6/22/2011

Sensasi Selingkuh

Copyright 2005, by Ayeng Waldesi (awaldesi@yahoo.com)

(Istri Selingkuh)

Sebagai pasangan suami istri muda yang baru setahun berumah tangga, kehidupan keluarga kami berjalan dengan tenang, apa adanya dan tanpa masalah.

Saya, sebut saja Ratna (23), seorang sarjana ekonomi. Usai tamat kuliah, saya bekerja pada salah satu perusahaan jasa keuangan di Solo. Sebagai wanita, terus terang, saya juga tidak bisa dikatakan tidak menarik. Kulit tubuh saya putih bersih, tinggi 163 cm dan berat 49 kg. Sementara ukuran bra 34b. Cukup bahenol, kata rekan pria di kantor.

Sementara, suami saya juga ganteng. Rio namanya. Umurnya tiga tahun diatas saya atau 26 tahun. Bergelar insinyur, ia berkerja pada perusahaan jasa konstruksi. Rio orangnya pengertian dan sabar.

Karena sama-sama bekerja, otomatis pertemuan kami lebih banyak setelah sepulang atau sebelum berangkat kerja. Meski begitu, hari-hari kami lalui dengan baik-baik saja. Setiap akhir pekan –bila tidak ada kerja di luar kota– seringkali kami habiskan dengan makan malam di salah satu resto ternama di kota ini. Dan tidak jarang pula, kami menghabiskannya pada sebuah villa di Tawangmangu.

Soal hubungan kami, terutama yang berkaitan dengan ‘malam-malam di ranjang’ juga tidak ada masalah yang berarti. Memang tidak setiap malam. Paling tidak dua kali sepekan, Rio menunaikan tugasnya sebagai suami. Hanya saja, karena suami saya itu sering pulang tengah malam, tentu saja ia tampak capek bila sudah berada di rumah. Bila sudah begitu, saya juga tidak mau terlalu rewel. Juga soal ranjang itu.

Bila Rio sudah berkata, “Kita tidur ya,” maka saya pun menganggukkan kepala meski saat itu mata saya masih belum mengantuk. Akibatnya, tergolek disamping tubuh suami –yang tidak terlalu kekar itu– dengan mata yang masih nyalang itu, saya sering –entah mengapa– mengkhayal.

Menghayalkan banyak hal. Tentang jabatan di kantor, tentang anak, tentang hari esok dan juga tentang ranjang. Bila sudah sampai tentang ranjang itu, seringkali pula saya membayangkan saya bergumulan habis-habisan di tempat tidur. Seperti cerita Ani atau Indah di kantor, yang setiap pagi selalu punya cerita menarik tentang apa yang mereka perbuat dengan suami mereka pada malamnya.

Tapi sesungguhnya itu hanyalah khayalan menjelang tidur yang menurut saya wajar-wajar saja. Dan saya juga tidak punya pikiran lebih dari itu. Dan mungkin pikiran seperti itu akan terus berjalan bila saja saya tidak bertemu dengan Karyo.

Pria itu sehari-hari bekerja sebagai polisi dengan pangkat Briptu. Usianya mungkin sudah 50 tahun. Gemuk, perut buncit dan hitam.

Begini ceritanya saya bertemu dengan pria itu. Suatu malam sepulang makan malam di salah satu resto favorit kami, entah mengapa, mobil yang disopiri suami saya menabrak sebuah sepeda motor. Untung tidak terlalu parah betul.

Pria yang membawa sepeda motor itu hanya mengalami lecet di siku tangannya. Namun, pria itu marah-marah.

“Anda tidak lihat jalan atau bagaimana. Masak menabrak motor saya. Mana surat-surat mobil Anda? Saya ini polisi!” bentak pria berkulit hitam itu pada suami saya.

Mungkin karena merasa bersalah atau takut dengan gertakan pria yang mengaku sebagai polisi itu, suami saya segera menyerahkan surat kendaraan dan SIM-nya. Kemudian dicapai kesepakatan, suami saya akan memperbaiki semua kerusakan motor itu esok harinya. Sementara motor itu dititipkan pada sebuah bengkel.

Pria itu sepertinya masih marah. Ketika Rio menawari untuk mengantar ke rumahnya, ia menolak.

“Tidak usah. Saya pakai becak saja,” katanya.

Esoknya, Rio sengaja pulang kerja cepat. Setelah menjemput saya di kantor, kami pun pergi ke rumah pria gemuk itu. Rumah pria yang kemudian kami ketahui bernama Karyo itu, berada pada sebuah gang kecil yang tidak memungkinkan mobil Opel Blazer suami saya masuk. Terpaksalah kami berjalan dan menitipkan mobil di pinggir jalan.

Rumah kontrakan Pak Karyo hanyalah rumah papan. Kecil. Di ruang tamu, kursinya sudah banyak terkelupas, sementara kertas dan koran berserakan di lantai yang tidak pakai karpet.

“Ya beginilah rumah saya. Saya sendiri tinggal di sini. Jadi, tidak ada yang membersihkan,” kata Karyo yang hanya pakai singlet dan kain sarung.

Setelah berbasa basi dan minta maaf, Rio mengatakan kalau sepeda motor Pak Karyo sudah diserahkan anak buahnya ke salah satu bengkel besar. Dan akan siap dalam dua atau tiga hari mendatang.

Sepanjang Rio bercerita, Pak Karyo tampak cuek saja. Ia menaikkan satu kaki ke atas kursi. Sesekali ia menyeruput secangkir kopi yang ada di atas meja.

“Oh begitu ya. Tidak masalah,” katanya.

Saya tahu, beberapa kali ia melirikkan matanya ke saya yang duduk di sebelah kiri. Tapi saya pura-pura tidak tahu.

Memandang Pak Karyo, saya bergidik juga. Badannya besar meski ia juga tidak terlalu tinggi. Lengan tangannya tampak kokoh berisi. Sementara dadanya yang hitam membusung. Dari balik kaosnya yang sudah kusam itu tampak dadanya yang berbulu. Jari tangannya seperti besi yang bengkok-bengkok, kasar.

Karyo kemudian bercerita kalau ia sudah puluhan tahun bertugas dan tiga tahun lagi akan pensiun. Sudah hampir tujuh tahun bercerai dengan istrinya. Dua orang anaknya sudah berumah tangga, sedangkan yang bungsu sekolah di Bandung. Ia tidak bercerita mengapa pisah dengan istrinya.

Pertemuan kedua, di kantor polisi. Setelah beberapa hari sebelumnya saya habis ditodong saat berhenti di sebuah perempatan lampu merah, saya diminta datang ke kantor polisi. Saya kemudian diberi tahu anggota polisi kalau penodong saya itu sudah tertangkap, tetapi barang-barang berharga dan HP saya sudah tidak ada lagi. Sudah dijual di penodong.

Saat mau pulang, saya berhampir bertabrakan dengan Pak Karyo di koridor kantor Polsek itu. Tiba-tiba saja ada orang di depan saya. Saya pun kaget dan berusaha mengelak. Karena buru-buru saya menginjak pinggiran jalan beton dan terpeleset.

Pria yang kemudian saya ketahui Pak Karto itu segera menyambar lengan saya. Akibatnya, tubuh saya yang hampir jatuh, menjadi terpuruk dalam pagutan Pak Karyo. Saya merasa berada dekapan tubuh yang kuat dan besar. Dada saya terasa lengket dengan dadanya. Sesaat saya merasakan getaran itu. Tapi tak lama.

“Makanya, jalannya itu hati-hati. Bisa-bisa jatuh masuk got itu,” katanya seraya melepaskan saya dari pelukannya.

Saya hanya bisa tersenyum masam sambil bilang terima kasih.

Ketika Pak Karyo kemudian menawari minum di kantin, saya pun tidak punya alasan untuk menolaknya. Sambil minum ia banyak bercerita. Tentang motornya yang sudah baik, tentang istri yang minta cerai, tentang dirinya yang disebut orang-orang suka mengganggu istri orang. Saya hanya diam mendengarkan ceritanya.

Mungkin karena seringkali diam bila bertemu dan ia pun makin punya keberanian, Pak Karyo itu kemudian malah sering datang ke rumah. Datang hanya untuk bercerita. Atau menanyai soal rumah kami yang tidak punya penjaga. Atau tentang hal lain yang semua itu, saya rasakan, hanya sekedar untuk bisa bertemu dengan berdekatan dengan saya.

Tapi semua itu setahu suami saya lho. Bahkan, tidak jarang pula Rio terlibat permainan catur yang mengasyikan dengan Pak Karyo bila ia datang pas ada Rio di rumah.

Ketika suatu kali, suami saya ke Jakarta karena ada urusan pekerjaan, Pak Karyo malah menawarkan diri untuk menjaga rumah. Rio, yang paling tidak selama sepekan di Jakarta, tentu saja gembira dengan tawaran itu. Dan saya pun merasa tidak punya alasan untuk menolak.

Meski sedikit kasar, tapi Pak Karyo itu suka sekali bercerita dan juga nanya-nanya. Dan karena kemudian sudah menganggapnya sebagai keluarga sendiri, saya pun tidak pula sungkan untuk berceritanya dengannya. Apalagi, keluarga saya tidak ada yang berada di Solo.

Sekali waktu, saya kecoplosan. Saya ceritakan soal desakan ibu mertua agar saya segera punya anak. Dan ini mendapat perhatian besar Pak Karyo. Ia antusias sekali. Matanya tampak berkilau.

“Oh ya. Ah, kalau yang itu mungkin saya bisa bantu,” katanya. Ia makin mendekat.

“Bagaimana caranya?” tanya saya bingung.

“Mudah-mudahan saya bisa bantu. Datanglah ke rumah. Saya beri obat dan sedikit diurut,” kata Pak Karyo pula.

Dengan pikiran lurus, setelah sebelumnya saya memberitahu Rio, saya pun pergi ke rumah Pak Karyo. Sore hari saya datang. Saat saya datang, ia juga masih pakai kain sarung dan singlet. Saya lihat matanya berkilat.

Pak Karyo kemudian mengatakan bahwa pengobatan yang didapatkannya melalui kakeknya, dilakukan dengan pemijatan di bagian perut. Paling tidak tujuh kali pemijatan, katanya. Setelah itu baru diberi obat. Saya hanya diam.

“Sekarang saja kita mulai pengobatannya,” ujarnya seraya membawa saya masuk kamarnya. Kamarnya kecil dan pengab. Jendela kecil di samping ranjang tidak terbuka. Sementara ranjang kayu hanya beralaskan kasur yang sudah menipis.

Pak Karyo kemudian memberikan kain sarung. Ia menyuruh saya untuk membuka kulot biru tua yang saya pakai. Risih juga membuka pakaian di depan pria tua itu.

“Gantilah,” katanya ketika melihat saya masih bengong.

Inilah pertama kali saya ganti pakaian di dekat pria yang bukan suami saya.

Di atas ranjang kayu itu saya disuruh berbaring.

“Maaf ya,” katanya ketika tangannya mulai menekan perut saya. Terasa sekali jari-jari tangan yang kasar dan keras itu di perut saya. Ia menyibak bagian bawah baju. Jari tangannya menari-nari di seputar perut saya. Sesekali jari tangannya menyentuh pinggir lipatan paha saya. Saya melihat gerakannya dengan nafas tertahan. Saya berasa bersalah dengan Rio.

“Ini dilepas saja,” katanya sambil menarik CD saya.

Oops! Saya kaget.

“Ya, mengganggu kalau tidak dilepas,” katanya pula.

Tanpa menunggu persetujuan saya, Pak Karyo menggeser bagian atasnya. Saya merasakan bulu-bulu vagina saya tersentuh tangannya. CD saya pun melorot. Meski ingin menolak, tapi suara saya tidak keluar. Tangan saya pun terasa berat untuk menahan tangannya.

Tanpa bicara, Pak Karyo kembali melanjutkan pijatannya. Jari tangan yang kasar kembali bergerilya di bagian perut. Kedua paha saya yang masih rapat dipisahkannya. Tangannya kemudian memijati pinggiran daerah sensitif saya. Tangan itu bolak balik di sana. Sesekali tangan kasar itu menyentuh daerah klitoris saya. Saya rasa ada getaran yang menghentak-hentak.

Dari mulut saya yang tertutup, terdengar hembusan nafas yang berat. Pak Karyo makin bersemangat.

“Ada yang tidak beres di bagian peranakan kamu,” katanya.

Satu tangannya berada di perut, sementara yang lainnya mengusap gundukan yang ditumbuhi sedikit bulu. Tangannya berputar-putar di selangkang saya itu. Saya merasakan ada kenikmatan di sana. Saya merasakan bibir vagina saya pun sudah basah. Kepala saya miring ke kiri dan ke kanan menahan gejolak yang tidak tertahankan.

Tangan kanan Pak Karyo makin berani. Jari-jari mulai memasuki pinggir liang vagina saya. Ia mengocok-ngocok. Kaki saya menerjang menahan gairah yang melanda. Tangan saya yang mencoba menahan tangannya malah dibawanya untuk meremas payudara saya.

Meski tidak membuka BH, namun remasan tangannya mampu membuat panyudara saya mengeras.

Uh. Saya tidak tahu kalau kain sarung yang saya pakai sudah melorot hingga ujung kaki. CD juga sudah tanggal. Yang saya tahu hanyalah lidah Pak Karyo sudah menjilati selangkangan saya yang sudah membanjir. Terdengar suara kecipak becek yang diselingi nafas memburu Pak Karyo.

Ini permainan yang baru yang pertama kali saya rasakan. Rio, suami saya, bahkan tidak pernah menyentuh daerah vital saya dengan mulutnya. Tapi, jilatan Pak Karyo benar-benar membuat dada saya turun naik. Kaki saya yang menerjang kemudian digumulnya dengan kuat, lalu dibawanya ke atas. Sementara kepalanya masih terbenam di selangkangnya saya.

Benar-benar sensasi yang sangat mengasyikan. Dan saya pun tidak sadar kalau kemudian, tubuh saya mengeras, mengejang, lalu ada yang panas mengalir di vagina saya.

Aduh, saya orgasme! Tubuh saya melemas, tulang-tulang ini terasa terlepas.

Saya lihat Pak Karyo menjilati rembesan yang mengalir dari vagina. Lalu ditelannya. Bibirnya belepotan air kenikmatan itu. Singletnya pun basah oleh keringat.

Saya memejamkan mata, sambil meredakan nafas. Sungguh, ini adalah permainan yang belum pernah saya alami.

Pak Karyo naik ke atas ranjang.

“Kita lanjutkan,” katanya.

Saya disuruhnya telungkup. Tangannya kembali merabai punggung saya. Mulai dari pundak. Lalu terus ke bagian pinggang. Dan ketika tangan itu berada di atas pantat saya, Pak Karyo mulai melenguh.

Jari tangannya turun naik di antara anus dan vagina. Berjalan dengan lambat. Ketika pas di lobang anus, jarinya berhenti dengan sedikit menekan.

Wow, sangat mengasyikkan. Tulang-tulang terasa mengejang. Terus terang, saya menikmatinya dengan mata terpejam.

Bila kemudian, terasa benda bulat hangat yang menusuk-nusuk di antara lipatan pantat, saya hanya bisa melenguh. Itu yang saya tunggu-tunggu. Saya rasakan benda itu sangat keras.

Benar. Saat saya berbalik, saya lihat kontol Pak Karyo itu. Besar dan hitam. Tampak jelas urat-uratnya. Bulunya pun menghitam lebat.

Mulut saya sampai ternganga ketika ujung kontol Pak Karyo mulai menyentuh bibir vagina saya. Perlahan ujungnya masuk. Terasa sempit di vagina saya. Pak Karyo pun menekan dengan perlahan. Ia mengoyangnya. Bibir vagina saya seperti ikut bergoyang keluar masuk mengikuti goyangan kontol Pak Karyo.

Hampir sepuluh menit Pak Karyo asyik dengan goyangannya. Saya pun meladeni dengan goyangan. Tubuh kami yang sudah sama-sama telanjang, basah dengan keringat.

Kuat juga stamina Pak Karyo. Belum tampak tanda-tanda kontol itu akan ‘menembak’. Padahal, saya sudah kembali merasakan ujung vagina saya memanas. Tubuh saya mengejang. Dengan sedikit sentakan, maka muncratlah. Berkali-kali. Orgasme yang kedua ini benar-benar terasa memabukkan.

Liang vagina saya makin membanjir. Tubuh saya kehilangan tenaga. Saya terkapar. Saya hanya bisa diam saja ketika Pak Karyo masih menggoyang.

Beberapa saat kemudian, baru ia sampai pada puncaknya. Ia menghentak dengan kuat. Kakinya menegang. Dengan makin menekan, ia pun memuntahkan spermanya di dalam vagina saya. Saya tidak kuasa menolaknya.

Tubuh besar hitam itu pun ambruk di atas tubuh saya. Luar biasa permainan polisi yang hampir pensiun itu. Apalagi dibandingkan dengan permainan Rio.

Sejak saat itu, saya pun ketagihan dengan permainan Pak Karyo. Kami masih sering melakukannya. Kalau tidak di rumahnya, kami juga nginap di Tawangmangu.

Meski, kemudian Pak Karyo juga sering minta duit, saya tidak merasa membeli kepuasan syahwat kepadanya.

Semua itu saya lakukan, tanpa setahu Rio. Dan saya yakin Rio juga tidak tahu sama sekali. Saya merasa berdosa padanya. Tapi, entah mengapa, saya juga butuh belaian keras Pak Karyo itu. Entah sampai kapan.

TAMAT

Tetanggaku

Aku Dina, waktu masi sekola aku tinggal ma om ku, dia adik bapakku yang paling kecil. Om ku barunikah, blon punya anak, dia dan istrinya kerja sehingga rumah mereka kosong sepanjang hari, lagianmereka pulangnya baru malem. Maklum jalanan macet sehingga mereka ketemunya cuma ditempattidur, makan malem saja mereka lakukan diluar rumah sambil menunggu jalan berkurang macetnya. Akunumpang ma mreka, mreka gak kebratan sama sekali, lagian toh rumahnya kosong. Gak da pembantudirumahnya, setiap sabtu baru ada pembantu part time yang dateng membersihkan rumah danmenyetrika cucian seminggu. NAmanya juga numpang, aku mencoba membantu melakukan sebagiankerjaan rumah, nyapu dan ngepel dua ari sekali sehingga rumah gak terlalu debuan. Mobil mereka(masing2 bawa mobil ndiri) aku cciin setiap subuh. Memang aku terbiasa bangun subuh. Itung2 olahraga pagilah.

Tetangga omku baru pindah juga. anak muda dan bapaknya. Ganteng2 si dua2nya,bapaknya si belon tua2 amir, masi 40an akhir lah. Tapi bodinya masi atletis. Tiap pagi waktu aku cucimobil sering ketemu si om, dia cuma senyum ja melihatku membersihkan mobil. "Dah bersih kok",sapanya sambil jalan melewati aku. Aku diem aja. Mungkin karena aku diem aja ma sapaannya dia jadipenasaran. Aku kalo dirumah suka pake celana hipster, yang sepinggul itu lo, trus kaor rumahku sukapendek, sepn\ingganglah, sehingga sering perutku tersingkap.

Di rumah gak da sapa2, jadi aku gak risipake baju trumah kaya gitu, lagian nyaman dipakenya, buat bobo sekalipun. Karena aku gak jawabsapaanya kemaren, si om waktu lewat brenti sebentar memandangi aku yang lagi jongkokmembersihkan ban mobil. Karen aku jongkok, kaos ku terangkat keatas, ditambah dengan celpen modelhipster ,aka pinggulku menjadi terbuka. "Neng, gak pake clana dalem ya". Aku kaget mendengar sapaankaya gitu, segera aku bangun dan mengangkat celpenku keatas dan menarik turun kaosku. "Enak aja,pake lah om". "Gak kliatan tu ada clana dalemnya waktu neng jongko tadi. Gak pake yaaa", godanyasambil tersenyum. "Pake lah om, apa perlu Dina kasi liat". "O Dina toh namanya, bole ja kalo mo kasi liatclana dalemnya, sini om bantu lepasin celpennya". "Ih genit si om, dah tua juga", sahutku sambiltersenyum. "Kalo gak pake clana dalem, ntar bulunya kejepit ritsluiting lo, buluan kan", becandanyamakin menjadi. "Pake kok om, cuma mini, jadi gak kliatan waktu Dina jongkok". "Wah sexy tu pake clanamini, jadi pengen liat". "Hus, enak aja, udah deh om jalan ja, Dina mo nerusin kerjaan". "Jalan bareng omyuk Din". "Ya gak isalah om, Dina kan kudu bersihin mobil dua2nya". "Mangnya kamu pembantu disini,om gak perna liat ada orangnya rumah ini"." Bukan om, Dina numpang disini, ma om Dina". "Berdua maom nya ja, asik dong". "Ngawur, si om ada tantenya". "Kirain berdua aja". "Mangnya kalo berdua ajanapa om". "Asik dong, bisa indehoi slalu". "Ih...", jawabku sambil meneruskan kerjaanku, aku gak perdulikalo pinggulku terbuka ketika aku jongkok berdiri membersihkan mobil. Dia tiba2 mencolek pinggangku,aku kegelian. "Om genit ah, subuh2 gini dah nyolek2. Ntra dIna kasi tau satpam lo". Memang gak jauhdari rumah si om ada pos satpam. "Kasi tau aja, satpamnya temen om kok, sering maen catur barenghehe". Udah deh, slamet kerja ya cantik". Aku seneng juga disapa cantik. "Mangnya Dina cantik om?""Cantik sekali, sexy lagi, palagi kalo pinggulnya kliatan gini". Aku senyum2 ja, dia meninggalkan aku yangsedang melap mobil setelah aku cuci. Sejak pagi itu, kalo aku ktemu si om suka melambaikan tangansambil senyum. Kubales aja senyumannya. Pagi brikutnya dia ngajakin aku jalan. "Gak bisa om, bukannyaDina gak mau". "O jadi mautoh jalan pagi ma om". "Ya mau, om kan ganteng". "O ganteng toh, senengom dipuji yang cantik". Alih2 muji aku jadi idpuji, sampe terpisu2 akunya. "Masak si om Dina cantik"."Suer Din". "Om demen banget gombal, dah ribuan kali ya abege yang om gombalin". "Dina brangkatskolahnya jam brapa". "Ya biasalah deket waktunya masuk, napa om mo nganterin". "Bole, nanti omtunggu kamu deh menjelang jam kamu brangkat, jauh ya skolahnya". "deket kok om, didepan komplexini". Paginya dia nungguin aku didepan rumahnya, aku kluar lewat rumahnya, diapun nyamperin aku dankami berjalan bersama. "Om, anaknya kok ga kliatan si". "Napa kamu naksir ma aak om, ma bapaknyagak naksir ya". "Om demen banget si becanda, liat anaknya ja blon masak naksir si". "Kalo ganteng mahgantengan bapaknya". "Om pede banget si". "Dia kan pelaut, jadi brapa bulan baru pulang. Om pensiun dini ja setelah umur 45, jadi nungguin rumahnya". "Om gak da kerjaan apa2?" "Ada, om kerja parttime, jadi kalo ada job om baru pergi k\ngerjian jobnya". Sudah sampe ke skolahku, "Ntar siang pulang jambrapa, om jemput ya, skalian kit cari makan ke mal". Memang komplex rumah si om deket ma mal. "Kangak bole pake sragam skola ke mal om". "Ya pulang ja Dulu, Dina tuker baju, pake baju yang dipake nyucimobil juga bole kok, sexy kan".

Aku senyum dan masuk meninggalkan si om. Kulihat si om nunggu ampeaku gak kliatan lagi. Aku seneng ja si om bgitu memperhatika aku, beda bangetlah ma temen2 cowokdiskolaku.Siangnya, bener si om dah nunggu didepan skola, dia gandeng aku pulang. Dia nungguin aku tuker baju.Aku si gak pake baju rumah, cuma masi tetep celana hipster sedengkul dan kaos ketat sepinggang."Kamu tu cantik lo Din, sexy lagi". "apanya yang sexy si om, badan Dina kan kurus". "Bukan kurus, tapilangsing, proporsional banget deh, makanya om bilang kamu sexy". "Naek motor ja ya Din, kan malnyadeket, lagian cerah, gak bakal ujan". Aku nangguk, aku memeluk si om ketika dia menjalankan motornya."Din ada yang ngeganjel nih dipunggung om, kamu ngumpetin apa si". Aku tertawa, biar aja toketkuyang imut menekan punggungnya. "Om gak ngaceng kan", sengaja aku menjawab vulgar. "Ngaceng jugadikit, pengen ngeremes deh". "dah jangan macem2, ntar nabrak lagi". "Cuma semacem kok Din, pengenngremes yang ganjel dipunggung, ga macem2 kan". Karena deket malnya bentar aja dah nyampe. Si ommarkir motornya ditempatnya, terus kita gandengan ke foodcourtnya. Kami meilih kakanan danminuman masing2, si om yang traktir lah. Sambil makan kami ngobrol ja ngalor ngidul. Kamu kan ndiriandi ruamh, biasanya makan apa. "Ya apa aja yang ada dirumah, om Dina suka beliin makanan malemnya.Kalo nasi Dina masak ndiri pake rice cooker. Kalo gak da makanan ya mi instan ja juga kenyang kok"."Blanjanya kapan Din". "Seminggu sekali om ma tante ngajak aku blanja di supermarket di mal ini. kaloperlu dikit2 suka ke minimarket di ruko dibagian blakang komplex itu. Dina suka naek speda ja keblakang". "Kasian ya kamu ndirian sepanjang ari, gak bete apa". "Ya mo gimana lagi om". "Om jugandirian, dah ngobrol ma om ja kalo gak da kerjaan. Tiap ari deh ya kita makan bareng". "Om baek bangetsi, Dina terharu jadinya". "ah kamu sok romantis, siang2 gini pake terharu segala". Si om memang pandemenciptakan suasana yang akrab sehingga asik ngobrol ma dia, tau2 dah sore.

Kita pulang ke rumah dankembali ke aktivitas masing2. Kegiatan rutinku menjadi bertambah, yaitu ditraktir si om dan nemei diangobrol, gak tiap ari si, tapi cukup sering. Aku pelan2 jadi mulai suka ma si om yang perhatian, sukamenyanjungku cantik, menggandeng aku kalo jalan di mal.Sampe satu waktu, om ma tante perlu kluar kota beberapa hari, mreka pergi bareng, katanya si urusankantor, kebetulan ke kota yang sama, jadi biar kantornya beda mreka bisa pergi bareng, menghematuang hotel kan. "Ya udah, kamu bobo ditempatku ja, daripada ndirian, ato aku yang bobo ditempatkamu", katanya ketika aku crita kalo aku lagi ndirian beberapa ari. "Tapi enakan kerumahku aja ya, kanitu rumah om kamu, gak enaklah kalo om ketempatmu". Kita malemnya kluar ke mal cari makan. Sepertibiasa si om ngegandeng aku kesana kemari. Kita becanda2 sambil makan malem, dah slesai si omngajakin nonton. "Gak apa kan kita nonton, daripada dirumah, besok kamu skola?" "Gak om, ada rapatguru jadi skola diliburin". "Enak banget, tu guru bukannya ngajar malah rapat, kaya anggota depeer ja"."Iya om kudu rapat, kan dah mo ujian2". "Ya udah, jadi gak apak kan kalo pulangnya malem, nantipulangnya kamu bobo ditempatku aja ya". aku diem aja, di bioskop si om terus saja menggenggamtanganku, mesar banget. waktu aku meoleh kearahnya dia mencium pipiku. "Om sayang banget deh maDina". "Sayang om". "Iya sayang, napa gak bole". "Ya bole aja om, kok bisanya si". "Kan om slalu bilangkamu tu cantik om kalo gak liat kamu seari aja gelisah deh". "Gombal banget om". "Beneran, bukannyagombal". "Dina kan masi abege, om kan lelaki dewasa, kok bisanya om sayang ma abege kaya Dina". "Yabisalah, sering ketemu kamu jadi sayang deh om ma Dina". Aku seneng ja dimesrai kaya gitu, gak peduliitu gombal apa enggak. aku memeluk lengannya dan menyenderkan kepalku dibahunya. "Dina juga sukakok ma om, om ganteng, perhatian banget ma Dina".

Dia mengelus rambutku. Karena bioskop sepi, maklum weekday, jadi kami bebas ja sayang2an tanpa ada yang merhatiin. "Om tantenya mana". "Dahpisah Din. dia malah dah nikah lagi". "O gitu ya, gak da penyaluran dong om", kataku sembari geli."Nyalurin ke kamu bole gak". "enak aja". "Mangnya kamu blon perna ya Din". "lon perna ngapain om?""Maen ma lelaki". aku diem aja. "Kok diem, diem pertanda perna ya, ma cowok kamu ya Din, seringgak". "Dah jangan ngomongin tu cowok". "Napa". "Dina dah ladenin apa aja maunya dia malah ninggalinDina gitu aja". "O gitu, tapi nikmat kan Din". Aku ngangguk. "Ma om mau gak ngulangin knikmatan"."Gak tau ah om"Dia memelukku dan mencium bibirku pelan, aku menyambut ciumannya dan bibir kami saling membelit."Om, kita ni mo nonton apa ciuman?", tanyaku setelah dia melepaskan bibirku. "Pemanasan kan Din,kamu suka kan". "Bangetz". Karena jawabanku seperti itu kembali dia memagut bibirku, kali ini disertaielusan yang kemudian berubah menjadi remasan di toketku. aku menggeliat2 jadinya karena ulahnya,napsuku mulai timbul (dah arawahum lo). "Toket Dina kecil ya om". "Tapi proporsional kok Din, itu yangmembuatkamu kliatan sexy". "Cuma kliatannya kan om". "Pokoknya dimataku kanu tu sexy, cantik lagi",kembali bibir kami saling berpagut. Selama fil berlangsung kami gak nonton tapi saling memagut bibirdan si om rajin sekali memerah toketku, sehingga napsuku makin berkobar. "Om filmnya dah slesai, tadicritanya apa ya om", candaku setelah filmnya lsesai. "Critanya ada om2 ciuman ma abege sembaringremes toketnya", dia tertawa.

Aku digandengnya keluar bioskop. "Kerumahku ya Din". "Dina gak enakom, kliatan banget dari pos satpam yang ada deket rumah om". "Ntar diomongin lagi, Din malem2masuk rumah om, bareng om lagi". "Ya udah, cari tempat laen ja ya, baeknya kita naek mobil Din". Akudigandengnya menuju ke basement tempat dia markir mobilnya. Mobil mluncur keluar mal. "Kita mokemana om". "Deket sini ada hotel transit, kesitu aja ya". Aku cuma ngangguk, aku gak ngerti hoteltransit tu apaan.Karena dah sepi, mobil bisa melaju cukup kenceng. "Om dah gak sabaran ya, kok nyetirnya ngebut". "IyaDin, dah ngaceng berat ni dari tadi waktu ciuman ma kamu". "Masak si om". "Iya, pegang deh", katanyasambil meletakkan tanganku di selangkangannya. Terasa ada gundukan yang keras sekali, kayanya besardeh kont0l si om. "Besar ya om". "Mana besar ma punya mantan kamu itu". "Belon liat om punya, tapirasanya besaran om deh". "Ya bentar lagi yang besar keras itu buat kamu semaleman Din". "Gak apa kankalo kitapulangnya siangan". "Gak om". "Pembokat kamu gak dateng ari ini". "Jadwalnya kan tiap sabtuom". "Kan om tante kamu gak da". "Ya tapi kama mreka kan dikunci om, kamarnya gak bisa dibersiin.""Tapi kan ruang yang laen bisa". "aku kan bersiin rumah juga om, namanya juga numpang, 2 ari sekali"."Sabtu ini om kamu dah pulang". "Blon om, jadi tu pembantu gak dateng". "Kita kluar kota yuk". "OmDina pulangnya minggu, asal minggu siang Dina dah dirumah ya ayuk aja". "Beres". "Om ndiri gak dapembantu ya". "Ada, sama kaya kamu 3 ari sekali datengnya, bebersih rumah, nyuci dan nyetrika". "Danngaldenin napsunya om ya", sambungku sambil tertawa. "Pasti pembantunya masi abege ya om". Diacuma ketawa aja, "Tau ja kamu Din".Sesampainya di hotel transit, mobil diarahkan masuk garasi, begitu mobil masuk garasi, rolling doornyaditutup. "Kan private Din, gak da yang liat". "Kok hotel kaya gini si om". "Namanya juga hotel jam2an"."Orang kemari cuman buat maen ja ya om". Dia ngangguk sambil keluar dari mobil. Dia membukakanaku pintu mobil, seneng banget deh diperlakukan kaya gitu. Aku digandengnya masuk ke ruangan,kamarnya lumayan besar, ada ranjang besar, sofa, meja rias, tv, lemari es kecil. Yang menarik ada kacabesar ditembok disamping ranjang. Kubuka lemari esnya, kosong. "Ya kosong lah Din, kalo kita bawaminuman bisa ditaruh disitu". "Kaca besar gini buat apa ya om". "Biar kita bisa liat diri kita lagi maen dranjang, lebi napsuin lo katimbang liat bokep". Aku masuk ke kamar mandinya, minimalis banget,shower, wc dan meja rias serta kaca. Gak ada tolietreies dan anduk seperti layaknya di hotel. "Kok gakda apa2nya si om". "NTar dianterin anduk ma toileteriesnya. Telpon berbunyi, si om angkat telponnya.

Dia pesen minuman dan makanan kecil, kemudian dia ngidupin tv, ada tayangan film bokep. Aku dudukdi ranjang memperhatikan tayangan bokep itu, ceweknya mlayu banget tampangnya, maen ma bulemuda, ah uh nya keras banget. "Orang thai tu kayanya". "Bukan orang sini ya om". "Kayanya jarangbanget deh prempuan sini maen di bokep gitu". Napsuin juga ngeliat tu prempuan lagi ngemut enngocok kont0l bule yang panjang dan besar. Terdengar pintu diketuk. Si om membukakan pintu, adayang nganter anduk, toileteris dan pesenan si om. Si om bayar semuanya, pintu ditutup lagi.Minumannya dimasukin ke lemari es, snack nya ditaru di meja rias. "Mo mandi dulu Din". "Kan tadi dahmandi waktu brangkatnya om. "Ya udah, om mandi dulu ya biar seger, kamu nonton ja ya". Si ommembuka bungkusan handuk, mengambil satu dan juga asbunnya dan menghilang ke kamar mandi,pintunya gak ditutup, segera terdengar shower ngucur. aku males beringsut dari tempat aku duduk diranjang.

Tayangan sekarang sedang menunjukkan si bule lagi ngenjot mem3k tu prempuan, ah uhnyamakin seru, napsuku dah naek banget ngeliat tayangan itu, yang tadi diremes2 si om di bioskop bersatudengan napsu yang sekarang sehingga makin memuncak. Si om kluar dari kamar mandi, rambutnyabasah, hanya bersarungkan anduk. "Gak mo mandi Din, seger banget deh". "Gak ah om". 'Seru banget singliatnya, pasti dah napsu banget ya kamu". aku menoleh kearahnya dan senyum.Si om memelukku, segera bibirku diciumnya kembali. Aku bales merangkulnya dan meymabutciumannya dengan penuh napsu, bibir kami kembali bergelut, lidah kamipun saling berbelit dalammulutku. Si om dengan penuh napsu meremes2 toketku. "Buka pakeanmu ya Din". "Dah gak tahan yaom". "Kamu juga kan". Segera kaosku lepas dari badanku, aku mengangkat tanganku keatas untukmempermudah lolosnya kaosku. Tangan si om segera menjulur ke punggungku melepas kaitan braku."Indah banget toket kamu Din, imut, pentilnya juga imut". Kembali dia meremas toketku dengan penuhnapsu. aku dibaringkan ke ranjang, dia segera menjilati toketku, pelan dari lingkar terl;uar terus meujuke puncaknya, sampe akgirnya pentilku dijilati dan diemut pelan. Aku menggeliat2 karena rangsanganitu, sembari diremes, dia mengemut pentilku dengan keras. Kedua toketku gantian dilahapnya. Akucuma bisa melenguh sambil mengacak2 rambutnya yang basah. Ciuman turun ke perut, puserku dijilatinsampe aku menggelinjang, kali ii kegelian. "Om geli", kataku sambil menggferakkan perutku tetapi diamemegang pinganggku sambil terus membenamkan mulutnya dipuserku, kemudian tangannya mulaimenggosok selangkanganku, dari luar celpenku. Aku melenguh keenakan, "oooom..." Si om terus jamenjilati puserku sembari menggosok slangkanganku makin keras, terasa juga gesekannya ke bibirmemekku, aku mengangkang sambil menggeliat2 saking napsunya. "Om lepasin dong, pengen ngrasaindigesek langsung". Dia gak memperdulikan lenguhanku, tetep ja puserku dijilatin dan menggesekslangkanganku.

Aku makin menggeliat, malah pinggul kuangkat keatas supaya gesekannya makin brasake memekku. "Ayo dong om, bukain..." rengekku. Akhirnya tangannya membuka kancing celpenku,ritsluitingnya diturunkannya. Aku mengangkat pantatku supaya celpen ketat itu lebih mudah diloloskandari pinggulku. Tinggallah aku berbaring diranjang hanya memakai cd model bikini yang tipis dan minim,sehingga semuanya terlihat dengan jelas. Dia sangat bernapsu melihat pemandangan indah yangtergolek diranjang. Segera dia menemaniku berbaring di ranjang. jembutku berbayang didalemankuyang tipis. Dia napsu sekali melihat itu, segera aku dipeluknya dari belakang dan diremesnya toketkudengan kuat. Kontolnya terasa keras sekali, digesekkannya ke pantatku. "Om dah napsu banget ya",godaku. "Siapa yang gak napsu ngeliat kamu yang merangsang kayak gini", jawabnya sambil terusmeremas toketku. Pentilku diplintir2nya. Napsuku pun makin naik diperlakukan seperti itu. toketkusegera diremes2nya lagi dengan penuh napsu. "Aaah", erangku makin terangsang. Gak lama kemudianpengikat cdku diurainya juga sehingga akupun bertelanjang bulat. Dia sudah bertelanjang bulat pula.Kontolnya yang besar sudah ngaceng dengan sempurna, mengangguk2 seirama dengan gerakanbadannya. Aku berbaring telentang. Paha kukangkangkan sehingga memekku yang merekahmengundang kon tol si om untuk segera memasukinya. Dia mengurut kontolnya yang sudah ngacengberat sambil sambil meraba dan meremasi toketku yang sudah mengencang itu. Aku menjadi makin bernapsu ketika dia meraba memekku dan mengilik itilku.

Aku meraih kontolnya dan kukocok pelan."Om, geli, enak", erangku sambil mempercepat kocokan pada kontolnya. Diremasnya toketku sambilmengilik itilku. Memekku sudah kuyup saking napsunya.Segera aku meraih kontolnya dan kuarahkan ke mulutku. Kujilati seluruh kontolnya dari ujung kepalasampai ke biji pelirnya tak lupa kukulum sambil sesekali di sedot dengan kuat. "Ufffffff enak sekali Dinterusin isapnya.isap yang kenceng", si om mendesah2. Karena aku sudah nafsu, dengan kuat kusedotujung kepala kontolnya sambil sesekali menggunakan ujung lidahku memainkan lubang kencingnya.Segera dia memposisikan dirinya supaya bisa menjilati dan menghisap memekku yang sudah terbuka itu.Ketika dia menjilati itilku aku mengelinjang kenikmatan sambil kepalanya kukempit dengan kedua belahpahaku, aku ingin agar dia lebih lama menjilati memekku. Dengan dua jari, jari tengah dan telunjukdimasukkannya ke dalam memekku dan dikocok dengan lembut hingga aku mengerang-erangkeenakkan. Kontolnya kugenggam erat sambil terus menghisap-isap ujung kontolnya.

Cukup lama kamisaling isap dan jilat. Kini dia terlentang di ranjang dan aku berada di antara ke dua paha nya. Akumengisap dan menggigit kecil ujung kontolnya hingga dia kelojotan merasakan geli yang luar biasa.Segera aja dia menarik kepalaku agar melepaskan kontolnya dari mulutku, dan kini aku direbahkan, laludia menghisap pentilku sebelah kanan sambil pentil yang satunya dimainkan dengan jarinya. Aku sangatmenikmati permainan ini sambil mengangkangkan pahaku dengan lebar. "Om,,,,,ayo masukin kon tol omdi memek Dina dong.. Dina udah kepengen nihh.." pintaku sambil mengarahkan kontolnya ke arahmemekku.Sambil kutuntun dia memasukkan ujung kontolnya di memekku. Aku yang sudah sangat kepengen,sengaja mengangkat pantatku sehingga kepala kontolnya masuk ke dalam memekku. "Accchhhhhh..",desahku. Walaupun memekku sudah basah banget tapi karena ukuran kontolnya yang besar, tersendat juga tu kont0l mengebor memekku. Kedua paha kulingkarkan di badannya agar kontolnya makinmenancap di memekku. Dia menarik kontolnya sedikit keluar lalu dimasukkan, ditarik lagi dimasukkanlagi dengan ritme yang berirama membuat aku mengerang-erang keenakkan, kini kontolnya secarapelan tapi pasti ambles pelan2 kedalam memekku. Dia menekan kontolnya dengan ritme yang lebihcepat dan keras hingga mulutku menganga tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun karena nikmatyang kurasakan membuat aku hanya sanggup mengelinjang-gelinjang keenakan. Toketku bergerak naikturun seirama dengan kocokan kontolnya di memekku. "Om..aaccchhhhhDina pengen nikmatooom..."Tanpa menunggu jawabannya aku lalu kini berada di atas tubuhnya, kontolnya yang ngaceng itukutuntun ke memekku, lalu dengan jeritan kecil "Aauuu.." seluruh kontolnya kini amblas masuk kedalam memekku yang semakin licin itu. Kini aku sepenuhnya bebas menguasai kontolnya, seperti orangnaik kuda semakin lama semakin cepat gerakanku sambil tangannya meremas kedua toketku.

Aku tidaklagi bergaya seperti naik kuda, tetapi tetap seperti posisi semula hanya kini aku menggesekkan memekku maju mundur, kadang kuputer pantatku dengan gerakan memutar, meremas kontolnya yang sedang menancap dalam2 di memekku. hingga akhirnya aku mengejang-ngejang beberapa saat sambilmenggigit bibir dan mata terpejam merasakan nikmat yang tiada tara itu, akhirnya aku terkulai di atastubuhnya beberapa saat.Segera si om meminta agar aku berjongkok aja, posisi doggie style adalah posisi kegemaranku danmantanku dulu, segera aku berjongkok sambil membuka lebar pahaku hingga dia dapat melihat dengan jelas memekku. Kini kepala kontolnya diarahkannya ke memekku, dengan sekali dorongan, masuklahsebagian kontolnya ke dalam memekku. Aku menjerit kecil. Aku memundurkan pantatku hinggaamblaslah seluruh kontolnya ke dalam memekku. Dengan kuat dia mendesakkan seluruh kontolnya dengan irama yang beraturan hingga aku merasa kegelian lagi. Dia membasahi jari telunjuknya denganludah dan dibasahinya pula lubang pantatku dengan air ludahnya. Sambil terus menggoyang kontolnyadi masukkannya jari telunjuknya ke pantatku hingga seluruh jarinya masuk, sambil menekan ke bawahhingga merasakan geseran kontolnya di dalam memekku. Aku bisa menikmati permainan ini,berulangkali aku memintanya agar lebih keras lagi goyangannya sambil memaju mundurkan pantatku"Uufffgggggghhhhhhhh. Enak Din" erangnya. Dia mempercepat kocokan kontolnya sambil menekankuat kuat jarinya yang ada di pantatku. Tak lama lagi, dia mengejang, "Din aku mo ngecret", dan terasasemburan peju hangat di dalam memekku.

Kontolnya berkedut menyemburkan pejunya berkali2.Sungguh nikmat. Setelah membersihkan badan, kami berdua terkapar karena nikmat dan lelah, tak lamakemudian kami terlelap.Ketika aku terbangun, hari udah terang. Aku nggeletak telanjang bulat di ranjang dengan Satu kakiterbujur lurus dan yang sebelah lagi menekuk setengah terbuka mengangkang. Dia yang sudah bangunlebih dulu, menaiki ranjang dan menjatuhkan dadanya diantara kedua belah pahaku. Lalu dengangemas, diciumnya pusarku. " Om, geli!" aku menggeliat manja. Dia tersenyum sambil terus sajamenciumi pusarku berulang2 hingga aku menggelinjang beberapa kali. Dengan menggunakan ke2 sikudan lututnya ia merangkak sehingga wajahnya terbenam diantara ke2 toketku. Lidahnya sedikutmenjulur ketika dia mengecup pentilku sebelah kiri, kemudian pindah ke pentil kanan. Diulangnyabeberapa kali, kemudian dia berhenti melakukan jilatannya. Tangan kirinya bergerak keatas sambilmeremes dengan lembut toketku. Remasannya membuat pentilku makin mengeras, dengan cepatdikecupnya pentilku dan dikulum2nya sambil mengusap punggungku dengan tangan kanannya.

"Kamucantik sekali," katanya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku hanya tersenyum, aku senangmendengar pujiannya. Itulah kelebihan lelaki seumur om dengan yang sebaya aku. Pandaimemperlakukan prempuan dengan sangat menyenangkan di ranjang selain berbagi kenikmatan. Ini yanggak kudapat dari sekian lama berhubunga dengan mantanku. Kurangkul lehernya, kemudian kuciumbibirnya duluan. Lidahnya yang nyelip masuk mulutku kuhisap2.Aku segera meraba kontolnya lagi, kugenggam dan kugesek2kan ke memekku yang mulai berlendir.Lendir memekku melumuri kepala kontolnya, kontolnya menjadi makin keras. Urat2 berwarna hijau dikulit batang kontolnya makin membengkak. Dia menekan pinggulnya sehingga kepala kontolnya nyelipdi bibir memekku. Terasa bibir memekku menjepit kontolnya yang besar itu. Dia menciumi leherku,dadanya direndahkan sehingga menekan toketku. "Oh...", lenguhku ketika ia menciumi telingaku."Kakimu dibelitkan di pinggangku Din", pintanya sambil terus mencium bibirku. Tangan kirinya terusmeremas toketku sedang tangan satunya mengelus pahaku yang sudah kulingkarkan di pinggangnya.Lalu dia mendorong kontolnya lebih dalam. Sesak rasanya memekku. Pelan2 dia menarik sedikitkontolnya, kemudian didorongnya. Hal ini dia lakukan beberapa kali sehingga lendir memekku makinbanyak keluarnya, mengolesi kepala kontolnya. Sambil menghembuskan napas, dia menekan lagikontolnya masuk lebih dalam.

Dia kembali menarik kontolnya hingga tinggal kepalanya yang terselip dibibir luar memekku, lalu didorongnya kembali pelan2. Dia terus mengamati wajahku, aku setengahmemejamkan mata. "Din, nanti dorong pinggul kamu keatas ya", katanya sambil menarik kembalikontolnya. Dia mencium bibirku dengan lahap dan mendorong kontolnya masuk. Pentilku diremesnyadengan jempol dan telunjuknya. Aku tersentak karena enjotan kontolnya dan secara reflex akumendorong pinggulku ke atas sehingga kontolnya nancap lebih dala lagi. Aku menghisap lidahnya yangdijulurkan masuk ke mulutku. Sementara itu dia terus menekan kontolnya masuk lebih dalam lagi. Diamenahan gerakan pinggulnya, rambutku dibelai2nya dan terus mengecup bibirku. kontolnya kembaliditariknya keluar lagi dan dibenamkan lagi pelan2, begitu dilakukannya beberapa kali sehingga seluruhkontolnya sudah nancap di memekku. Aku merangkul lehernya dan kakiku makin erat membelitpinggangnya. "Akh...", lenguhku ketika terasa kontolnya sudah masuk semua, terasa memekku berdenyut meremes2 kontolnya. "Enak banget om, lebi nikmat dari semalem", jawabku sambilmencakari punggungnya, terasa biji pelernya memukul2 pantatku.

Dia mulai mengenjotkan kontolnyakeluar masuk memekku. Entah bagaimana dia mengenjotkan kontolnya, itilku tergesek kontolnya ketikadia mengenjotkan kontolnya masuk. Aku menjadi terengah2 karena nikmatnya. Dia juga mendesahsetiap kali mendorong kontolnya masuk semua, "Din, memekmu peret sekali, terasa lagi empotannya,enak banget sayang ngent0t dengan kamu". Tangannya menyusup ke punggungku sambil terusmengenjotkan kontolnya. Terasa bibir memekku ikut terbenam setiap kali kontolnya dienjot masuk."Om", erangku. Terdengar bunyi "plak" setiap kali dia menghunjamkan kontolnya. Bunyi itu berasal dariberadunya pangkal pahanya dengan pangkal pahaku karena aku mengangkat pinggulku setiap diamengenjot kontolnya masuk. "Din, aku udah mau ngecret", erangnya lagi. Dia menghunjamkankontolnya dalam2 di memekku dan terasalah pejunya nyembur2di dalam memekku. Bersamaan dengan itu, "Om, Dina nyampe juga om", aku mengejang karena ikutannyampe. Maen pagi ini jauh lebi nikmat deh, si om juga lebi lembut dan lebi romantis menggaraptubuhku, memang lelaki seumuran om gak da matinya. Gak heran banyak abege prempuan yang jatuhdipelukan om2, tersanjung dan dilimpahi kenikmatan juga.

Paling Populer Selama Ini