5/31/2011

Dua Pria di Matos

Pada hari minggu, aku jalan-jalan ke pusat perbelanjaan di Matos. Rencananya sih, aku mau membeli keperluan sehari-hari, kebetulan saat itu aku ada sedikit uang. Sesampainya di mall, tatkala aku sedang melihat-lihat makanan ringan, tiba-tiba aku ditabrak oleh seorang pria paruh baya yang usianya kira-kira 35 tahun, sehingga barang-barang yang berada di tanganku jatuh semua, lalu si pria itu minta maaf kepadaku. Aku hanya tersenyum karena menurutku nggak masalah karena yang menabrakku adalah pria paruh baya dan tampan. Lalu aku jongkok untuk mengambil barang-barangku yang jatuh tadi tapi si pria itu jongkok juga sehingga kepala kami saling berbenturan tanpa disengaja. Sekarang giliranku yang minta maaf tapi pria tersebut hanya tersenyum saja.

“Sendirian Pak?” tanyaku.

Si Bapak menjawab, “Sebenarnya berdua, tapi teman saya lagi ke toilet dulu.”
“Borong nih?” tanyaku lagi.

Dengan tersenyum si pria tadi menjawab, “Ahh, nggak juga.”
Kemudian si pria tadi bertanya lagi, “Di mana Adik tinggal?”
“Dinoyo”, jawabku dengan singkat tapi pandanganku terarah pada wajah pria tadi.
“Oh kebetulan kita sama-sama satu arah, saya juga tinggal di Landungsari, bagaimana kalau kita sama-sama pulangnya nanti?” tanya pria tersebut.

Saya diam saja namun dalam hati ada juga rasa senang diajak oleh pria tampan. Tanpa diduga pria itu membawa barang-barangku ke kasir sekalian dengan miliknya untuk dibayar. Di situ saya bertemu dengan temannya yang ke toilet tadi, yang ternyata bernama Hermansyah, usianya sekitar 5 tahun lebih muda dari si Bapak tadi. “Sudah Mas?”, tanya Hermansyah ke pada Bapak tadi. “Oh, sudah hanya sedikit kok.” Lalu kami pergi ke basement untuk pulang.

Singkat cerita kami sudah dalam perjalanan pulang, ngobrol di mobil dari kenalan sampai dengan masalah yang sangat pribadi. Ternyata si Bapak tersebut bernama Isnan, mereka dari kalangan eksekutif dan the have. Eksekutif yang bekerja sebagai pengusaha yang sukses dan hampir tidak ada waktu lowong. Sungguh, hari itu kurasakan sangat indah di dalam mobil mewah bersama dua orang pria tampan, apalagi Hermansyah yang memakai kaos ketat dengan otot dada tercetak serta celana ¾. Isnan sambil menyetir terus berusaha menggodaku. Tanya pacar segala. Tak terasa aku hampir sampai di Dinoyo tapi Hermansyah yang berada di sampingku mencegah.

“Jangan Dik, lebih baik main dulu ke rumah kami di Landungsari”, ajaknya, “Ntar pulangnya diantar lagi.”

Isnan pun ikut nimbrung, “Iya Dik, kebetulan di rumah sepi dan juga kami butuh teman untuk ngobrol.”

Hermansyah yang mengenakan kaos ketat dengan otot dada tercetak selalu bikin aku ngiler apalagi dia sengaja menaikkan celana ¾-nya sehingga bulu-bulu pahanya terlihat jelas. Rupanya sewaktu ada di Matos tadi, dua pria ini sudah lama memperhatikan tingkah polahku saat begitu dalam memelototin tiap pria tampan yang lewat di hadapanku. Saat ada di lantai atas, mataku memang sengaja mencuri-curi pandang pada pria-pria yang tampan dan bersih. Karena tertarik dengan gaya dan tingkahku, kedua pria ini membuntutiku hingga ke bagian supermarket. Mungkin karena asyik memperhatikan lalu lalang pria, aku tidak sadar jika telah dikuntit dua pria yang telah meyakini, jika aku ini seorang penyuka sejenis.

“Aku tadi sebenarnya sengaja menabrakkan diri, agar bisa kenalan denganmu Dik. Karena cukup lama aku memperhatikan adik”,ujar Hermansyah dengan jujur. “Tapi gapapa kan?”tanya Hermansyah dan aku mengangguknya. Hermansyah menggeser tempat duduknya mendekati arah tempat dudukku. Aroma wewangian mewah yang dipakai oleh Hermansyah semakin menambah indahnya suasana. “Dik, ngantuk nggak?” tanya Hermansyah. Terus dia mengalihkan pertanyaannya. “Kalau ngantuk tidur aja di sini”, sambil membuka lebar pahanya sehingga terlihat jelas bagian yang menjedol itu. Belum lagi aku menjawab dia sudah menarik kepalaku ke pahanya. Aku tak kuasa menolaknya lagi pula aku senang, untung kaca mobilnya gelap sehingga hanya Isnan dan aku yang mengetahui apa yang diperbuat oleh Hermansyah kepadaku. “Dik kok kamu diam saja?”. Aku pura-pura bego padahal aku sudah mengerti, “What the hell she wanted.”

Kemudian dia menyuruhku untuk mengerjai bagian vitalnya, dan kuturuti saja kemauannya. Dia kini duduknya sudah tidak karuan seperti orang ambeyen saja. Tiada keraguan lagi di dalam benakku untuk mengerjainya. Pertama-tama kuraih dada gempal dengan otot-otot kekar itu, lalu kuremas dengan mesra dan dilanjutkan dengan meraba pahanya yang banyak ditumbuhi bulu sehingga dia terengah-engah. Tidak puas dengan meraba, maka kulanjutkan dengan menjilat bagian pahanya. Jilatanku semakin panjang saja mulai dari lutut sampai ke paha lalu ke arah jendolan di selangkangannya yang masih terbungkus celana dalamnya. Tanpa perintah, langsung kulepaskan celana dalamnya dan kini terlihat kepala kontol yang berwarna merah muda, dengan batang kontol yang cukup panjang dan dikelilingi oleh rambut yang begitu lebat. Kerongkonganku tiba-tiba kering tatkala melihat pemandangan yang begitu indah. Hermansyah merebahkan tubuhnya sambil membuka pahanya lebar-lebar di atas jok. Tanpa buang waktu lagi kulanjutkan permainan setan ini. Kujilati, kuciumi sambil kuhisap-hisap batang kontol Hermansyah. Hermansyah menggeliat-geliat bagaikan cacing kepanasan sambil menjambak rambutku dan mendesakkan wajahku ke arah alat vitalnya. Isnan hanya melihat perbuatan kami berdua sambil bersiul menirukan suara musik dari tape mobil seakan tidak mempedulikanku yang bercumbu dengan Hermansyah, ntar juga dia kebagian.

Sambil terus menjilat, mencium, menyedot sambil kocok pula dengan tangaku. Hermansyah pun seperti orang kesurupan, menggeliat ke sana sini. Oh, indah sekali hari ini. Sekarang kugunakan telunjukku untuk mengutak-atik onderdil yang ada di bawah buah pelernya. Lubang pantatnya masih terasa sempit dan banyak dtumbuhi bulu-bulu halus. Lalu jilatan-jilatan kuarahkan ke sekitar lipatan paha, hingga buah zakarnya. Cara ini semakin membuat dia tersiksa kegelian tapi membawa kenikmatan yang luar biasa. Rasa bau amis, mual dan asin bersatu dalam kenikmatan. Aku memainkan dan menjilati batang kontol Hermansyah yang indah itu dengan penuh nafsu.
Hampir 20 menit aku bermain di daerah kontol Hermansyah. “Udah dulu Dik, Aku sudah tidak kuat..” Kemudian Hermansyah bangkit dan memintaku supaya mengeluarkan batang kejantananku. Dengan susah payah kukeluarkan milikku dan akhirnya keluar. kontolku yang sudah ereksi sejak pertama naik mobil dipegang dengan mesra oleh Hermansyah, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya, sambil menjilati. “Oh, nikmat benget Pak.. terus Pak.. oughh..” itulah kata-kata yang keluar dari mulutku. Hermansyah yang sedang kesetanan terus-menerus memainkan senjataku yang berkepala botak itu. Lendir yang keluar dari lubang pipisku pun terus dia jilati. Enak sekail, tapi kalau aku konsentrasi ke sini terus lama-kelamaan aku bisa keluar, maka kualihkan perhatianku pada persoalan yang lain.

Hampir 20 menit Hermansyah bermain dengan kontolku dan tak terasa kami sudah sampai di rumah milik Isnan yang mewah. Hermansyah merapikan kaos dan celananya tapi celana dalamnya di masukkan ke dalam tas. Gerbang terbuka secara otomatis lalu mobil masuk ke garasi, kami pun keluar dari mobil dan masuk ke villanya. Dengan sangat elegant, Hermansyah membukakan pintu mobil agar aku bisa keluar. Ketika aku melangkah dan menapakkan kaki di lantai marmer itu. Hermansyah terus saja memelukku dari belakang sambil menjilati leherku, kemudian Hermansyah membawaku ke kamar Isnan yang luas. Di dalam kamar tersebut, Hermansyah langsung membuka seluruh pakaiannya. Begitu pula aku membuka seluruh pakaianku. Hermansyah pun kini merebahkan tubuhnya yang telah polos tanpa selembar benang pun di atas kasur yang empuk lalu dia menginginkan agar posisiku di atas tubuhnya, dimana dia akan mengerjai alat vitalku begitu juga sebaliknya. Kemudian kami pun beraksi. Yess, nikmat.. enak.. oughh..” itulah kata-kata yang keluar dari mulut kami berdua diserta desisan.

Tak lama kemudian Isnan pun masuk sambil membawa segelas air susu, segelas kuning telur bebek yang entah berapa jumlahnya dan dua botol kratingdaeng. “Minum dulu Dik”, kata Isnan, “Lalu kita lanjutkan.” Kemudian aku mengambil segelas air susu, setelah itu gelas yang berisi kuning telur bebek setelah habis baru satu botol kratingdaeng. Walaupun perut ini sudah penuh tapi demi lancarnya daya dobrakku, ya kupaksakan karena ini untuk kepuasan kita bertiga. Kemudian Isnan memujiku, “Wah, kamu mirip dengan aktor film x kesukaan Om.. pasti kamu mainnya juga hebat..”
Om Isnan yang berparas bulat, kulit putih, bibir agak tebal dan mata sayu memandangiku dari wajah sampai ke arah kontolku. Lalu kuraih kepalanya dan kuarahkan ke wajahku. Lalu bibir kami saling berpagutan. Aku yang duduk telanjang di tepi ranjang sedangkan Om Isnan berdiri. Hermansyah yang sudah telanjang di belakangku tidak tinggal diam. Dia menghampiri kontolku. Okh, desahanku pun terdengar sambil bibir Om Isnan bertautan dengan bibirku. Tanganku pun bergerilya melepaskan pakaian yang dikenakan Isnan. Sesudah pakaian terbuka, kutarik kaos singletnya dan terlihat dada dan otot-otot Isnan lebih besar dibandingkan dengan milik Hermansyah. Hermansyah kini sedang melumat kejantananku sementara tangan kanannya meremas-remas biji pelirku dan tangan kirinya memegang celana dalamku. Benar-benar pengalaman yang fantastik bisa bercinta dengan dua pria sekaligus.

Isnan yang kini setengah telanjang meronta-ronta saat kujamah dadanya sambil kurengkuh pula batang kejantanannya. Ini benar-benar hebat, suara gemercik air ludah Hermansyah yang mengulum kontolku dan desahan Om Isnan kini mewarnai nuansa di kamar yang terhitung luas, jauh bila dibandingkan dengan kamarku. Andai aku tinggal di sini mungkin aku akan sangat berbahagia ditemani dua pria yang tampan, binal dan haus seks. Dada bidang milik Om Isnan kuremas-remas dan sabil kujilat, kulum dan kusedot-sedot tetek hitam kecil itu sambil tanganku berusaha melepaskan celana jeans Om Isnan yang ketat. Akhirnya Isnan membuka celana jeans-nya sendiri sedangkan celana dalamnya saya lepas dengan menggunakan gigiku. Woww, indah sekali barang milik Isnan. Isnan meronta-ronta. Tanganku mulai nakal bersamaan lidah, tanganku pun ingin bermain dengan kontol Hermansyah. Desah Isnan pun terdengar begitu memburu. Sementara itu Hermansyah pun masih sibuk bermain dengan kejantananku. Rupanya Hermansyah pun sudah tak tahan ingin suatu proses pengakhiran. “Ganti posisi dong..” bisik Isnan sambil naik ke atas ranjang.

“Woww, Dik masukin dong.. udah nggak kuat nich.. pengin ngerasain punyamu..” desah Hermansyah tertahan sambil membimbing batang kontolku menuju lubang pantatnya. Sementara itu Isnan pun tidak ketinggalan, dia mengangkangkan pantatnya kemudian dia dekatkan pada wajahku. Wow, sungguh pemandangan yang indah tatkala liang senggama Isnan tepat berada di wajahku. Kesempatan ini tidak kusia-siakan, kujilat kontol besar milik Isnan yang membuat Isnan menggelinjang tanpa ampun. Tak lama kemudian Hermansyah pun mengikuti langkah Isnan, mengarahkan kontolnya yang panjang itu ke wajahku. Aku berada di bawah dua pria yang haus seks. Hermansyah terlihat merem-melek, tatkala Isnan mengangkat pantatnya untuk berubah arah. Dia yang tadi membelakangi Hermansyah, kini mereka saling berhadapan. Kemudian Isnan pun menurunkan pantatnya ke arah wajahku, kontolnya seakan teracung-acung. Desisnya pun terdengar, “Woww, indah sekali.. nikmat.. enak..”

Dengan tenaga yang masih tersisa saya menawarkan pada Hermansyah supaya berganti posisi. Lima menit kemudian Hermansyah dengan tenaga sisa berusaha bangkit lagi kemudian dia menggoyangkan pinggulnya, kini Isnan dan Hermansyah saling berhadapan di atas tubuhku yang di banjiri peluh, lalu mereka saling berpelukan dan saling menjulurkan lidah masing-masing. Mereka ternyata kalangan biseks tapi tidak masalah bagiku, ini merupakan pengalaman baru bagiku. Hermansyah kini menggeliat dan seluruh tubuhnya kejang-kejang pertanda Hermansyah akan mencapai orgasme dan dia pun berbaring di samping kiriku.

“Sekarang bagianmu Om.. kamu maunya posisi yang gimana..?” bisikku mesra. Rupanya Isnan menginginkan posisi doggy style. Sambil mengangkat kaki kirinya, kupandangi kontol Isnan. Kupermainkan dulu batang kejantannya dengan tanganku. “Ooukh..” desahannya pun terdengar dan aku senang pertanda di sedang dalam keadaan siap tempur. Isnan yang kini menungging semakin membuatku tak sabar, kemudian kuarahkan batang kejantananku ke lubang pantat Isnan. dan.., “Bless..” tanpa halangan yang berarti kejantananku menembus lubang pantat Isnan. Sambil menyentakkan pantatku, kumainkan jariku di lubang pantatnya. Isnan mengeliat-geliat, rupanya letak kelemahannya terdapat pada lubang yang mirip sumur itu. Hermansyah yang terkulai lemas hanya senyum-senyum saja, dia mengakui bahwa aku yang terbaik dari lawan-lawan yang pernah dia pakai.

Hampir 30 menit kukerjai milik Isnan, rupanya Isnan pun sudah merasakan jenuh dengan permainan ini, dan sekarang dia memintaku untuk memasukkan kajantanaku ke lubang pantatnya dengan posisi berhadapan dan aku telentang terbarung. Lalu kuarahkan rudalku ke arah anusnya tapi sebelumnya kujilati dulu untuk melicinkan jalannya penetrasiku. Pertama belum berhasil, kemudian aku meminta bantuan Hermansyah yang sedang terkapar di sampingku untuk melumasi rudal yang belum berhasil mendobrak lubang pantat Isnan. Hermansyah pun melakukannya, dia melumat rudalku dengan lidahnya, kemudian dia mengulum dan menjilati batanganku sampai terlihat licin lalu kucoba melakukan penetrasi lagi, kutekan pantatku. 1.. 2.. 3.. akhirnya aku berhasil menerobos lubang sumur Isnan. Isnan pun merem-melek bagaikan anak yang sedang mengorek kupingnya dengan bulu ayam, ini benar-benar luar biasa. Hampir 24 menit kami melakukan anal seks, sampai akhirnya kami berada pada puncaknya dan setelah itu kami pun tak berdaya. Aku dan Isnan terkapar lemas setelah menyemprotkan cairan nikmatku yang sangat banyak ke lubang pantat Isnan. Aku pun tertidur sambil memeluk kedua pria setengah baya tersebut. Untung aku jalan-jalan kalau tidak, mungkin yah takkan pernah merasakan gimana asyiknya bermain dengan dua pria paruh baya sekaligus

Pertama Kali Jadi Gigolo Cowok

Karena perusahaan orang tuanya pailit. Akhirnya Andro yang sedang kuliah di salah satu PTS di Malang harus memutar otak untuk mendapatkan uang. Selain untuk biaya hidup dan biaya kuliah, juga kebutuhan sehari hari. Apalagi kuliahnya di kampus yang mengedepankan tekhnologi komputer itu membutuhkan biaya yang besar.

Apalagi saat ini memasuki masa daftar ulang mahasisawa lama ke semester genap. Segala cara telah dia tempuh untuk mendapatkan uang dengan cepat agar dapat membayar biaaya kuliahnya. Akhirnya Andr berkenalan dengan Akbar yang berjanji akan membantunya mendapatkan uang dengan cara mudah dan cepat. Akbar memberitahunya jika Andro harus melayani pria gay yang mau mebayarnya mahal. Awalnya Andro menolak dan terus berusaha dengan cara yang lain. Melamar sana sini dan berusaha mencari pinjaman ke teman. Akan tetapi usahanya buntu sehingga akhirnya dia menerima tawaran Akbar untuk dikenalkan dengan Rahman, pengusaha butik yang gay. Konon enurut Akbar, Rahman ini menyukai cowok yang masih polos dan terutama yang belum pernah disodomi.

Dari perkenalan awal, Andro begitu takut saat Rahman menjabat tangannya. Namun karena perlakuan dan sikap Rahman yang wajar dan seperti kebanyakan pria yang lainnya. Akhirnya Andro menjadi tidak takut lagi, dan tidak lagi menjaga jarak. Karena merasa belum siap, akhirnya Andro bilang ke Akbar jika ditunda lain hari saja. Akbar dan Rahman menyetujui.
Begitulah nasib Andro. Dia jelas-jelas bukan homo. Apalagi gigolo. Akan tetapi karena butuh uang untuk hidup dan kuliah, akhirnya dia nekat dan harus siap.
Hari ini Andro menemui Akbar dan minta dihubungi Rahman. Setelah Akbar membooking kamar hotel di kawasan Tugu Malang. Akhirnya Andro diantar Akbar masuk ke kamar hotel mewah bintang empat tersebut. Setelah mandi dan mengisi perut dengan pesanan makanan hotel, Andor menunggu kedatangan Rahman sambil menonton TV.

Waktu terus berlalu, akhirnya bel kamar hotel itu pun berdentang. Akbar mencoba mengintip di lubang pintu dan memberikan isyarat jika yang datang Rahman.
Dada Andro berdegup kencang, dan dia berdiri selanjutnya duduk di kursi kembali.

Setelah masuk kamar, Rahman menjabat tangan Andro dengan hangat. Setelah berbasa-basi sebentar, Rahman langsung mencopot pakaiannya, terus ia beranjak ke kamar mandi untuk mandi. Sementara itu hati Andro terus berdebar-debar. Sambil menunggu Rahman mandi, Akbar menyetel film biru. Hal ini membuat Andro terangsang melihat adegan-adegan pada film tersebut. Ia merasakan kontolnya mulai berdenyut-denyut. Melihat perubahan wajah dari cowok tersebut, Akbar yang sangat berpengalaman langsung saja melumat bibir cowok itu untuk menjadi pembuka Rahman.

Perlahan-lahan Akbar mulai melepaskan pakaian Andro. Cowok itu malah ikut membantu mengangkat pantatnya ketika Akbar melepaskan pakaiannya. Lalu setelah ia melepaskan pakaian cowok itu, ia-pun segera melepaskan pakaiannya. Akhirnya mereka berdua telanjang diatas ranjang tanpa mengenakan sehelai benang-pun. Bibir mereka saling melumat, tangan mereka saling meraba bagian-bagian sensitif, sehingga membuat mereka lebih terangsang.
Pada saat rangsangan mereka mencapai puncaknya, tiba-tiba Rahman keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk yang menutupi kontolnya dan menyaksika dua cowok itu telah telanjang bulat. Segera saja Akbar menyambut Rahman, mereka melepaskan handuk yang melilit di pinggangnya, lalu Akbar dengan rakus langsung mengemut kontol laki-laki tersebut. Sementara itu Andro hanya terbengong menunggu apa yang akan dilakukan pada dirinya. Lalu Akbar mengajak mereka semua pindah ke ranjang. Kemudian Rahman mencium belakang telinga Andro dan lidahnya bermain-main di dalam kupingnya. Hal ini menimbulkan perasaan yang sangat geli, yang menyebabkan badan Andro mengeliat-geliat. Mulut Rahman berpindah dan melumat bibir Andro dengan ganas, lidahnya bergerak-gerak menerobos ke dalam mulut cowok itu dan menggelitik-gelitik lidahnya.

"Aaahh.., hmm.., hhmm", terdengar suara menggumam dari mulut Andro yang tersumbat oleh mulut Rahman.
Mulut Rahman sekarang berpindah dan mulai menjilat-jilat dari dagu Andro turun ke leher, kepala cowok belia itu tertengadah ke atas dan badan bagian atasnya yang terlanjang melengkung ke depan, ke arah Rahman, batang kontolnya yang kencang itu, seakan-akan menantang ke arah lelaki setengah baya tersebut.
Laki-laki itu langsung bereaksi, tangan kanannya memegangi kontol cowok tersebut, mulutnya menciumi dan mengisap-isap kedua puting dada cowok itu secara bergantian. Mulanya dada Andro yang sebelah kanan menjadi sasaran mulutnya. Dada Andro yang cukup berotot itu digigiti hingga putingnya diisap dengan lahap. Lidahnya bermain-main pada puting dada Andro yang segera bereaksi menjadi keras. Terasa sesak napas Andro menerima permainan Rahman yang lihai itu. Badan Andro terasa makin lemas dan dari mulutnya terus terdengar erangan,
"Ssshh.., sshh.., aahh.., aahh.., sshh.., sshh.., aduh ahhhh, sshh....", mulut Rahman terus berpindah-pindah dari dada yang kiri, ke yang kanan, mengisap-isap dan menjilat-jilat kedua puting dadanya secara bergantian. Badan Andro benar-benar telah lemas menerima perlakuan ini. Matanya terpejam pasrah dan kedua putingnya telah benar-benar mengeras. Sementara itu Akbar terus bermain-main di paha Andro yang putih itu dan secara perlahan-lahan merambat ke atas dan, tiba-tiba jarinya menyentuh batang kontol Andro.

Segera badan Andro tersentak dan, "Aaahh.., oohh.., Mass....!".
Mula-mula hanya ujung jari telunjuk Akbar yang mengelus-elus batang kontolnya. Muka Andro yang tampan terlihat merah merona dengan matanya yang terpejam sayu, sedangkan giginya terlihat menggigit bibir bawahnya yang bergetar. Kedua tangan Akbar memegang kedua kaki cowok itu, bahkan dengan gemas ia mementangkan kedua belah pahanya lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar memandang daerah di sekitar selangkangan Andro yang telah terbuka itu.
Nafas cowok itu terdengar mendengus-dengus memburu. Andro merasakan badannya amat lemas serta panas dan perasaannya sendiri mulai diliputi oleh suatu sensasi yang mengila, apalagi melihat tubuh Rahman yang besar berbulu dengan kontolnya yang hitam, besar yang pada ujung kepalanya membulat mengkilat dengan pangkalnya yang ditumbuhi rambut yang hitam lebat terletak diantara kedua paha yang hitam gempal itu. Sambil memegang kedua paha Andro dan merentangkannya lebar-lebar, Akbar membenamkan kepalanya di antara kedua paha Andro. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar kontol cowok belia yang berurat dengan rambut lebat di pangkal batang kontolnya.

Andro hanya bisa memejamkan mata, "Ooohh.., nikmatnya.., oohh!", Andro menguman dalam hati, sampai-sampai tubuhnya bergerak menggelinjang-gelinjang kegelian.
"Ooohh.., hhmm!", terdengar rintihan halus, memelas keluar dari mulutnya.
"Mass...., aku tak tahan lagi..!", Andro memelas sambil menggigit bibir.
Sungguh Andro tidak bisa menahan lagi, dia telah diliputi nafsu birahi, perasaan nikmat yang melanda di sekujur tubuhnya akibat serangan-serangan mematikan yang dilancarkan Akbar dan Rahman yang telah bepengalaman itu. Namun rupanya mereka berdua itu tidak peduli dengan keadaan Andro yang telah orgasme beberapa kali itu, bahkan mereka terlihat amat senang melihat Andro mengalami hal itu. Tangannya yang melingkari kedua pantat Andro, kini dijulurkan ke atas, menjalar melalui perut ke arah dada dan mengelus-elus serta meremas-remas kedua dada Andro dengan sangat bernafsu. Menghadapi serangan bertubi-tubi yang dilancarkan Rahman dan Akbar ini, Andro benar-benar sangat kewalahan dan kamaluannya semakin menencang dan mulut kecil lubang kencing kontolnya telah sangat basah kuyup oleh cairan precum.

"Mass...., aakkhh.., aakkhh!", Andro mengerang halus, kedua pahanya yang putih dan berbulu halus itu menjepit kepala Akbar untuk melampiaskan derita birahi yang menyerangnya, dijambaknya rambut Akbar keras-keras.
Cowok imut yang lemah lembut ini benar-benar telah ditaklukan oleh permainan Akbar dan laki-laki setengah baya yang dapat sangat membangkitkan gairahnya. Tiba-tiba Akbar melepaskan diri, kemudian bangkit di depan Andro yang masih tertidur di tepi ranjang, ditariknya Andro dari atas ranjang dan kemudian Rahman disuruhnya duduk ditepi ranjang. Kemudian kedua tangan Akbar menekan bahu Andro ke bawah, sehingga sekarang posisi Andro berjongkok di antara kedua kaki berbulu lelaki tersebut dan kepalanya tepat sejajar dengan bagian bawah perutnya.
Andro sudah tahu apa yang diinginkan kedua orang tersebut, namun tanpa sempat berpikir lagi, tangan Rahman telah meraih belakang kepalanya dan dibawa mendekati kontol laki-laki tersebut. Tanpa melawan sedikitpun Andro memasukkan kepala kontol Rahman ke dalam mulutnya sehingga kontol tersebut terjepit di antara kedua bibir mungil Andro, yang dengan terpaksa dicobanya membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu Andro mulai mengulum alat vital Rahman dalam mulutnya, hingga membuat lelaki itu merem melek keenakan.

Benda itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit batangnya saja ke dalam mulut Andro yang kecil, itupun sudah terasa penuh benar. Andro hampir sesak nafas dibuatnya. Kelihatan ia bekerja keras, menghisap, mengulum serta mempermainkan batang peler itu keluar masuk ke dalam mulutnya. Terasa benar kepala itu bergetar hebat setiap kali lidah Andro menyapu kepalanya. Sementara itu Akbar sibuk menjilati buah peler laki-laki tersebut. Kadang lidahnya menyapu anus suaminya itu.
Beberapa saat kemudian Rahman melepaskan diri, ia mengangkat badan Andro yang terasa sangat ringan itu dan membaringkan di atas ranjang dengan pantat Andro terletak di tepi ranjang, kaki kiri Andro diangkatnya agak melebar ke samping, di pinggir pinggang lelaki tersebut. Kemudian batang kontol Rahman mulai berusaha memasuki beahan pantat Andro. Tangan kanan Rahman menggenggam batang kontolnya yang besar itu dan kepala kontolnya yang membulat itu digesek-gesekkannya pada belahan pantat dan menyentuh lubang dubur Andro, hingga Andro merintih-rintih kenikmatan dan badannya tersentak-sentak. Rahman terus berusaha menekan kontolnya ke dalam lubang dubur Andro, akan tetapi sangat sempit untuk ukuran kontol Rahman yang besar itu.

Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian Rahman membalik tubuh Andro yang telah lemas itu hingga sekarang Andro setengah berdiri tertelungkup di pinggir ranjang dengan kaki terjurai ke lantai, sehingga posisi pantatnya menungging ke arah lelaki tersebut. Kemudian Andro merasakan Rahman menjilati liang anusnya dari atas dan lidahnya menusuk-nusuk lubang itu dengan ganas. Andro mengerang, merintih, menjerit histeris karena gelombang birahi kembali melandanya tanpa ampun membuat perutnya mulas. Batang kontol Andro yang menggantung itu tidak didiamkan. Segera saja Akbar tidur dibawah Andro kemudian menyusu pada batang kontol cowok itu. Cowok itu semakin merasakan nikmat yang tak terbayangkan.
Rahman melanjutkan kegiatannya itu dan sekarang dia melihat pantat cowok itu dan bagian anus Andro sudah basah dengan ludahnya, sementara dengan ibu jarinya yang telah basah dengan ludah, mulai ditekan masuk ke dalam lobang anus Andro dan diputar-putar di sana. Andro terus mengeliat-geliat dan mendesah.

"Aaadduuhh.. Aadduuhh..pelannnn..!".
Selang sesaat setelah merasa cukup membasahinya, Rahman sambil memegang dengan tangan kiri kontolnya yang telah tegang itu, menempatkan kepala kontolnya tepat di tengah liang masuk anus Andro yang telah basah dan licin itu. Kemudian Rahman membuka belahan pantat Andro lebar-lebar.
"Aaaduhh, Aagkkh...." erang Andro. Rahman mulai mendorong masuk, kemudian ia berhenti dan membiarkan kontol itu terjepit dalam anus Andro.
"Tahan Andro, nanti kamu pasti akan merasakan keenakan" bisik Akbar.
"Memang pertama-tama agak sesak, tapi nanti akan sangat enak, tahan yaa....!"
Sementara itu Andro menjerit-jerit dan menggelepar-gelepar menahan gempuran batang kontol besar itu. Segera saja Akbar beralih ke batang kontol cowok itu, lalu diemutnya batang kontol cowok itu, sementara tangannya ia gunakan untuk meremas dua bongkah pantat Andro agar lebih rileks.

"Aduuh.... Oomm…penuh rasanya…gede banget kontolnya" ketika kontol itu mulai masuk lagi anusnya.
"Tenang sayang nanti juga pasti enak" jawab Rahman sambil terus melesakkan bagian kontolnya kepalanya sudah seluruhnya masuk ke pantat Andro.
"Ackhhhhhh.." jerit Andro.
Bersamaan dengan itu kontol Rahman amblas dalam lobang anusnya yang sempit.
"Tenang Andro, nanti enak deh.. Aku aja jadi ketagihan sekarang" kata Akbar sambil mengelus rambut kontolnya dan menggosok nya sambil terus menghisap dan menjilati batang kontolnya.
"Tuuh.. Kan sudah masuk tuh.. Enak kan nanti pantatmu juga terbiasa kok kayak pantatku ini" kata Akbar.
Andro diam saja. Ternyata tidak terasa sakit kalo otot di anusnya dibuat rileks, pikirnya. Rahman mulai mengocok kontolnya di pantat Andro.

"Pelan-pelan, yaaa" kata Andro pada Rahman.
"Iya sayang enaakk.. Niihh.. Seempiitt.." kata Rahman.
Akbar yang berada di bawah sibuk menyedot kontol Andro dengan mulutnya dan mengocok batang kontol Andro dengan tangannya, sehingga membuat Andro semakin menggelinjang nikmat. Andro meronta-ronta, sehingga semakin menambah gairah Rahman untuk terus mengocok di anusnya. Andro terus menjerit, ketika perlahan seluruh kontol hitam besar Rahman masuk ke anusnya.
"Aaauugghh..!!!..!" jerit Andro ketika Rahman mulai bergerak pelan-pelan keluar masuk anus Andro.

Akhirnya dengan tubuh berkeringat menahan rasa nikmat dan rasa penuh di lubang anusnya, Andro terkulai lemas tertelungkup di atas badan Akbar kelelahan. Secara berirama Rahman menekan dan menarik kontolnya dari lobang anus Andro, dimana setiap kali Rahman menekan ke bawah, kontolnya semakin terbenam ke dalam lobang anus cowok itu. Benar-benar sangat menyesakkan melihat kontol besar hitam itu keluar masuk di anus Andro. Terlihat kedua kaki Andro yang terkangkang itu bergetar-getar lemah setiap kali Rahman menekan masuk kontolnya ke dalam lobang anusnya. Dalam kenikmatan bercampur dengan rasa yang lain itu, Andro telah pasrah menerima perlakuan lelaki tersebut.

Tak lama kemudian, Rahman merubah posisi lagi dengan membalikkan tubuh Andro.
Kini mereka berhadap-hadapan. Kaki Andro diangkat hingga disandarkan pada pundak Rahman. Sementara Rahman mengambil posisi jongkok dan mulai mengarahkan kepala kontolnya ke lubang dubur Andro.
Pelahan-lahan kepala kontol Rahman itu menerobos masuk membelah lubang dubur Andro. Ketika kepala kontol lelaki setengah baya itu menempel pada bibir lubang duburnya, Andro merasa kaget ketika menyadari saluran duburnya ternyata panas dan terasa penuh oleh batang peler Rahman. Kemudian Rahman memainkan kepala kontolnya pada bibir lubang dubur Andro, yang menimbulkan suatu perasaan geli yang segera menjalar ke seluruh tubuhnya.
Dalam keadaan seperti itu, dengan perlahan Rahman menekan pantatnya kuat-kuat ke depan sehingga pinggulnya menempel ketat pada pinggul Andro, rambut lebat kontol pada pangkal kontol lelaki tersebut mengesek pada kedua paha bagian atas Andro yang makin membuatnya kegelian, sedangkan seluruh batang kontolnya amblas ke dalam liang dubur Andro.

Dengan tak kuasa menahan diri, dari mulut Andro terdengar jeritan halus tertahan, "Aduuh!, oohh.., aahh", disertai badannya yang tertekuk ke atas dan kedua tangan Andro mencengkeram dengan kuat pinggang Rahman. Perasaan sensasi luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai diri Andro, hingga badannya mengejang beberapa detik.
Melihat keadaan itu, dengan sigap Akbar langsung menuju ke dada cowok itu. Dikulumnya puting Andro yang sebelah kiri dengan mulutnya, lidahnya sibuk menyentik-yentik putingnya yang telah keras dan runcing itu. Sementara tangannya yang kanan sibuk memilin-milin puting susu yang sebelah kiri. Andro semakin menggeliat. Kemudian Akbar pun berpindah ke puting sebelahnya. Perasaannya campur aduk, antara pedih dan nikmat.
Rahman cukup mengerti keadaan Andro, ketika dia selesai memasukkan seluruh batang kontolnya, dia memberi kesempatan lubang dubur Andro untuk bisa menyesuaikan dengan kontolnya yang besar itu. Andro mulai bisa menguasai dirinya. Beberapa saat kemudian Rahman mulai menggoyangkan pinggulnya, mula-mula perlahan, kemudian makin lama semakin cepat.

Seterusnya pinggul lelaki setengah baya itu bergerak dengan kecepatan tinggi diantara kedua paha halus cowok manis tersebut. Sambil menyentakkan pantatnya agar batang pelernya membenam ke lubang dubur Andro, tangan Rahman membantu meremas remas dan mengocok batang peler Andro.
Andro berusaha memegang lengan pria itu, sementara tubuhnya bergetar dan terlonjak dengan hebat akibat dorongan dan tarikan kontol lelaki tersebut pada lubang duburnya, giginya bergemeletuk dan kepalanya menggeleng-geleng ke kiri kanan di atas ranjang. Andro mencoba memaksa kelopak matanya yang terasa berat untuk membukanya sebentar dan melihat wajah lelaki itu yang sedang menatapnya, dengan takjub. Andro berusaha bernafas dan..
"Ooomm.., aahh.., oohh.., sshh", erangnya sementara pria tersebut terus menyodomi duburnya dengan ganas.

Andro sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap kali Rahman menggerakkan tubuhnya, gesekan demi gesekan di dinding liang duburnya, sungguh membuatnya melayang-layang dalam sensasi kenikmatan yang belum pernah dia alami. Setiap kali Rahman menarik kontolnya keluar, Andro merasa seakan-akan sebagian dari badannya turut terbawa keluar dari tubuhnya dan pada gilirannya Rahman menekan masuk kontolnya ke dalam lubang duburnya, maka dinding usus Andro terjepit pada batang kontol lelaki itu dan terdorong masuk kemudian tergesek-gesek dengan batang kontol lelaki tersebut yang berurat itu.

Hal ini menimbulkan suatu perasaan geli yang dahsyat, yang mengakibatkan seluruh badan Andro menggeliat dan terlonjak, sampai badannya tertekuk ke atas menahan sensasi kenikmatan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Lelaki tersebut terus menyodomi Andro dengan cara itu. Sementara tangannya yang lain tidak dibiarkan menganggur, dengan terus bermain-main pada batang peler Akbar dan menarik-narik ujung kontolnya, sehingga membuatnya menggeliat-geliat menahan nikmat. Andro bisa melihat bagaimana batang kontol yang hitam besar dari lelaki itu keluar masuk ke dalam liang duburnya yang sempit. Andro selalu menahan nafas ketika benda itu menusuk ke dalamnya.

Duburnya hampir tidak dapat menampung ukuran kontol Rahman yang super besar itu. Andro menghitung-hitung detik-detik yang berlalu, ia berharap lelaki itu segera mencapai klimaksnya, namun harapannya itu tak kunjung terjadi. Ia berusaha menggerakkan pinggulnya, akan tetapi paha, bokong dan kakinya mati rasa.
Sementara batang pelernya tidak lagi dikocok kocok oleh tangan Akbar. Tetapi lidah dan mulut Akbar kini menjilati dan mengulum batang pelernya.
Andro merasakan kenikmatan yang tiada tara, karena perpaduan sodokan kontol Rahman pada duburnya diimbangi dengan kuluman mulut Akbar pada batang pelernya. Ada rasa ngilu pada batang pelernya tiap kali sodokan kontol Rahman menghunjam ke duburnya yang terasa tembus ke perutnya. Tapi ia mencoba berusaha membuat lelaki itu segera mencapai klimaks dengan memutar bokongnya, menjepitkan pahanya, akan tetapi Rahman terus menyodominua dan tidak juga mencapai klimaks.

Lalu tiba-tiba Andro merasakan sesuatu yang aneh di dalam tubuhnya, rasanya seperti ada kekuatan dahsyat pelan-pelan bangkit di dalamnya, perasaan yang tidak diingininya, tidak dikenalnya, keinginan untuk membuat dirinya meledak dalam kenikmatan. Andro merasa dirinya seperti mulai tenggelam dalam genangan air, dengan gleiser di dalam aliran kencingnya yang siap untuk membuncah dan menyemprot keluar. Saat itu dia tahu dengan pasti, ia akan kehilangan kontrol, ia akan mengalami orgasme yang luar biasa dahsyatnya. Batang kontol Andro bergetar dan berkedut kedut saat ia akan menyemburkan cairan magma spermanya.
Jari-jarinya dengan keras mencengkeram sprei ranjang, ia menggigit bibirnya, dan kemudian terdengar erangan panjang keluar dari mulutnya yang mungil, "Oooh.., ooh.., aahhmm.., sstthh!".
Cowok manis itu melengkungkan punggungnya, kedua pahanya mengejang serta menjepit dengan kencang, menekuk ibu jari kakinya, membiarkan bokongnya naik-turun berkali-kali, keseluruhan badannya berkelonjotan, menjerit serak dan.. akhirnya cairan hangat itupun menyembur.

Semprotan demi semprotan meledak membasahi mulut Akbar yang sibuk terus mengulum batang pelernya. Andro akhirnya larut dalam orgasme total yang dengan dahsyat melandanya, diikuti dengan suatu kekosongan melanda dirinya dan keseluruhan tubuhnya merasakan lemas seakan-akan seluruh tulangnya copot berantakan. Andro terkulai lemas tak berdaya di atas ranjang dengan kedua tangannya terentang dan pahanya terkangkang lebar-lebar dimana kontol hitam besar Rahman tetap terjepit di dalam liang duburnya.

Selama proses orgasme yang dialami Andro ini berlangsung, memberikan suatu kenikmatan yang hebat yang dirasakan oleh Rahman, dimana kontolnya yang masih terbenam dan terjepit di dalam liang dubur Andro dan merasakan suatu sensasi luar biasa. Rahman merasakan batang kontolnya serasa terbungkus dengan keras oleh sesuatu yang lembut licin yang terasa mengurut-urut keseluruhan kontolnya, terlebih-lebih pada bagian kepala kontolnya setiap terjadi kontraksi pada dinding usus Andro. Perasaan Rahman seakan-akan menggila melihat Andro yang begitu tampan dan manis itu tergelatak pasrah tak berdaya di hadapannya dengan kedua paha yang halus mulus terkangkang dan kontol yang terkulai lemas dengan lelehan sperma, serta lubang dubur Andro yang menjepit dengan ketat batang kontolnya yang hitam besar itu.

Tak lama kemudian mereka bertukar posisi, sekarang Rahman duduk melonjor di ranjang dengan kontolnya tetap berada dalam lobang anus Andro, sehingga badan Andro tertidur terlentang di atas badan Rahman dengan kedua kakinya terpentang lebar ditarik melebar oleh kedua kaki Rahman dari bawah dan Akbar mengambil posisi di atas Andro untuk menjilati batang kontolnya..
Akbar mulai mengocok tangannya sambil mulutnya terus mengulum batang kontol Andro. Kontol warna merah kecoklatan itu sekarang semakin basah saja, cairan ludah yang keluar dari mulut Akbar saat menoral kontol Andro mengalir ke bawah, sehingga membasahi dan melicinkan lobang anusnya, hal ini membuat kontol Rahman yang sedang bekerja pada lobang anusnya menjadi licin dan lancar, sehingga dengan perlahan-lahan perasaan sesak yang dirasakan Andro berangsur-angsur hilang diganti dengan perasaan nikmat yang merambat ke seluruh badannya.

Andro mulai dapat menikmati kontol besar laki-laki tersebut yang sedang menggarap lobang anusnya. Perlahan-lahan perasaan nikmat yang dirasakannya melingkupi segenap kesadarannya, menjalar dengan deras tak terbendung seperti air terjun yang tumpah deras ke dalam danau penampungan, menimbulkan getaran hebat pada seluruh bagian tubuhnya, tak terkendali dan meletup menjadi suatu rangsangan dan birahi yang spektakuler melandanya. Kontolnya semakin tambah tegang dan terasa ngilu dalam kuluman mulut Akbar. Setelah itu badan Andro menjadi lemas, Andro terlentang pasrah dengan kedua matanya terkatup.

Melihat keadaan Andro itu semakin membangkitkan nafsu Rahman, lelaki tersebut menjadi sangat kasar dan kedua tangan Rahman memegang pinggul Andro dan lelaki tersebut menarik pinggulnya keras-keras ke belakang dan "Aduuh.. Aaauugghh..!" keluh Andro merasakan seakan-akan anusnya terbelah dua diterobos kontol laki-laki itu yang besar itu. Kedua mata Andro terbelalak, kakinya menggelepar-gelepar dengan kuatnya diikuti badannya yang meliuk-liuk menahan gempuran kontol Rahman pada anusnya.

Dengan buasnya Rahman menggerakkan kontolnya keatas bawah dengan cepat dan keras, sehingga kontolnya keluar masuk pada anus Andro yang sempit itu. Rahman merasa kontolnya seperti dijepit dan dipijit-pijit sedangkan Andro merasakan kontol lelaki tersebut seakan-akan sampai pada dadanya, mengaduk-aduk di dalamnya, di samping itu suatu perasaan yang sangat aneh mulai terasa menjalar dari bagian bawah tubuhnya bersumber dari anusnya, terus ke seluruh badannya terasa sampai pada ujung-ujung jari-jarinya. Andro tidak bisa menggambarkan perasaan yang sedang menyelimutinya, akan tetapi badannya kembali serasa mulai melayang-layang dan suatu perasaan nikmat yang tidak dapat dilukiskan terasa menyelimuti seluruh badannya.

Hal yang dapat dilakukannya pada saat itu hanya mengerang-erang, "Aaahh.. Ssshh oouusshh!" sampai suatu saat perasaan nikmatnya itu tidak dapat dikendalikan lagi serasa menjalar dan menguasai seluruh tubuhnya dan tiba-tiba meledak membajiri keluar berupa suatu orgasme yang dasyat yang mengakibatkan seluruh tubuhnya bergetar tak terkendali disertai tangannya yang menggapai-gapai seakan-akan orang yang mau tenggelam mencari pegangan. Kedua kakinya berkelejotan.
Dari mulut Andro keluar suatu erangan, "Aaaduhh.. Laagii.. Laagii.. Oohh.. Ooohh.." Hal ini berlangsung kurang lebih 20 detik terus menerus.

Sementara itu lelaki itu terus melakukan aktivitasnya, dengan memompa kontolnya keluar masuk anus. Akbar yang sedari tadi mengocok dan mengulum serta menjilati batang kontol cowok itu menjadi sangat terangsang melihat ekspresi muka Andro dan tiba-tiba Akbar merasakan kontol Andro mulai bergerak-gerak berkedut kedut dan dirasakan pada jari-jari dan mulutnya.
Gerakan kaki Andro disertai goyangan pinggulnya mendatangkan suatu kenikmatan pada kontol lelaki tersebut, terasa seperti diurut-urut dan diputar-putar.

Tiba-tiba Rahman merasakan sesuatu gelombang yang melanda dari di dalam tubuhnya, mencari jalan keluar melalui kontolnya yang besar itu, dan terasa suatu ledakan yang tiba-tiba mendorong keluar, sehingga kontolnya terasa membengkak seakan-akan mau pecah dan..
"Aaaduuh..!" secara tidak sadar tangannya mencengkram erat badan Andro dan pinggul Rahman terangkat ke atas, pinggulnya mendorong masuk kontol terbenam habis ke dalam lobang anus Andro, sambil menyemburkan cairan kental panas ke dalam lobang anus cowok itu.
Menerima semburan cairan kental panas pada lobang anusnya, Andro merasakan suatu sensasi yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, hanya reaksi badannya yang bergetar-getar dan ekspresi mukanya yang seakan-akan merasakan suatu kenikmatan yang tak terbayangkan.

Sungguh dirinya tidak menyesal telah menerima tawaran untuk melayani Rahman ini. Rasa nikmat yang begitu dahsyat didapatnya, dan sebentar lagi akan dapat membayar uang kuliahnya. Andro merasakan seumur hidupnya, rasa nikmat ini baru kali ini dirasakannya.

Polisi 3 In 1

Aku terus sibuk mengatur lalu lintas. Tak ku pedulikan peluh yang sejak tadi membasahi tubuh kekarku. Memang sudah 3 tahun aku menjalani kehidupan ini sebagai polisi. Dan memang sangat menyenangkan. Menjadi polisi adalah cita-citaku sedari kecil. ;Priiiit....!!;Aku membunyikan peluitku. Seorang pengendara motor tidak memakai helm. Pengemudi motor itu berhenti dan mendekatiku. Ku lihat wajahnya pias karena ketakutan. ;Anda tahu kesalahannya kan ?;tanyaku berusaha menampakkan kewibawaanku sebagai polisi. Ku pandangi wajahnya yang begitu tampan, membuatku tergoda. Aku tak tahu, kenapa setiap melihat lelaki tampan, hati ku selalu tergoda. Seperti halnya saat ini, pengemudi motor yang diperkirakan mahasiswa itu sangat tampan. Bibirnya merah dan tipis. ;Aku tidak pakai helm, pak...,;jawabnya. Aku menjelaskan pasal yang telah ia langgar. Aku periksa surat motornya, dan aku nyatakan motornya harus ditilang. Dan ini bukan untuk pertama kali aku menilang motor atau mobil orang. ;Motor anda harus ditilang... ;Jangan Pak. Berapa yang harus aku bayar...,;rengeknya mengharapkan belas kasihan. Keinginanku terhadap dirinya, membuat aku tak ingin melepaskannya begitu saja.

Biasanya kalau pemilik kendaraan yang aku tilang telah memberi uang, maka dengan begitu mudah aku bebaskan. Tapi, kali ini aku punya ide. Ketampanan dan postur tubuhnya yang atletis membuatku ingin menjebaknya dalam permainanku. Akua tak ingin, hanya dalam khayalan saja. Ini saatnya keinginanku menjadi suatu kenyataan. ;Aku tak menerima sogokan. Motor anda harus ditilang,;ku lihat wajahnya semakin pucat karena ketakutan. ;Tolong Pak, itu bukan motor ku....aku.... ;Tapi, peraturan tetap peraturan... Sekali lagi ku pandangi wajahnya yang begitu tampan. Terlihat ada belahan di dagunya. Hidungnya mancung dengan alis yang menaungi mata besarnya berwarna hitam pekat. ;Begini saja..., motor ini dengan terpaksa aku bawa. Kamu bisa mengambilnya malam ini di alamat ini,;Aku memberikan kartu namaku padanya. Ku lihat pemuda itu pergi dengan lunglai. Aku hanya tersenyum. Aku tak mungkin melepaskan begitu saja pemuda tampan itu. Ku lihat KTPnya yang aku ambil. Namanya ADIYASA PRATAMA. Usianya baru 23 tahun. Empat tahun di bawah usiaku.

Aku gelisah sendiri. Aku hanya mondar mandir tak karuan. Aku sengaja tak membuka pakaian seragamku. Sebab, aku harus tampil formal. Ku lihat arlojiku telah menunjukkan pukul 21.00. Hatiku bertanya-tanya, apakah pemuda yang bernama Adiyasa itu akan datang malam ini ? Aku sangat menginginkannya. Aku ingin memeluk dan mengecup bibirnya. Dan...aku akan memainkan kepunyaannya dan menggagahinya. Itu yang ku inginkan darinya. Adiyasa.... ;Tok...tok....!!; Bunyi ketukan pintu itu membuat aku berdebar. Aku membuka pintu dengan harapan pemuda itu yang datang. Ternyata dugaanku salah. Yang ada di hadapanku Riyaz, teman dekatku. Ku lihat ia juga masih mengenakan seragam, dan tampak gagah. Riyaz, juga tampan. Namun aku tak berani jika menyalurkan keinginanku dengan teman seprofesi. Aku takut perbuatanku terbongkar. ;Apa aku boleh masuk ?;tanya Riyaz dengan senyumannya yang memikat. ;Tentu saja boleh... ;Aku baru pulang dari Indramayu. Boleh aku menginap di sini ?;tanyanya sambil menjatuhkan pantatnya yang sexy di sofaku. Aku kebingungan.

Bagaimana aku ingin melaksanakan rencanaku terhadap Adiyasa. Aku berdo’a agar Adiyasa datang besok malam saja. ;Kenapa kamu kelihatan bingung ?;tanya Riyaz. ;Aku heran, kamu tumben ke sini. Mau nginap lagi ?;Aku tersenyum. Duduk di sisinya. ;Lagi kesepian...,;Riyaz mendongakkan kepalanya dengan kedua tangannya dibelakang pundak. ;Emang isteri kamu kemana ?;Aku tahu Riyaz sudah menikah 2 bulan yang lalu. ;Ternyata punya istri itu nggak enak...,;desahnya kemudian. ;Kenapa ? ;Banyak keinginan dan memuakkan,;Ujar Riyaz sambil menatapku penuh arti. Aku jadi heran. ;Boleh kan aku nginap di sini ?;tanyanya penuh harap. Aku mengangguk tanpa berani menolak. Pikiranku tertuju dengan rencanaku terhadap Adiyasa. Aku dan Riyaz berbincang banyak. Aku sangat menikmati senyumnya.

Hingga aku berandai-andai, jika Riyaz mau mengerti perasaanku menuntut untuk dilampiaskan. Apalagi saat Riyaz mulai menyinggung masalah hubungan intim. ;Hubunganku dengan isteri memburuk, saat aku.... ;Kenapa ?;Ku lihat ada mendung di wajah Riyaz. ;Aku bingung untuk memulai ceritanya,;Riyaz tersenyum hambar. ;Semoga aku bisa bantu... ;Baiklah... Melihat wajah Riyaz, untuk sesaat aku melupakan Adiyasa. Kini di benakku, apakah aku bisa memeluk dan menggagahi Riyaz. Ia tampan dengan tubuh kekarnya, sangat merangsang, membuat kepunyaanku horny. ;Setiap kali aku akan berhubungan, kepunyaanku langsung loyo. Padahal sebelumnya sempat ereksi.... ;Mungkin kamu lagi capek, atau nggak konsentrasi,;ujarku menimpali. ;Aku takut... ;Taku bagaimana ? ;Aku takut impoten...,;keluhnya kemudian. ;Boleh aku lihat punyamu ?;tanyaku memberanikan diri. Penasaran juga aku jadinya.

;Boleh...,;jawabnya membuat hatiku kegirangan. Ku lihat ia mulai membuka ritsluiting celana coklat seragamnya. Aku menantinya dengan dada bergemuruh. Riyaz melorotkan celananya tanpa malu-malu. Aku terpana dibuatnya. ;Lihatlah...,;Riyaz menunjukkan kontolnya yang masih loyo. ;Apakah kamu bisa mengobati orang yang impoten ?;tanyanya kemudian sambil menatapku penuh harap. ;Aku coba,;jawabku sambil mulai mengelus dan mengusap kontolnya.
Aku merasakan bermimpi bisa memegang kontol Riyaz. Tidak !! Aku tidak bermimpi. Ini kenyataan !! Aku benar-benar merasakan kehangatan menyentuh telapak tanganku. Aku merasakan denyutan di batang kontolnya yang mulai ereksi. Aku senang melihatnya.

;Ereksi....,;desisku. ;Teruskan, Rif...,;Riyaz kenikmatan. kontolnya semakin mengeras dan aku bisa mengira-ngira panjangnya bisa mencapai 18 cm. Aku jadi bernafsu melihatnya. Kepala kontolnya tampak mulai mengkilap oleh mani. Aku tahu Riyaz terangsang. Aku memberanikan diri mulai mengulum dan menghisap kontol Riyaz. Ini untuk pertama kali dalam hidupnya melakukan hal itu. Rasa asin dan gurih menyentuh lidah dan tenggorokannya. Mata Riyaz merem melek sambil menikmati servis yang ku berikan. kontolnya keluar masuk di dalam mulutku. Aku berdiri dan kami saling memandang. Dari melihat tatapan matanya, aku bisa memahami, kalo Riyaz ingin aku menggagahinya. ;Kamu tidak impoten, Yaz. Keinginan sexualitas mu menuntut untuk sesama jenis,;ujarku. ;Benarkah ?;Ada binar di matanya. ;He-eh,;Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum. ;Maukah....malam ini kamu melayaniku ? Aku ingin sekali...,;pintanya yang membuatku senang. ;Tentu saja, Yaz. Aku juga membutuhkanmu malam ini...,;bisikku sambil memeluk Riyaz.

Dan ia menyambut pelukanku. Kami saling berciuman. Ku lumat bibirnya dan lidah kami menari-nari mengikuti desahan nafas. Tangan Riyaz mulai merayap ke selangkanganku. ;Celanamu dibuka ya ?; Pinta Riyaz. Aku menganggukkan kepala. Ku biarkan, Riyaz jongkok dan membuka celana coklatku. Hingga ia mendapatkan kontolku mengeras tepat di depan wajahnya. Tak urung kontolku pun ia emut. Aku merasakan kenikmatan tiada tara. Kenikmatan yang selama ini ku inginkan. Pengalaman pertamaku yang tak mungkin aku lupakan. Dalam sekejap aku dan Riyaz telah telanjang bulat. Posisi kami pun sudah 69. Aku begitu asyik menghisap dan mengulum kontolnya yang mengeras bagai kayu. Urat-urat di sekitar batang kontolnya menyembul menampakkan keperkasaannya. Aku sangat menyukainya. Di lubang kontolnya cairan mani yang tampak bagai dipernis mengkilap. Sebaliknya, Riyaz dengan liar menghisap dan mengemut kontolku. Enak dan nikmat sekali yang ku rasakan. Aku benar-benar blingsatan di buatnya.

Rasa-rasanya tak tahan lagi aku ingin memuncratkan spermaku. Namun aku ingin spermaku muncrat di lubang anus Riyaz yang pasti sempit dan enak. Itulah yang kubayangkan saat ini. ;Riyaaz....,;bisikku. ;Ada apa ??;tanyanya menghentikan aktivitasnya terhadap kontolku. ;Aku...aku ingin fucking kamu, boleh ?? Riyaz memandangku. Kami saling menatap penuh makna. Ku lihat wajah tampan Riyaz tersenyum. ;Kamu telah berjasa buatku, Rif. Aku tak mungkin menolak...,;jawabnya sambil melingkarkan tangan kekarnya ke leherku. Aku pun membalasnya dengan hangat. Kami saling berciuman. Lalu aku mulai menindih tubuh Riyaz. kontol kami saling bertemu dan bergesekan satu sama lainnya. Sangat nikmat sekali. Kemudian kedua kaki Riyaz aku angkat dan dibuka lebar-lebar. Ku lihat, lubang anusnya tertutup oleh bulu-bulu yang menggairahkan. Nafsuku semakin meledak-ledak. Ku sibak bulu-bulu itu hingga lubang anus Riyaz dengan mudah ku pandang. Betapa lubang anus itu idamanku selama ini. Aku mendekatkan wajahku ke selangkangannya dan mulai menjilat buah kontolnya yang menggelantung, lalu turun ke bawah tepat di lubang anusnya yang harum. Lidahku mulai menari-nari di sekitar lubang anus itu, bahkan ujung lidahku mulai menyusuk ke dalam lubang anus yang indah itu. ;Ahhhh....ohhhh !!;Riyaz menggeliat kegelian. Aku yakin ia merasakan kenikmatan. ;Kamu tidak jijik, Rif ?;tanyanya sambil menahan kegelian. ;Tidak. Aku malah menyukainya...,;ujarku sambil kembali menjilat lubang anusnya.

Aku telah melumuri kontolku dengan minyak zaitun yang tadi sore aku beli. Sehingga tampak kontolku mengkilap bagai dipernis. Kemudian tak lupa aku melumuri juga lubang anus Riyaz dengan minyak zaitun tersebut. Ini bertujuan, agar aku dengan mudah memasukkan kontolku ke dalam lubang anus temanku itu. Jariku mulai menari-nari dan keluar masuk mempermainkan lubang anus Riyaz. ;Auuhh...!!;Riyaz menggelinjang bagai cacing kepanasan. Riyaz mengambil posisi menungging. Pantatnya yang kenyal berisi sangat menggodaku. Aku mulai mengarahkan kontolku ke lubang anus Riyaz yang mengkilap karena telah ku lumuri dengan minyak zaitun. Dan perlahan-lahan, kepala kontolku mulai menyentuh dan memasuki lubang kenikmatan itu. ;Akhhh...ss...sakiiit....,;Riyaz merasakan perih. Aku tak mempedulikan lagi erangan itu. kontolku terus ku tekan masuk. Terasa sempit dan seret. Tak dapat ku ungkapkan dengan kata-kata betapa nikmatnya. Kini seluruh kontolku telah amblas masuk. ;Sss...saakitt....Rif....,;keluh Riyaz. Matanya merem melek. Aku mulai menghentak-hentak bagai memacu kuda. kontolku mulai masuk keluar mengaduk-aduk lubang anus Riyaz. Di ruangan kamar itu yang ada hanyalah suara desah dan erangan kami.

Inilah untuk pertama kalinya aku melakukan hal ini. Dan khayalan-khayalanku menjadi kenyataan. Ini yang selama ini ku inginkan. Kenikmatan yang tiada duanya. Aku semakin keras menghentak-hentak. Pantat sexy ku turun naik seirama dengan desah dan erangan. Tak ku pedulikan Riyaz yang kesakitan. kontolku semakin cepat keluar masuk di lubang anusnya. Lama kelamaan tak kudengar lagi erangan Riyaz, kini yang hanya terdengar desahan. Aku mendekapnya tanpa menghentikan aktivitas kontolku. Lehernya ku pagut, dan lidahku menyapu belakang telinga Riyaz. ;Terus...teruuuusss....auuuuh !!;desah Riyaz. Aku tahu, kini ia merasakan kenikmatan. Hentakan ku semakin cepat dan kuat. Aku merasakan ada sesuatu yang akan dimuntahkan kontolku. Desirannya terasa dari ubun-ubun hingga ke bagian selangkanganku. Ku benamkan kontolku dalam-dalam hingga amblas semuanya. Aku ingin memuntahkan spermaku ke dalam lubang anus Riyaz yang nikmat. ;Aku mau keluarrr...,;bisikku ke telinga Riyaz. Ku lihat ia tersenyum. Tubuhku mulai mengejang. Ku dekap erat-erat tubuh Riyaz.

Aku tak tahan lagi untuk bertahan. Hingga akhirnya..... ;Creeettt....crooott !!;Spermaku menyembur keluar memenuhi lubang anus Riyaz. ;Aaahhhhh.....nikmaaatt....,;Aku memuntahkan semua spermaku hingga tuntas. Tubuhku mulai loyo. Namun aku tak mau mengeluarkan kontolku dari lubang anus Riyaz. Aku sangat betah dan menikmatinya. ;Sekarang giliran aku...,;pinta Riyaz. Aku pun mencabut keluar kontolku. Aku sangat capek bagai orang yang habis dikejar anjing. Aku berbaring terlentang. Ku biarkan Riyaz mulai mengangkat kedua kakiku dan lidahnya menari-nari di lubang anusku. Geli dan nikmat yang ku rasakan. Desah nafasnya menghangatkan selangkanganku. kontolku yang tadi mulai loyo, tiba-tiba berdenyut-denyut dan kembali mengeras. Ku lihat, Riyaz mulai melumuri lubang anusku dengan minyak zaitun, lalu jarinya mulai keluar masuk. Dari mulai satu jari hingga tiga jari masuk ke lubang anusku. Aku berusaha menahan sakit. Kakiku diangkat, hingga pantatku naik. Riyaz mulai mengarahkan kontolnya ke lubang anusku. Aku memejamkan mataku. Dan tiba-tiba ku rasakan sesuatu yang keras menghantam membuatku terlonjak kesakitan. ;Aaakhhh..!!;Aku berusaha menahan rasa perih di anusku. Aku berusaha menikmati gesekan kontol Riyaz yang keluar masuk menghentak-hentak penuh nafsu. ;Rif...pantatmu enaaak...oohhhh, ini benar-benar syurgaa.... ;Augh....uuhhh !!;Aku hanya bisa mengerang.

Hantaman kontol Riyaz semakin cepat. Tubuhku bagaikan cacing kepanasan dibuatnya. kontolku menegang, ada kenikmatan mengalir perlahan ke sekujur tubuhku. Sambil menghentak-hentak, Riyaz melumat bibirku. Deru nafasnya bagai serigala kelaparan. Riyaz benar-benar gagah. ;Aku...mau keluarr....Rif,;bisiknya ke telingaku. Aku tersenyum. Apalagi sambil menghentak-hentak, tangan Riyaz dengan nakal mengelus kontolku yang sudah ngeceng dari tadi. Hentakan Riyaz semaking keras, membuat aku meringis. Aku tahu, Riyaz tak tahan lagi untuk menyemprot spermanya ke dalam lubang anusku. Dihujamnya dalam-dalam sambil memelukku dengan erat. Kurasakan Riyaz menggigit leherku sambil mengerang.

;Aaaaakh.....uuuuuh !! ;Croot...crooot...!!;Riyaz menumpahkan spermanya yang banyak ke dalam lubang anusku. Ku rasakan kehangatan di lubang anusku. Membayangkan semuanya, membuatku horny. Riyaz masih tetap mengocok kontolku, hingga akupun orgasme. Kami tersenyum puas. Riyaz mengecupku berkali-kali. ;Kamu telah membuatku bahagia, Rif. Aku baru menyadari, sesungguhnya ini yang aku butuhkan.... ;Aku pun bahagia...sayaang...
Aku terjaga saat pintu rumah diketok beberapa kali. Begitupun Riyaz. Aku dan Riaz segera mengenakan pakaian. Aku masih terasa capek. Ku coba menyisir rambutku, agar tak kelihatan acak-acakan. ;Siapa, Rif ?; Tanya Riyaz. Aku hanya menggelengkan kepala. Aku meninggalkan Riyaz yang masih di kamar. Saat ku buka pintu, ku lihat wajah tampan tersenyum penuh hormat. Pemuda itu datang juga. Untuk beberapa saat aku telah melupakan janjiku pada pemuda ini. Adiyasa kini berdiri di depanku. ;Maaf, terlambat Pak. Tadi aku nyasar.... ;Mari masuk...,;Aku berusaha tetap menjaga wibawa sebagai polisi. ;Apa aku boleh mengambil kembali motor ku ?;tanyanya setelah duduk. Aku memberanikan diri memandang wajah tampannya.

Bibirnya yang merah sangat menggodaku untuk mencium dan melumatnya. ;Boleh. Ikut aku sekarang...,;ujarku. Aku mengajak Adiyasa ke kamarku, lalu dengan paksa aku memeluk tubuhnya. Riyaz tersenyum melihat apa yang ku lakukan. ;Apa-apaan ini ??;Adiyasa kaget. Ia berusaha menepis pelukanku. Ku lihat Riyaz juga mulai memeluk Adiyasa yang meronta-ronta. Aku dan Riyaz bekerjasama mencopot semua pakaian yang melekat di tubuh Adiyasa. Nafsu telah membuatku semakin ganas. ;Lepaskan aku !! Aku lelaki normal !! Lepaskan !! ;Layani kami....sayaang... Riyaz mengeluarkan borgol, sedangkan aku membaringkan tubuh Adiyasa di ranjang. Memang agak sulit, karena Adiyasa terus meronta.

Namun, karena aku dan Riyaz telah dimabuk nafsu, akhirnya kedua tangan Riyaz berhasil diborgol dalam keadaan miring. ;Kamu hebat, Rif. Dapat dari mana cowok ganteng ini ?;Tanya Riyaz sambil membuka kembali pakaiannya. ;Nanti aku ceritakan. Kita nikmati dulu tubuh yang sudah bugil ini,;ujarku yang penuh nafsu melihat tubuh Adiyasa. ;Kalian polisi bejat !!;Bentak Adiyasa dengan sorot mata yang penuh amarah. ;Tenang ganteng, kamu akan ketagihan....,;ujarku mulai menindih tubuh Adiyasa. Sejak melihat pemuda ini aku memang mengkhayal bisa menikmati tubuh kekarnya. Aku dan Riyaz kembali telanjang bulat. Kami berdua ingin mengefuck Adiyasa secara bergilir. kontol kami masing – masing sudang ngeceng kembali mengeras siap untuk bertempur. Wajah Adiyasa tampak pias ketakutan.

;Jangan kalian lakukan !! Ku mohon...aku lelaki normal !!;Adiyasa memelas. Aku mengangkangi wajah Adiyasa, mulut pemuda itu aku sumpal dengan kontolku. kontolku mulai keluar masuk di mulut Adiyasa. Enak banget. Sebaliknya kulihat Riyaz sibuk menghisap kontol Adiyasa. Setelah puas menghisap kontolnya, Riyaz mengangkat kedua kaki Adiyasa, aku segera beralih memegang kedua kaki itu. Sehingga Riyaz dengan leluasa menjilat lubang anus yang masih virgin itu. Aku ingin sekali melihat dengan jelas bagaimana kontol Riyaz memasuki lubang anus itu. “Riyaz...cepetan masukin, biar aku yang megang kakinya !!;Pintaku. ;Eh...pelumas yang tadi mana ? Tanya Riyaz. ;Ku mohoon...jangaan...;pinta Adiyasa. Kakinya meronta-ronta, aku berusaha memegang dengan erat. Riyaz sudah memulai mengoles lubang anus Adiyasa dengan pelumas. Jari-jarinya mulai menusuk masuk. Aku terangsang berat. kontolku tegang bagai kayu.. ;Cepetan Riyaz !! Masukin kontolmu !! Riyaz mulai mengarahkan kontolnya ke lubang anus Adiyasa. Aku jadi tidak sabaran ingin melihatnya. Adiyasa meronta-ronta. Perlahan-lahan kontol Riyaz yang sudah dilumuri pelumas itu mulai perlahan-lahan menerobosi liang anus yang masih serat itu.

;Aaaagghhhh...sss...ssaakiiit....aoowww !!;Adiyasa menjerit. Ku lihat kontol Riyaz berhasil masuk dan mulai keluar masuk. Aku dan Riyaz tak mempedulikan lagi erangan kesakitan Adiyasa. Ku lihat ada bercak darah petanda hilangnya kevirginan Adiyasa. Riyaz terus memacu bagai menunggang kuda. Ku lepaskan kaki Adiyasa yang kini hanya pasrah pada kenyataan. Pemuda tampan itu hanya mampu mengerang menahan sakit. Hentakan Riyaz semakin cepat dan keras, wajahnya mulai memerah. Aku tahu Riyaz hampir mencapai puncaknya.

Aaaahhhh....aku...maau...keluaaar....!! Crooot...crooot !!;Riyaz memuntahkan spermanya yg kental ke dalam lubang anus Adiyasa. Riyaz menarik keluar kontolnya. Ada bercak darah melekat dikontolnya. Aku tersenyum, melihat Riyaz lunglai. Ku suruh Adiyasa memiringkan tubuhya, lalu salah satu kakinya aku angkat. kontolku mulai ku arahkan ke lubang anusnya yang mengkilap karena pelumas dan sperma Riyaz. Dengan sekali hentakan kontolku masuk ke liang anus. Adiyasa kembali menjerit. Dengan posisi miring aku menghentak – hentak kontolku keluar masuk. Sungguh nikmat tiada tara. Beberapa menit kemudian aku merasakan sesuatu mengalir dari kontolku. Ku hentak dalam-dalam dan ku tumpahkan spermaku memenuhi ruang sempit anus Adiyasa. Spermaku bercampur dengan sperma Riyaz. ;Croooot...croooot !! Aaaaahhhh !! Nikmaaat......!!

Macho
























Kuperkosa Pak Har


Namaku Andre, umur 18 tahun dan aku masih kelas 3 SMA sampai akhir tahun ajaran ini. Aku dari keluarga yang berkecukupan dan tinggal di sebuah kawasan perumahan yang lumayan mewah di daerah Bekasi Timur. Jujur saja aku pencinta sesama jenis, apalagi dengan pria setengah tua alias berumur. Kenapa? karena aku yakin "Dia" sudah berpengalaman dan punya kesan tersendiri buatku. Kadang aku agak nekat untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginanku seperti yang akan kuceritakan saat ini.

Di sebuah daerah sebut saja kampung "X" dimana aku tiap 3 hari sekali kursus bahasa Inggris di situ, ada sebuah klub bulu tangkis. Kalau tidak salah "Bina Sehat Badminton Club" namanya. Tiap pulang kursus kulihat banyak bapak-bapak latihan badminton hingga jam 9 malam. Dari luar gedung tampak olehku sebagian bapak-bapak yang latihan bertelanjang dada dengan keringat yang membasahi badan mereka, berlari mengejar shuttlecock yang terbang kesana kemari. Keringat yang tersapu cahaya membuat badan setengah tua mereka menjadi mengkilat, membuatku selalu menatap ke dalam gedung.

Pernah sekitar jam setengah sepuluhan saat serombongan bapak yang hendak pulang mulai berjalan ke mobilnya, kulihat seorang bapak yang dapat membuatku begitu tertarik akan penampilannya, berjalan ke arah Opel Blazer hitam dengan handuk yang masih melingkar di leher tanpa kaus olah raganya dan hanya bercelana pendek dan bersepatu. Tergambar jelas dadanya yang masih kencang agak bidang dengan perut yang masih rata dan bentuk pahanya yang atletis. Kakinya tertutup oleh rambut-rambut kaki yang tumbuh menjalar hingga tertutup celana pendek warna putihnya. Tak henti-hentinya kuperhatikan bapak itu. Aku mencari alasan untuk bisa mendekatinya. Ahaa.. aku dapat ide.

"Maaf Pak, Bapak anggota di sini? kalau mau jadi anggota mesti daftar ke mana ya, Pak?"pertanyaan itu begitu mudahnya muncul dalam pikiranku.
"Iya Dek saya anggota. Kalo Adek mau, coba saja dengan Pak Sutaryo yang masih ada di dalam," balasnya seraya menunjuk seoarang bapak yang sedang merapikan net.
Saat kutatap badannya, okh.. tangannya, bulu ketiaknya yang lebat dan kedua putingnya begitu menggodaku. Aroma badan serta keringat yang baru disekanya benar-benar maskulin. Aku pun sudahngaceng dibuatnya. Sesaat kemudian dia berlalu meninggalkan pelataran gedung.

Minggu kedua bulan ini aku sudah terdaftar sebagai anggota di klub itu. Aku mempunyai banyak kenalan bapak-bapak dari tempat itu. Ternyata masih banyak bapak-bapak berpenampilan menarik selain Pak Anto yang iseng-iseng kuajak ngobrol tempo hari, dan otomatis aku pun mulai terlibat dalam obrolan-obrolan kelas bapak-bapak yang rada-rada menjurus ke hal-hal berbau seks.

Saat latihan, tak pernah kusia-siakan pemandangan indah badan bapak-bapak temanku itu. Pak Agus memiliki badan agak gemuk dengan kumis tebal, bulu dada dan puting coklat tua yang menarik. Kulitnya sawo matang. Pak Pur (Purnomo) berbadan lebih langsing dengan tubuh yang dipenuhi bulu-bulu tipis, tegap dan selalu bertelanjang dada kala latihan. Pak Anto juga punya badan bagus seperti yang sudah kuceritakan. Tapi ada satu lagi bapak yang paling menyita perhatianku, Pak Haryo biasa dipanggil Pak Har. Diantara bapak-bapak yang ada, dialah yang berbadan paling ideal, berkulit kuning dengan bekas cukuran jambang yang kebiruan di lehernya, berbadan besar, berdada bidang dengan sixpack yang hampir jelas serta puting susu kemerahan. Pak Har juga sedikit berbulu di bagian perut, dada, paha dan kedua betisnya. Sangat merangsang. Gerakannya pun gesit. Umurnya sekitar 48 tahun dan dia mempunyai 3 orang anak.

Malam itu kupancing dia bertanding denganku dengan tujuan agar dia bisa pulang belakangan. Dentang jam 9 terdengar dan gedung pun hampir sepi orang latihan, tinggal Pak Taryo si penjaga gedung, aku dan Pak Har yang masih beradu raket.

"Udah berapa-berapa Pak Har?" tanya Pak Taryo seraya melipat net dari lapangan satunya.
"13-9 nih Pak," jawabku.
"Biar ini nanti saya yang beresin Pak, Pak Tar bisa ke gardu satpam lagi.. habis lagi tanggung sih.." kataku.
Pak Tar mengangguk dan belalu meninggalkan kami.

Tak berapa lama aku dan Pak Har pun selesai, lalu kulipat net dan kutaruh di tempatnya.
"Ndre, Pak Har mau ganti baju dulu ya. Kamu kemasi net dan shuttlecocknya." kata Pak Har.
Aku hanya mengangguk dan buru-buru merapikannya dan bergegas menyusul Pak Har. Di ruang ganti kulihat Pak Har melepaskan kausnya, badan yang begitu indah kembali membuatku terangsang. Diam-diam kuperhatikan dia dari balik locker. "Okh.. Pak Har," batinku. Aku turut melepasseluruh yang kukenakan. Kemaluanku menegang dan mulai kukocok. Pemandangan indah bertambah manakala Pak Har mulai melepas celana dan melorotkan CD putihnya. Bulu-bulu paha dan perutnya menyatu pada kedua selangkangannya.

Batang kemaluannya lumayan besar. Itupun masih tidur. Dilapnya seluuh bagian badannya, kemudianmasuk ke kamar mandi. Aku hapal betul kalau kunci kamar mandi itu rusak. Terdengar siraman air beberapa kali. Karena terlalu terangsang, pikiranku kacau. Aku nekat masuk dan Pak Har kaget dengan apa yang kulakukan. Tanganku langsung memegang kemaluannya dan mulai mengemot kemaluan itu berulang-ulang. Kusedot dalam-dalam dan lidahku menjelajahi seluruh permukaannya. Pak Har begitu kaget dan mencoba berontak dengan mendorong kepalaku tapi tak kupedulikan itu. Sedotanku dan lidahku semakin menjadi. Dia mulai tenang, aku percaya dia mulai hanyut.

"Akh.. hmm.." erangannya, terdengar bibirnya digigit dan tangannya mulai membimbingku memajumundurkan goyangan kepalaku. Aku semakin terangsang. Kurasakan urat-urat yang tegang di permukaan kemaluan Pak Har yang sudah bengkak. "Pop.. pop.." suara rongga mulut yang bergesekan. Kuhentikan serangan mulutku dan mulai kukocok kemaluan Pak Har. Aku bangkit dari posisi jongkokku dan kujilati perut Pak Har, kemudian kedua putingnya. Kugigit sesekali dan dia menggelinjang keenakan. Kemudian dia meraih bibirku dengan mulutnya dan kami saling melumat.

Kami keluar dan menuju sederet papan bangku di depan locker. Pak Har duduk di sana dan kembali kukocok kemaluannya dengan mulutku. Tanganku memelintir putingnya, dan Pak Har terus menggoyangkan kepalaku. Sesekali kukocok juga dengan genggaman tanganku yang keras. Kedua buah zakarnya tak pelak kunikmati, kujilati dan kukulum hingga terbenam dalam mulutku. Kudengar nafasnya semakin memburu. "Aakh.. okh.. yaa.. hmm.." matanya merem melek menikmati seranganku. Semakin cepat kugoyangkan kepalaku. "Ndre.. Bapak mau keluar.." desahnya. Aku semakin semangat menyedot kemaluan besar Pak Har. "Aakh.. akhg.." dan, "Croot.. croot.. crot.."

Badan Pak Har yang kembali berkeringat, mengejang seraya menyemprotkan cairan maninya dalam mulutku berulang-ulang. Terus saja kuemot meski kemaluan Pak Har mulai melemas. Kutelan spermanya hingga tak bersisa dan kutelusuri perut dan dada Pak Har dengan lidahku. Dia sudah lemas sekarang karena kemaluannya kuemut lama-lama.

Kini giliranku mengocok kemaluanku. Tak begitu lama karena aku dalam puncaknya. Lalu, "Croot.. croott.." kumuntahkan spemaku ke arah dada Pak Har dan kujilati sisa cipratan-cipratansperma di dada Pak Har. Badanku pun melemas. Setelah itu dia mohon maaf karena tak mampu menahan dirinya tapi kukatakann itu bukan salahnya karena aku yang menginginkan kejadian seperti itu. Dia melarangku untuk menceritakannya pada siapa pun, biarlah ini menjadi rahasia kita katanya. Lalu dia pergi mandi, membersihkan badannya yang lengket. Aku pun mandi di kamar mandi sebelahnya. Aku benar-benar menikmatinya. Pikiran nakalku muncul. Pak Har itu baru permulaan, tunggu saja yang berikutnya.

Kami pulang sendiri-sendiri sekitar pukul setengah sebelas dan aku masih tak bisa tidur hingga pagi karena terus memikirkannya. "Okh Pak Har..fuck my ass.."

Itulah kejadian yang paling kusuka bulan ini, dan aku akan melakukan yang lebih gila dari ini.

TAMAT

Kugantikan Istrinya Malam Itu


Siang itu aku bermaksud mengajak sahabatku jalan-jalan, maka kuhampiri ia di rumahnya. Saat kuketuk pintu, ternyata yang membukakan adalah ayahnya, yang selama ini aku kagumi. Ayahnya adalah seorang tentara angkatan darat yang bertugas di Semarang. Karena hari itu Sabtu, kupikir ia sedang off.

"Angga ada, Pak?" tanyaku pada ayah Angga, yang kala itu masih mengenakan seragam hijaunya lengkap tanpa sepatu.
"Oo, Dik Bondan. Masuk dulu, Dik! Silakan duduk!" katanya ramah mempersilakan aku untuk masuk dan duduk.
"Angga dan adiknya serta ibunya sedang ke Semarang. Katanya ada urusan keluarga. Saya juga seharusnya ke sana, tapi berhubung saya lelah, jadi saya urungkan niat saya".
"O, gitu ya, Pak!" kataku sedikit kecewa.
"Benernya saya mau ngajak Angga jalan-jalan. Maklum, habis ujian".
"Memangnya harus sama Angga? Nggak ada teman yang lain?" tanya Pak Sigit, ayah Angga.
"Ya mau sama siapa lagi, Pak! Lha wong temen yang paling deket dengan saya juga cuma Angga. Yang lain paling udah punya acara sendiri-sendiri, Pak!" kataku dengan logat Jawa yang cukup kental.
"Wah, kebetulan. Gimana kalau sama saya saja. Saya juga lagi males di rumah sendirian" kata Pak Sigit menawarkan.
"Tadi sih kirain ada istri saya, jadi bisa 'gituan' setelah seminggu ini ditahan. Ee, malah ternyata istri saya ke Semarang. Ya sudah, saya cuma bisa gigit jari".
"O, ya nggak Papa, Pak!" jawabku singkat.
"Tunggu ya, Bapak ganti baju dulu!" katanya seraya beranjak pergi.

"Oh My God! Aku akan jalan-jalan bareng Pak Sigit. Cuma berdua, lagi. Duh, gimana ya rasanya? Asyik kali, ya?" tanyaku dalam hati.
Terus terang, aku memang sangat suka pada ayah sahabatku itu sejak pertama kali aku dikenalkan Angga padanya. Walau Pak Sigit lebih pendek dariku, tapi perawakannya begitu jantan. Tangan dan kakinya tampak berotot, sementara bekas cukuran selalu membuatnya tampak lebih macho. Aku belum pernah melihat Pak Sigit bertelanjang dada, apalagi tanpa pakaian sepenuhnya. Tapi, bukankah kesempatan itu pasti akan selalu ada walau hanya sekali.
"Ayo, Dik Bondan" kata Pak Sigit sekeluar dari kamarnya.
Suaranya yang khas membuatku tersadar dari khayalanku tentang dirinya.

Akhirnya, dengan Pak Sigit sebagai pengendara, kami berdua mulai meninggalkan kompleks rumah Pak Sigit.
"Keliling Jogja juga boleh, asal bisa melepaskan penatku aja, Pak!" kataku pada Pak Sigit ketika ia bertanya padaku tentang tujuan kami.
Selama perjalanan, aku tak henti-hentinya memandang tubuh kekar Pak Sigit dari belakang. Sudah lama aku impikan berdua sedekat ini dengannya. Kini, ia memakai celana training tipis, kaos hijau ketat, dan jaket yang membuatnya tampak lebih berwibawa.

Setelah beberapa waktu, aku mulai memberanikan diri meletakkan kedua tanganku pada masing-masing paha Pak Sigit. Tak tampak penolakan sedikitpun darinya. Menyadari hal demikian, aku pindahkan tanganku, sehingga kedua tanganku kini melingkar di perut Pak Sigit. Hal ini pun juga tidak mengurangi konsentrasi Pak Sigit dalam berkendara. Mungkin hal ini menjadi hal biasa baginya, tapi bagiku ini adalah sebuah kesempatan yang sangat sayang jika dilewatkan.

Kugesek-gesekkan tanganku secara perlahan pada perutnya, dan ternyata dapat kurasakan kerasnya perut Pak Sigit.
"Sebuah hasil dari latihan militer yang sedemikian keras" pikirku.
Aksiku hanya sebatas menyentuh perutnya, tidak lain. Aku tidak melakukan hal yang lebih jauh, karena aku masih belum cukup bernyali untuknya. Akhirnya, dengan tanganku yang melingkar di perut Pak Sigit, perjalanan keliling Jogja kami habiskan dengan mengobrol kesana kemari, termasuk seks.

Sebagaimana kudengar, Pak Sigit ternyata memiliki libido yang cukup besar. Ia mengaku mudah terangsang dan selalu ingin segera melampiaskan nafsunya itu. Tapi untunglah, pekerjaannya mampu membantunya menurunkan libido yang sering muncul secara tiba-tiba. Biasanya, libido yang sempat ditahannya selama hampir enam hari, ia salurkan dengan 'bergaul' dengan istrinya, saat ia pulang ke Jogja pada hari Sabtu. Setelah sekali main di sore hari, kemudian disambung di malam harinya, lantas pada saat ayam jantan berkokok. Itupun Pak Sigit mengaku masih kurang puas. Biasanya secara diam-diam ia mengocok sendiri kontolnya di kamar mandi.

Obrolan-obrolan kami itu ternyata telah membuat kontolku ngaceng. Aku ingin berbuat yang lebih lagi dengan Pak Sigit, tapi kuurungkan niatku itu karena ternyata motor sudah membawa kami kembali ke kompleks rumahnya. Setelah memarkir kendaraan, ia segera mempersilakan aku duduk di ruang tamunya. Pak Sigit masuk ke kamarnya, dan tak berapa lama kemudian ia sudah keluar hanya dengan boxer dan kaos ketat hijaunya. Kulihat sepintas, kontolnya agak menonjol di balik celana berbahan katun itu.

Kami kembali terlibat dalam obrolan seru, namun kali ini aku tidak begitu terfokus pada pembicaraan karena aku lebih tertarik untuk mencuri-curi pandang ke kontol Pak Sigit yang masih terbungkus boxer itu. Sesekali, kulihat tangan Pak Sigit mengusap dan menggaruk kontolnya.
"Trus kalau pas istri Bapak nggak ada gini, gimana cara menyalurkan nafsu Bapak itu?" tanyaku selalu menjurus pada hal-hal yang berbau seks.
Aku yakin bahwa ini akan membuka jalanku untuk berbuat lebih jauh dengan Pak Sigit.

"Ya, biasanya sih suka ngocok sendiri. Nikmatnya sih jauh beda dibanding sama istri. Lebih nikmat punya istri" kata Pak Sigit dengan nada bercanda.
"Emangnya nggak mikir untuk nyoba dengan yang lain, Pak?" tanyaku lagi.
"Maksudnya dengan pelacur, gitu?" tanyanya skeptis.
Aku hanya mengangkat bahuku.
"Nggak ah, takut penyakit. Siapa tahu di dalamnya sudah banyak bibit penyakit yang nantinya malah nular? Hii..!"
"Kan bisa pakai kondom, Pak!" kataku seolah mengejar jawaban Pak Sigit.
"Rasanya kurang nikmat. Dulu pernah saya 'gituan' pake kondom sama istri saya, dan saya kurang bisa menikmati. Lebih enak alami, Dik!" katanya seraya mengelus kontolnya lebih intens lagi.
"Udah kebelet ya, Pak?" tanyaku hati-hati.
Aku memberanikan untuk duduk mendekati Pak Sigit. Kujulurkan tanganku ke kontolnya.
"Memangnya harus dengan istri Bapak? Gimana kalau sama saya, Pak?".

Pak Sigit mengernyitkan dahinya tanda heran. Tangannya menepis tanganku, tapi aku dengan berani meletakkannya kembali ke atas gundukan di bagian depan celananya.
"Memangnya Dik Bondan yakin bisa mengimbangi libido saya?" tanyanya padaku.
Aku tak memberi jawaban apapun, hanya saja tanganku masih tetap mengelus bahkan meremas kontol Pak Sigit.
Akhirnya, tangan Pak Sigit meraih tanganku dan membimbingku menuju sebuah kamar. Kupikir kamar itu bukan kamarnya, karena sama sekali tidak menampakkan sebuah kamar suami istri. Setelah kutanya, ternyata Pak Sigit tidak mau menodai ranjangnya dengan ber-intim dengan orang lain. Jadilah, Pak Sigit memilih kamar Angga sebagai tempat kami ber-ah uh oh.

"Bisa pinjam jaketnya, Pak?" tanyaku ketika aku mulai merebahkan tubuh Pak Sigit ke spring bed itu.
Ia segera beranjak dari rebahannya, dan mengambil jaket yang tadi ia pakai, tanpa bicara. Kemudian, ia memposisikan dirinya kembali seperti sedia kala. Jaket itu kuletakkan di samping Pak Sigit, lantas aku duduk di atas kontolnya yang sudah setengah ngaceng, dan kusuruh ia menanggalkan kaosnya. Setelah ia melepas kaosnya, tampaklah dengan jelas dada bidang berkulit sawo matang, halus tanpa bulu. Bahu, dada, dan perutnya tampak bagus tercetak oleh latihan militer yang selama ini ia jalani. Ia lipat tangannya ke belakang kepala, hingga ia berbantalkan kedua telapak tangannya di atas sebuah bantal empuk.

Aku mulai menggoyang-goyangkan pantatku yang masih mengenakan celana lengkap di atas kontol Pak Sigit. Kali ini, bisa kurasakan kontol itu semakin membesar dan memanjang.
"Buka pakaianmu!" perintah Pak Sigit dengan suara paraunya.
Tampaknya ia telah terkuasai nafsunya. Aku tak menuruti apa kata Pak Sigit kali ini. Aku masih duduk di atas kontol Pak Sigit dan berlagak sebagai seorang cowboy yang sedang ber-rodeo. Kudengar Pak Sigit mengeluarkan desahan-desahan kecil.

Setelah melakukan aksi rodeo, lantas aku membuka boxer Pak Sigit dengan mulutku. Kubuka perlahan ke bawah, hingga kontolnya yang kini sudah ngaceng sepenuhnya keluar dari sarangnya. Kontol yang disunat itu tampak gagah dengan kepalanya yang memerah dan batangnya yang berwarna coklat gelap. Aku tak tahu seberapa besar kontol itu. Yang jelas saat kugenggam kontol itu dari pangkalnya, sebagian dari batang dan kepalanya masih jelas terlihat.

Kulucuti boxer itu, hingga kini tak selembar pun kain yang menempel pada tubuhnya, kecuali bed cover berbahan satin itu. Kuambil jaket, yang biasanya dipakai oleh taruna angkatan udara itu, kemudian kuperlakukan sedemikian rupa hingga kain halus yang berwarna oranye berada di luar. Kedua tanganku kuselimuti dengan jaket itu, dan kuletakkan bagian berwarna oranye pada jaket mengelilingi kontol Pak Sigit.

Pak Sigit sedikit tersentak dengan aksiku itu, tapi detik selanjutnya ia merasakan nikmatnya dielus dengan menggunakan jaket itu. Tak henti-hentinya kudengar desah nafas Pak Sigit, yang semakin membuatku ingin bertindak lebih jauh. Setelah beberapa waktu meremas dan mengelus kontol Pak Sigit dengan jaket, aku segera melempar jaket itu ke lantai dan menggenggam erat kontolnya dengan tangan kananku. Kuludahi kontol Pak Sigit dan kugerakkan kontol itu naik turun.
"Dik Bondan.. Uuhh.. Nghh.. Terus, Dik!" kata Pak Sigit di sela-sela desah kenikmatannya.

Tak ingin membuang banyak waktu, aku segera mendaratkan kecupanku di batang kontol Pak Sigit. Masih kugenggam batang itu, sambil kumainkan lubang kencingnya dengan jempolku. Kali ini, tampaknya Pak Sigit tidak mau melewatkan saat-saat dimana kontolnya diperlakukan dengan nikmat. Ia duduk dan segera menyandarkan badannya ke sandaran ranjang. Setelah itu, ia memberiku kode untuk bermain dengan kontolnya lagi. Pak Sigit mengangkangkan kakinya, memberiku area yang lebih luas untuk bermain.

Aku segera meletakkan bibirku kembali ke batang kontolnya, dan mulai menjilatinya. Kemudian aku berpindah ke kepala kontolnya yang telah mengeluarkan pre-cum. Kujiati seluruh pre-cum yang ada, dan perlahan mulai kumasukkan kepala dan batang kontol itu ke dalam mulutku. Senti demi senti telah masuk, namun tak seluruhnya mampu kumasukkan. Aku mulai menggerakkan kepalaku naik turun, mengemut batang kontol coklat itu. Pak Sigit tidak tinggal diam mendapati kontolnya diembat seorang lelaki. Ia meraih bagian belakang kepalaku, dan meremas-remas rambutku. Kakinya pun juga tak mau kalah berperan. Pak Sigit terkadang mendekapkan pahanya erat-erat ke kepalaku. Nafas Pak Sigit mulai menderu, seiring dengan gerakan kepalaku yang kupercepat. Pantatnya juga bergoyang-goyang menikmati sensasi yang dilahirkan dari kontolnya yang sedang kukulum. Saat kurasakan Pak Sigit sudah mencapai satu taraf dibawah orgasme, aku segera menghentikan permainanku.

Aku berdiri, lantas turun dari ranjang. Kusuruh Pak Sigit untuk berpura-pura memperkosa aku, dan ia menurut. Ia mendekapku dari belakang, dan berlagak seakan-akan mencekikku jika aku tidak menuruti apa yang ia mau. Aku pasrah. Lantas, ia membanting tubuhku ke ranjang, dan ia menindihku. Dengan penuh nafsu, Pak Sigit membuka bajuku dengan paksa hingga beberapa kancingnya terputus. Ia robek kaos dalamku dengan tenaganya yang besar. Lantas, ia buka ikat pinggangku dan memelorotkan celana yang kupakai hingga terlepas. Aku berlagak merintih kesakitan, dan itu ternyata semakin memperbesar nafsu Pak Sigit. Terakhir, ia buka celana dalamku dan mengeluarkan kontol beserta buah zakarku. Celana dalamku ia tarik sedemikian rupa dengan sangat bergairah, hingga terlepas dari tubuhku.

Melihat tubuhku yang telanjang bulat terlentang di ranjang, Pak Sigit segera menindihku. Kurasakan kontolnya begitu keras menimpa kontolku, dan jembutnya terkadang bergesekan dengan perut dan sebagian kontolku. Tampaknya Pak Sigit sudah lupa dengan siapa ia berbuat itu. Ia sudah terkuasai oleh nafsunya yang membara. Ia ciumi bibirku dengan cekatan. Bekas cukuran di wajahnya memberi sensasi tersendiri bagi percumbuan kami. Kali ini aku benar-benar mendesah mendapat perlakuan istimewa dari seorang Pak Sigit. Kemudian, Pak Sigit segera memindahkan cumbuannya ke leherku dan dadaku yang ditumbuhi sedikit bulu. Ia jilat dan hisap pentilku, seperti sedang menyedot milik istrinya.

Aku mengangkat bahu Pak Sigit, dan memberi tanda padanya bahwa gantian aku yang melayaninya. Pak Sigit mengambil posisi seperti saat aku ngemut kontolnya, dan segera menyuruhku untuk menuntaskan pekerjaanku. Tak langsung kuemut kontolnya, tapi kujialti dahulu batangnya yang sudah basah oleh keringat. Tampaknya, Pak Sigit sudah tak sabar menerima servis mulutku lagi. Kedua tangannya sudah mencengkeram kepalaku dan membimbingnya ke kontolnya yang masih sangat ngaceng. Aku menaikturunkan kepalaku beberapa kali hingga saat itu tiba. Entah sengaja atau memang refleks, Pak Sigit mendorong kepalaku hingga hampir seluruh kontolnya masuk ke mulutku.
"Aaahh..!" Desah nikmat terlontar dari mulut Pak Sigit seiring dengan maninya yang menyemprot keras pangkal mulutku.
Walau merasakan sebuah rasa yang aneh di lidah, tapi aku tetap berusaha menelan semua pejuh yang dipancarkan kontol Pak Sigit.
"Ohh.. Uhh.. Ooh.. " terdengar beberapa kali lenguhan selama kontol Pak Sigit memuntahkan lahar putihnya.

Tetap kudiamkan kontol itu di dalam mulutku hingga beranjak melemas. Kukeluarkan kontol Pak Sigit dari mulutku dan kujilati sisa-sisa mani yang menempel pada batang dan kepalanya. Kulihat ekspresi Pak Sigit begitu puas dengan apa yang baru saja kulakukan. Ia masih terengah-engah dengan wajah penuh peluh. Dadanya yang coklat tampak mengkilat dibasahi butir-butir keringatnya.

Aku menegakkan badanku, dan menyandarkannya ke dada Pak Sigit yang masih basah. Kakinya ia silangkan ke kakiku, dan kedua tangannya memeluh tubuhku dari belakang.
"Terima kasih, Dik Bondan!" katanya seraya menciumi leherku.
Kusandarkan kepalaku ke bahunya, hingga ia bisa leluasa menjilat dan mencium leherku. Pak Sigit terus saja memelukku, hingga satu jam kemudian kontolnya mulai berdiri lagi.

Mengetahui hal ini, aku lantas meminta Pak Sigit untuk mencicipi lobang anusku. Awalnya ia menolak, karena tak ingin melihatku tersiksa. Namun, setelah kuyakinkan bahwa nantinya aku akan merasa nikmat, ia menyetujuinya. Ia lumuri kontolnya dengan ludahku dan ludahnya, kemudian ia lumurkan sisanya ke anusku. Setelah itu, ia meletakkan kedua kakiku di atas pundaknya dan ia posisikan kontolnya di depan lubang anusku. Ia mulai memasukkan kepala kontolnya, lantas menghentikannya dikarenakan aku mengerang kesakitan. Aku meyakinkannya bahwa aku akan baik-baik saja, tapi ia tetap saja mengurungkan niatnya.

Sesaat kemudian, ia segera keluar dari kamar dan masuk kembali dengan membawa sebungkus kondom dan gel pelicin. Ia lumurkan gel itu ke kontolnya, lalu ia memakai kondom itu. Di atas kondom itu, ia lumurkan lagi gel itu dengan maksud agar lebih licin. Selanjutnya, ia masukkan kontolnya ke anusku senti demi senti. Aku mencoba menahan rasa sakit yang ditimbulkan untuk meyakinkan Pak Sigit bahwa aku baik-baik saja.
"Lepas saja kondomnya, Pak!" pintaku ketika Pak Sigit berhasil membobol anusku beberapa kali.
"Tapi." jawab Pak Sigit.
"Lepas saja, Pak! Lebih nikmat tanpa kondom, kan?" kataku dengan desah menggoda.

Akhirnya Pak Sigit bersedia melepas kondom dan melanjutkan permainan. Beberapa saat berlalu, Pak Sigit kuminta berhenti. Aku memposisikan diriku dengan doggy style, kemudian kusuruh Pak Sigit untuk memasukkan kontolnya kembali ke anusku. Ia mulai merasakan kenikmatan nge-fuck anusku. Ia tampak semakin lihai dalam menyodomi anusku. Aku mendesah dan mendesis pelan, sementara Pak Sigit dengan kecepatan konstannya merojok lubang kenikmatanku.

Merasa nikmat dengan posisi seperti ini, Pak Sigit semula menolak untuk berganti posisi lagi. Setelah melalui perdebatan kecil, akhirnya Pak Sigit mau merojok anusku dengan posisi berhadapan denganku. Aku tidur telentang dengan kaki ke atas dan badan Pak Sigit berada di antara pahaku. Wajah kami berhadapan sehingga Pak Sigit dengan mudah mendapat dua sensasi sekaligus, yakni menyodomi dan mencumbu wajahku.

Nafas Pak Sigit menderu dan terasa sangat hangat di wajahku ketika posisi itu telah kami jalani selama beberapa saat. Kulingkarkan kakiku di pinggang Pak Sigit, hingga ia bisa menyodokku lebih dalam. Tubuh kami terbasahi keringat. Tanganku melingkari punggungnya, hingga dada kami saling bergesekan. Sementara, kulihat pantat Pak Sigit tak henti-hentinya naik turun memompa maninya agar keluar dari pabriknya. Kali ini, tampaknya Pak Sigit semakin mempercepat gerakannya, juga gerakan pantatku yang mengimbangi goyangannya.

"Ugh.. egh.. nggh.. A.. ku.. aakh.. ah.. keluaarr!" kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Pak Sigit saat ia mengeluarkan pejuhnya di anusku.
Pak Sigit masih terus memompa anusku di saat-saat orgasmenya. Ia keluarkan kontolnya dari anusku, kemudian menggesek-gesekkannya dengan kontolku yang masih belum sempat memuntahkan lahar putihnya. Tampaknya Pak Sigit menyadari bahwa aku belum mengalami orgasme. Lantas ia menyuruhku berpindah tempat sejenak, dan ia sandarkan tubuhnya ke sandaran ranjang. Segera setelah itu, ia tarik tubuhku hingga punggungku menempel pada dadanya. Ia peluk dan ciumi aku sebentar, lalu ia meludah pada kedua tangannya dan menyuruhku berbuat hal yang sama.

Setelah itu, Pak Sigit meraih batang kontolku dan ia genggam dengan tangan kirinya yang penuh ludah. Sementara itu, tangan kanannya memainkan kedua buah zakarku, hingga aku merasa sangat nikmat dibuatnya. Merasakan nikmat yang ditimbulkan oleh sentuhan tangan kasar Pak Sigit, membuatku agak lupa diri. Aku menyandarkan kepalaku ke bahu Pak Sigit, dan kedua tanganku meremas-remas rambutnya. Pak Sigit sendiri selain memainkan kontolku, lagi-lagi ia menciumi leherku. Bahkan, kurasakan ia membuat sebuah cupang di leher bagian bawahku.

Tampaknya Pak Sigit sangat terlatih ngocok, terbukti tangannya lihai memainkan kontolku. Tak hanya dikocoknya, tapi juga diremas dan dipilinnya. Hal tersebut terus dilakukannya sampai aku mencapai batas maksimal. Dengan deras, aku menyemprotkan mani ke udara dan akhirnya jatuh membasahi dada dan perutku. Pak Sigit terus memilin dan meremas kontolku sampai kontolku melemas. Mungkin karena kelelahan, kami berdua tertidur dalam posisi yang masih sama dengan posisi terakhir, sampai akhirnya Pak Sigit terbangun dengan sendirinya.

Ia memintaku menginap malam itu di rumahnya. Sebuah mimpi yang menjadi nyata bagiku, menggantikan posisi istri Pak Sigit sampai keesokan harinya. Memang benar, Pak Sigit mempunyai tenaga yang kuat. Sampai sebelum tidur malam bertelanjang di bawah satu selimut dan dalam satu pelukan, kami ber-intim sebanyak dua kali. Satu kali ia nge-fuck di antara pahaku, karena anusku sudah terlalu lelah. Dan saat ayam jantan berkokok, ia membangunkan aku untuk ngemut kontolnya dan kembali nge-fuck pahaku.

Benar-benar sebuah malam yang fantastis.

E N D

5/30/2011

Kolonel Amri


Sebenarnya tidak pernah terjadi apa-apa bila saja aku tidak mempunyai urusan dengan Kolonel Amri, seorang anggota militer yang bertugas di kota tempatku bekerja. Masalahnya adalah secara tidak sengaja mobilku menyenggol bamper belakang mobil Escudonya. Setengah mati rasa takutku, ketika seorang laki-laki kekar dengan pakaian militernya keluar dari mobilnya. Aku pun keluar dari mobil dan langsung meminta maaf, karena aku benar-benar bersalah.

"Maaf Pak, saya benar-benar tidak sengaja," kataku.
"Saya akui saya salah.."
"Kenapa Mas bisa teledor.." katanya dengan nada keras, tapi kemudian dia tersenyum ketika melihat wajahku yang merasa bersalah.
"Saya memang sedang kurang konsentrasi, Pak." kataku kemudian, sambil terus kuperhatikan kerusakan mobil miliknya.
"Tapi baiklah, saya akan menanggung semua perbaikan mobil Bapak."
"Kenapa kurang konsentrasi dalam berkendaraan?"
Pertanyaan yang membuatku gugup dan terkejut. Aku merasa dia mengetahui apa yang sedang kupikirkan pada saat mengendarai mobil tadi. Terus terang saja aku tadi sedang memikirkan suatu masalah besar, masalah yang menyangkut pribadiku. Pikiranku kacau dan kalut semenjak aku dipindah kerja ke kota lain, kota yang jauh sekali dari harapanku.

"Kenapa Mas?"
"Oh tidak Pak," kataku sambil diam sejenak.
"Terus terang saya sedang ada masalah Pak. Saya baru beberapa minggu tinggal di kota ini. Saya kesal dan kecewa di kota ini. Saya tidak punya terman untuk bercerita."
Orang itu hanya memandangku heran. Aku bisa mengerti keheranannya.
"Maksud saya.. saya punya masalah yang sangat pribadi, dimana saya tidak bisa bercerita padasembarang orang." kataku kemudian.
"Oh ya Pak, di mana kita bisa perbaiki mobil Bapak?"
Tapi rupanya dia tidak lagi tertarik dengan perbaikan mobilnya. Sehingga dia tetap mendesakku untuk menceritakan masalah yang kuhadapi saat ini. Aku pun tidak mengerti kenapa dia tertarik dengan masalahku.

"Baiklah Pak, saya akan bicara.." kataku kemudian, sambil kuajak dia ke rumahku yang tak jauh dari tempat kejadian. Dan aku tinggal sendiri di rumah itu. Aku pun baru tahu kenapa dia tertarik dengan masalahku. Dia pun pernah mengalami hal yang sama seperti diriku. Dia pernah mempunyai masalah berat dan sulit yang mengacaukan kehidupannya. Rupanya dia empati dengan diriku.

Mulailah kami berkenalan. Rupanya dia seorang Kolonel, seorang anggota militer, Kolonel Amri namanya. Seperti penampilan anggota militer umumnya, dia memiliki tubuh yang kekar, tegap dan gagah. Wajahnya menurutku sangat ganteng dengan kumis melintang dan rapih di bawah hidung dan berewok yang juga tercukur rapi. Penampilannya begitu sempurna, aku yakin pasti banyak wanita yang tergila-gila padanya. Aku sendiri kagum dan senang melihatnya.

"Saya tadi benar-benar bodoh dan teledor," kataku pada Kolonel Amri.
"Entah kenapa saya tadi seperti tidak melihat mobil Bapak di depan mobil saya."
"Ya.. karena kamu melamun," katanya. "Apa masalahmu, Di? Sehingga kamu benar-benar dalam keadaan seperti itu."

Aku diam sejenak, menimbang-nimbang apakah aku akan menceritakan masalahku padanya. Rupanya Kolonel Amri tahu itu.
"Sudahlah.. ceritakan saja." katanya mendesak diriku, "Kamu juga sudah kenal saya, walau baru sebentar."
"Saya sedang dalam kesulitan, di kota ini saya tidak punya teman pribadi." akhirnya kumulai ceritaku.
"Saya baru saja pindah ke kota ini, dan saya kehilangan seseorang yang baik dalam hidup saya. Dia jauh di seberang lautan. Seorang teman yang mengerti segalanya, seorang sahabat dan juga seorang saudara saya, bahkan kami seperti sepasang kekasih. Dia begitu baik pada saya, dia mencintai dan menyayangi saya. Dan saat ini saya benar-benar rindu ingin bertemu.."

Kolonel Amri hanya tersenyum.
"Saya tahu mungkin Bapak menertawai saya."
"Bukan, saya hanya tidak habis pikir, apakah di kota ini tidak ada wanita seperti dia bahkan lebih baik dan cantik lagi."
Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya.
"Sahabat saya bukan seorang wanita," kataku kemudian dengan nada pelan.

Sekali lagi Kolonel Amri diam, memandang tanpa berkata apa-apa.
"Saya senang dengan sesama jenis, Pak." kataku kemudian.
Kolonel Amri hanya mengernyitkan keningnya dan terlihat begitu terheran-heran.
"Saya sedang dalam keadaan nafsu yang tinggi sekali. Saya ingin berhubungan dengan teman saya. Tadi pagi sudah saya keluarkan dengan cara onani dua kali, dengan harapan bisa meredakan ketegangan yang saat ini sedang saya alami."

Kolonel Amri diam mendengarkan ceritaku, sambil meminum air es yang sudah kusediakan tadi.
"Bagaimana mungkin itu bisa terjadi.. maksudku.. wah aku benar-benar tidak mengerti." kata Kolonel Amri.
"Bagaimana mungkin kamu yang berpenampilan seperti ini menyenangi sesama jenis? Aku lihat kamu cukup gagah, ramah, jantan.. wah aku benar-benar tidak mengerti.
"Itulah yang terjadi pada diri saya," kataku.
Aku pun sudah tidak tahan memandang wajah dan penampilan Kolonel Amri. Penampilannya yang gagah membuat jantungku berdetak kencang, kencang sekali. Setiap senyum dan ucapannya begitu gagah. Pikiranku pun menerawang jauh, jauh sekali. Aku membayangkan aroma tubuh Kolonel Amri, Aku bisa merasakan tubuhnya yang kekar, dan mungkin senjatanya yang..

"Saya senang dengan Bapak, kalau boleh saya cium pipi Bapak.." kataku memberanikan diri.
Kolonel Amri terkejut, raut wajahnya berubah.
"Tidak mungkin," katanya. "Saya tidak seperti itu, dan saya pasti tidak bisa melakukannya."
"Tidak pa-pa Pak, Bapak diam saja, biar saya yang melakukannya," kataku makin berani.
"Ha ha ha.. apa rasanya?"
"Bapak akan tahu nanti.." kukunci pintu rumahku, dan aku pun mulai mendekati Kolonel Amri, dan saat ini sudah duduk di sampingnya.

Kolonel Amri tidak bergeser sedikit pun dan hanya diam saja sambil sesekali tersenyum. Melihat reaksinya yang tidak marah, aku pun mencium pipinya yang hijau karena brewoknya dicukur bersih. Benar-benar aku bisa merasakan aroma kejantanannya, seperti yang sudah kuduga. Sambil terus kucium pipinya, tanganku pun mulai membuka satu persatu kancing bajunya yang ketat itu, di balik bajunya ada kaos ketat hijau menyelimuti tubuh kekarnya.

Kolonel Amri hanya diam dengan semua yang kulakukan. Sepertinya dia ingin tahu, seperti yang dia katakan tadi. Badannya yang kekar sudah tidak lagi terbungkus selembar benang. Bulu-bulu lembut menutupi sekitar dadanya. Kuciumi sekujur tubuhnya yang menyebarkan aroma kejantanannya itu. Ohh.. nikmat sekali, aku belum pernah merasakan tubuh seorang anggota militer. Nikmat sekali rasanya. Benar-benar seorang laki-laki tulen. Sambil kuciumi tubuhnya, tanganku terus beraksi ke bawah, dengan perlahan kubuka ikat pinggang dan reitsleting celananya. Oh besar sekali, tapi rupanya belum menegang, dia masih tertidur. Dan terus kucoba untuk merangsangnya. Rupanya agak sedikit sulit membangunkan senjata ampuhnya itu. Tapi aku terus melakukan gerilya di seluruh tubuhnya, hingga benar-benar tak ada selembar benang pun. Dan aku pun juga melepas satu persatu pakaianku.

Kemudian kuhisap senjatanya yang masih tidur pulas. Besar sekali.. masuk ke dalam mulutku, sambil terus kuhisap daging kenyal itu. Aku mencoba membayangkan besarnya saat bangun nanti. Lama sekali aku mencoba merangsangnya, hingga jari jemariku pun ikut bermain diantara lubangnya, di bawah senjata.

Dengan tanganku itu rupanya senjata ampuhnya mulai bergerak mengeras, sehingga membuat tanganku terus masuk ke dalam lubang anusnya. Rupanya dia merasakan rangsangan di daerah tersebut. Kulihat Kolonel Amri mulai mengerang, menikmati jari tanganku yang keluar masuk ke dalam lubangnya.

Sejalan dengan itu, senjatanya benar-benar menegang maksimal, hingga mulutku agak kesulitan, dan kemudian kukocok dengan tanganku yang lain. "Ohh.. nikmat sekali Adi.. terus lakukan..aku menikmatinya.. teruss.. Ohh.. nikmat sekali.."

Kolonel Amri benar-benar sudah dalam nafsu yang besar. Aku berhasil membangkitkan gairah nafsunya. Dia menikmatinya, ketiga jariku yang masuk ke dalam lubangnya. Dan aku pun terus juga terangsang.

Kemudian dengan izinnya kumasukkan burungku ke dalam lubang Kolonel Amri. Dia menyukainya, diamenyenanginya, dia menikmatinya. Terus kugenjot ke depan dan ke belakang. "Ohh.. kamu membuatku gila.. terus masukkan yang dalam.. teruuss.. ohh nikmat sekali.. terus lih keras lagi.. terus masukkan.."
Sementara burungku pun sudah tak tahan berada di dalam seangkarnya, keluar masuk. Pantatku maju mundur untuk memberi kepuasan pada Kolonel Amri. Aku pun menikmatinya.

"Enak sekali Kolonel.. oh.. oh.. oh.. enak sekali Kolonel.."
Tanganku terus mengocok senjata Kolonel Amri yang besar itu.
"Aku mau keluar.. ohh.. aku mau keluar.. kocok lebih keras lagi.. masukkan lebih dalamlagi.. aku menikmatinya Adi.. Terus Di.. Ohh.. teruuss.. Ohh.. aku keluar.."
Tanganku makin keras mengocok, pantatku makin dalam menembus tubuh Kolonel Amri. Karena aku punbenar-benar sudah tak tahan lagi.

"Croot.. croot.. croot.." Banyak sekali lava putih mengalir dari senjata milik Kolonel Amri. Aku pun tak tahan melihat wajah Kolonel Amri yang begitu menikmatinya, aku pun keluar di dalam tubuh Kolonel. Oh, puas sekali yang kurasakan. Tubuhku pun jatuh lemas di atas tubuh Kolonel Amri. Kami berdua lemas, sementara senjataku masih menusuk di dalam tubuh Kolonel. Tangan Kolonel Amri membelai tubuh dan rambutku.

"Benar-benar nikmat.. belum pernah aku merasakan yang demikan nikmatnya." katanya dengan nafas masih tersengal-sengal, "Kamu orang pertama yang melakukan ini pada saya."
"Terima kasih Kolonel.. saya sangat menikmati tubuh Kolonel. Maafkan saya mebuat Kolonel seperti ini.."
"Sudahlah, yang penting saya menikmati juga.."
"Kita mandi Kolonel," kataku sambil mencabut senjataku dari tubuh Kolonel Amri. Dia pun meringis kesakitan.
Sementara walau pun sudah keluar, senjataku masih tegak berdiri, masih bernafsu memeluk tubuh kekar itu.

Kemudian kami pun mandi berdua. Setelah selesai kuberikan handuk besar padanya, dan Kolonel pun melilitkannya ke pinggang hingga menutupi senjatanya yang besar itu, seperti basoka. Kemudian dia duduk lagi di atas bangku panjang sambil terus memperhatikan aku yang sedang mengelap badan dengan handuk yang lain. Tadinya aku tak tahu kalau Kolonel Amri memperhatikanku, kalau saja dia tidak mulai bicara.

"Badan kamu juga bagus," katanya, "Gempal dan keras. Kenapa burungmu masih juga tegang.."
"Nggak tahu nich.." kataku, "Saya masih nafsu dengan Kolonel."
Aku tertawa kecil dan Kolonel Amri hanya tersenyum.
"Kamu mau lagi?" tanyanya.
Aku terkejut mendengar tawarannya. "Siapa takut," kataku dalam hati. Segera kulempar handukku dan kuhampiri tubuh gagah itu, segera kubuka handuk Kolonel Amri yang menutupi senjatanya. Saat itu pula Kolonel Amri beraksi lebih agresif. Dia juga langsung memeluk dan menghempaskan tubuhku ke lantai. Kali ini dia seperti banteng liar menyambar tubuhku. Dia menciumi seluruh tubuhku, dia juga menghisap burungku, seperti yang kulakukan padanya. Walau tidak terlalu enak hisapannya, karena mungkin belum tahu teknisnya, aku kadang meringis sakit ketika giginya menyentuh daging kenyalku.

Kemudian Kolonel Amri sudah mulai menindih tubuhku. Pantatnya yang bulat berisi kuraba terus kuraba, dan dia mulai memainkan dan menggosok-gosok senjatanya beradu dengan senjataku.

Kolonel Amri terus bernafsu menyerangku, pantatnya naik turun dengan kerasnya. Dia berusaha memasukkan senjatanya yang besar itu ke lubangku, tapi akhirnya dia mengerti bahwa itu tak mungkin. Aku pun bersyukur, karena tak tahu apa yang terjadi bila senjata besar itu menembus tubuhku. Aku sendiri walau seperti ini, tapi belum pernah dimasuki senjata kejantanan laki-laki. Aku selalu takut sakit. Sehingga senjata besar itu hanya bermain di sela-sela pahaku, terus berayun, terus naik dan turun, terus bergoyang di tubuhku.

"Ohh.. aku tak tahan Kolonel.. aku mau keluar.. oohh.. nikmat sekali Kolonel..Terus genjot yang keras Kolonel.. Teruuss.."
Mendengar nafasku yang terus bernafsu, Kolonel Amri makin keras lagi menggoyangkan pantatnya naik dan turun. Bibirnya pun mulai mencium bibirku, hal itu tidak mau dilakukan saat yang pertama. Tapi kali ini dia benar-benar beringas. Dia benar-benar Banteng Jantan!

"Aku juga menikmatinya, Di.." katanya.
Makin keras genjotanya, makin nikmat rasanya. Makin kasar ciumannya makin kunikmati. Permainannya begitu keras dan sedikit kasar khas seorang militer. Tapi aku sangat menikmati, belum pernah kurasakan nikmat seperti ini. Mungkin karena dia seorang militer, sehingga begitu keras dan kasar permainannya. "Ohh.. nikmat sekali.. jantan sekali.."

"Saya keluar Kolonel.."
"Aku juga.. Ohh.. aku keluar.."
"Croot.. croot.. croot.."
Banyak sekali sperma yang tumpah dari senjata milik Kolonel Amri dan juga senjataku, walau pun sudah yang kedua kali.
Kami tidur di lantai sambil terus berpelukan, sampai tidak tahu bahwa hari sudah mulai gelap. Kami pun terus bersahabat, dan setiap saat melakukan permaianan dahsyat itu. Terima kasih Kolonel.

TAMAT

Paling Populer Selama Ini