiri pun tak pernah melakukannya terhadap istriku itu atau bahkan tak berpikir sama sekali tentang cara itu! Aku baru tahu kalau seorang lelaki bisa menyetubuhi seorang wanita melalui berbagai lubang di tubuhnya – tak hanya melalui alat kelaminnya – setelah melihat Pak Ramon mempraktekkannya terhadap istriku. Aku pun baru tahu kalau istriku mau saja disetubuhi oleh Pak Ramon dari belakang seperti posisi hewan yang sedang kawin.

Bahkan yang paling mengejutkanku adalah ketika istriku duduk bertekuk lutut di hadapan Pak Ramon lalu membiarkan orang tua itu mempompa mulut istriku yang mungil dengan penisnya yang besar. Tanpa merasa jijik sedikit pun, Hani menjilati dan mengisapi alat vital Pak Ramon, tak ubahnya seperti seorang gundik yang tengah melayani tuannya. Seirama dengan keluar masuknya kemaluan orang tua itu di mulutnya, dari bibirnya tak henti-hentinya keluar desisan dan lenguhan kenikmatan.

Aku benar-benar seperti sedang menonton film biru. Hanya kali ini adegannya benar-benar hidup di depan mataku sendiri, dan pelakunya adalah ISTRIKU sendiri!!

Tanpa terasa menit demi menit terus berlalu. Aku sama sekali tak bisa bergerak dari tempatku berdiri. Yang bisa kulakukan hanyalah melihat adegan demi adegan yang dipertontonkan oleh Hani bersama Pak Ramon. Aku seperti seorang murid yang sedang mendapatkan pelajaran seks dari Pak Ramon, yang melakukannya dengan cara mempraktekkannya langsung terhadap istriku sendiri. Dari bibir Hani, terus keluar rintihan dan lenguhan kenikmatan, diiringi geliatan-geliatan nikmat. Aku bisa melihat paling tidak tiga kali istriku telah mencapai orgasme dengan hebatnya. Tampak benar bahwa ia sangat menikmati persetubuhannya dengan Pak Ramon…

Akan tetapi, biar bagaimanapun hebatnya kemampuan seksual seorang pria, akhirnya pasti akan lemas juga ketika telah mencapai puncaknya. Begitu pula dengan Pak Ramon. Tampak jelas kelelahan yang luar biasa di wajahnya. Mungkin ia terlalu memaksakan nafsunya tanpa mengingat bahwa usianya telah beranjak tua. Maka setelah mendepositkan seluruh benih sperma hasil kerja kerasnya selama satu jam ke dalam rahim istriku, lelaki itu benar-benar kehilangan tenaganya.

Dan…. pada saat itulah, untuk kesekian kalinya tiba-tiba wajah istriku berubah menjadi menyeramkan. Entah dari mana datangnya, di tangan istriku tergenggam sebilah pisau tajam lalu…..

Jraab…

“Aaakh…..!!” Pak Ramon menjerit ketika pisau yang tajam itu bersarang di ulu hatinya. Tubuhnya tercerabut dari tubuh istriku sambil meregang-regang untuk kemudian ambruk tanpa nyawa lagi.

Lagi-lagi aku tersentak bangun. Cepat aku keluar mencari istriku. Sebagaimana yang kulihat dalam mimpiku, aku langsung menuju ke sungai. Sesampainya di sana, seketika aku terperangah dengan apa yang kusaksikan. Ternyata mimpiku memang benar-benar nyata! Tampak istriku dengan buasnya menghunjamkan pisaunya berkali-kali ke tubuh Pak Ramon yang malang…. Setelah selesai, istriku yang merasa ada orang yang memperhatikannya segera membalikkan tubuhnya. Matanya tampak buas seperti mata setan, memandang tajam ke wajahku.

“Hani…..”

“Hua ha ha ha….. Kau pun akan mendapatkan giliran!” dengusnya dengan mata terus memandang buas ke arahku. Dengan tangan masih memegang pisau yang berlumuran darah, Hani bergerak ke arahku. Dia bermaksud membunuhku!

“Hani…. Sadar, sayang. Aku Sumanto…. suamimu….!” seruku berusaha menyadarkan Hani. Tapi rupanya Hani yang sudah dikuasai oleh makhluk halus jahat bagai tak mendengar. Dengan pisau terhunus, ia berusaha membunuhku. Tenaganya sungguh sangat luar biasa. Aku sendiri tak sanggup untuk membendung serangannya yang terus datang bertubi-tubi sehingga akhirnya terjatuh lemas. Aku hanya bisa terduduk pasrah, siap menerima kematian yang sebentar lagi akan datang menjemputku.

“Hua ha ha ha…. Kini saatnya pembalasanku tiba, Darga! Dulu ketika kau tanam aku hidup-hidup, aku pernah bersumpah. Jika aku hamil nanti, maka pembalasan akan tiba! Kinilah saatnya…. karena aku telah memasuki raga wanita yang subur ini dan aku telah membuatnya hamil!” dengus suara wanita lain yang keluar dari mulut Hani seraya mengayunkan pisau ke arahku.

Kupejamkan kedua mataku, dengan hati memohon perlindungan serta pasrah kepada Tuhan. “Ya Tuhan, ampunilah segala dosaku…..”

Ketika tangan Hani terangkat ke atas dan siap menghunjamkan pisau ke ulu hatiku, tiba-tiba dari arah selatan melesat seberkas cahaya merah menghantam pergelangan tangannya. Pada saat itu Hani memekik dengan tubuh terhuyung. Tak lama kemudian, tahu-tahu di depanku telah berdiri sesosok lelaki tua.

“Kau….?” desis suara dari mulut Hani dengan mata membelalak ketika melihat sosok lelaki tua yang menolongku.

“Ya, aku Darga, suamimu, Sekarsih…. Kau memang wanita binal! Meski wujudmu sudah berubah, masih saja kebinalanmu membawa korban!” dengus lelaki tua yang mengaku bernama Darga itu tajam. “Jika kau mau membalas dendam, seharusnya akulah yang kau balas, Sekarsih. Bukan pasangan muda ini. Keluarlah dari raganya, Sekarsih. Ayo, ikut aku….”

“Tidak! Aku tak akan pergi sebelum menuntaskan dendamku!” tolak Sekarsih.

“Dendam apa lagi, Sekarsih? Dendammu hanya padaku, karena akulah yang telah menguburmu hidup-hidup. Namun itu semua kulakukan demi keamanan dan keselamatan manusia. Sebab jika kau dibiarkan hidup, maka korban akan terus berjatuhan. Sayang, rupanya wanita malang itu sedang haid ketika melihatmu sehingga dengan mudah kau mampu menguasainya.”

“Hua ha ha ha…. Itu memang sudah lama kutunggu, Darga! Lima puluh tahun lamanya aku menunggu saat-saat seperti ini….. sampai aku menemukan wanita muda yang subur ini dan melalui raganya aku bisa hamil sehingga terpenuhilah syaratku untuk membalas dendam.”

“Hentikan Sekarsih. Kumohon, jangan sakiti mereka,” pinta Darga.

“Baik, tapi sebelum aku pergi, kuminta kau mau menyetubuhiku, suamiku. Lama kita tak bermesraan, suamiku….”

Darga tampak bimbang mendengar permintaan roh Sekarsih. Bagaimana mungkin dia harus menyetubuhi Hani? Meski raga Hani dikuasai oleh roh Sekarsih, tetap saja yang berhubungan badan adalah raga Hani.

“Itu tak mungkin kulakukan, Sekarsih. Raga yang kau tempati adalah istri lelaki muda ini. Kumohon, mengertilah…..”

“Persetan! Aku tak akan keluar dari raga ini sebelum kau ikut menanamkan benihmu ke dalam rahimnya!” tegas Sekarsih tetap pada pendiriannya tak akan meninggalkan raga Hani kalau Darga tak mau menyetubuhinya.

“Aku merasakan tubuh wanita ini sedang memasuki masa suburnya sejak dua hari yang lalu. Sel-sel telurnya yang masak sudah menunggu untuk dibuahi oleh benihmu. Gairah seksualnya sedang berada di puncak …. dan dengan aku yang mengendalikan tubuhnya, lengkaplah sudah yang kita perlukan untuk memuaskan dendam nafsu kita selama lima puluh tahun.”

“Maaf, anak muda….” desah Darga penuh sesal.

“Saya mengerti, Pak.”

Darga pun melangkah mendekat. Sekarsih tersenyum penuh kemenangan. Wajahnya yang menyeramkan berubah kembali menjadi wajah Hani, istriku yang cantik. Aku hanya bisa memejamkan mata, tak mampu menyaksikan pemandangan yang menyakitkan itu. Istriku yang sejak tadi masih bugil, yang raganya dikuasai oleh Sekarsih, dengan mesra memeluk dan mencumbu seorang lelaki tua renta yang usianya pun lebih tua daripada kakeknya sendiri.

Istriku menciumi mulut Darga dengan mesranya seakan baru saja bertemu dengan seorang kekasih yang telah lama tak berjumpa. Dengan mesra dan menggoda, ia pun melucuti seluruh pakaian Darga sehingga tampaklah tubuh rentanya yang kurus dan penuh dengan keriput. Karena Darga telah mencapai usia yang uzur, istriku merasa harus membantu merangsang nafsu seksualnya.

Ia pun berlutut di depan Darga dan memasukkan alat vital lelaki tua itu ke dalam mulutnya. Sama seperti yang ia lakukan terhadap Pak Ramon hanya beberapa waktu yang lalu. Hal yang tak pernah dilakukannya terhadapku, suaminya sendiri. Aku hanya dapat menatap perlakuan istimewa istriku terhadap lelaki-lelaki itu dengan cemburu.

Rupanya cara itu memang manjur untuk mengembalikan gairah Darga yang sudah mulai sulit untuk bangkit. Lelaki tua itu pun melenguh kenikmatan dan tangannya secara spontan memegangi ubun-ubun istriku seolah takut kalau ia menghentikan kegiatannya. Istriku tampak senang melihat hasil kerjanya dan semakin bersemangat melakukannya. Kini istriku melakukannya sambil sesekali tersenyum dan terus memandang ke atas ke wajah Darga. Mata mereka pun saling berpandangan dengan mesranya…. Tampaknya di satu sisi Darga pun tak bisa menyembunyikan perasaan rindunya akan pelayanan istrinya yang binal tapi memuaskan itu.

“Oh, jangan sekarang, sayang…..” kata istriku ketika merasakan cairan bening sebelum air mani dari penis Darga sudah mulai membanjiri mulutnya. Tampaknya lelaki tua renta itu sudah hampir mencapai orgasme. Dikeluarkannya kemaluan Darga yang sudah mengeras seperti batu dari dalam mulutnya yang basah. “Aku ingin kau ikut menanamkan benihmu ke dalam rahim perempuan ini…..”

Hani pun membaringkan tubuhnya yang polos itu ke tanah, sementara Darga tanpa dikomando lagi langsung menindih dan memasuki tubuh istriku.

Setelah memompa beberapa lama, tampak Darga tak kuat lagi menahan desakan pada alat kelaminnya. Lenguhannya terdengar berat dan disemprotkannyalah semua air mani yang bisa dikeluarkannya ke dalam tubuh istriku. Hani pun tampaknya mengalami orgasme yang hebat tak lama setelah itu. Rintihan panjang keluar dari bibirnya disertai dengan ekspresi wajah yang sangat puas. Dendam nafsunya seolah terbalaskan pada saat itu juga.

Saat itu juga tampak Darga terjatuh dan sepenuhnya menimpa istriku. Hani pun tak berapa lama kemudian tertidur karena kelelahan. Sementara selama beberapa saat aku terbengong-bengong tak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba dari raga Darga keluar sesosok bayangan gaib lelaki muda. Sementara itu dari raga Hani pun keluar sesosok bayangan wanita muda yang sangat cantik. Rupanya itulah Sekarsih. Sosok keduanya lalu menghilang begitu saja.

Aku baru sadar bahwa Darga telah meninggal. Jantungnya sudah tak berdetak lagi. Dengan khawatir aku memeriksa Hani. Syukurlah….. ternyata istriku itu masih hidup. Hanya saja ia tertidur karena kelelahan. Dengan susah payah aku segera melepaskan mayat lelaki tua itu dari tubuh istriku. Rupanya nyawa Darga melayang tepat ketika ia mencapai orgasme. Alat kelaminnya masih dalam keadaan tegang dan kaku sehingga masih cukup kokoh menyatu dengan alat kelamin istriku. Tanpa berpikir untuk mengurusi mayat kedua lelaki itu, aku segera membopong tubuh istriku yang telanjang kembali ke rumah. Hari masih malam dan suasana di sekitar situ sangat sepi jauh dari pemukiman penduduk. Bagaimana pun aku takut kalau-kalau ada orang yang memergoki kami di sana dalam keadaan seperti itu.

Sesampai di rumah aku langsung memakaikan gaun kepada tubuh istriku yang telanjang bulat dan membaringkannya di tempat tidur. Sengaja aku tak memandikannya walaupun tubuhnya penuh dengan keringat dan air mani dari dua orang lelaki yang telah menyetubuhinya malam ini, karena aku tak mau membangunkannya. Aku seperti yakin bahwa jika ia terbangun esok pagi, tak sedikit pun kejadian malam ini dan juga malam-malam sebelumnya yang akan diingatnya. Aku sendiri tak bisa tidur semalaman. Melihat langsung istriku yang muda dan cantik disetubuhi oleh 4 orang lelaki selama 3 malam berturut-turut jelas bukan suatu pengalaman yang pernah kubayangkan sebelumnya. Sampai pagi pikiranku tak bisa lepas dari hal itu.

Benar saja, keesokan harinya ketika bangun istriku seolah-olah tak tahu kejadian-kejadian dahsyat yang telah terjadi sebelumnya.

“Ada apa, Mas?” tanya Hani ketika bangun dan melihat aku sedang memandanginya.

“Entahlah. Yang kutahu kau sedang hamil, sayang….” jawabku yang memang bingung tak tahu harus berkata apa.

“Benarkah? Tahu dari mana kau, Mas..?”

“Percayalah…..”

Aku tersenyum mengangguk. Kupeluk istriku dengan erat. Aku tak mau memikirkan apa yang telah terjadi terhadap istriku. Yang kumau hanyalah aku tak ingin kehilangan dia karena aku sangat mencintainya. Kuciumi seluruh wajahnya, yang membuat istriku merintih kegelian.

Pengalaman Sumanto – Kaligangsa

Dituturkan kepada Suripto
TAMAT

3 Votes

Diperkosa Dua Pengantar Kasur

Budi adalah anak yang baik; seperti yang sering kita pelajari sewaktu SD kelas 1. Kedua orangtuanya baru saja memesan kasur tapi harus segera keluar untuk menjenguk teman mereka yang sakit. Maka Budi ditinggal menjaga rumah seorang diri. Budi senang sekali ditinggal pergi seorang diri; bebas melakukan apapun. Umurnya sudah hampir 20th; tegap berisi; tampan; putih mulus; Chinese; straight. Buru-buru, dia menelanjangi dirinya dan segera menyetel film porno kesukaannya. Begitu adegan seks dimulai, Budi langsung mengocok kontolnya.

"Aahh.. Oohh.. Aahh.. Yyeaahh.." Duduk bermalasan di depan TV, mata Budi seakan melekat dengan adegan erotis yang sedang ditayangkan. Air liurnya hampir menetes keluar saat dia membayangkan betapa nikmatnya jika dia ikut bermain dalam film porno itu. Kontolnya yang sudah menegang mulai meneteskan precum. Cairan itu mengalir menuruni batang kontolnya.

"Oohh.. Aahh.." Tak pernah terpikir olehnya kalau hidupnya akan berubah sebentar lagi.
"Ding dong!" bunyi bel pintu.

Budi teringat dengan kasur pesanan orangtuanya. Maka bersungut-sungutlah dia sambil menyambar sehelai handuk untuk menutupi kontolnya. Film porno heteroseksual yang sedang diputar di dalam kamarnya dibiarkan menyala. Karena terburu-buru, dia lupa menutup pintu kamarnya. Dasar ceroboh! Kecerobohannya itu akan dibayarnya dengan sangat mahal!

Dua orang pria berdiri di depan pintu rumah Budi, memegangi sebuah kasur baru berplastik. Budi langsung mempersilahkan mereka masuk. Tanpa disadarinya, kedua pria pribumi itu terus-menerus menatap tonjolan kontolnya di balik handuk. Salah satu di antara mereka, Hadi, malah menjilati bibirnya; membayangkan nikmatnya menelan kontol itu.

"Kasurnya mau ditaruh di mana, Bos?" tanya Hadi, tersenyum mesum pada Budi.

Budi menunjukkan letak kamar orangtuanya lalu bergegas ke dapur karena Toni, teman Hadi, minta diambilkan segelas air putih. Maka Hadi dan Toni pun melaksanakan tugas mereka. Setelah kasur baru itu sudah terpasang, mereka berdua pun meninggalkan kamar orangtua Hadi. Kebetulan, mereka melewati kamar Budi. Penasaran mendengar suara desahan orang yang sedang ngeseks, mereka mengintip dan melihat video porno heteroseksual yang sedang diputar. Kontan keduanya ngaceng berat. Bukan karena cewek bugil dalam video, tapi karena kedua pria bejat itu sibuk membayangkan Budi sedang coli sambil nonton film itu. Hadi dan Toni saling menukar senyum. Mereka mempunyai satu pikiran sama: menghomoi Budi.

Hadi dan Toni memang sering homoan. Hadi selalu mengambil peran top sedangkan Toni lebih fleksibel, bisa top dan juga bottom. Ke mana Hadi pergi, di situ ada Toni. Di tempat kerja mereka, Hadi dikenal sebagai sang pengentot yang tak terkalahkan. Dia sanggup mengentot selama berjam-jam. Semua pegawai di sana sudah merasakan kehebatan kontolnya. Sebagai seorang petualang homoseksual, Hadi selalu berusaha mencari korban baru untuk dingentot. Toni hanya kedapatan sisanya saja setelah Hadi puas mengentot korbannya. Biasanya, korban-korban baru didapatnya di jalanan. Tapi kali ini, korban barunya adalah Budi. Dan kebetulan sekali, Budi akan menjadi cowok Chinese pertama yang dingentot Hadi dan Toni.

"Bagaimana kasurnya? Sudah selesai dipasang?" tanya Budi, kelihatan gelisah menutupi kontolnya.

Dia hanya berdiri di pojok ruang tamu sambil memperhatikan Hadi dan Toni duduk menikmati air putih. Hadi duduk di sofa yang menghadap ke arah Budi, sementara Toni duduk di sofa yang membelakangi Budi.

"Sudah, Bos," sahut Hadi, kembali tersenyum mesum.

Dengan nakal, dia mengerdipkan sebelah matanya pada Budi. Tentu saja Budi terkejut. Baru pertama kali itu, seorang pria bermain mata dengannya! Secara naluriah, Budi takut. Tapi dia meyakinkan dirinya bahwa mungkin dia hanya salah lihat.

"Aahh.. Panas sekali di sini," keluh Toni, pura-pura mencari alasan. Dengan cueknya, pria itu melepas kemejanya.

Budi keheranan melihat kemeja Toni yang masih 100% kering. Toni sendiri sama sekali tak terlihat sedang kepanasan. Budi langsung mencium gelagat tak baik dari mereka berdua. Berhubung sofa yang diduduki Toni itu membelakangi Budi, Budi tak dapat melihat tangan Toni yang sibuk mengurut-ngurut tonjolan kontolnya.

Tiba-tiba Hadi bangkit dan berjalan ke arah Budi. Toni yang sudah bertelanjang dada mengikutinya. Budi tentu saja panik tapi dia berusaha tenang. Kini mereka bertiga berdiri berhadap-hadapan, terpisah beberapa sentimeter satu sama lain. Jantung Budi berdetak kencang, tak tahu harus berbuat apa. Tatapan mereka berdua sangat mengganggu Budi, kelihatan sekali bahwa mereka berdua bukan orang baik-baik. Mereka pemerkosa homoseksual!!

"Kalian mau apa?" tanya Budi, agak ketakutan; dia terpojok.

Tanpa diduga-duga, Hadi dan Toni langsung menerjang pemuda Chinese itu. Budi tak berdaya, diserang dua pria bertubuh tegap. Dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap..

"Ayo, bantu gue seret dia ke kamarnya. Kita ngentotin dia," usul Hadi sambil menyeret tubuh Budi. Toni tentu saja langsung membantu dengan senang hati. Di tengah jalan, handuk Budi tersingkap dan terlepas. Hadi dan Toni makin bernafsu melihat kontol Budi yang tak bersunat dalam keadaan setengah tegang. Kulupnya setengah menutupi kepala kontolnya. Nampak jelas, cairan precum menghiasi kepala kontol Budi yang kemerahan.

"Hadi, cowok Cina ini seksi sekali yach? Kulitnya putih mulus dan wajahnya sangat Asia. Gue paling suka ama cowok Cina. Gak nyangka, kesampean juga keinginan gue buat merkosa cowok Cina," komentar Toni. Kontol Toni mulai terasa sesak di dalam celana panjangnya, menuntut untuk dikeluarkan.

"Betul, Toni. Cowok Cina memang yang terbaik. Lihat saja kulitnya, kayak porcelin. Tapi badannya lumayan berisi. Gue pasti bakal ketagihan ama ini cowok," tambah Hadi, kembali menjlati bibirnya. Terbayang bagaimana nikmatnya menyodomi anus Budi yang masih ketat itu.

"Hhoohh.." desah Hadi, tertawa mesum.

Maka sampailah mereka di dalam kamar Budi. Film bf straight yang diputar Budi tadi sudah selesai masa putarnya. Budi yang kini sudah telanjang bulat dinaikkan ke atas ranjang dalam keadaan telungkup. Sementara Hadi menelanjangi dirinya, Toni mempersiapkan Budi. Beberapa bantal ditaruh di perut Budi sehingga pemuda ganteng itu nugging, mempersembahkan pantat perjakanya. Toni juga tak lupa mengikat tangan dan kaki Budi dengan tali yang Toni ambil di mobil kerja mereka. Tak tahan melihat pemandangan yang indah itu, Toni segera melepas celana panjangnya dan berbugil ria.

"Ton, sedot kontol gue dulu. Gue pengen ngentotin anak itu segera," perintah Hadi, menunjuk kontolnya yang ngaceng.

Toni tak menolak. Dari dulu, dia memang suka nyedotin kontol temannya itu. Bersimpuh di depan Hadi, Toni segera mengeluarkan jurus-jurus ampuhnya. Lidahnya menari-nari dengan lincah di kontol Hadi, menyapu setiap centi permukaan kontol itu. Kontol Hadi sendiri lumayan besar, bersunat. Yang paling seksi adalah lubang kontolnya. Lubang itu selalu saja menganga sedikit, seakan menggoda untuk disedot. Bernafsu, Toni memainkan lubang kontol Hadi dengan lidahnya. Hadi hanya merem-melek sambil meracau betapa nikmatnya lidah Toni "menyiksa" lubang kontolnya itu. Bagi yang tidak biasa, lubang kontol akan terasa amat menyakitkan jika dimainkan. Tapi Hadi sudah terbiasa dan malah dia amat menyukainya.

SLURP! SLURP! Begitu bunyi lidah Toni yang tak henti-hentinya menjilati kontol Hadi. Puas menjilat, Toni kini siap menyedot kontol yang lezat itu. Seperti vacum cleaner, Toni menyedot isi kontol Hadi. SLURP! SLURP! Hadi hanya bisa..

"Aarrgghh.. Oohh.. Aahh.. Oohh.." Sambil memegangi kepala temannya itu, Hadi menyodok-nyodokkan kontolnya ke dalam mulut Toni sedalam-dalamnya.

"Aarrgghh.. Oohh yeaah.. Sedot kontol gue, Ton.. Aahh.. Yyaa.. Jilatin kontol gue.. Aahh.. Loe suka kan? Aahh.." Tiba-tiba Hadi mendorong Toni seraya berkata," Udahan dulu. Kalo diterusin, gue bisa game over duluan."

Toni lalu berdiri di tepi ranjang Budi seraya sibuk mengocok kontolnya sendiri. Dia memang tak berharap Hadi mau membalas sedotannya. Hadi itu 100% top alias pria gay yang hanya suka diservis, tapi tak mau menyervis orang. Melihat Hadi sudah mengambil ancang-ancang untuk mengentotin Budi, Toni makin bergairah. Precum sudah menetes-netes keluar dari lubang kontolnya, jatuh ke atas ranjang.

"Aahh.." erangnya saat dia mengocok-ngocok kontolnya, melumuri kepala kontolnya dengan precum. Agar lebih terangsang, Toni membelai-belai wajah dan punngung Budi.

"Oohh.. Oohh.." desah Toni, membayangkan enaknya mengentotin Budi. Toni memang selalu suka dengan cowok Chinese yang putih mulus tapi berbadan seksi.

"Aahh.. Loe milik gue sekarang," celoteh Hadi, penuh kemenangan saat mensejajarkan kepala kontolnya dengan lubang anus Budi. Lalu lubang itu ditekannya kuat-kuat dengan kontolnya sampai amblas.

"Aarrgghh!!" jerit Hadi, kesakitan.

Maklum, mengentotin lubang perjaka jauh lebih susah karena lubang itu begitu sempit. Selama beberapa menit, Hadi berjuang untuk mendorong kontolnya masuk sedikit demi sedikit. Rasa sakit bercampur nikmat tergambar jelas di wajahnya yang tampan. PLOP! Masuk juga akhirnya. Budi tak bersuara sedikit pun, masih pingsan. Hadi memejamkan matanya, menikmati hangatnya liang anus Budi.

"Oohh.. Enak banget.. Lobang pantat perjaka.. Aahh.. Cowok Cina lagi.. Aduh enaknya.."

Dengan tubuh yang mulai bersimbah keringat, Hadi menggenjot badan Budi. Pemuda Chinese yang tak berdaya itu sama sekali tak sadar bahwa dirinya sedang dipakai oleh pria lain.

"Aarrgghh.. Aarrgghh.. Enak banget.. Oohh.. Sempit sekali lobangnya.. Aargghh.. Aahh.."

Hadi mengentotin Budi dengan penuh semangat seperti pejuang '45. Ritme ngentotnya cepat dan bertenaga sehingga tubuh Budi terguncang-guncang. Dari semua cowok yang pernah dingentotin Hadi, Budi-lah yang paling memuaskan.

Toni yang hanya kebagian menonton saja ingin berperan lebih aktif. Maka dia pun ikut naik ke atas ranjang dan menggerayangi badan Budi yang bugil dan telentang itu.

"Aahh.." desah Toni saat pemuda itu menjilat-jilat punggung Budi yang keras berotot itu.

Semakin lama Toni berpesta di atas tubuh Budi, semakin liar Toni jadinya. Tanpa malu, Toni menjilati, menghisap, dan menggigit punggung Budi. Toni paling suka tubuh atletis seperti milik Budi; terkesan jantan dan macho. Dada Toni sendiri lumayan, mengingat dia sering melakukan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan banyak tenaga. Akibat sikap liar Toni, tanda-tanda kemerahan bermunculan di badan Budi; biasa disebut cupang. Hadi tidak peduli apa yang dilakukan temannya itu; dia terus saja sibuk menyodomi Budi.

Meskipun sedang pingsan, Budi terlihat seperti orang yang sedang bermimpi. Mungkin kesadarannya mulai kembali, hanya saja belum sepenuhnya. Budi mulai menggerak-gerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil mengerang pelan. Samar-samar, Budi dapat merasakan rasa sakit bercampur nikmat, tapi dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kontol Budi yang tak bersunat ngaceng dengan sendirinya akibat desakan kontol hadi yang menghajar prostat Budi terus-menerus.

Terjepit di atas ranjang, kontol itu mengembang dan memanjang; kepala kontol merekah keluar dari kulupnya. Sebutir cairan precum yang berkilauan muncul dari lubang kencing Budi. Seiring dengan sodokan kontol Hadi, Budi semakin banyak mengalirkan precum.

Secara biologis dan fisiologis, prostat pria adalah G-spot atau titik kenikmatan. Biarpun pria itu straight atau gay, kontolnya pasti akan terangsang dan mengalirkan precum jika prostatnya dirangsang. Hal yang sama terjadi pada Budi. Pelan-pelan, Budi mulai sadar. Guncangan-guncangan keras membuat kepalanya pusing dan berputar-putar. Rasa sakit di bibir anusnya menambah kebingungannya. Saat dia akan menggerakkan tubuhnya, dia kaget karena tangan dan kakinya terikat.

"Lepaskan saya!" teriaknya panik ketika sadar bahwa dia sedang dingentotin oleh sesama pria. Sekuat tenaga, Budi meronta-ronta tapi percuma.

"Aargghh.. Aargghh!! Sakit, Bang.. Aarrgghh.. Ampun.. Aarrgghh.." tangis Budi, bercampur keputus-asaan.

"Aarrgghh.. Tidak.. Jangan, Bang.. Aahh.. Ampun.."

"Tenangkan diri loe," kata Toni, mempermainkan wajah Budi yang nampak ketakutan itu.

"Memang sakit tapi enak, kan? Jangan dilawan. Biarkan temanku menyodomi pantat loe dan memberi loe kepuasan. Biarkan kontolnya mengisi pantat loe dengan cairan kejantanannya." Toni berusaha membujuk Budi untuk menurut dan pasrah. Sesekali, pemuda itu membelai-belai tubuh Budi, menenangkan perasaannya yang kacau-balau.

Sebagai pria straight yang macho, Budi merasa sangat terhina. Di ranjangnya sendiri, dia diperkosa secara homoseksual oleh pengantar kasur Habis sudah harga dirinya sebagai seorang pria sejati. Air mata kekalahan berlinang turun membasahi wajahnya. Isak tangisnya sedikit mengganggu Toni maka dia pun langsung mendaratkan sebuah ciuman maut pada bibir Budi. Dicium secara tiba-tiba, Budi tentu saja kaget. Nalurinya menyuruhnya untuk melepaskan diri dari ciuman yang najis itu namun apa daya sebab tenaga Toni jauh lebih besar. Lidah Toni menyeruak masuk dan air liurnya tumpah ke dalam mulut Budi. Budi bisa saja menutup bibirnya rapat-rapat tapi rasa sakit akibat disodomi Hadi memaksanya untuk terus mengerang.

Sadar bahwa dirinya terjebak di antara dua pria homoseksual, Budi kemudian memasrahkan diri. Cowok ganteng itu pun berhenti berontak dan memaksa dirinya untuk menikmati apa yang sedang dia rasakan. Semula, hal itu terasa maha berat sebab Budi tak mempunyai nafsu homoseksual sedikit pun di dalam dirinya. Namun sodokan kontol Hadi yang terus mengenai prostatnya mulai membuatnya terlena dan terbius. Dia pun akhirnya larut ke dalam kenikmatan hubungan sejenis. Belum pernah Budi merasakan nikmatnya disodomi. Dan ternyata dia suka! Saat Toni melepaskan ciumannya, Toni tersentak mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Budi yang bergetar.

"Aarrgghh.. Fuck me! Oohh.. Ngentot yang kencang.. Aarrgghh.. Gue mau kontol loe.. Aargghh.. Ayo, ngentot yang dalam.. Aarrggh.. Tunjukkan kejantanan loe.. Aarrgghh.."

Hadi yang belum bosan bersetubuh dengan Budi juga tercengang keheranan.

"Hhohh.. Aarrgghh.. Gile, nih.. Aarrgghh.. Cowok ini doyan kontol juga.. Aarrgghh.. Oke deh.. Gue bakal ngentotin loe.. Uugghh.. Sampe loe menjerit minta ampun.. Aarrgghh.." Dengan itu, pria bejat itu pun makin keras menggenjot Budi. Keringat sudah membasahi sekujur tubuh Hadi yang atletis dan membuatnya mengkilap. Suasana panas yang erotis begitu terasa di dalam kamar Budi itu. Aroma keringat lelaki, bau kontol, dan precum menyengat dari tubuh mereka bertiga.

"Aahh.. Fuck you! Oohh.. Ngentot! Aahh.. Rasakan kontol gue.. Oohh.. Mampus loe! Aarrggh.." Kontol Hadi dengan brutal mengenai prostat milik Budi. Tak terelakkan, kontol Budi mengeluarkan precum terus-menerus. Pemuda Chinese itu mengerang dan mendesah.

Toni tak mau ditinggal sendirian; dia pun mau larut dalam kesenangan itu. Maka dia pun mendekat dan berlutut di samping Budi, kemudian kontolnya didekatkan ke mulut pemuda Chinese itu.

"Isepin donk. Udah horny berat, nih," minta Toni, membelai-belai rambut Budi.

Awalnya Budi menolak, tapi dia penasaran juga. Meskipun menelan kontol nampak menjijikan, tapi dia ingin merasakannya dulu. Maka dengan patuh, Budi membuka mulutnya lebar-lebar.

"Anak pintar," puji Toni seraya mendorong kontolnya masuk ke dalam.

Begitu kontol Toni yang belepotan precum itu menyentuh lidah Budi, Budi merasa mual dan ingin muntah. Tapi kedua tangannya terikat dan dia tak berdaya untuk mengeluarkan kontol itu dari mulutnya. Toni terus saja mendorong-dorong kontolnya dalam gerakan ngentot. Budi, mau tak mau, harus menerimanya. Cairan precum kembali bocor dari lubang kontol Toni, meluncur turun ke lidah Budi. Rasanya agak asin dan terasa licin di lidah. Pelan tapi pasti, Budi mulai terbiasa dengan rasa precum. Dan malah sekarang dia ketagihan.

Satu-satunya cara agar precum bisa mengalir keluar adalah saat kontol terangsang. Oleh karena itu, Budi berusaha sekuatnya untuk merangsang kontol Toni. Dengan berbagai cara, Budi menjilati seluruh bagian dari kontol itu. Untuk menambah sensasi nikmat, Budi juga tak lupa menyedot kepala kontol itu agar pejuh bisa tersedot keluar.

SLURP! SLURP! SLURP!

"Aahh.. Oohh.. Sedot terus, aahh.." desah Toni sambil memilin-milin putingnya sendiri.

Precum pun kembali mengalir dan Budi dengan rakus langsung menjilati habis. Mm.. Dijilat bersih tak bersisa. Bosan dengan posisi itu, Toni ingin berganti posisi. Kali ini, dia ingin berperan aktif sedangkan Budi bisa berdiam diri. Toni segera mengambil posisi doggy style dan memposisikan kontolnya yang ngaceng tepat di atas mulut Budi. Dengan menurunkan tubuhnya sedikit, kontol itu pun masuk ke dalam mulut Budi.

"Oohh.. Enaknya.." desah Toni, memejamkan matanya, saat mulut Budi kembali menyelimuti kontolnya.

Menganggap mulut Budi sebagai pantat, Toni mulai memompa dengan penuh semangat. Budi seringkali tersedak saat kontol Toni meluncur terlalu dalam. Namun, rasa nikmat disodomi Hadi dapat mengalihkan pikirannya. Hadi yang dari tadi masih merem-melek karena terhanyut kenikmatan menyodomi pantat perjaka tiba-tiba mulai meracau.

"Oohh.. Aahh.. Gue mau muncrat.. Oohh.." erang Hadi, tubuhnya basah dengan keringat.

Budi memandang dengan penuh nafsu saat tubuh Hadi yang agak atletis itu mulai mengejang-ngejang. Kontol Hadi yang bersarang di dalam anus Budi terasa menggembung dan kemudian dengan cepat memuntahkan lahar putih panas.

"Aarrgghh!!" teriak Hadi, sambil menghujamkan kontolnya dalam-dalam. Budi pun ikut berteriak karena prostatnya tertekan keras sekali. Siraman pejuh hangat Hadi terasa menyelimuti prostat Budi.

Ccrroot!! Ccrroot!! Ccrroott!! Tukang antar kasur itu terus-menerus melenguh sementara badannya terguncang hebat.

"Aarrggh!! Oohh!! Uuggh!! Aarrggh!! Oohh!!" Ketika tak ada lagi pejuh yang dapat disemprotkan, kontol Hadi pun melemas. Dengan desahan panjang, Hadi menarik kontolnya keluar.

"Aahh.. Enak banget.. Oohh.." racau Toni, makin antusias mengentot mulut Budi.

Sesekali kepala kontol Toni bersentuhan dengan gigi Budi, tapi Toni terus saja mengentot. Kontolnya bergerak keluar masuk dengan irama cepat. Budi hanya bisa mengerang tapi erangannya tertahan sodokan kontol Toni. Sementara kontolnya sendiri ngaceng berat, precum meleleh menuruni batang kontolnya. Namun, dengan tangan terikat, Budi tak dapat mencoli kontolnya.

Suara erangan Toni bertambah keras. Kurang dari sedetik kemudian, kepala kontol Toni membesar dan langsung menembakkan isinya. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Tubuh Toni juga bergetar hebat, kejang-kejang. Dari mulutnya keluar erangan-erangan nikmat.

"Aarggh!! Aarggh!! Oohh!! Uuggh!! Aargghh!!"

Budi tak mempunyai pilihan lain kecuali menelan semua pejuh yang tersemprot. Mm.. Nikmat sekali, mirip minum susu kental manis saja. Usai ngecret, Toni merobohkan tubuhnya di samping Budi. Napasnya terengah-engah, puas dengan orgasmenya.

"Enak kan?" tanya Hadi pada Toni, "Cowok Cina emang enak buat dingentotin."

Pria itu masih saja mengurut-ngurut kontolnya, padahal dia sudah ngecret. Kontolnya yang masih belepotan pejuh perlahan mengeras kembali. Mata Budi terbelalak melihatnya, tak percaya akan kejantanan kontol Hadi.

"Mau gak ngentot bareng? Kita bisa ngentot pantatnya bersamaan."
"Mau banget, Hadi," jawab Toni, antusias. Seperti halnya Hadi, Toni juga mengurut kontolnya dan berusaha membuatnya bangkit kembali.

Tak kurang dari semenit, kedua pengantar kasur sudah siap bertempur kembali. Budi hanya bisa mendesah dengan penuh nafsu. Sensasi yang diberikan kontol Hadi tadi telah membuat Budi ketagihan. Membayangkan dua kontol menyodominya sekaligus malah membuat Budi makin terangsang. Merasa bahwa Budi takkan kabur, Hadi melepaskan tali pengikat tangan pemuda itu.

Pengantar kasur itu kemudian berbaring di atas ranjang Budi, sementara itu Budi disuruh untuk menduduki kontol Hadi. Budi yang sudah terangsang sekali sama sekali tak keberatan. Dia malah semakin bergairah karena merasa seolah-olah sedang bermain dalam sebuah film porno homoseksual. Pelan-pelan, pemuda Chinese itu memasukan kontol Hadi ke dalam pantatnya yang masih agak sedikit nyeri.

"Aahh.." desah Budi saat kepala kontol Hadi yang besar kembali membuka anusnya dan masuk ke dalam. Perut Budi kembali terasa penuh dan hangat. Kemudian, Toni mulai memasukkan kontolnya dari belakang. Budi membungkukkan badannya agar lubang anusnya terekspos.

"Masukin aja, Ton," desak Hadi, yang sudah tak sabar lagi.

Kontol Toni mulai memaksa masuk. Mengambil posisi tepat di atas kontol Hadi, Toni mulai mendorong kontolnya. Pelan-pelan, anus Budi terbuka. Kesempatan itu segera dipakai Toni untuk menyelipkan kepala kontolnya. Memang tidak mudah, namun Toni pantang menyerah.

"Aarrgghh.." erang Budi, kesakitan bercampur nikmat. Anusnya terasa seakan sobek saat kepala kontol Toni masuk ke dalam duburnya.

"Oohh sakit, Bang.. Aargghh.." rintihnya, hampir menyerah. Keringat Budi yang sebesar biji jagung jatuh ke atas dada Hadi yang bidang. Namun akhirnya kontol Toni masuk sleuruhnya. Budi pun mendesah dengan lega.

"Hhoohh.. Hhoohh.. Oohh.."

"Gimana? Enak?" tanya Hadi, terlihat mesum. Sesekali wajahnya meringis, menahan nikmat yang dirasakan kontolnya. Tangan Hadi merajarela di atas tubuh Budi, meremas-remas dada, perut, dan punggungnya.

Budi hanya bisa mengangguk. Rasa sakit jelas tergambar di wajahnya yang tampan itu. Namun rasa sakit itu adalah rasa sakit yang nikmat karena ditimbulkan oleh dua kontol. Saat kedua pria itu mulai menggenjot pantat Budi, rasa sakit mulai berkobar. Budi meringis-ringis, menahan perih pada bibir anusnya. Meksipun kontol Hadi dan Toni belepotan pejuh, namun pejuh mereka tak cukup untuk melumasi pantat Budi.

"Aahh.. Aarrgghh.. Skait.. Oohh.. Uugghh.." Budi ingin melepaskan diri, tak tahan lagi, tapi badannya dipegangi Hadi. Pria itu tak memperbolehkan Budi untuk kabur.

"Tahan donk.. Oohh.. Enak kok nanti.. Aahh.." Rasa nikmat menguasai pikiran Hadi. Yang ada di benaknya sekarang hanyalah ngentot, ngentot, dan ngentot.

"Aarrgghh.." Sensasi yang timbul dari pergesekkan kontolnya dengan dinding usus Budi dan dengan kontol Toni melambungkan Hadi ke langit ketujuh. Nikmat sekali. Selain itu, lubang anus Budi pun terasa makin sempit karena disesakkan oleh kontol Toni. Pengantar kasur yang bejat itu melenguh-lenguh, penuh kenikmatan.

"Oohh.. Hhohh.. Uuhh.."

Toni pun merasakan hal yang sama. Posisinya memang agak sulit karena dia harus berdiri di tepi ranjang sambil mempertahankan posisi kontolnya di dalam pantat Budi. Tapi sensasi nikmat pada kontolnya membuatnya terlena.

"Aahh.. Aarrgghh.. Oohh.." Tangannya berpegangan pada pundak Budi, menahannya di tempat.

"Aahh.. Enak banget.. Oohh.. Ngentot loe! Aarrgghh.. Oohh.."

Kedua kontol itu mendesak-desak di dalam dubur Budi. Prostatnya pun, tak ayal lagi, menjadi bulan-bulanan. Rasa nikmat yang tersebar akibat terangsangnya prostat itu sanggup menutupi rasa sakit yang sedang dirasakan Budi. Pemuda yang doyan seks itu pun mulai tenang dan menikmati permainan liar itu. Rasa nikmat yang dirasakannya itu begitu besar sehingga dia tak mau hal itu berakhir. Sengaja, Budi menekan-nekankan tubuhnya ke bawah, ke arah kontol Hadi, agar kontol Hadi bisa masuk lebih dalam.

"Aarrgghh.. Fuck me! Oohh.. Fuck! Aahh.. Lebih kuat, Bang.. Oohh.. Yyeeaahh.. Ngentotin pantat gue.. Aahh.. Pake aja badan gue.. Oohh.. Yyeess.. Aarrgghh.."

Acara ngentot itu pun berlangsung dengan penuh nafsu dan gairah. Kamar Budi mulai terasa panas, panas dengan nafsu mereka bertiga. Keringat bercucuran dari badan mereka, membasahi ranjang. Namun mereka terus mengentot, tanpa berhenti. Anus Budi mulai terasa longgar, dilebarkan oleh kontol Hadi dan Toni. Precum yang dihasilkan kedua kontol itu sesekali meluncur keluar dari celah anus Budi. Budi tak kuasa menahan kenikmatan sodokan kontol kedua pria itu. Orgasme semakin meningkat sampai akhirnya Budi mencapai klimaksnya.

"Aarrgghh!!" Tanpa menyentuh kontolnya, Budi ngecret! Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Pejuh kental keputihan menyembur keluar dan tersemprot ke depan. Hadi yang terbaring di bawah Budi terkena semprotan pejuh Budi. Wajahnya yang tampan penuh dengan bercak-bercak sperma. Begitu pula dengan dada bidangnya, basah dengan keringatnya dan juga pejuh Budi. Ccrroott!! Ccrroott!! "uuggh!! Oohh!! Aahh!! Aarrgghh!!" Budi terus mengerang dan melenguh sementara tubuhnya yang bermandikan keringat itu terguncang-guncang.

Seperti efek domino, guncangan tubuh Budi dan orgasmenya telah memicu orgasme Hadi dan Toni, Kedua pengantar kasur itu pun mulai merem-melek, saat orgasme datang menghampiri mereka.

"Aargghh!! Gue ngecret!!" teriak Hadi. Dan.. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Pejuh Hadi tersembur keluar dari lubang kontolnya.

"Oohh!! Ffuucckk!! Aargghh!! Oohh!! NGENTOT! Aarggh!!" Tubuh Hadi mengejang-ngejang, tapi Budi menahannya dengan berat badannya. Pejuh Hadi segera mengalir ke dalam perut Budi, bercampur dengan lelehan pejuhnya yang sebelumnya sempat disemprotkan Hadi tadi.

"Aargghh!! Oohh!!" erang Toni, tubuhnya bergetar. Orgasme Hadi memicu orgasme Toni. Pria itu mulai kelojotan dan kontolnya pun menyemprotkan pejuh dalam jumlah banyak. Ccrrott! Ccrroot!! Ccrroott!! "aarrggh!! Oohh!! Aarrggh!! Uuggh!!" Erangan nikmat Toni bergema di dalam kamar itu. Sekujur tubuhnya mengejang seolah kesetrum listrik. Tanpa ampun, kontol Toni membanjiri isi perut Budi. Ccroott!! Ccrroott!!

"Oohh.." desah Budi, mencium bibir Hadi. Di luar dugaan, Hadi menyambutnya. Toni agak keheranan sebab Hadi tak pernah mau bermesraan dengan pria lain; dia hanya mau berhomoseks saja.

"Terima kasih, Abang sekalian. Saya puas sekali. Ternyata homoseks asyik juga yach," kata Budi, tanpa malu. Kontolnya yang sudah kempis dimain-mainkan sebentar sambil memandangi wajah Hadi yang tampan. Saat Toni mencabut kontolnya keluar, lelehan pejuh mengalir keluar dari anus Budi. Begitu pula saat Budi berdiri dan melepaskan dirinya dari kontol Hadi, lebih banyak pejuh yang bocor. Tetesan-tetesan pejuh itu menodai ranjang dan lantai.

"Pantat loe enak," kata Hadi, bangkit berdiri. Pria itu kemudian memeluk Budi dan menciuminya. Toni sampai terbengong-bengong melihatnya. Baru kali ini dia menyaksikan sisi romantis dari Hadi.

"Kapan-kapan gue mau ngentot ama loe lagi." Hadi meninggalkan kartu namanya di meja tulis Budi.

"Kalo loe lagi gatal dan pengen dingentot, datang aja ke tempat kerja gue. Pasti gue layani." Dengan berat hati, Budi melepas kepergian mereka. Tapi setidaknya, dia kini mengetahui sebuah dunia baru yang sangat menyenangkan. Dunia homoseksual!

Sekarang, Budi adalah seorang pria homoseksual, dan kebutuhannya yang paling mendasar adalah dingentotin. Berkat internet, Budi bertemu dengan sejumlah pria-pria yang juga menyukai sesama jenis. Tiap kali orangtua Budi keluar, Budi selalu mengundang teman-teman homoseksualnya untuk datang ke rumahnya. Budi bertingkah seolah dia adalah seorang pria murahan, suka sekali disodomi. Berbagai jenis kontol, mulai dari yang besar, kecil, bersunat, tak bersunat, bengkok, lurus, gelap, terang, sudah pernah dicicipinya. Tapi tak ada satu pun yang dapat menandingi kontol Hadi dan Toni. Tak jarang Budi berharap dapat bertemu dengan kedua pengantar kasur itu lagi. Dia yakin, suatu saat, mereka berdua pasti akan mengunjunginya. Dan jika hal itu terjadi, Budi akan meminta mereka untuk mengentotnya semalaman sampai pagi menjelang.

TAMAT

Paling Populer Selama Ini