6/09/2011

Gara-gara Kran Macet

Karena ada urusan kerja di Kota Malang. Pagi ini aku berangkat ke bandara. Masih untung tiket pesawat jurusan Jakarta-Malang masih ada, walau degan harga cukup tinggi. Setelah landing di bandara Abdurrahman Saleh Malang, kukontak hotel Santika. Rupanya telah ada mobil penjemputku.

Setelah antre mengambil tas koper, aku menemukan tulisan namaku diantara para penjemput. Segera kutemui staf hotel itu dan langsung bergerak ke hotel bintang empat tersebut. Setelah mendapatkan kunci kamar, aku naik ke kamarku. Selesai membongkar tas koper, aku akan mandi berendam. Tapi shower dan kran airnya macet, segera kucall bagian house keeping. Dua menit kemudian, bel kamarku berdentang. Rupanya service room hotel datang. Kulirik name tagnya: Hartono. Orangnya berkulit sawo matang, sekitar 29 – 30 tahunan umurnya, berkumis, agak tinggi semampai, perutnya bak papan keras, parasnya cukup menarik. Kupersilahkan masuk ke kamar mandi dan memperbaiki kran dan shower yang macet.
Daripada bengong menunggu, aku iseng-iseng buka internet menggunakan laptop dan mobile-net cdma. Iseng aku lihat-lihat gambar-gambar cowok telanjang, karena sudah lama aku nggak lihat. Rindu juga. Kalau sedang berada di rumah atau kantor, sulit juga untuk melihat berlama-lama. Kontolku mulai ngaceng keras waktu ku lihat dua pria sedang bergelut dan yang satu sedang dientot dengan berbagai pose.

Aku nggak sadar rupanya Hartono telah selesai memperbaiki kran rusak dan sudah berdiri di belakangku. Aku nggak sadar bahwa telah agak lama dia ikut lihat internet dengan adegan-adegan syur itu. Aku pura pura tidak melihat kehadiran Hartono. Hanya kuamati dari bayangan di layar monitor laptopku.

Kelihatannya Hartono suka juga dengan adegan itu, karena dia hanya diam saja, dan buktinya dia turut menyaksikan dan terdiam di belakangku. Aku pura pura menlenguh dan mulai memasukkan tanganku ke sela-sela celana pendekku. Lalu semakin kuperbanyak browse gambar-gambar hot gay yang lainnya. Hingga video dengan durasi pendek-pendek. Aku masih pura pura tidak menyadari petugas house keeping di belakangku, dengan beraksi mulai mengocok kocok kontolku. Sambil pura kudesis desiskan mulutku menyaksikan adegan potongan video cowok muscle yang sedang disodomi. Aku masih bs melihat sekilas, Hartono pun mulai meraba jendolan celananya. Tiba-tiba dia menyentuhku dan memijit pundakku. “Permisi Pak”,sapanya dengan sopan. Aku pura pura kaget dan justru semakin memelorotkan celana pendekku, hingga kontolku mencuat keluar. Kumenoleh ke arah Hartono dan pura pura kaget, dan menarik kembali celanaku. Namun aku ber-akting celanaku susah kunaikkan lagi. Dengan refleks kubenturkan kepalaku hingga menabraknya. Mukaku menempel di paha dan menyentuh jendolan celananya.

Terasa ada sesuatu yang mengganjal, rupanya dia terangsang juga. Aku juga merasakan kontolnya mengeras. Rasanya cukup gede juga. Kemudian aku maju dan menggesek-gesekan mukaku ke jendolan celananya itu. Hartono terdiam, dan kuanggap ini sebuah sinyal ijin untuk berbuat lebih jauh.

Tangganku kemudian bergerak dan meremas remas jendolan celananya itu. Ada getaran dan denyutan yang menandakan kontol Hartono mulai tegang lagi dan semakin mengeras. Secara tiba-tiba kurasakan tangan Hartono bergerak dan meraba-raba dadaku. Lalu tangan itu bergerak menyusup ke arah dadaku. Ia memijat-mijatnya dan meremas-remas, dan kemudian jari2nya mulai meyentuh bagian pentil. Ia mulai memelintir-melintir kedua pentilku. Tak kusadari aku melenguh keenakan.
Pentilku mengeras dan terus dipelintir dan dijepit-jepit dan dua jarinya, bagai listrik menyengat tubuh bagian bawahku, kontolku ngaceng keras sekali. Tangan Hartono terus turun dari area dada ke pusar. Lalu tangan itu meraba raba area bulu jembutku hingga terus ke kontolku. Di remas-remasnya kontolku dan juga buah pelirku. Aku tak tahan dan berdiri. Kami kemudian berhadapan dan saling berciuman. Lidah kami saling bergelut, dan tangannya mulai melucuti pakaianku. Pantatku diremas-remas sambil tangannya terus mengocok kontolku. Kurasakan desakan rasa nikmat dari kocokan tangan house keeper Hotel itu. Aku membuat sikap pasrah, dan Hartono semakin merangsek jauh dan jari telunjuknya mulai mencari-cari lobang kenikmatanku.

Aku mengangkat pahaku untuk memudahkan dia bermain main di area lubang ausku. Saat lubangku disentuhnya, lalu telunjuknya dimasukkan ke dalam anusku. Aku merasakan aliran listrik saat lubang itu tersentuh dan dimasuki benda pejal. Sesaat telunjuk tangan Hartono dibuat keluar masuk di lubang anusku. Aku melenguh kenikmatan, menikmati pejalnya jari itu di dinding anusku. Kemudian Hartono menanggalkan pakaian kerjanya, satu persatu kancing bajunya dilepas. Celana panjangnya, hingga kaos singletnya.

Bodynya bagus, tinggi semampai, dan dadanya ditumbuhi bulu. Lalu segera aku tarik celana dalamnya hingga kontolnya mencuat keluar. Kontolnya cukup gede dan bergurat dengan urat-urat, dihiasi dengan jembut yang lebat juga sudah ngaceng dengan arah berdiri cenderung ke perut. Jadi membuat sudut 30 derajat ke arah perut. Oh...pemandangan yang indah dan mengasyikkan sekali.

Hartono minta aku mengulumnya. Aku jilat ujungnya dan aku hisap-hisap kepala kontolnya yang gede itu sambil memainkan lidahku memutari kepala kontolnya yang panas dan bulat itu. Hartono melenguh-lenguh bak banteng liar. Lalu dia mencoba memasukkan seluruh kontolnya kedalam mulutku. Tetapi banatang kontolnya hanya separoh yang masuk karena terlalu panjang untuk masuk semuanya. Kontolnya yang hitam itu rasanya lezat sekali. Aku hisap-hisap bagai meghisap es cream horn. Lalu kami pindah ke ranjang hotel, ia kemudian juga menghisap kontolku aku juga menghisap kontolnya. Sambil menghisap jarinya mencari lobang di antara bongkahan pantatku, kemudian dimainkan ke dalam anusku. Aku jepit ketat-ketat jari tangannya dengan lubang anusku. Ia berkata, “Wah lobangnya sempit sekali, Pak, boleh aku entot?”

Kemudian ia duduk di sofa dan aku duduk di atas Hartono dengan posisi berhadapan. Aku turunkan badanku sambil memegang kontolnya yang gede itu. Anusku yang sudah agak gatal rasanya, merasakan sesuatu yang enak saat ditempeli kepala kontolnya yang keras. Pelan-pelan kontolnya yang gede itu masuk cm demi cm, ah.... ada rasa sakit sedikit, aku berhenti, dan rasa sakit itupun hilang. Kemudian pantatku kuturunkan lagi..dan.. lagi......secara pelan pelan hingga akhirnya blesss....semua batang kontol Hartono masuk. Rasa penuh rongga anusku saat batang itu melesak ke dalam. Aku mulai turun naikkan pantatku dan diimbangi oleh dia dengan menyedot nyedot pentilku, serta tanggannya meloco kontolku. Ah....rasanya begitu nikmat dan melayang layang seperti di sorga ke tujuh.

Hartono melenguh “ah ah....ehmm....ssst sshh ssshh ....enakk”

Aku terus turun naikkan pantatku sambil mengetatkan rongga anusku. Lobang anusku serasa penuh sesak oleh kontolnya yang hitam besar itu. Kontolnya terasa bergeser naik turun dalam anusku. Hartono mulai liar, ia minta berganti posisi, ia di atas dan aku di bawahnya sambil kontolnya tetap merojok lobang anusku. Ku lihat dikaca meja rias, tubuh kami saling bertautan ketat sambil mulut kami saling berperang lidah. Kulitnya yang sawo matang tampak kontras dengan kulitku terlihat di kaca. Ah..... asyik juga melihat permainan kami di cermin. Kami terus bergumul sambil aku mengocok kontolku. Hanya suara lenguhan dan desahan yang terdengar. Kumisnya yang tebal bergesekan dengan kumisku. Hartono terus merojok lobangku naik turun.

Hanya terdengar suara ah.....eh sshhh ....achh...... Aku goyang pantatku ke kiri ke kanan. Hartono semakin melenguh keenakan, sambil dengan ganas menyerang lobang anusku maju mundur liar sekali. Nikmat sekali rasanya. Buah pelernya menampar sisi anusku berkali-kali bila ia menekan semua kontolnya yang hitam itu masuk seluruhnya sambil memutar-mutar yang aku imbangi dengan putaran-putaran pantatku. Sepuluh menit kemudian, Hartono mendengus dengus bak banteng liar, ia meremas dadaku dan terus memelintir pentilku. Aku juga terus mengocok kontolku, dan crot..crot keluar pejuku. Semprotan demi semprotan muncrat hingga membasahi perutku dan perut Hartono. Saat aku menyemburkan sperma itu lobang anusku semakin mengetat sempit sekali, meremas-remas kontolnya yang binal dan gede itu. Pantatnya maju mundur semakin sering. Hartono semakin melenguh keenakan...ah..ah...sshhh shhhh....jepit, remas terus terus.

Nikmat sekali rasanya. Dia bilang akan keluar dengan diikuti tubuhnya yangs emakin mengejang dan menegang. Kemudian crot....crot…semua air maninya tertumpah di dalam anusku, hangat terasa semburan cairan sperma Hartono. Kami berpelukan erat sekali melepaskan rasa puas kami. Sejam kemudian kami bilas di kamar mandi, namun rupanya Hartono masih horny lagi saat kami mandi bersama. Dia bilang mau ngentot aku lagi jika diperbolehkan. Dengan susah payah aku berusaha membangkitkan lagi gairah dan merangsang Hartono agar kontolnya yang baru ejakulasi itu bisa berdiri lagi.

Dengan variasi antara jilatan dan sedotan mulut yang diimbangi dengan kocokan pelan, akhirnya dengan susah payah kontol itu mulai tegang lagi walau tidak cukup keras. Karena akupun ingin measakan sekali lagi sodokan kontol itu. Sambil berdiri, aku naikkan satu kakiku ke atas bath tube, lalu Hartono mengentot aku sambil berdiri, dan ia mengocok kontolku sambil ngentot. Sesekali aku menengok ke belakang sambil berciuman. Entotannya bukan main, bak kuda binal. Aku imbangi sodokan dan tusukan kontolnya dengan terus mengocok kocok kontolku sendiri. Ada rasa perih, rasa nikmat dan sensasi luar biasa yang kurasakan saat permainan kedua ini. Rongga anusku semakin mengetat saat aku sedang ejakulasi.

Ah....oh ...ohh....... Hartono masih terus mengentotku. Aku sudah tidak kuat lagi dan segera kucabut kontol Hartono dari lubang anusku. Segera kusemprot dengan air dan kukocok dengan sabun agar bersih. Lalu setelah kontol itu bersih, kumasukkan ke mulutku sambil kukocok pelan pelan. Begitu lama mulutku menyedot dan mengulum batang kontol Hartono. Akhirnya setelah tenagaku terkuras habis, Hartoni membantu mengocok kontolnya sendiri dan badannya mengejang. Kontolnya diarahkan ke mukaku saat spremanya menyembur. Begitu banyak cairan hangat memenuhi muka dan mulutku. Kulihat wajah Hartono tersenyum puas. Akupun juga puas.

Andani Citra – Kejutan Untuk Teman-Temanku

Copyright 2004, by Andani Citra

(Keroyokan)

Hari itu adalah hari Minggu sebulan setelah peristiwaku di vila bersama Pak Joko dan Taryo (baca: Akibat Berenang Bugil). Selama ini aku belum ke sana lagi akibat kesibukan kuliahku.

Hari Minggu itu aku pergi ke sana untuk refreshing seperti biasa karena Seninnya tanggal merah atau libur. Kali ini aku tidak sendiri tapi bersama 2 orang teman cewekku yaitu Verna dan Indah. Kami semua adalah teman akrab di kampus. Sebenarnya geng kami ini ada 4 orang, satu lagi si Ratna yang hari ini tidak bisa ikut karena ada acara dengan keluarganya.

Kami sama-sama terbuka tentang seks dan sama-sama penggemar seks.

Verna dikaruniai tubuh tinggi semampai dengan buah dada yang bulat montok yang membuat pikiran kotor para cowok melayang-layang. Beruntunglah mereka karena Verna tidak sulit diajak ‘naik ranjang’ soalnya dia sudah ketagihan seks sejak SMP. Sedangkan Indah mempunyai wajah yang imut dengan rambut panjang yang indah. Bodynya pun tidak kalah dari Verna walaupun payudaranya lebih kecil. Namun di balik wajah imutnya, ternyata Indah termasuk cewek yang lihai memanfaatkan cowok. Sudah berkali-kali dia ganti pacar gara-gara sifat matrenya. Sedangkan aku sendiri sepertinya kalian sudah tahulah cewek seperti apa aku ini dari cerita-ceritaku dulu.

Baiklah, sekarang kita kembali ke kejadian hari itu yang rencananya mau mengadakan orgy party setelah sekian lama otak kami dijejali bahan-bahan kuliah dan urusan sehari-hari. Waktu itu Verna protes karena aku tidak memperbolehkannya mengajak teman-teman cowok yang biasa diajak. Begitu juga Indah yang ikut mendukung Verna karena pacarnya juga tidak boleh diajak.

“Emangnya lu ngundang siapa aja sih, Ci. Masa si Chevy aja ga boleh ikutan?” kata Indah.

“Iya nih, emangnya kita mau pesta lesbian apa. Wah, gua kan cewek normal nih,” timpal Verna.

“Udahlah, lu orang tenang aja. Cowok-cowoknya nanti nyusul. Pokoknya yang kali ini surprise deh! Dijamin kalian puas sampe ga bisa bangun lagi deh.”

Aku ingin sedikit membuat kejutan agar acara kali ini lain dari yang lain. Karena itulah aku merahasiakan siapa pejantannya yang tidak lain adalah penjaga vilaku dan vila tetanggaku, Pak Joko dan Taryo.

Kemarinnya aku memang sudah mengabari Pak Joko lewat telepon bahwa aku besok akan ke sana dengan teman-temanku yang pernah kujanjikan pada mereka dulu. Pak Joko tentu antusias sekali dengan acara kali ini. Kami telah mengatur skenario acaranya agar seru.

Beberapa jam kemudian kami sampai di villaku. Pak Joko seperti biasa membukakan pintu garasi. Bola matanya melihat jelalatan pada kami, terutama pada Verna yang hari itu pakaiannya seksi sekali berupa sebuah tank top merah berdada rendah dengan rok mini.

Dia kusuruh keluar dulu sampai aku memberi isyarat padanya. Dia menunggu di villa tetangga yang tidak lain vila yang dijaga si Taryo. Setelah membereskan barang bawaan, kami menyantap makan siang, lalu ngobrol-ngobrol dan istirahat. Indah yang dari tadi kelihatan letih terlelap lebih dulu.

Kami bangun sore hari sekitar jam 4 sore.

“Eh.. sambil nunggu cowok-cowoknya mendingan kita berenang dulu yuk,” ajakku pada mereka.

Aku melepaskan semua bajuku tanpa tersisa dan berjalan ke arah kolam dengan santainya.

“Wei.. gila lo Ci, masa mau berenang ga pake apa-apa gitu, kalo keliatan orang gimana?” tegur Indah.

“Iya Ci, lagian kan kalo si tua Joko itu dateng gimana tuh,” sambung Verna.

“Yah kalian, katanya mo party, masa berenang bugil aja ga berani. Tenang aja, Pak Joko udah gua suruh jangan ke sini sampai kita pulang nanti,” bujukku sambil menarik tangan Verna.

Di tepi kolam mereka masih agak ragu melepas pakaiannya, alasannya takut kepergok tetangga. Setelah kutantang barulah Verna mulai berani melepas satu demi satu pakaian yang melekat di tubuhnya. Lalu aku pun membantu Indah yang masih agak malu mempreteli pakaiannya. Akhirnya kami bertiga nyebur ke kolam tanpa memakai apa pun.

Perlahan-lahan rasa risih mereka pun mulai berkurang. Kami tertawa-tawa, main siram-siraman air, dan balapan renang kesana kemari dengan bebasnya. Mungkin seperti inilah kira-kira gambaran tempat pemandian di istana haremnya para raja. Sesudah agak lama bermain di air aku naik ke atas dan mengelap tubuhku yang basah, lalu membalut tubuhku dengan kimono.

“Ci, sekalian ambilin kita minum yah,” pinta Verna.

Akupun berjalan ke dalam dan meminum segelas air.

“Ok, it’s showtime,” gumamku dalam hati. Inilah saat yang tepat untuk menjalankan skenario ini. Aku segera menelepon vila sebelah menyuruh Pak Joko dan Taryo segera kesini karena pesta akan segera dimulai.

“Iya neng, kita segera ke sana,” sahut Taryo sambil menutup gagang telepon.

Hanya dalam hitungan menit mereka sudah nampak di pekarangan depan vilaku. Aku yang sudah menunggu membukakan pintu untuk mereka.

“Wah udah ga sabaran, nih. Dari tadi cuma ngintipin neng sama temen-temen neng dari loteng,” kata Pak Joko.

“Pokoknya yang rambutnya dikuncir itu buat saya dulu yah, neng,” ujar Taryo merujuk pada Indah.

“Iya tenang, sabar… Pokoknya semua kebagian, ok,” kataku “yang penting sekarang surprise buat mereka dulu.”

Setelah beberapa saat berbicara kasak-kusuk, akhirnya operasipun siap dilaksanakan. Pertama-tama dimulai dari Verna. Aku berjalan ke arah kolam membawakan mereka dua gelas air. Di sana Indah sedang tiduran di kursi santai tanpa busana, sementara Verna masih berendam di air.

“Ver, lu bisa ke kamar gua sebentar ga, gua mo minta tolong dikit nih,” pintaku padanya.

“Lu lap badan dulu gih. Gua tunggu di sana.”

Aku masuk ke dalam terlebih dahulu dan duduk di pingir ranjang menunggunya. Di balik pintu itu Pak Joko dan Taryo yang sudah kusuruh bugil telah siap memangsa temanku itu. Kemaluan mereka sudah mengeras dan berdiri tegak seperti pedang yang terhunus.

Tak lama kemudian Verna memasuki kamarku sambil mengelap rambutnya yang masih basah.

“Kenapa Ci, ada perlu apa emang?” tanyanya.

“Ngga, cuma mau ngasih surprise dikit kok,” jawabku dengan menyeringai dan memberi aba-aba pada mereka.

Sebelum Verna sempat membalikkan badan, sepasang lengan hitam sudah memeluknya dari belakang dan tangan yang satunya dengan sigap membekap mulutnya agar tidak berteriak. Verna yang terkejut tentu saja meronta-ronta, namun pemberontakan itu justru makin membakar nafsu kedua orang itu.

Pak Joko dengan gemas meremas payudara kirinya dan memilin-milin putingnya. Si Taryo berhasil menangkap kedua pergelangan kakinya yang menendang-nendang. Dibentangkannya kedua tungkai itu, lalu dia berjongkok dengan wajah tepat di hadapan kemaluan Verna.

“Wah jembutnya lebat juga yah, kaya si neng,” komentar Taryo sambil menyentuhkan lidahnya ke liang vagina Verna. Diperlakukan seperti itu Verna cuma bisa merem melek dan mengeluarkan desahan tertahan karena bekapan Pak Joko begitu kokoh.

“Hei, jangan rakus dong, Tar. Dia kan buat Pak Joko. Tuh, jatah lu masih nunggu di luar sana,” kataku padanya.

Mengingat kembali sasarannya semula, Taryo menurunkan kembali kaki Verna dan bergegas menuju ke kolam.

“Jangan terlalu kasar yah ke dia, bisa-bisa pingsan gara-gara lu,” godaku.

Setelah Taryo keluar tinggallah kami bertiga di kamarku. Pak Joko langsung menghempaskan dirinya bersama Verna ke ranjang spring bed-ku.

Tak berapa lama terdengarlah jeritan Indah dari kolam. Aku melihat dari jendela kamarku apa yang terjadi antara mereka. Indah terpelanting dari kursi santai dan berusaha melepaskan diri dari Taryo. Dia berhasil berdiri dan mendapat kesempatan menghindar, tapi kalah cepat dari Taryo. Tukang kebun itu berhasil mendekapnya dari belakang lalu mengangkat badannya.

“Jangaan.. Cii… tolooong!” jeritnya sambil meronta-ronta dalam gendongan Taryo.

“He he he…. gak ada gunanya minta tolong sama si Neng… Dia bilang saya boleh ngentot kok sama Non,” katanya menyeringai.

Begitu Indah melihat aku sedang memandanginya dari jendela kamar sambil tersenyum, ia pun segera sadar apa yang terjadi.

Taryo dengan santai membawa Indah ke tepi kolam, lalu dilemparnya ke air. Setelah itu dia ikutan nyebur.

Di air Indah terus berontak saat Taryo menggerayangi tubuhnya dalam himpitannya. Sekuat apapun Indah tentu saja bukan tandingan Taryo yang sudah kesurupan itu. Perlawanan Indah mengendur setelah Taryo mendesaknya di sudut kolam. Riak di kolam juga mulai berkurang.

Tidak terlalu jelas detilnya bagaimana akhirnya Taryo menaklukkan Indah. Yang jelas aku tak mendengar jeritan Indah lagi dan aku pun dapat melihat Taryo memeluk erat Indah sambil melumat bibirnya dan menggerayangi tubuhnya.

Kutinggalkan mereka menikmati saat-saat nikmatnya untuk kembali lagi pada situasi di kamarku.

Aku lalu menghampiri Pak Joko dan Verna untuk bergabung dalam kenikmatan ini. Sama seperti Indah, Verna juga awalnya menjerit-jerit namun jeritannya juga pelan-pelan berubah menjadi erangan nikmat akibat rangsangan-rangsangan yang dilakukan Pak Joko.

Waktu aku menghampiri mereka Pak Joko sedang menjilati paha mulus Verna sambil kedua tangannya masing-masing bergerilya pada payudara dan kemaluan Verna.

“Aduh Ci.. tega-teganya lu nyerahin kita ke orang-orang kaya gini.. ahh!” kata Verna di tengah desahannya.

“Tenang Ver, ini baru namanya surprise. Sekali-sekali coba produk kampung, dong,” kataku seraya melumat bibirnya. Kami berdua sebetulnya belum pernah berciuman sebelumnya. Bagaimanapun suasana di kamar itu membuatku jadi horny. Verna pun sama sekali tidak menolakku, bahkan akhirnya dia membalas ciumanku dengan hangat.

Aku berpagutan dengan Verna beberapa menit lamanya. Jilatan Pak Joko mulai merambat naik hingga dia melumat dan meremas payudara Verna secara bergantian, sementara tangannya masih saja mengobok-obok vaginanya. Desahan Verna tertahan karena sedang berciuman denganku. Tubuhnya menggeliat-geliat merasakan nikmat yang tiada tara.

“Hhhmmhh.. tetek Neng Verna ini gede juga ya, lebih gede dari punya Neng,” kata Pak Joko di sela aktivitasnya.

Memang sih diantara kami bereempat, payudara Verna termasuk yang paling montok. Menurut pengakuannya, cowok-cowok yang pernah ML dengannya paling tergila-gila mengenyot benda itu atau mengocok penis mereka di antara himpitannya. Pak Joko pun tidak terkecuali. Dia dengan gemas mengemut susunya. Seluruh susu kanan Verna ditelan olehnya.

Puas menetek pada Verna, Pak Joko bersiap memasuki vagina Verna dengan penisnya. Kulihat dalam posisinya di antara kedua belah paha Verna, dia memegang penisnya untuk diarahkan ke liang itu.

“Ouch.. sakit, Ci… Duuh kasar banget sih babu lu,” Verna meringis dan mencengkram lenganku waktu penis super Pak Joko mendorong-dorongkan penisnya dengan bernafsu.

“Tahan Ver, ntar juga lu keenakan, kok. Pokoknya enjoy aja,” kataku sambil meremasi kedua payudaranya yang sudah basah dan merah akibat disedot Pak Joko.

Pak Joko menyodokkan penisnya dengan keras sehingga Verna pun tidak bisa menahan jeritannya. Verna kelihatan mau menangis, nampak dari matanya yang sedikit berair. Pak Joko mulai menggarap Verna dengan genjotannya.

Aku merasakan tangan Verna menyelinap ke bawah kimonoku menuju selangkangan. Eennghh… aku mendesah merasakan jari-jari Verna menggerayangi kemaluanku. Eeh… nih anak ternyata suka sesama juga… lama-lama aku kepingin juga ML sama dia.

Aku lalu naik ke wajah Verna berhadapan dengan Pak Joko yang sedang menggenjotnya. Verna langsung menjilati kemaluanku, sementara Pak Joko menarik tali pinggang kimonoku sehingga kimonoku tersingkap dari tubuhku. Dengan terus menyodoki Verna, dia meraih payudaraku yang kiri. Mula-mula dibelainya dengan lembut tapi lama-lama tangannya semakin keras mencengkeramnya sampai aku meringis menahan sakit.

Dia juga menyorongkan kepalanya berusaha mencaplok payudara yang satunya. Aku yang mengerti apa maunya segera mencondongkan badanku ke depan sehingga dadaku pun makin membusung indah. Ternyata dia tidak langsung mencaplok payudaraku, melainkan hanya menjulurkan lidahnya untuk menjilati putingku sehingga benda itu jadi makin mengeras saja.

Aku merasakan sensasi yang luar biasa, geli bercampur nikmat. Sapuan-sapuan lidah Verna pada vaginaku membuat daerah itu semakin becek. Bukan cuma itu, Verna juga mengorek-ngoreknya dengan jarinya.

Aku mendesah tak karuan merasakan jilatan dan sedotan pada klitoris dan putingku. Ciuman Pak Joko merambat naik dari dadaku hingga hinggap di bibirku. Kami berciuman dengan penuh nafsu. Tidak kuhiraukan nafasnya yang bau rokok. Lidah kami beradu dengan liar sampai ludah kami bercampur baur.

“Aahh.. oohh.. gua dah mau.. Pak!” erang Verna bersamaan dengan tubuhnya yang mengejang dan membusur ke atas.

Melihat reaksi Verna, Pak Joko semakin memperdahsyat sodokannya dan semakin ganas meremas dadanya. Aku sendiri merasa akan segera menyusul Verna. Di bawah sana seperti mau meledak rasanya. Dalam waktu yang hampir bersamaan aku dan Verna mencapai klimaks. Tubuh kami mengejang hebat dan cairan kewanitaanku tumpah ke wajah Verna. Erangan kami memenuhi kamar ini membuat Pak Joko semakin liar.

Setelah aku ambruk ke samping, Pak Joko menindih Verna dan mulai menciuminya. Dijilatinya cairan cintaku yang belepotan di sekitar mulut Verna. Tangannya tak henti-hentinya menggerayangi payudara montok itu, seolah-oleh tak ingin lepas darinya.

“Hhmmpphh.. sluurrpp.. cup.. cup..” demikian bunyinya saat mereka bercipokan. Lidah mereka saling membelit dan bermain di rongga mulut masing-masing. Verna tampak sudah terbawa suasana liar. Belum pernah aku melihatnya berciuman se-hot itu, bahkan dengan pacarnya sendiri. Padahal saat itu Verna sudah cukup kelelahan disetubuhi Pak Joko.

Pak Joko cukup pengertian akan kondisi Verna yang mulai kepayahan. Jadi setelah puas berciuman dia membiarkannya memulihkan tenaga dulu.

Kini disambarnya tubuhku, padahal gairahku baru naik setengahnya setelah orgasme barusan. Tubuhku yang dalam posisi tengkurap diangkatnya pada bagian pinggul sehingga menungging. Dia membuka lebar bibir vaginaku dan menyentuhkan kepala penisnya di situ. Benda itu pelan-pelan mendesak masuk ke vaginaku. Aku mendesah sambil meremas-remas sprei menghayati proses pencoblosan itu.

Permainan Pak Joko sungguh membuatku terhanyut, dia memulainya dengan genjotan-genjotan pelan, tapi lama-kelamaan sodokannya terasa makin keras dan kasar sampai tubuhku berguncang dengan hebatnya. Aku meraih tangannya untuk meremasi payudaraku yang berayun-ayun.

Tiba-tiba suara desahan Verna terdengar lagi menjadi sahut-menyahut dengan desahanku. Gila, penjaga vilaku ini mengerjai kami berdua dalam waktu bersamaan. Bedanya aku dikocok dengan penis sedangkan Verna dikocok dengan jari-jarinya. Verna membuka pahanya lebih lebar lagi agar jari-jari Pak Joko bermain lebih leluasa.

“Aduhh.. aahh.. gila Ver.. enak banget!” ceracauku sambil merem-melek.

“Oohh.. terus Pak.. kocok terus,” Verna terus mendesah dan meremas-remas dadanya sendiri. Wajahnya sudah memerah saking terangsangnya.

“Yak.. dikit lagi.. aahh.. Pak.. udah mau,” aku mempercepat iramaku karena merasa sudah hampir klimaks.

Penis itu terasa menyodok semakin dalam bahkan sepertinya menyentuh dasar rahimku. Sebuah rintihan panjang menandai orgasmeku. Tubuhku berkelejotan seperti kesetrum.

Kemudian dia lepaskan penisnya dari vaginaku dan berdiri di ranjang. Disuruhnya Verna berlutut dan mengoral penisnya yang berlumuran cairan cintaku. Verna berlutut mengemut penis basah itu sambil tangan kanannya mengocok vaginanya sendiri yang tanggung belum tuntas.

Aku bangkit perlahan dan ikut bergabung dengan Verna menikmati penis Pak Joko. Verna mengemut batangnya, aku mengemut buah zakarnya, kami saling berbagi menikmati ‘sosis’ itu.

Di tengah kulumannya mendadak Verna merintih tertahan, tubuhnya seperti menggigil. Kulihat ke bawah ternyata dari vaginanya mengucur cairan bening hasil masturbasinya sendiri.

“Neng Citra.. Neng Verna.. bapak juga.. mau keluar.. eerrhh…” geramnya.

Beberapa detik kemudian, Pak Joko mencabut penisnya dari mulutku lalu mengerang panjang. Cairan kental berbau khas memancar dengan derasnya membasahi wajah kami. Kami berebutan menelan cairan itu. Penis itu kupompa dalam genggamanku agar semuanya keluar. Nampak pemiliknya mendesah-desah dan kelabakan.

“Sabar, sabar dong neng, bisa putus kontol bapak kalo rebutan gini,” katanya terbata-bata.

Setelah tidak ada yang keluar lagi Verna menjilati sisanya di wajahku, demikian pula sebaliknya. Mereka berdua akhirnya ambruk kecapaian. Wajah Pak Joko jatuh tepat di dada Verna.

Saat mereka ambruk, sebaliknya gairahku mulai timbul lagi. Maka kutinggalkan mereka tidur berpelukan untuk melihat keadaan Indah dan Taryo.

Aku tiba di kolam melihat Taryo sedang menggarap tubuh mungil Indah. Di daerah dangkal Indah dalam posisi berpegangan pada tangga kolam, Taryo dari bawahnya juga dalam posisi berdiri sedang asyik menggenjot penisnya pada vagina Indah. Kedua payudara Indah bergoyang naik turun seirama goyang tubuhnya. Pasti adegan ini membuat para cowok di kampusku sirik pada Taryo yang buruk rupa tapi bisa ngentot dengan gadis seimut itu.

“Belum selesai juga lu orang, udah berapa ronde nih?” sapaku.

“Edan Ci.. gua sampe klimaks tiga kali.. aahh!” desah Indah tak karuan.

“Neng.. temennya enak banget. Udah cantik, memeknya seret lagi,” komentar Taryo sambil terus menggenjot.

Indah tak kuasa menahan rintihannya setiap Taryo menusukkan penisnya, tubuhnya bergetar hebat akibat tarikan dan dorongan penis penjaga vila itu pada kemaluannya. Kepala Taryo menyelinap lewat ketiak sebelah kirinya lalu mulutnya mencaplok buah dadanya. Pinggul Indah naik turun berkali kali mengikuti gerakan Taryo.

Jeritannya makin menjadi-jadi hingga akhirnya satu lenguhan panjang membuatnya terlarut dalam orgasme. Beberapa saat tubuhnya menegang sebelum akhirnya terkulai lemas di tangga kolam. Setelah menaklukkan Indah, Taryo memanggilku yang sedang mengelus-ngelus kemaluanku sendiri menonton adegan mereka.

“Sini neng, mendingan dipuasin pake kontol saya aja daripada ngocok sendiri,” teriak Taryo yang tampaknya belum mencapai klimaks.

Aku pun turun ke air yang merendam sebatas lutut kami. Disambutnya aku dengan pelukannya. Tangannya mengelusi punggungku terus turun hingga meremas bongkahan pantatku. Sementara tanganku juga turun meraih kemaluannya.

“Gila nih kontol, masih keras juga..udah keluar berapa kali tadi?” tanyaku waktu menggenggam batangnya yang masih ‘lapar’ itu.

“Baru sekali tadi.. abis saya masih nungguin neng sih,” godanya sambil nyengir.

Aku pun mencubit tangannya gemas sambil tersipu. Indah yang masih kecapaian tersenyum melihat kemesraanku dengan penjaga vila yang hancur mukanya itu.

Kemudian diangkatnya badanku dengan posisi kakiku dipinggangnya, aku melingkarkan tangan pada lehernya agar tidak jatuh. Diletakkannya aku pada lantai di tepi kolam, di sebelah Indah yang terkapar. Dia merapatkan badannya di antara kedua kakiku yang tergantung.

Dia mulai menciumiku mulai dari telinga. Lidah itu menelusuri belakang telingaku juga bermain-main di lubangnya. Dengusan nafas dan lidahnya membuatku merasa geli dan menggeliat-geliat. Mulutnya berpindah melumat bibirku dengan ganas, lidahnya menyapu langit-langit mulutku, kurespon dengan mengulum lidahnya.

Tanganku meraba-raba kebawah mencari kemaluannya karena birahiku telah demikian tingginya, tak sabar lagi untuk dientot. Ketika kuraih benda itu kutuntun memasuki kemaluanku. Tangan kanan Taryo ikut menuntun senjatanya menembaki sasaran. Saat kepala penisnya menyentuh bibir kemaluanku, dia menekannya ke dalam. Mulutku menggumam tertahan karena sedang berciuman dengannya. Ciuman kami baru terlepas disertai jeritan kecil ketika Taryo menghentakkan pinggulnya hingga penisnya tertanam semua dalam vaginaku.

Pinggulnya bergerak cepat diantara kedua pahaku sementara mulutnya mencupangi pundak dan leher jenjangku. Aku hanya bisa menengadahkan kepala menatap langit dan mendesah sejadi-jadinya.

Kalau dibandingkan dengan Pak Joko, memang sodokan Taryo lebih mantap selain karena usianya masih 30-an, badannya juga lebih berisi daripada Pak Joko yang tinggi kurus seperti Datuk Maringgih itu.

Di tengah badai kenikmatan itu sekonyong-konyong aku melihat sesuatu yang bergerak-gerak di jendela kamarku. Kufokuskan pandanganku dan astaga.. ternyata si Verna. Dia sedang disetubuhi dari belakang dengan posisi menghadap jendela, tubuhnya terlonjak-lonjak dan terdorong ke depan sampai payudaranya menempel pada kaca jendela, mulutnya tampak mengap-mengap atau terkadang meringis. Sungguh suatu pemandangan yang erotis.

Adegan itu ditambah serangan Taryo yang makin gencar membuatku makin tak terkontrol. Pelukanku semakin erat sehingga dadaku tertekan di dadanya. Kedua kakiku menggelepar-gelepar menepuk permukaan air. Aku merasa detik-detik orgasme sudah dekat, maka kuberitahu dia tentang hal ini dengan berbisik di telinganya. Taryo memintaku bertahan sebentar lagi karena dia juga sudah mau keluar.

Susah payah aku bertahan supaya kami bisa klimaks bersama. Setelah kurasakan ada cairan hangat menyemprot di rahimku, akupun melepas sesuatu yang dari tadi ditahan-tahan. Perasaan itu mengalir dengan deras di sekujur tubuhku. Otot-ototku mengejang. Tak terasa kukuku menggores punggungnya.

Beberapa detik kemudian badanku terkulai lemas seolah mati rasa. Begitu juga Taryo yang jatuh bersandar di pinggir kolam. Aku berbaring di pinggir kolam di atas lantai marmer, kedua payudaraku nampak bergerak naik turun seiring desah nafasku. Kugerakkan mataku, di jendela Verna dan Pak Joko sudah tak nampak lagi. Di sisi lain Indah yang sudah pulih merendam dirinya di air dangkal untuk membasuh tubuhnya.

Kami beristirahat sebentar, bahkan beberapa di antara kami tertidur.

Pesta dimulai lagi sekitar pukul 8 malam setelah makan. Kami mengadakan permainan gila, ceritanya kami bertiga bermain poker dengan taruhan yang kalah paling awal harus rela dikeroyok kedua penjaga villa itu dan diabadikan dalam video klip dengan HP Nokia model terbaru milik Verna. Filenya akan disimpan dalam komputer Verna untuk koleksi dan tidak akan boleh dicopy atau dilihat orang lain selain geng kami, mengingat kasus bokep Itenas.

Kami duduk melingkar di ranjang. Pak Joko dan Taryo kusuruh menjauh dan kularang menyentuh siapapun sebelum ada yang kalah. Mereka menunggu hanya dengan memakai kolor, sambil sebentar-sebentar mengocok anunya sendiri.

Aku mulai membagikan kartu dan permainan dimulai. Suasana tegang menyelimuti kami bertiga, sampai akhirnya Indah melempar kartunya yang buruk sambil menepuk jidatnya. Dia kalah.

Kedua orang yang sudah tak sabar menunggu itu segera maju mengeksekusi Indah. Indah sempat berontak tapi berhasil dilumpuhkan mereka dengan dipegangi erat-erat dan digerayangi bagian-bagian sensitifnya.

Taryo menyusupkan tangannya ke kimono Indah meraih payudaranya yang tak memakai apa-apa di baliknya. Pak Joko menyerang dari bawah dengan merentangkan lebar-lebar kedua paha Indah dan langsung membenamkan kepalanya pada kemaluannya yang terawat dan berbulu lebat itu.

Perlakuan ini membuat rontaan Indah terhenti. Kini dia malah mengelus-elus penis Taryo yang menegang sambil memejamkan mata menikmati vaginanya dijilati Pak Joko dan dadanya diremas-remas. Aku melihat lidah Pak Joko menjalar dari belahan bawah hingga puncak kemaluan Indah, lalu disentil-sentilkan pada klistorisnya. Indah tidak tahan lagi, dia merundukkan badan untuk memasukkan penis Taryo ke mulutnya. Benda itu dikulumnya dengan rakus seperti sedang makan es krim.

Tentu saja event menarik itu tidak dilewatkan Verna dengan kamera-HP nya sejak dari awal.

Indah terengah-engah melayani penis super Taryo, sepertinya dia sudah tidak peduli keadaan sekitarnya. Rasa malunya hilang digantikan dengan hasrat yang besar untuk menyelesaikan gairahnya. Dia mempertunjukkan suatu live show yang panas seperti aktris bokep dan Verna sebagai juru kameranya.

Pak Joko yang baru saja melepaskan kolornya menggesek-gesekkan benda itu pada bibir kemaluan Indah, sebagai pemanasan sebelum memasukinya. Kemulusan tubuh Indah terpampang begitu Taryo menarik lepas tali pinggang pada kimononya. Sesosok tubuh yang putih mulus serta terawat baik diantara dua tubuh hitam dan kasar, sungguh perpaduan yang kontras tapi menggairahkan.

Pak Joko mempergencar rangsangannya dengan menciumi batang kakinya mulai dari betis, tumit, hingga jari-jari kakinya. Indah yang sudah kesurupan ‘setan seks’ itu jadi makin gila dengan perlakuan seperti itu.

“Ahh.. awww.. Pak… enak banget.. masukin aja sekarang!” rintihnya manja sambil meraih penis Pak Joko yang masih bergesekan dengan bibir vaginanya.

Pak Joko pun mendorong penis itu membelah kedua belahan kemaluan Indah diiringi desahan nikmat yang memenuhi kamar ini sampai aku dibuat merinding mendengarnya. Aku dan Verna sampai merasa iri dengan Indah saat itu.

Aku mengeluarkan payudara kiriku dari balik kimono dan meremasnya dengan tanganku. Tangan yang satu lagi turun menggesek-gesekkan jariku ke kemaluanku. Verna yang juga sudah horny sesekali mengelus kemaluannya sendiri.

Indah nampak sangat liar. Kemaluannya digenjot dari depan, dan Taryo yang menopang tubuhnya dari belakang meremasi kedua payudaranya serta memencet-mencet putingnya. Rambutnya yang sudah terurai itu disibakkan Taryo, lalu Taryo melumat leher dan pundaknya dengan jilatan dan gigitan ringan. Hal ini menyebabkan Indah tambah menggelinjang dan mempercepat kocokannya pada penis Taryo.

Serangan Pak Joko pada vagina Indah semakin cepat sehingga tubuhnya menggelinjang hebat.

“Aaakhh..aahh!” jerit Indah dengan melengkungkan tubuhnya ke atas.

Indah telah mencapai orgasme hampir bersamaan dengan Pak Joko yang menyemprotkan spermanya di dalam rahimnya. Adegan ini juga direkam oleh Verna, difokuskan terutama pada wajah Indah yang sedang orgasme.

Tanpa memberi istirahat, Taryo menaikkan Indah ke pangkuannya dengan posisi membelakangi. Kembali vagina Indah dikocok oleh penis Taryo. Walaupun masih lemas dia mulai menggoyangkan pantatnya mengikuti kocokan Taryo. Taryo yang merasa keenakan hanya bisa mengerang sambil meremas pantat Indah menikmati pijatan kemaluannya.

Pak Joko mengistirahatkan penisnya sambil menyusu dari kedua payudara Indah secara bergantian. Aku semakin dalam mencucukkan jariku ke dalam vaginaku saking terangsangnya, sampai-sampai cairanku mulai meleleh membasahi selangkangan dan jari-jariku.

Bosan dengan gaya berpangkuan, Taryo berbaring telentang dan membiarkan Indah bergoyang di atas penisnya. Kemudian dia menyuruh Verna naik ke atas wajahnya agar bisa menikmati kemaluannya. Verna yang dari tadi sudah terangsang itu segera melakukan apa yang disuruh tanpa ragu-ragu.

Seluruh wajah Taryo tertutup oleh daster transparan Verna, namun aku masih dapat melihat dia dengan rakusnya melahap kemaluannya sambil menyusupkan tangannya dari bawah daster menuju payudaranya.

Pak Joko yang anunya sudah mulai bangkit lagi menerkamku. Kami berguling-guling sambil berciuman penuh nafsu. Dengan tetap berciuman Pak Joko memasukkan penisnya ke vaginaku. Cairan yang melumuri selangkanganku ditambah dengan cairan cinta verna yang bercampur sperma yang menyelimuti penis Pak Joko melancarkan penetrasinya.

Dengan kecepatan tinggi penisnya keluar masuk dalam vaginaku hingga aku histeris setiap benda itu menghujam keras ke dalam. Aku cuma bisa pasrah di bawah tindihannya membiarkan tangannya menggerayangi payudaraku. Mulutnya pun terus menjilati leherku. Aku masih memakai kimonoku, hanya saja sudah tersingkap kesana kemari.

Aku melihat Taryo masih berasyik-masyuk dengan kedua temanku, hanya kali ini Verna sudah bertukar posisi dengan Indah. Sekarang mereka saling berhadapan, Verna bergoyang naik turun diatas penis Taryo sambil berciuman dengan Indah yang mengangkangi wajah Taryo. Aku bisa melihat bahwa kami bertiga sekarang telah menjadi gadis biseks.

Indah membuka kakinya lebar-lebar sehingga cairannya semakin mengalir. Cairan itu diseruput dengan rakus oleh si Taryo sampai terdengar suara sluurrpp.. sshhrrpp..

Ketika aku sedang menikmati orgasmeku yang hebat, Pak Joko menekan sepenuhnya penis itu ke dalam dan ini membawa efek yang luar biasa padaku dalam menghayati setiap detik klimaks tersebut. Tubuhku menggelinjang dan berteriak tak tentu arah sampai akhirnya melemas kembali.

Pesta gila-gilaan ini berakhir sekitar jam 11 malam. Aku sudah setengah sadar ketika Pak Joko menumpahkan maninya di wajahku, tulang-tulangku serasa berantakan. Indah sudah terkapar lebih dulu dengan tubuh bersimbah peluh dan ceceran sperma di dadanya. Dari pangkal pahanya yang terbuka nampak cairan kewanitaan bercampur sperma yang mengalir bak mata air.

Sebelum tak sadarkan diri aku masih sempat melihat Taryo menyodomi Verna yang masih dalam gaun transparan yang sudah berantakan. Tubuh keduanya sudah mandi keringat. Karena letih dan ngantuk aku pun segera tertidur tanpa kupedulikan jeritan histeris Verna maupun tubuhku yang sudah lengket oleh sperma.

Besok paginya aku terbangun ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi dan aku hanya mendapati Indah yang masih terlelap di sebelah kiriku. Kuguncang tubuh Indah untuk membangunkannya.

“Gimana Dah.. puas semalem?” tanyaku.

“Gila gua dientotin sampe kelenger. Barbar banget tuh dua orang, eh.. omong-omong pada kemana yang lain. Si Verna juga ga ada?”

“Ga tau juga tuh. Gua juga baru bangun, kok. Duh lengket banget… mandi dulu yuk.. udah lengket gini,” ajakku karena merasa tidak nyaman dengan sperma kering terutama di wajahku. Rasanya seperti ada sarang laba-laba menempel di sana.

Baru saja keluar dari kamar, sayup-sayup sudah terdengar suara desahan. Kuikuti asal suara itu yang ternyata dari kamar mandi. Kami berdua segera menuju ke kamar mandi yang pintunya setengah terbuka itu.

Kami tengok ke dalam dan melihat Verna dan kedua penjaga villa itu. Darahku berdesir melihat pemandangan erotis di depan kami. Verna sedang dikerjai oleh mereka di lantai kamar mandi. Taryo sedang enak-enaknya mengocok senjatanya diantara kedua gunung bulat itu, sedangkan Pak Joko berlutut diantara paha jenjang itu sedang menyetubuhinya. Air dan sabun membuat tubuh mereka basah berkilauan.

Kedatangan kami sepertinya tidak terlalu membuat mereka terkejut. Mereka malah menyapa kami sambil terus ‘bekerja’. Sambil mataku tidak terlepas menikmati live show itu, aku berjalan ke arah shower dan membuka kimonoku diikuti Indah dari belakang.

Air hangat mengucur membasuh dan menyegarkan tubuh kami. Kuambil sabun cair dan menggosokkannya ke sekujur tubuh Indah. Demikian juga Indah dia melakukan hal yang sama padaku. Kami saling menyabuni satu sama lain.

Kami saling mengelus bagian tubuh masing-masing. Suatu ketika ketika tanganku sampai ke bawah, iseng-iseng kubelai bibir kemaluannya sekaligus mempermainkan klistorisnya.

“Uuhh.. Ci!” dia menjerit kecil dan mempererat pelukannya padaku sehingga buah dada kami saling berhimpit.

Tangan Indah yang lembut juga mengelusi punggungku lalu mulai turun ke bawah meremas bongkahan pantatku. Darahku pun mengalir makin cepat ditambah lagi adegan panas Verna dengan kedua pria itu membuatku makin naik. Indah mendekatkan wajahnya padaku dan mencium bibirku yang terbuka karena sedang mendesah. Selama beberapa menit bibir kami berpagutan. Kemudian aku memutar badanku membelakangi Indah supaya bisa lebih nyaman menonton Verna.

Aku melihat wajah horny Verna yang cantik. Dia meringis dan mengerang menikmati tusukan Pak Joko pada vaginanya, sementara Taryo hampir mencapai orgasmenya. Dia semakin cepat menggesek-gesekkan penisnya diantara gunung kembar itu. Tangannya pun semakin keras mencengkram daging kenyal itu sehingga pemiliknya merintih kesakitan.

Akhirnya menyemprotlah spermanya membasahi dada, leher dan mulut Verna. Mataku tidak berkedip menyaksikan semua itu sambil menikmati belaian Indah pada daerah sensitifku. Dengan tangan kanannya dia memainkan payudaraku, putingnya dipencet dan dipilin hingga makin menegang. Tangan kirinya meraba-raba selangkanganku. Perbuatan Indah yang mengobok-obok vaginaku dengan jarinya itu hampir membuatku orgasme. Sungguh sulit dilukiskan dengan kata-kata betapa nikmatnya saat itu.

Aku masih menikmati jari-jari Indah bermain di vaginaku ketika Taryo yang baru menyelesaikan hajatnya dengan Verna berjalan ke arahku, penisnya agak menyusut karena baru orgasme. Jantungku berdetak lebih kencang menunggu apa yang akan terjadi. Tangannya mendarat di payudara kiriku dan meremasnya dengan lembut sambil sesekali memelintirnya. Lalu dia membungkuk dan mengarahkan kepalanya ke payudara kananku yang langsung dikenyotnya. Aku memejamkan mata menghayati suasana itu dan mengeluarkan desahan menggoda.

Lalu aku merasakan kaki kananku diangkat dan sesuatu mendesak masuk ke vaginaku. Sejenak kubuka mataku untuk melihat, dan ternyata yang bertengger di vaginaku bukan lagi tangan Indah tapi penis Taryo yang sudah bangkit lagi.

Dalam hati aku merasa bangga karena setiap selesai menyetubuhi teman-temanku, Taryo selalu tetap mendatangiku. Walaupun penisnya sudah menyusut, saat mendatangiku batang itu akan segera tegak dan mengeras kembali. Seolah aku begitu istimewa baginya.

Kembali aku disetubuhi dalam posisi berdiri sambil digerayangi Indah dari belakang. Tubuhku seolah terbang tinggi. wajahku menengadah dengan mata merem-melek merasakan nikmat yang tak terkira.

Hampir satu jam lamanya kami melakukan orgy di kamar mandi.

Akhirnya setelah mandi bersih-bersih kami bertiga mencari udara segar dengan berjalan-jalan di kompleks sekalian makan siang di sebuah restoran di daerah itu. Setelah makan kami kembali ke vila dan mengepak barang untuk kembali ke Jakarta.

Indah dan Verna keluar dari kamar terlebih dulu meninggalkanku yang masih membereskan bawaanku yang lebih banyak. Cukup lama juga aku di kamar gara-gara sibuk mencari charger HP-ku yang ternyata kutaruh di lemari meja rias.

Waktu aku menuju ke garasi terdengar suara desahan dan ya ampun.. ternyata mereka sedang bermain ‘short time’ sambil menungguku.

Indah yang celana panjang dan dalamnya sudah dipeloroti sedang menungging dengan bersandar pada moncong mobil. Pak Joko menyodokinya dari belakang sambil memegangi payudaranya yang tidak terbuka. Sementara di pintu mobil, Verna berdiri bersandar dengan baju dan rok tersingkap, paha kirinya bertumpu pada bahu Taryo yang berjongkok di bawahnya. Celana dalamnya tidak dibuka, Taryo menjilati kemaluannya hanya dengan menggeser pinggiran celana dalamnya. Tangannya turut bekerja meremasi payudara dan pantatnya.

“Weleh.. weleh.. masih sempat-sempatnya lu orang. Asal jangan kelamaan aja, ntar kejebak macet kita,” kataku sambil geleng-geleng kepala.

“Tenang, neng… Ga usah buru-buru…. Masih pagi, kok…. Ini cuma sebentar aja, kok…” tanggap Pak Joko dengan terengah-engah.

Akhirnya beberapa menit setelah Indah mencapai orgasme, Pak Joko melepas penisnya dan menyuruh Indah meng-oral-nya sampai keluar. Ia lalu memanggilku untuk bergabung dengan Indah menjilatinya. Aku tadinya menolak karena tak ingin make up-ku luntur tapi karena didesak terus oleh Pak Joko dan Indah, akhirnya aku berjongkok di sebelah Indah.

“Tapi kalo keluar lu yang isep ya, Dah. Ntar muka gua luntur,” kataku padanya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala sambil mengulum benda itu.

Sesuai perjanjian tak lama kemudian saat Pak Joko menggeram dan memberi isyarat, cepat-cepat kuberikan penis itu pada Indah yang segera memasukkannya ke dalam mulutnya. Pria itu mendesah panjang sambil menekan penisnya ke mulut Indah. Indah sendiri menyedot sperma dari batang yang memenuhi mulutnya itu. Sepertinya sperma Pak Joko yang keluar tidak banyak lagi, setelah produksinya digenjot terus sejak kemarin, soalnya Indah pun tidak terlalu lama mengisapnya.

“Yuk, cabut. Udah ga haus lagi kan, Dah?” ujar Verna yang sudah merapikan kembali pakaiannya.

Kami naik ke mobil dan kembali ke kota kami dengan kenangan tak terlupakan. Dalam perjalanan kami saling berbagi cerita dan kesan-kesan dari pengalaman kemarin dan membicarakan rencana untuk mengerjai si Ratna yang hari ini absen.

TAMAT

Hukuman Pelatih Tinju

Sebagai perantau dengan berbekal ijazah SMU, ternyata begitu sulit kudapatkan pekerjaan yang layak di Kota Malang ini. Maka sebagai pengisi waktu kosong, aku menyalurkan hobiku bergabung dengan sasana tinju. Lama kucari info tentang sasana tinju di kota kecil ini. Namun semua meminta uang pendaftaran yang jumlahnya tidak sedikit untukku. Pupus sudah anganku untuk menjadi atlit petinju. Karena tidak memiliki keahlian dan pekerjaaan, akhirnya aku larut dalam kehidupan jalanan. Hingga akhirnya Pak Aksan mengajakku ke sasana tinju miliknya “Arema Boxing”.

 Sejak aku ditemukan oleh Pak Aksan, yang juga seorang mantan petinju juga, aku telah mulai di program. Jadwal untuk latihan, tidur, waktu bebas dan jadwal yang lainnya. Berapa jam aku harus lari mengelilingi jalan kompleks sasana. Berapa kali kulakukan pust up, sit up dan olah raga fisik lainnya. Memang cukup berat kujalani ini semua. Namun itu semua tidak sia-sia, karena sejak itu aku mengalami peningkatan secara pasti. Tetapi aku selalu diawasi oleh Pak Aksan secara ketat, sampai aku diajak tinggal bersama keluarga Pak Aksan di rumahnya. Kata pelatihku Pak Aksan, aku adalah salah seorang petinju muda yang berbakat. Beberapa orang di sasana tinju “Arema Boxing” ini bilang bahwa walaupun aku besar di jalanan, aku mempunyai potongan tubuh yang tidak kalah dari orang yang latihan fitness, dengan otot-otot yang tertata rapi di seluruh tubuhku. Selain kulitku yang coklat kemerahan, tubuhku juga besar.

Dengan tubuh yang menjulang setinggi 180 cm, kesan kuat terpancar dari wajah tampanku dimana ketebalan alisku menambah kesan dari mata. Lama kujalani latihan yang cukup berat, hingga kujalani latih tanding dengan petinju yang lain. Cukup penat juga kujalani hari hariku, setiap hari latihan dan latihan dan tanding serta tanding lagi. Hingga kurasakan kejenuhan melandaku. Suatu hari, aku pergi dugem bersama-sama dengan teman-teman lama untuk mengusir rasa jenuh itu. Karena dipengaruhi teman teman minum alkohol, aku tak sadar baru pulang sampai pagi hari. Padahal esoknya ada sebuah pertandingan antar sasana. Karena tubuhku yang kurang istirahat, maka aku kalah dalam pertandingan tersebut.

 Dengan langkah pelan, aku berjalan ke kamar ganti diikuti oleh Pak Aksan dan timnya. Begitu mereka mau masuk ke kamar ganti, Pak Aksan mencegah mereka dan menyuruh mereka pulang terlebih dahulu, karena ada sesuatu yang hendak dibicarakan denganku secara serius. Begitu mereka pulang dan keadaan mulai sepi, Pak Aksan mengunci ruangan tersebut. Aku hanya duduk diam dan memandangi ke arah lantai. Kamar ganti kecil, yang hanyalah berupa sebuah kamar dengan lemari locker di kedua sisinya dan di sisi satunya ada sebuah pancuran mandi dengan sebuah tirai sebagai pembatasnya. Di tenggah kamar tersebut ada sebuah bangku panjang di mana aku sedang duduk di sana dengan tertunduk lesu. Pak Aksan berjalan lurus ke arahku. Ketika sudah berada di depanku, tiba-tiba Pak Aksan menamparku dengan keras, yang membuatku tak ayal jatuh dari tempat duduk. Aku tak mungkin melawan, karena dia pelatihku. Ketika aku memandang kearah Pak Aksan dengan bingung, Pak Aksan malah memandang dengan keji padaku. Tanpa basa-basi Pak Aksan berkata, “Kamu telah mempermalukanku. Tak biasanya kamu begini. Kenapa? Semalam kamu kemana?” Aku hanya terdiam, merasa bersalah. “Seperti janjimu, kau siap dihukum jika kamu melakukan kesalahan. Ayo sekarang berdiri dan tanggalkan pakaian kamu! Kau kuhukum!!!”. Kata-kata tersebut keluar tanpa emosi dari wajah Pak Aksan, yang pada saat itu telah duduk di sebelahku. Tatapan mata Pak Aksan membuat aku sedikit bergetar.

Saat tegang itulah aku mulai bisa mengamati postur tubuh Pak Aksan dengan sebenarnya. Ternyata Pak Aksan mempunyai potongan badan hampir serupa dengan aku, hanya tubuh Pak Aksan sedikit lebih pendek dan kulit yang lebih hitam. Kulit tubuhnya mulai sedikit mengendor karena usianya yang mulai memasuki angka 5, tapi itupun dia masih rajin menjaga kondisi tubuhnya dengan segala macam olah raga. Matanya memang setajam elang dengan hidung yang besar dan kumis yang bersatu dengan jambangnya, menambah kesan sanggarnya. “Kok diam?? Dengar perintahku ga?”Sentak Pak Aksan. Aku terkaget dengan suara menggelegarnya. Pertama-tama aku meletakkan handuk di lantai, tanpa mengalihkan pandangan dari mata Pak Aksan, Aku kemudian mulai membuka sepatu dan kaos kaki. Ketika aku menurunkan celana pendek, kumelihat suatu bara di mata Pak Aksan. Pada saat aku mau melepaskan celana dalam coklat, Pak Aksan menghentikanku dan menyuruhku duduk di sampingnya. Kemudian Pak Aksan yang kini gantian berdiri. Ternyata Pak Aksan yang mulai membuka bajunya.

Dimulai dengan membuka kancing kemejanya satu-persatu, ketika sudah terbuka, dia mulai membuka sepatunya. Kemudian diteruskan dengan membuka ban pinggangnya serta celananya, dan membiarkan celana dalamnya yang masih melekat pada tubuhnya. Aku hanya dapat menatap lekat-lekat, karena bagiku ini adalah pertama kalinya untuk melihat Pak Aksan membuka baju hingga hampir telanjang. Kutatap tubuh Pak Aksan yang polos ini dengan tanpa mengerti apa maksud semuanya ini.. Pak Aksan kemudian meneruskannya dengan menurunkan pakaian yang masih tersisa, yaitu celana dalamnya! Keterkejutanku tampak jelas, karena di depanku kini telah ada sebuah kontol berwarna colat gelap. Kontol itu masih lemas, lalu lambat laun mulai bergerak gerak dan menegang, hingga beberapa menit lamanya telah berdiri dengan kencang. Jembutnya yang tebal dan keriting itu merimbun dari perutnya sampai ke pangkal batang pelernya. Sepasang biji kontol yang besar mengelayut besar, menambah kesan besar.

Dan kedua pahanya pun ditumbuhi bulu-bulu yang tidak kalah banyak. Pelernya yang tegak kearah keatas dan menempel ke perutnya, tergolong besar dengan kepala yang jauh lebih besar dari batangnya, batangnya yang dilingkari oleh urat-urat hijau, kesan besar itu dilengkapi dengan warnanya yang coklat kehitaman. Lalu dengan dua langkah, Pak Aksan sudah berada persis di depan wajahku. Ketika aku berencana mau menjauh, Pak Aksan menjambak rambut ikalku dan mendudukannya kembali. “Bangsat!” serunya “Jangan macam-macam kamu, jangan berani bertingkah apa-apa lagi!” teriak Pak Aksan. Kata-kata makian itu diakhiri dengan sebuah tamparan keras lagi di pipi kananku. Aku kaget dan secara refleks menangkis hingga akan melawan. Tapi tak mungkin ku melawan pelatihku sendiri. Lalu Pak Aksan mendekat dan dengan kekuatan tangan kanannya, Pak Aksan membuka paksa mulutku.

“Buka!!”perintahnya. Ketika sudah terbuka, tangan kirinya yang sudah menggengam batang pelernya, memasukan batang kontol itu ke dalam mulutku dan secara paksa terus menerus menekannya sampai masuk semua di mulutku. Ketika aku mau memundurkan kepalaku dan meronta untuk melepaskan diri, dengan cekatan Pak Aksan menahan kepalaku. “Jangan macam-macam”,bisiknya. Lalu kembali kontol mengeras itu dijejalkan ke mulutku lagi. Dan desahan pun keluar dari mulut Pak Aksan, ketika kontolnya masuk seluruhnya ke mulutku. Dan ketika aku menggunakan kedua tangganku untuk mendorong tubuh Pak Aksan, tanpa berpikir Pak Aksan menamparku untuk yang ketiga kalinya.

 “Bajingan! Jangan banyak tingkah kamu. Atau kamu aku buang lagi di jalanan, biar menjadi gembel kamu!” begitu kata-kata itu selesai diucapkan, Pak Aksan mulai memaju mundurkan kepalaku bagai sebuah mainan. Dan aku pun memejamkan mataku untuk mengalihkan perhatian di mana aku kini tidak lagi melawan tapi mulai mengikuti irama gerakan Pak Aksan, agar tidak tersedak karena batang peler yang keluar masuk kerongkonganku. Tiba-tiba Pak Aksan memajukan kepalaku dan meraung. Tangannya dengan cekatan memegangi batang kontolnya. Lalu dengan kocokan dan diselingi dengan memasukkan kembali ke mulutku. Lama dia mengocok kocok batang pelernya, lalu berhenti untuk kemudian memasukkan lagi ke dalam mulutku.

Setelah sekian lama, pak Aksan mendesis desis saat dia membenamkan seluruh batang pelernya ke mulutku. Sekilas tubuh Pak Aksan bergetar dan menegang. Lalu sesuatu berkedut kedut kurasakan di saluran kontol Pak Aksan. Tanpa peringatan, peju Pak Aksan mulai mengisi rongga mulutku. Belum pulih kekagetanku, Pak Aksan mencabut pelernya dan menyemprotkan sisa pejunya ke arah mukaku. Beberapa semprotan mengenai mukaku, hidungku, bahkan mataku. Sperma hangat itu begitu banyaknya, hingga seluruh wajahku terasa enuh oleh cairan hangat itu. Begitu tiada lagi yang keluar, Pak Aksan tertawa lirih dengan masih memegang pelernya di tangan kirinya dan wajahku di tanggan kanannya. Aku memandang kearah wajah Pak Aksan yang sedang terpejam. Ketika Pak Aksan membuka matanya, Aku sedang mencoba membersihkan muka dan badanku. Dan ketika melihat hal tersebut, Pak Aksan mencengkram tanganku dan menurunkannya. Kemudian Pak Aksan perlahan mulai mengelus wajahku dengan kedua tangannya.

 Kemudian Pak Aksan menarikku berdiri. Ketika kami berhadap-hadapan, Pak Aksan mulai membelai seluruh tubuhku dari dada ke perutku yang rata itu. Perlahan aku menutup mataku dan mendesah kecil. Kini hampir seluruh badanku berbau peju Pak Aksan yang merata. Secara cepat, tiba-tiba Pak Aksan berada di belakangku dan menempelkan tubuhnya di belakang badanku. Aku membuka mata ketika ku merasakan kontol Pak Aksan yang telah melemas itu, mulai digesek-gesekan di sela-sela pantatku. Tanpa ragu lagi Pak Aksan memegang kontolku yang masih berada di celana dalamku. Kontolku perlahan mulai menjadi keras, bahkan celana dalamku telah basah oleh air precumku sendiri. Pak Aksan yang memainkan kontolku dari balik celanaku mulai menarik turun celana dalam tersebut tanpa berkata apa-apa. Ketika aku berusaha untuk mencegahnya dan memegang celana dalamku sendiri, Pak Aksan mulai menjilati dan menghisap leherku, yang menghasilkan celana dalam itu turun dengan sendirinya.

 Pak Aksan sendiri sering melihat aku telanjang, namun kini kontolku sangat menarik untuk dilihat dari atas. Meski pendek, tapi sangat besar lingkarannya ditambah kepalanya yang bundar. Kontolku berwarna coklat tua dan kedua bijinya yang berwarna hitam. Jembutku sangat sedikit dan membentuk secara alami garis lurus keatas. Selain jembut itu, tidak ada lagi bulu-bulu lainnya di tubuhku. Dengan kuat Pak Aksan mendorong tubuhku ke arah locker. Ketika aku menahan tubuhku agar tidak membentur loker dengan kedua tangganku, Pak Aksan menarik kedua kakiku agar terbuka dan membentuk posisi yang dikehendakinya. Dengan takut-takut aku membalikkan wajah ke belakang untuk melihat apa yang dilakukan oleh Pak Aksan. Pak Aksan membuka tas dan mengambil salep yang biasa dipakaikan ke tubuhku setelah bertanding. Secara cepat Pak Aksan mengoleskan salep itu ke jari-jarinya, kemudian mengarahkan jari-jarinya ke daerah sekitar anusku secara perlahan-lahan. Aku merasakan tubuhku melemas ketika jari-jari Pak Aksan mulai bermain-main dengan lubang pembuanganku.

 Tiba-tiba dua jari Pak Aksan menerobos masuk lubang anusku. Spontan aku menjerit dan menyuruh Pak Aksan untuk menghentikannya., tapi Pak Aksan terus saja memasukkan jarinya sampai kepangkalnya. Ketika pada akhirnya Pak Aksan menarik kedua jarinya, Aku mendesah penuh kelegaan. Tapi tanpa pemberitahuaan, Pak Aksan kembali memasukkan sesuatu ke dalam lubang anusku, yang membuatku berteriak histeris. Rupanya batang kontolnya yang belum sepenuhnya menegang itu, berusaha dimasukkan ke lubang anusku. Pertama-tama Pak Aksan memasukkan kepala kontolnya dan mendiamkannya ketika aku menjerit. Kemudian tanpa ragu-ragu Pak Aksan langsung memasukkan lagi batang kontolnya ke lubang anusku sampai ke pangkal-pangkalnya dengan perlahan lahan didorong dan dibantu tangannya. Agak aneh juga, batang kontol yang baru saja menyemburkan sperma itu bisa menegang lagi, walaupun tidak tegang penuh. Aku kembali menjerit dan membuat usaha menjauhkan pantatku dari badan Pak Aksan. Tapi gerakan tangan Pak Aksan lebih cepat dan menangkap pinggangku sebelum menjauh. Aku masih berteriak ketika merasakan lubang anusku yang terasa dibelah oleh kontol Pak Aksan yang saat itu kurasakan sangat besar. Pak Aksan masih membenamkan kontolnya di lubang duburku, sampai aku berhenti berteriak. Ketika aku sudah berhenti, dia mulai menarik kontolnya sampai kepala kontolnya lalu langsung dihujamkan kembali masuk lagi sampai aku menjerit karena terkejut.

Awalnya kurasakan keterkejutan akrena hentakan itu, namun lama lama kurasakan ada sensasi nikmat dari hunjaman dan sodokan kontol Pak Aksan itu. Untuk mengimbangi Pak Aksan, aku menarik nafas ketika Pak Aksan menarik kontolnya dan membuang nafas ketika kontol itu dihujamkan kembali ke duburnya. Perasaan penuh di anusku itu mulai tergantikan dengan perasaan nikmat ketika kontol itu bersarang di dalam lubang anusku. Jembut Pak Aksan yang lebat terasa menggelitik ketika bersentuhan dengan pantatku. Dorongan dari Pak Aksan ke aku yang menungging membuat aku harus terus bertahan dengan kedua tangganku pada loker agar tidak jatuh. Tanggan Pak Aksan yang masih memegang pinggangku, perlahan-lahan dilepaskan. Bahkan tanggan kanannya mulai merayap ke puting kananku. Setelah beberapa saat, tanggan kanannya mulai merayap ke kontolku yang ternyata telah menegang lagi. Tanpa kata-kata lagi, Pak Aksan meremas kontolku tanpa henti, dengan masih terus memaju mundurkan kontolnya sendiri di lubang anusku.

 Ketika Pak Aksan menghentikan remasannya ke kontolku, Pak Aksan kembali memegang pinggangku. Denggan satu hentakan, Pak Aksan memasukkan seluruh kontolnya ke lubang duburku sedalam mungkin. Aku merasakan nikmat yang begitu hebat, saat urat urat kontol besar itu bergesekan dengan dinding anusku. Lalu kurasakan tubuh Pak Aksan menegang dan bergetar hebat, seakan mencapai puncak birahinya. Lalu kurasakan muncratlah peju Pak Aksan ke dalam lubang duburku dengan derasnya. Ketika sudah selesai, Pak Aksan menjatuhkan tubuhnya ke punggungku yang sedang bernafas dengan kencang. Tanpa disadari, peju Pak Aksan mulai meleleh keluar dan mengalir menuruni pahaku.

 Beberapa saat kemudian Pak Aksan menarik kontolnya yang sudah lemas keluar dan mengakibatkan pejunya mengalir lebih banyak lagi di paha Aku. Kemudian Pak Aksan terduduk di lantai dengan kedua belah kaki yang terbuka lebar dan menyadarkan tubuhnya ke bangku panjang. Pada saat Aku membalikkan badannya, Pak Aksan sedang memainkan kontolnya yang merah itu, dan Aku pun jatuh ke lantai dengan tubuh yang berkeringat dan peju yang masih menggalir keluar dari lubang anusku. Ketika Pak Aksan mengganggukkan kepala, Aku langsung mengocok kontolku dengan cepat tanpa mengalihkan matanya dari mata Pak Aksan. Lelehan sperma Pak Aksan kujadikan pelumas untuk menambah nikmat kocokan pada kontolku. Lalu terbersit niatanku untuk juga merasakan lubang anus Pak Aksan. Aku juga ingin tau rasanya menyodomi pria kekar. Lalu kuangkat kaki Pak Aksan, hingga pantatnya terangkat. Kini lubang anus Pak Aksan terlihat jelas di depanku. Lubang berwarna kecoklatan dengan kerutan agak kemerahan dihiasi sedikit bulu bulu. Segera kutempelkan kontolku yang sangat ngaceng dan telah terlumuri sperma Pak Aksan itu.

Kupandangi wajah Pak Aksan, dan dia malah tersenyum ke arahku diikuti anggukan kepalanya. Dia membuat kondisi serileks mungkin agar aku dapat leluasa memasuki lubang anusnya. Kucoba lagi mendorong kepala kontolku. Kurasakan lubang sempit itu masih menutup keras saat kudorong kontolku masuk. Dengan sekuat tenaga aku mendorong kontolku, dengan diikuti aksi mengejan dari Pak Aksan. Aku terus berusaha dengan penuh nafsu agar kontolku dapat menembus lubang itu. Namun dorongan dari kantung prostatku seakan mau meledak, diikuti getaran hebat pada sekujur tubuhku. Rupanya aku ga kuat menahan gejolak nafsu saat akan melakukan aksi sodomi yang pertama kalinya pada pelatihku sendiri. Aku berteriak terkejut karena tiba tiba kontolku memuncratkan peju ke wajah dan tubuh Pak Aksan. Semprotannya begitu banyak, hingga membasahi seluruh dada Pak Aksan. Ketika tiada lagi yang keluar, perlahan aku menjatuhkan tubuhku ke lantai sambil masih mempermainkan kontolku lagi. Oh…sebuah pengalaman seks yang berbeda dan baru kualami seumur hidupku

Pinoy is Great

A brief diversion from the regular J-guy fare, this mega-post pays tribute to a December tradition in the Philippines. The Oblation Run, sees university students strip off and streak through the streets and campus. I think this is definitely something that Japanese university students should consider doing... what a great way to draw attentiuon to your economic concerns....

sumber asli : http://nakedtokyo.blogspot.com/2009/12/pinoy-special-oblation-run.html
















































Begini nih kalau ama CEWEK !







Saat-saat Pendekatan... 

 
 
 









 On our First date, wow.... 
 
 
 
 berantem, soalnya udah mulai bosen... 
 
 
 
 
Udah kawin, kaga' bisa kasih duit....




Paling Populer Selama Ini