6/27/2011

Akhir dari Segalanya

Sebut saja namaku Dian Prasetyo, umurku sekarang ini lebih kurang 23 tahun. Aku di lahirkan di kota Jambi, tanggal 28 desember 1980. Aku anak 1 (pertama) dari 3 bersaudara yaitu adikku yang kedua laki laki sedangkan adikku yang paling kecil perempuan. Banyak perbedaan sifat dan karakter di antara kami bertiga. Aku sendiri orangnya sangat kalem dan cendrung berdiam diri sehingga banyak teman temanku yang mengatakan susah untuk berkomunikasi dengan saya. Sedangkan adikku yang kedua orangnya pemalu dan bertindak sangat tegas dalam sesuatu hal, nah adikku yang cewek banyak orang bilang seperti burung nuri karena tak mulutnya selalu berkicau dan sangat ramah kepada siapapu sehingga banyak orang yang senang dan gemas melihatnya.

Jujur saja kukatakan kalau aku itu adalah seorang gay dengan kata lain suka melakukan hubungan sex dengan sesama jenis baik itu laki-laki(straight), gay maupun bisex. Tetapi itu semua berawal dari keluarga kami yang tidak harmonis dengan kata lain Broken home. Sejak aku duduk di bangku kelas 1 SD, orangtuaku cerai. Bapakku sendiri pergi entah ke mana seolah olah hilang ditelan bumi, dan Ibuku menikah dengan pria lain. Sejak saat itulah terpaksa kami harus diasuh oleh nenek kami. Begitu susahnya kehidupan ekonomi kami saat itu, karena nenekku yang kesehariannya cuman pedagang nasi kecil kecilan, dan berkebun seadanya saja, terpaksa harus menanggung beban hidup kami bertiga, rasanya saat itu aku menyesal kenapa saya harus di lahirkan ke dunia ini kalau harus menderita hidup. Kami tetap sabar dan berusaha dan berjuang untuk hidup sehingga akupun sampai di kelas 3 SLTP. Saat itu pulalah aku baru menyadari tentang jati diriku maksudnya pertama kali aku melakukan sex dengan bapak guruku sendiri yang kebetulan punya kelainan sex.

Bapak guruku itu orangnya sangat baik dan sangat perhatian sama saya sebut saja namanya Pak Ak, Pak Ak yang kesehariannya mengajarkan bidang study bahasa Indonesia yang sekaligus wali kelas kami kelas 3. Wajahnya yang kebapakan, meskipun usianya yang sudah hampir baya tetapi badannya masih tetap segar dan boleh di katakana atletis. Senyumannya yang manis di tambah lagi dengan wajahnya yang ganteng kadang kadang membuat birahiku kadang kadang naik di saat dia sedang mengajar di depan kelas, di tandai dengan penisku sering ngaceng cuman semua itu kupendam dan kusimpan dan di malam harinya barulah kutumpahkan segalanya dengan ngebayangin Pak Ak ada di sisiku sambil aku melakukan onani. Entah firasat darimana dan aku juga bingung apakah gerak gerikku sudah tercium oleh Pak Ak sendiri sehingga rasanya setiap hari kami semakin dekat saja, sampai.. KejaDian itupun terjadi.

Awal dari kejaDian itu adalah di saat aku berada di kantin dan ternyata cuman kami berdua saja yaitu aku dan Pak Ak sendiri. Bahkan secara tak sengaja sampai ke obrolan yang sangat pribadi. Yaitu tentang pribadi saya dan juga Pak Ak.

"Jadi sekarang ini di rumah sendirian donk," tanyaku!

"Iya Dian, bapak sangat kesepian sekali semenjak istri bapak meninggal sekitar 2 tahun yang lalu."

Dan akupun mulai bicara tentang diriku kepada Ak, "Begitu juga Dian pak, Dian sangat kesepian, dan merasa kekurangan kasih sayang karena sejak kecil Dian tidak kenal dengan wajah bapak Dian sendiri, belom lagi dengan Ibuku yang seolah olah lepas dari tanggung jawabnya dan kamipun di asuh oleh nenekku dengan penuh perjuangan.

"Jadi kita punya nasib yang sama yah Dian?" Tanya Pak Ak lagi dan kubalas dengan sebuah senyuman, Pak Akpun tersenyum kepadaku. Dengan senyumannya yang manis. Dan belpun berbunyi menandakan kalau kami sudah masuk kelas dan mengakhiri perbincangan kami berdua.

Hari hariku selalu bersama Pak Ak, dan cuman dialah orang yang paling dekat dengan aku saat itu, begitu juga dengan Pak Ak, dia sangat senang kepadaku dan pernah mengatakan kepadaku dia ingin terus ngobrol denganku tentang apa aja, bahkan dia kepingin lebih dekat lagi denganku, karena aku itu orangnya sangat pendiam ditambah lagi dengan wajahku yang lugu dan kalem sehingga menambah point tersendiri kepadanya sehingga hal itu enggak akan membuat orang curiga tentang kami. Makanya meskipun sebenarnya aku otakku yang enggak terlalu pintar, tetapi nilaiku selalu bagus dan aku selalu meraih rangking 1 di kelas tentunya dengan bantuan Pak Ak karena kedekatanku dengannya dan kerja sama yang baik di antara kami berdua. Dan sudah barang tentu kalau hal itupun kumanfaatkan dan mengambil keuntungan dari dia.

Secara diam diam akupun ingin memanfaatkan suasana ini. Aku ingin suatu saat nanti Pak Ak bertekuk lutut di hadapanku sehingga apa yang kuminta dari dia harus ada, bukan cuman nilai yang kudapatkan, kasih sayang, harta, bahkan aku ingin mereguk kasih sayang darinya karena aku adalah orang yang benar benar kekurangan kasih sayang. Siang malam aku terus memikirkan misi itu, dan bagaimana caranya supaya aku bisa berhasil nanti. Ternyata ide cemerlang itupun datang bahkan dari Pak Ak sendiri, yaitu Pak secara tiba tiba Pak Ak mengundangku datang ke rumahnya untuk membantu membersihkan pekarangan rumahnya. Sudah barang tentu kuterima dengan senang hati apalagi dia memang menjanjikan memberikan upah kepadaku, jadi saya enggak usah terlalu repot repot untuk mencari uang lagi seperti biasa saya lakukan sehabis pulang sekolah saya harus mencari uang tambahan dengan cara mojok mojok di luaran. Sementara adik adikku sibuk membantu nenekku berjualan nasi di rumahnya. Dengan rasa bahagia kudekati Pak Ak.

"Pak memangnya Dian nanti jam berapa ke rumah bapak"

"Yah.. Terserah Dian aja." sahut Pak Ak!

"Sehabis pulang sekolaHPun saya siap ke sana sama sama bapak," jawabku dengan semangatnya.

"Oklah!" kata Pak Ak.

Dan akupun tersenyum tetapi yang ada di pikiranku saat itu adalah (kamu akan tahu siapa Dian yang sebenarnya dan akupun ingin tahu apakah kamu itu sakit juga seperti saya). Akhirnya kamipun pulang ke rumah Pak Ak sama sama.

Dan kamipun sampai ke rumah Ak yang memang enggak terlalu jauh dari sekolah kami, rumahnya memang sederhana dengan rumput yang sudah lumayan memblukar. Sampai di dalam rumah akupun di persilak duduk di sofanya dan Pak Ak pun bergegas ke dapur untuk mengambil minuman karena siang siang begini memang terasa haus sekali. Setelah selasai minum kami berduapun melanjutkan makan siang bersama karena memang selama ini kami sudah dekat jadi aku itu enggak ngerasa canggung lagi di rumahnya Pak Ak. Dan Pak Akpun bisa memahami itu. Saat makan siang Pak Akpun menanyakan sesuatu kepadaku.

"Memangnya nanti kamu enggak dicariin nanti kenapa enggak langsung pulang ke rumah." Tanya Pak Ak.!

"Oh.. enggak pa pa kok Pak sudah biasa," jawabku dengan tegas!

Karena memang aku sudah tidak perduli lagi dengan sesuatu yang jelas aku itu harus bisa mendapatkannya hari ini terbesit di benakku. Enggak terasa ternyata pekerjaan itupun selesai hanya dalam beberapa jam saja dan sudah menunjukkan jam 06.00 sore, dan kami pun masuk lagi ke dalam rumah untuk beristirahat dan mandi. Selesai mandi kami pun kembali duduk duduk di sofa untuk istirahat sejenak sambil mimun teh. Suasana di dalam rumah itu memang terasa sepi karena Pak Ak sendirilah yang ada di sana, karena istrinya sudah meninggal sementara dia cuman punya anak laki laki satu dan sekarang sudah kuliah di kota. Dan kadang kadang saja anak Pak Ak itu pulang ke rumahnya untuk mengambil biaya sekolahnya.

Kusandarkan pundakku di sofanya Pak Ak yang empuk itu sambil melirik lirik Pak Ak, Sedagkan Pak Ak nya sendiri kelihatannya masih sedikit capek sambil mengisap rokok di hadapanku.

"Capek ya pak," tanyaku!

"Yah lumayanlah Dian" jawab Pak Ak lagi! Terbukti dari tangan Pak Aku yang dari tadi terus terus mengurut pundaknya dan kakinya karena mungkin terasa pegal pegal. Akhirnya otakkupun encer saat itu karena aku enggak ingin berlama lama lagi dan aku ingin secepatnya terbang dengan Pak Ak, jadi sengajapun ku cari jalan untuk memancing arah pembicaraan yang menjurus ke arah itu.

"Capek capek begini enaknya ngapain yah pak?" tanyaku kepada ak! Dan Pak Akpun melirikku dengan tatapan mata yang penuh arti, seolah olah Pak Akupun sudah paham akan sesuatunya.

"Menurut Dian sendiri apa?" Tanya Pak Ak lagi.

"Apa yah??" tanyaku dengan suara yang sedikit manja sambil tersenyum manis ke arahnya.

Secara tak sengaja pandangan matakupun beralih ke sesuatu hal yakni aku melihat Pak Ak sedang meraba raba kontolnya dengan sangat lembutnya. Mataku hampir saja melotot melihatnya dan nafaskupun sedikit sesak seolah olah aku merasakan sesuatu bisikan, agar aku bisa menggantikan Pak Ak dengan tanganku sendiri untuk meraba raba benda yang ada di dalam celananya itu. Secara spontan kujawab sendiri pertanyaanku tadi.

"Kalau bagi Dian sih pak, capek-cepek gini enaknya urut-urutan aja pak," pintaku seketika.!

"Boleh" kata Pak Ak, "Bapakpun kepingin ngerasain pijatanmu Dian" sahut Pak Ak.

Selang beberapa saat Pak Ak pun datang menghampiri aku dan kamipun mengambil posisi yaitu Pak Ak duduk di hadapanku ke arah depan dan akupun sambil duduk di sofa sedangkan Pak Ak duduk lantai yang memang di alasi karpet berwarna merah. Terus tanganpun memulainya, di awali dengan sentuhan sentuhan di punggungnya. Padahal sebenarnya aku itu enggak ada ilmu untuk memijit orang tetapi itu demi sebuah misi untuk mendapatkan hati Pak Ak sepenuhnya. Terserah apakah Pak Ak tahu atau enggak apakah aku cukup professional atau tidak di bidang pijat memijat, yang jelas malahan Pak Ak tetap memujiku dengan kata kata.. Enak sekali Dian.. Enak sekali.. Betapa lembutnya tanganmu.. Dan terus menerus..

Akhirnya akupun sudah tak tahan dengan kondisi tubuhku saat itu yang sudah mulai horny.. Di tandai dengan kontolku yang dari tadi sudah naik turun menempel di punggungnya Pak Ak, bahkan secara tak sengaja kontolku kugesek gesekkan di punggungnya Pak Ak. Tiba tiba Pak Ak menyuruhku membuka bajunya, katanya panas dan memang tubuh Pak Akpun sudah mulai keringatan, akupun membuka baju Pak Ak. Astaga..!! ya ampun..!! ternyata tubuh Pak Ak sangat bagus dan kekar di dadanya ada bulu bulu halus yang membuatku semakin terangsang. Matakupun tak bosan bosannya memandang tubuhnya yang sexy itu, tangannya yang berotot dan berbulu halus menambah ke sexy annya.

Kontolkupun naik turun dan bergerak gerak ke sana ke mari seolah olah ingin meronta ronta. Sesekali kutahan nafas birahi itu, agar suasana tetap hangat. Sekarang jari jarikupun sudah tak beraturan lagi malahan semakin liar menggerayangi tubuh Pak Ak, belom lagi aroma tubuhnya yang maskulin menambah darahku semakin berdesir kencang.

"Dian rasanya ada sesuatu yang mengganjal di punggung bapak, apa itu?" Tanya Pak Ak seketika!

Akupun tersentak seketika dari kebisuanku dan menjawabnya, "Ular, pak!" candaku.

"Wah ternyata selama ini kamu pintar juga yah bercanda Dian?" kata Pak Ak lagi!

"Memang kenapa pak?"

"Enggak soalnya selama bapak lihat kamu itu orangnya sangat lugu dan pendiam," kata Pak Ak dengan nakalnya.

"Jadi ularmu kok begerak gerak terus?" kata Pak Ak lagi.

"Enggak tahu.." Jawabku dengan manja.

"Memangnya kenapa pak?" aku balik bertanya.

Pak Ak pun tersenyum dan memandangiku begitu juga aku, memandangnya dengan hati yang bergetar geter. Pak Ak pun menjawabnya.

"Ingin lihat aja Dian".

"Ehmm.. Ternyata bapak suka nengok ular yah?" candaku lagi.

"Ii.. Iiya.. Dian, Dian sendiri bagaimana? Suka enggak!"

"Tentu donk" jawabku.

Ternyata rahasia di antara kami berdua pun sudah terungkap jelas, yaitu kami sama sama sakit, sama sama suka ular alias kontol. Pak Ak pun tiba tiba meraba raba kontolku dan memandangiku dengan tajam.

"Ya sudahlah Dian itu rahasia kita berdua aja ya? dan Bapak akan sayang sama kamu."

"Benar, pak!!"

"Yupp," kata Pak Ak, "Bahkan rasa sayangku lebih dari segala galanya kalau kamu enggak menyakiti aku, karena aku sudah lama menginginkanmu Dian, dan bapak selama ini merasa kesepian, dan bapak kepingin bersama kamu terus untuk menenemaniku, boleh kan?"

"Dengan senang hati sayang..!" seketika kupanggil dia kata kata sayang dan bukan bapak lagi. Dan dia pun tersenyum tetapi tangannya terus menerus meraba raba kontolku.

Tiba tiba Pak Ak membuka celananya termasuk CD nya yang berwajah putih itu, jadilah Pak Ak telanjang bulat di hadapanku.

"Lihatlah ular bapak ini Dian, dia juga sangat ke sepenian dan rindu di sayang sayang, apakah kamu suka Dian?"

Kupandangi kontolnya dengan perlahan lahan, dan sesekali kudekatkan bibirku di telinganya dan menghembuskan nafas-nafas asmara yang semakin membara. Seketika kamipun hanyut dalam kebisuan, dan entah apa yang ada di dalam hati Pak Ak, dan begitu juga dengan aku, apalagi ini adalah pengalamanku yang pertama membuatku kehilangan akal tak karuan, jantungnya berdetak detak kencang nafasku semakin memburu, begitu juga dengan Pak Ak, bibirnya menempererat di perutku dan wajahnya bersandar pahaku, begitu juga dengan keadaan kontolku yang sudah keras tadi sementara mataku masih tetap asyik memandangi kontol Pak Ak yang lagi berdiri, tegang dan begitu gagah, besar, panjang, dan di batangnya terdapat urat-urat yang menonjol menambah kegagahan kontolnya Pak Ak, benar benar indah kontol ini, pujiku dalam hati. Benar benar indah kurasakan saat itu, pertama kali memandang kontol dan bentuknya sangat sempurna persis seperti yang kuidam-idamkan selama ini, betapa beruntungnya aku, pikirku saat itu. Rasanya aku ingin menikmati yang lain lainnya.. Yang lebih nikmat dan..

"Masa dari tadi cuman bapak yang telanjang Dian?" tanya Pak lagi, "Dian juga donk?"

"Iya.. Pak," sahutku.

Akupun berdiri dan membuka satu persatu pakaianku hingga akupun sudah telanjang bulat, sekilas kupandang Pak Ak memandangku dengan tatapan mata yang tak berkedip. Sekarang posisi benar benar sudah telanjang bulat tetapi kami masih kami dalam keadaan posisi yang tadi. Begitu juga dengan Pak Ak, tangannya menggenggam kontolku dengan mesranya.

"Gede juga kontolmu yah Dian?," tanya Pak Ak lagi. Akupun tersenyum.

"Dian.. kontol bapak di pegang juga donk?"

Tangankupun menjulur perlahan lahan ke bawah..

"Kenapa, takut yah"

"Enggak sayang, enggak apa apa kok," kata Pak Ak lagi.

Akupun segera meraih kontol itu dan menggenggamnya penuh perasaan. Perasaanku saat itu adalah beginilah rasanya kontol betapa enaknya memegangnya dan terasa olehku kontol itu berdenyut denyut dan di kepalanya ada cairan cairan putih seperti lender, begitu juga dengan kontolku, menandakan kalau kami sudah sama sama terangsang tinggi saat itu. Saat itu kami sudah sama sama meraba, telanjang dan horny berat. Hingga terdengar suara ohh.. ahh.. uhh nikmat nikmat.. nafas nafas kami pun semakin memburu, berdesah ke nikmatan yang tiada tara, pikiranku seolah melayang layang sampai ke langit yang ke tujuh, begitu juga dengan pahaku terus menerus di ciumnya dan di jilatinnya sesekali kutempelkan kontolku di wajahnya dan kugesek gesekkan ke sana kemari. Matanya Pak Ak terpejam dan kadang kadang memandangiku dengan sangat mesranya dan kubalas dengan senyuman.

Sekilas kulihat jam sudah menunjukkan jam 19.30 malam, sungguh waktu rasanya tak terasa apalagi saat saat seperti ini.

"Dian.. Gimana kalau kita ke kamar saja sayang, soalnya bapak takut nanti ada orang masuk sayang.."pinta Pak Ak lagi.

Dan akupun menggangguk menandakan aku setuju, dan pintu kunci dan mematikan lampu dan Pak Ak pun mengangkatku, mengendongku ke dalam kamar tidurnya. Tubuh yang sedikit kurus, maklum saja aku baru SMP saat itu, memudahkan Pak Ak melakukannya apalagi tubuh Pak Ak sangak strong dan jangkung. Kurangkul pundaknya dengan kedua tanganku dan kugigit gigit kecil lehernya, Pak Akpun berdesah lirih dengan nafas yang tak beraturan, kurasakan detakan jantungya begitu kencang, kontolnya berdiri kedepan tepat berada di bawah pantatku dan kugenggam mesra. Begitu juga dengan kontolku di genggamnya.

Sampailah kami di dalam kamar dan tubuhkupun di rebahkannya di ranjangnya yang empuk secara perlahan lahan. Kutatap wajahnya yang ganteng. Dan Pak Ak pun menindihku begitu mesranya dan begitu rapatnya, spontan kontol kamipun saling bergesekan, begitu juga dengan tubuh kami dengan goyangan erotis perlahan lahan tapi asyik, kupeluk tubuhnya yang menindihku dan kaki kami saling melilit seakan tak ingin lepas. Ohh.. Begitu nikmat.. Nikmat sekali.. Kupandangi dadanya yang kekar menempel erat di tubuhku dan kurasakan aroma tubuhnya dan sesekali bibirnya dekat di telingaku, kurasakan nafasmya mendesah desah membuatku semakin mabuk kepayang. Sesekali kujepit kontolnya di antara kedua pahaku.. Dan kontolku menempel di perutnya, bulu bulunya yang lebat kurasakan sangat nikmat, kudengar Akhh.. Ohh.. Enak kali sayang.. Enak sayang.. Betapa nikmatnya ini.. Baru kali bapak merasakan nikmat yang tiada tara, pahaku yang putih dan berkeringat menambah kelegitan kontol yang sekarang berada di antara ke dua pahaku.

Pantasan saja, guruku ini mengerang nikmat dan mendesah nikmat, kami tidak perduli lagi dengan suasana di situ yang jelas cuman kami berdua saja. Dibalik desahan guruku itu.. Terasa ada air yang menetes di dadaku, ternyata Pak Ak menangis, memangis karena bahagia. Dan feelingku mengatakan kalau namaku sudah tertancap di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Hore.. Aku tersenyum puas ternyata aku berhasil pikirku sejenak. Memang aku ingin menyerpis habis dirinya, terbukti baru di tahap starting saja, sudah kudapatkan banyak point kemenangan.

Tiba tiba saja kami terdiam sejenak dan mata kamipun saling memandang.

"Percayalah Dian bapak sangat menyukai kamu sayang"

"Dian juga pak!" jawabku.

Kemudian bibir kamipun bertemu, saling melumat dan lidah kamipun saling bertemu saling melilit, seolah olah di antara kami tak ada yang mau kalah, sesekali lidah kumasukkan ke dalam mulutnya dan Pak Akpun mengulumnya dan menariknya seolah olah ingin menelannya sedalam dalamnya, begitu juga dengan aku memberikan balasan yang sama. Bibirku yang merah dan sexy itu di lumatnya terus menerus berpindah ke leherku sampai kedua buah putingku di jilatnya dengan rakusnya, tak ketinggalan tubuhku yang putih bersih di jilatinya sampai sampai aku ohh.. ahh.. uhh.. oohh.. uhh.. nikmat Pak nikmat.. Teruskan pak.

Sampai akhirnya tiba di daerah yang paling sensitiv ku yaitu kontolku sendiripun sudah mulai di hisapnya. Kurasakan hawa panas dari dalam mulutnya yang mana kontolku waktu sudah bersarang di dalam mulutnya.. Ohh.. Begitu enaknya sayang.. Hisap terus kontol Dian pak, aku seperti merengek rengek di buatnya. Tiba tiba saja Pak Ak pun sudah mendekatkan kontolnya di hadapanku, kulihat lagi kontol itu kupegang kubelai menandakan..

"Enggak pa pa Dian, hisap saja kontol bapak sayang.. Seperti yang bapak lakukan sayang.." kembali kudengar suara Pak Ak yang sudah kesetanan.

"Sayang hisap sayang.. Bapak sudah tak tahan lagi sayang.. Hisap sayang," pintanya lagi.

Kupandangi lagi kontol itu yang sudah berdiri tegak di hadapanku, dan akupun memulainya meskipun aku belum merasakan bagaimana rasanya kontol selama ini, tetapi apa yang dilakukan Pak Ak terhadapku sudah cukup memberikan pelajaran kepadaku. Akupun memulainya dengan mengisap kepala kontolnya Pak Ak, seketika kudengar desahannya Pak Ak semakin keras.. Ternyata kami pun sudah mengambil posisi 69, akupun semakin bergairah dan memasukkan kontolnya ke mulutku. Dan terus kuhisap kontol itu, kurasakan aroma kontol pertama kali.. Dan aku enggak tahu gimana lagi melukiskan itu semua.. Sungguh nikmat dan enak sekali.. Mengisap kontol.

Kujilati batang kontolnya, kuemut dan kusedot ada rasa asin di dalam mulutku, sesekali kulepas kontol itu dari mulutku.. Dan menghembuskan nafas ohh.. ahh.. uhh enaknya.. Nikmat kurasakan saat itu dan kembali kuhisap.. Begitu juga dengan Pak Ak terus mengisap kontolku sampai aku merasakan sesuatu yaitu teryata spermaku suda mau muncrat, seiring dengan itu kupercepat goyangan kontol ku ke dalam mulutnya sampai sampai..

"Pak.. Dian tak tahan lagi pak.. Dian mau keluarr.. Dian mau keluar"

"Oh ya.. Dian, bapak juga sayang.. Hisap terus sayang.. Kita keluar sama sama yah.."

Kontol Pak Ak terus menerus menghujam mulutku begitu kencangnya sampai sampai ke kerongkanganku. Dan secara bersamaan tubuh kami sama sama kaku dan tegang.. Aku sudah tak tahan lagi.. Dan akhirnya..

Crett.. Crott.. Crott.. Crott..

Kamipun sama sama mencapai klimax kenikmatan itu yang tiada taranya. Spermanya Pak Ak muncrat di mulutku begitu banyaknya, begitu juga dengan diriku. Kurasakan sperma itu, bagaimana baunya dan sebagainya.. Ohh nikmatnya. Kamipun saling berpelukan, saling berciuman, meskipun sperma kami masih belum kering.. Hingga kulihat jam menunjukkan jam 21.45 malam., dan kulihat Pak Ak sudah tertidur pulas di sampingku. Dan akupun melamun sejenak sebelum mataku terpejam.

Ini belum akhir dari segalanya karena hari esok masih ada. Apakah hari esok itu? Akupun tertidur..

TAMAT

Kisah Seorang Call Girl - bag II

Atas permintaan Koh Rudi kami nonton film porno koleksiku, lebih tepatnya pemberian dari Om Lok. Terlihat Koh Rudi begitu menikmati film itu sambil meraba raba tubuhku, meski aku tidak terlalu menikmatinya, aku ikutan memegang megang penisnya. Setengah jam tidak terjadi apa apa, mungkin Koh Rudi belum recovery, tapi setelah itu kurasakan penis Koh Rudi mulai menegang ketika terlihat di TV seorang laki laki sedang dikerubuti dua orang cewek bule yang cantik, entah apa yang ada di benaknya, tapi penisnya mulai bereaksi menegang.

Tak lama kemudian sebelum film itu berakhir, Koh Rudi sudah mulai mencumbuku, mencium bibirku, lalu meremas dan mengulum putingku, aku kembali pura pura mendesah, Koh Rudi menggeser dan memiringkan tubuhku menghadap ke TV, dia berada di belakangku lalu mengusap usapkan penisnya di pantatku, kaki kiriku di angkat naik untuk memudahkan penisnya memasuki vaginaku, dengan sedikit susah karena terganjal perut buncitnya, akhirnya dia berhasil melesakkan ke vaginaku, ini posisi baru bagiku. Sambil menonton film kami bercinta, dia mengocokku dari belakang dengan posisi tidur miring menghadap TV.

Tangannya tiada henti meremas remas buah dadaku, sepertinya dia begitu menikmati bercinta dan nonton film secara bersamaan, desahan ke-pura pura-an bercampur jerit kenikmatan dari TV, dia makin bergairah mengocokku, seakan dia bercinta dengan wanita bule yang cantik di film itu, aku tidak tahu fantasi laki laki yang mengocokku dari belakang ini, tapi yang penting bagiku bagaimana menyelesaikan secepat mungkin, karena aku tidak bisa menikmati bercinta dengannya.

Dengan posisi seperti ini aku susah menggoyangkan pantatku, jadi sepenuhnya tergantung gerakan Koh Rudi, entah sudah berapa kami bercinta dengan posisi seperti ini, film sudah berganti ke VCD kedua secara otomatis. Seiring dengan pergantian VCD, tubuh Koh Rudi naik di atasku, dia menindih tubuhku, bibirnya menyusuri leher dan dadaku, perut buncitnya terasa mengganjal perutku membuat aku tidak nyaman dalam tindihannya, dia menyusupkan tangannya dipunggungku, mengganjal hingga buah dadaku naik lebih menekan tubuhnya, pelukannya semakin rapat seiring dengan cepatnya kocokannya, pantatnya turun naik diatas tubuhku, aku mendesah seolah dalam kenikmatan, bibirnya menyusuri leher jenjangku, sesekali kepalanya berpaling menyaksikan adegan di TV yang sudah mulai lagi.

Tak lama kemudian sebelum adegan sex pertama berakhir, Koh Rudi menyemprotkan spermanya ke vaginaku untuk kedua kalinya, aku menjerit nikmat dalam ke-pura pura-an, dia memelukku lebih rapat hingga berakhirnya denyutan di penisnya. Tubuh Koh Rudi yang penuh peluh kenikmatan ambruk di atas tubuhku, napasnya menderu di dekat telingaku, detak jantungnya kencang kurasakan di dadaku. Perlahan penisnya melemas dan keluar dengan sendirinya, kudorong tubuhnya menjauh karena aku tak bisa bernapas terhimpit perut buncitnya, sungguh tersiksa bercinta dengan dia karena tak secuil kenikmatan yang kudapat, hanya perasaan risih dan marah yang menggunung di dadaku.

"Ly, kamu hebat deh, tubuhmu masih bagus dan buah dada yang kenceng gitu bikin aku makin bernafsu saja, apalagi desahanmu bikin aku makin gemes" pujinya.

Aku tak tahu harus menjawab apa, tak mungkin aku berkata jujur didepannya.

"Koh Rudi juga hebat, bisa berturut turut gitu, lama lagi" jawabku klise menghibur

Kubersihkan penis Koh Rudi dengan handuk kecil yang sudah aku siapkan, kurasakan sperma Koh Rudi meleleh keluar dari vaginaku, tak benyak memang tapi membuatku risih, segera kucuci di kamar mandi.

Kubersihkan sekalian tubuhku, dengan air shower yang hangat terasa menyegarkan dan memadamkan kemarahanku, cukup lama aku di kamar mandi hingga tak kusadari Koh Rudi sudah berada di situ memperhatikanku. Aku kaget, secara reflek kututup tubuh telanjangku dengan tangan sebisanya, mau marah, belum pernah seumur umur ada laki laki melihatku mandi meskipun ex-suamiku dulu, tapi aku segera tersadar bahwa dia adalah tamuku, percuma aku menutupi tubuhku, toh dia sudah menikmatinya, dengan senyum terpaksa aku menghilangkan kekagetanku.

"Koh Rudi bikin aku kaget saja" teriakku manja

"Sini aku mandiin" dia menawarkan diri, agak ragu aku menerima tawarannya, belum pernah aku mandi bersama dengan laki laki, meskipun ex-suamiku, kini Koh Rudi yang baru kukenal sejam yang lalu sudah mau mandiin aku, tapi apa dayaku untuk menolak, toh ini untuk kepuasan tamuku juga, aku hanya tersenyum menerima tawarannya.

Koh Rudi mengikutiku ke dalam bathtub, dia menggosok punggungku dengan tangan dan sabun, tangannya kemudian menjelajah ke depan dan meremas buah dadaku, dipeluknya aku dari belakang, kurasakan erotica tersendiri merasakan pelukan dalam licinnya busa sabun. Kubalikkan tubuhku, kini aku menggosok tubuh Koh Rudi dengan sabun, tangannya tak henti menjamah buah dadaku yang masih berbusa sabun, kami kembali berpelukan, kali ini berhadapan, dia menggesek gesekkan tubuhnya di tubuhku, memang ada erotica yang tak kuduga, tak mau terhanyut terlalu lama dalam erotisme ini, kunyalakan air shower menyiram dan membasahi kami berdua, Koh Rudi membalikkan tubuhku dan mendorongku ke dinding, dengan posisi condong begitu, maka pantatku tepat di depan penis Koh Rudi, aku baru menyadari ketika kembali Koh Rudi mengusap usapkan penisnya di tubuhku.

Kakiku sedikit dibuka, maka Koh Rudi dengan mudah memasukkan penisnya ke tubuhku dibawah siraman air shower yang hangat, kami bercinta dengan berdiri, pancuran air shower membasahi tubuh kami, baru sekarang kurasakan nikmatnya bercinta, mungkin karena perasaan erotisme saat mandi bersama tadi, kali ini aku mendesah tanpa pura pura, sebenarnya ada sedikit menyesal merasakan nikmat dari Koh Rudi, tapi tak bisa kupungkiri nikmatnya kocokannya sekarang. Kecipuk air mengiringi kocokan kami, perlahan gairahku mulai naik, semakin cepat Koh Rudi mengocokku semakin cepat birahiku naik, tak kuhiraukan air membasahi rambutku, aku konsentrasi pada pencapaian kenikmatan, tangan Koh Rudi kembali menjamah buah dadaku dan meremasnya.

Kuimbangi kocokan Koh Rudi dengan goyangan di pantatku, semakin nikmat kurasakan serasa melayang di awing, tapi tiba tiba kurasakan denyutan di vaginaku, ternyata Koh Rudi mendahuluiku mencapai puncak kenikmatan, dia mencengkeram buah dadaku erat, aku tetap menggoyangkan pantat dengan cepat, tak kupedulikan denyutan Koh Rudi di vaginaku, tak kupedulikan teriakan kenikmatan darinya, aku ingin orgasme saat ini, tapi harapan tinggal harapan, ternyata penis Koh Rudi melemas tak lama kemudian sebelum puncak kenikmatan kugapai, dan orgasme semakin menjauh dariku.

Aku kecewa sungguh kecewa, dia tak dapat memberiku kepuasan secuilpun, sesaat kemudian aku tersadar, memang bukan tugas dia untuk memuaskanku, tapi tugaskulah untuk memuaskan dia, jadi tak ada yang salah dalam hal ini, akulah yang terlalu banyak berharap.

Dengan menelan kekecewaan demi kekecewaan aku tetap berusaha tersenyum, kututupi kekecewaanku dengan mencuci penis Koh Rudi, kulihat senyum kepuasan mengembang di wajahnya, aku terpaksa ikut puas melihat kepuasannya.

"Baru kali ini aku bercinta sambil mandi, ternyata sungguh nikmat" katanya, aku kaget mendengarnya, ternyata aku dijadikan percobaan olehnya. Kuteruskan mencuci, agak sulit karena harus membuka kulit penutup kepala penisnya, aku masih merasa lucu melihat bentuk penis yang belum disunat.

Sehabis mandi Koh Rudi langsung kembali berpakaian bersiap untuk pulang, aku hanya mengenakan handuk melilit tubuhku, tak terasa hampir dua jam aku menemani dia dengan tiga kali bercinta, aku berharap dia puas dan memberiku tip yang lumayan atas pelayananku atau paling tidak dia akan kembali menjadi pelanggan tetapku.

"Tak salah kamu memang primadona si Lok dan kamu memang luar biasa" katanya sebelum meninggalkan kamarku, dia memberiku ciuman di pipi dan pergi.

Aku agak kecewa karena tak ada tip untukku, meski hargaku tinggi tapi kalau dengan tip pasti tak akan aku tolak, mungkin dia merasa sudah membayar mahal atau mungkin aku kurang memberikan servis yang dia inginkan, atau aku kurang memuaskannya, tapi ah siapa peduli, aku sudah berusaha dan dia sudah membayarku mahal untuk pelayanan dan tubuhku.

Aku melanjutkan mandiku yang terpotong, lalu menonton VCD yang belum selesai tadi sambil mengenakan piyama, menunggu order tamu berikutnya, tanpa tahu laki laki macam apalagi yang akan menikmati tubuhku, bagiku yang penting adalah duit dan duit selagi tubuhku masih mempunyai daya jual.

Sang Ajudan

Sesuai informasi Om Lok, tamuku selanjutnya akan datang sekitar pukul 7 malam, berarti tinggal kurang dari satu jam untuk mempersiapkan diri, sebenarnya tidak ada persiapan khusus yang harus aku lakukan, tetapi setelah bermain beberapa babak dengan Koh Rudi, rasanya aku perlu istirahat lebih lama untuk mengembalikan staminaku, Om Lok hanya berpesan untuk memperlakukan tamuku ini agak istimewa karena dia seorang pejabat dari kalangan tentara, seorang ajudan sang panglima. Dia tidak memberitahuku, Cuma dia mengingatkanku berkali kali untuk menjaga rahasia ini rapat rapat kalau tidak ingin mendapat masalah.

Seperti umumnya seorang tentara dengan disiplin tinggi, lima menit sebelum pukul 7 malam beliau sudah ada di kamarku, aku tidak mengenalnya, orangnya lebih pendek dari aku, berkulit gelap dan berkepala botak, mungkin sudah menjadi suratan nasibku bahwa hari ini aku harus melayani para tamu yang usianya sebaya papaku di kisaran 50 tahun.

Kupanggil beliau Pak Sam, meskipun wajahnya terlihat galak, tapi sikapnya sungguh sopan dan menyenangkan, banyak joke joke yang dia berikan, ini membuat suasana sangat akrab seperti aku sudah lama mengenalnya. Kutemani dia ngobrol di sofa, kami duduk bersebelahan dan saling berhadapan. Sesuai permintaannya, aku hanya mengenakan pakaian tidur sutra semi transparan berwarna putih, sehingga seluruh lekuk sexy tubuhku yang ramping tampak dari balik pakaian tidur sutraku. Bra Biru yang aku pakai sejak tadi pagi untuk kesekian kalinya kembali menghias tubuhku.

Aku salut sama Pak Sam, Selama kami berbicara tak kutangkap kerling nakal di matanya menatap tubuh terutama buah dadaku, membuat aku makin terpesona akan kharismanya. Lebih dari lima belas menit kami berdua, tidak terjadi apa apa, bahkan menyentuhkupun tidak apalagi mencium, aku jadi bingung bagaimana harus memulai, dari dua tamuku terdahulu biasanya mereka yang mengambil inisiatif, tapi kali ini lain, terlalu sopan sehingga membuat aku jadi salah tingkah, aku sadar mestinya akulah yang harus memulainya, tapi masih ada rasa malu untuk memulainya.

Berkali kali aku pura pura menyenggolkan buah dadaku ke lengannya, tapi tidak mendapat respon yang aku harapkan, bahkan ketika aku sengaja membungkuk didepannya ketika memberikan minuman, aku yakin dia bisa melihat buah dadaku dengan jelas, tapi tak ada tanda tanda untuk memulainya. Akhirnya kuberanikan diri untuk memulainya, secara demonstratif kulepas bra-ku didepannya, tentu saja putingku membayang dibalik baju tidurku, dia hanya memandang dengan sorot mata kagum tidak lebih dari itu, kuberanikan untuk duduk di pangkuannya sambil menempelkan buah dadaku di pundaknya, masih tidak ada respon yang berarti.

Aku bertindak lebih jauh lagi, kupeluk kepalanya dan kucium pipi dan bibirnya, barulah dia merespon dengan membalas ciuman bibirku, tangannya sudah mulai mengelus pahaku, terus ke atas ke punggungku, aku tak mau kehilangan momen, kupermainkan lidahku dibibirnya, tangannya sudah mulai menjelajah di sekitar dadaku, dielusnya buah dadaku lalu dia meremas remas ringan.

Aku berdiri di depannya, kulepas celana dalamku, aku yakin dia sudah bisa menikmati tubuh telanjangku dari balik baju tidurku, kutarik Pak Sam berdiri, kutuntun menuju ranjang, sebelum sampai di ranjang, tiba tiba Pak Sam membopong tubuhku dan merebahkan di ranjang. Dengan agak tergesa Pak Sam melepas baju dan celananya, tinggal celana dalam yang menempel di tubuhnya, sepertinya dia sudah menahan nafsu dari tadi.

Aku kaget melihat postur tubuhnya yang begitu padat atletis, tak tampak timbunan lemak di balik kulitnya, Pak Sam langsung berlutut di antara kakiku, aku kira dia akan langsung memasukkan kejantanannya, ternyata aku salah, dia mengusap usap rambut pubic-ku, kubuka lebar kakiku, aku memejamkan mata bersiap menikmati sensasi berikutnya, tiba tiba kurasakan jilatan di vaginaku, kubuka mataku, kulihat kepala Pak Sam sedang berada di antara kakiku hingga tampak botaknya. Lidah Pak Sam terasa menari nari di klitoris dan bibir vaginaku, sungguh nikmat jilatan Pak Sam, tanpa kusadari aku mulai mendesis merasakan nikmatnya pelayanan Pak Sam, kakiku kubuka makin lebar, kutekuk lututku, hingga jari jarinnya menyentuh telinga Pak Sam, jilatan dan permainan mulut Pak Sam semakin lama semakin nikmat kurasakan, aku sudah tak bisa mengontrol gerakan kakiku yang kini sudah berada di kepala botak Pak Sam, tak pernah terbayang dalam hidupku kalau aku bisa "Menginjak" kepala seorang jendral yang selama ini dihormati anak buahnya, dalam keadaan berdua dan posisi seperti ini siapa peduli antara jendral maupun pelacur seperti aku ini.

Pak Sam memasukkan jarinya ke vaginaku, lalu dua jari, belum pernah aku merasakan kocokan dua jari di vagina, ini pengalaman pertamaku, ternyata nikmat juga apalagi ketika lidahnya mempermainkan klitoris, aku semakin menggelinjang, kakiku semakin tak teratur menjamah kepala botak Pak Sam, kujepit kepalanya dengan pahaku, semakin aku mendesis semakin liar dia mengocok dan menjilat. Pak Sam lalu membalik tubuhku, kini aku nungging, aku pikir dia segera memasukiku dari belakang, ternyata aku salah lagi, dia malah menjilati pantatku, kembali vaginaku mendapat jilatannya, kali ini dari belakang, tanpa kuduga, dia melanjutkan jilatannya di lubang anusku, aku menjerit kaget, belum pernah aku mendapat jilatan di situ, membayangkan pun jauh dari benakku, tapi kurasakan ada kenikmatan tersendiri dari jilatan di lubang anus, apalagi yang menjilati adalah Pak Sam, seorang jendral yang sedang naik daun, tentu menimbulkan kenikmatan dan sensasi tersendiri. Kubiarkan dia menjilati vagina dan anusku bergantian, aku tak peduli selama dia menyukai dan aku menikmati, apa salahnya.

Desahanku semakin berani, tak malu lagi aku mendesis dan mendesah di depan Pak Sam, yang kupikirkan hanyalah kenikmatan mendapat permainan lidah dari Pak Sam, padahal dia adalah orang ketiga yang menikmatiku hari ini, mungkin juga ada sisa sperma di vaginaku dari Koh Wi atau Koh Rudi, tapi siapa peduli sepanjang dia mau melakukannya.

Puas bermain di vagina dan anusku, dia lalu telentang di sampingku, dia minta aku naik di atasnya, kupikir dia ingin aku posisi di atas, tapi ternyata lagi lagi aku salah, dia justru minta aku naik di kepalanya, agak bingung aku mengikuti kemauannya, ternyata dia mau menjilati aku dari bawah, aku turuti saja permintaannya. Kini kepala Pak Sam ada di bawahku di selangkanganku, aku mengangkangi kepala sang Jendral, kuatur posisiku seolah jongkok di kepalanya, maka vaginaku terbuka lebar tepat di atas wajah dan mulutnya, kucoba untuk menggoda dia, sifat isengke tiba tiba timbul, kusapukan vaginaku ke seluruh wajahnya, lidahnya menjulur untuk mendapatkan vaginaku, akhirnya dia pegang pantatku dan langsung mengulum bibir vaginaku yang sudah siap di depannya. Kembali lidah Pak Sam menjelajah di vagina dan anusku, aku mengimbangi permainannya dengan menggoyangkan pantatku di atas wajahnya, tangannya mulai ikutan mempermainkan putingku, entahlah mungkin sudah menjadi hobinya untuk menikmati vagina dengan mulutnya.

Aku Cuma khawatir dia minta aku melakukan hal yang sama di kejantanannya, cukup lama aku mengangkangi kepala Pak Jendral sebelum akhirnya beliau memintaku turun. Dia memintaku kembali telentang, kini baru kusadari kalau dia masih mengenakan celana dalamnya, kulepas celana dalamnya hingga tampaklah kejantanannya yang besar tegang kekar menantang, kuraih batang kejantanannya, kukocok, untuk membalas "Kebaikannya" kujilat kepala kejantanannya, tapi dia menarik kepalaku, dia nggak mau kukulum penisnya, kebetulan karena aku juga tidak terlalu suka melakukannya.

Kembali aku ditelentangkan di ranjang, kali ini dia langsung menyapukan penisnya ke vaginaku, perlahan mendorong masuk hingga semua melesak ke dalam. Oh betapa nikmatnya setelah beberapa lama mendapat jilatan, kini mendapatkan penis di vagina, begitu nikmat apalagi ketika Pak Sam mulai mengocok vaginaku, aku mendesah dalam kenikmatan, sekaranglah benar benar kurasakan kenikmatan bercinta dibandingkan dengan tamuku sebelumnya.

Pak Sam mengocokku dengan pelan penuh perasaan, berulang kali dia mencium pipiku dengan gemas, sungguh aku diperlakukan seperti layaknya kekasih, dia memandangku dengan sorot mata yang teduh, baru kusadari dialah orang non Chinese pertama yang menikmati kehangatan tubuhku, meski aku bukan orang Chinese tapi ex-suami dan lingkungan pergaulanku adalah Chinese jadi aku sudah menjadi ke-cina cina-an, apalagi postur tubuh dan wajahku yang memang lebih menyerupai Chinese.

Kunikmati kocokan demi kocokan dari Pak Sam, dia mulai meremas buah dadaku, kocokannya makin cepat, aku mengimbangi dengan menggoyangkan pantatku, aku sudah merasakan nikmatnya irama kocokannya membawaku melayang dalam nikmat yang indah, desahku semakin keras, tanpa malu lagi kuminta Pak Sam untuk mempercepat kocokannya. Pak Sam memelukku, kubalas dengan elusan di punggungnya, beliau menciumi leherku yang mulus, aku semakin menggeliat tak karuan apalagi saat dia mengulum telingaku, geli bercampur nikmat menyatu dalam birahiku yang makin terbang tinggi, ketika hampir kugapai puncak kenikmatan, tiba tiba kurasakan tubuh Pak Sam menegang, sedetik kemudian disusul semprotan dan denyutan penis Pak Sam di vaginaku, terasa menghantam dinding vaginaku, aku teriak menerima semprotan Pak Sam, kudiamkan sesaat, kubiarkan dia menikmati orgasmenya, setelah itu aku mulai menggoyang pantatku lagi untuk mencapai orgasme yang tertunda, tapi aku harus menelan kekecewaan, puncak kenikmatan yang sudah didepan mata terasa makin menjauh, makin lama terasa makin susah digapai, penis Pak Sam makin melemas, aku berusaha lebih keras menggoyangkan pantatku tapi tidak menolong, napas Pak Sam turun naik di atasku, akhirnya aku menyerah harus memendam orgasme, aku sadar bahwa harus mulai membiasakan diri memendam kekecewaan semacam ini, kudorong tubuh Pak Sam turun, kami telentang bersebelahan.

"Sorry, aku keluar duluan, kamu belum ya" kata Pak Sam

"Nggak apa, toh nanti bisa lagi" kataku menghibur, lebih tepatnya menghibur diriku sendiri, sambil membersihkan penis Pak Sam dengan handuk kecil.

Aku ke kamar mandi membersihkan vaginaku dari sperma Pak Sam, aku segera kembali ke ranjang dan langsung tiduran dalam pelukan Pak Sam, terus terang aku menyukai dadanya yang bidang dengan sedikit bulu dada, terlihat atletis, kurebahkan kepalaku di dada Pak Sam sambil memainkan bulu bulu di dadanya. Kutemukan sedikit kehangatan yang selama ini hilang dalam hidupku, entah kenapa.

Kami berpelukan dalam kebisuan, sambil menikmati HBO yang dari tadi kami acuhkan, kupegang dan kupermainkan kejantanannya, kujilati putingnya, tanpa dia sadari aku sudah mulai melancarkan serangan ringan, perlahan tapi pasti penisnya mulai sedikit demi sedikit menegang, kalau sebelumnya aku selalu pasif, kali ini terpaksa aku yang harus aktif.

Kunaiki tubuh kekar Pak Sam, aku tengkurap di atasnya, kuciumi leher dan pipinya sambil menggoyang goyangkan pantatku menggesek gesek kejantanannya, makin lama kurasakan makin keras, hingga kurasa siap untuk melanjutkan babak berikutnya.

Kubimbing penis Pak Sam ke vaginaku, kusapukan di bibirnya lalu kudorong tubuhku ke belakang, masuklah penis itu ke dalam, aku kembali merasakan nikmatnya penis Pak Sam di vaginaku, Pak Sam memelukku erat, dia mengocokku dari bawah, desahanku tepat di telinga beliau, Pak Sam mengocokku makin lama makin cepat, makin nikmat kurasakan. Aku duduk di atas beliau, kini aku pegang peranan, kugoyangkan pantatku, Pak Sam meremas buah dadaku sambil mempermainkan putingku, Pak Sam mengimbangi gerakanku dengan menggoyang pantatnya, kurasakan penisnnya bergerak liar di dalam membuat aku makin mendesah keras.

Kucondongkan tubuhku ke depan, buah dadaku tepat di atas wajah Pak Sam, langsung disambut kuluman ringan di putingku tanpa menghentikan remasannya, kugerakkan tubuhku hingga penis Pak Sam sliding keluar masuk vaginaku, kurasakan kenikmatan yang hebat, puncak orgasme sudah hampir kuraih, aku semakin cepat menggerakkan pinggulku, begitu juga Pak Sam, kami berdua seolah berpacu dalam berahi, ternyata Pak Sam lebih cepat, aku terlalu bernafsu mengejar puncak kenikmatan hingga tak kusadari penis Pak Sam yang tiba tiba berdenyut keras, aku teriak kaget terkejut mendapat semprotan itu, tanpa menunggu berhentinya denyutan itu aku terus mempercepat gerakanku untuk mengejar orgasme yang tinggal selangkah lagi, tapi sungguh sayang aku harus menelan kekecewan untuk kedua kalinya ketika Pak Sam berulang kali memintaku menghentikan gerakanku, sungguh tidak sopan apabila aku memeksakan kehendakku karena dalam hal ini aku dibayar oleh beliau, dengan menahan kecewa dan marah, aku tak bisa berbuat banyak akhirnya menyerah dibawah kekuasaan uang, kuhentikan gerakanku.

Magic
Kupaksakan tersenyum melihat senyum kepuasan mengembang di wajah Pak Sam, kucium keningnya dan dia menarikku dalam pelukannya, masih bisa kurasakan detak jantungnya yang masih kencang, beliau mengelus punggungku mesra, kembali kami terdiam sambil pelukan.

"Kamu udah keluar sayang?" Tanya Pak Sam, entah pura pura atau memang tidak tahu
"Udah, bapak hebat deh aku teller dibuatnya" jawabku berbohong menyenangkan beliau.
"Kalo begitu ntar kita main lagi, bapak masih kuat kok" lanjutnya
"Cilaka, kalau terus terusan tidak tuntas seperti ini aku bisa darah tinggi" pikirku tapi aku diam saja, hanya tersenyum melihat senyum bangga diwajah Pak Sam.
"Oke tapi kasih aku istirahat dulu, habis bapak bikin aku kewalahan sih" jawabku kembali berbohong sambil turun dari tubuhnya dan menuju kamar mandi membersihkan sperma dari vaginaku.
Ketika aku keluar kamar mandi, Pak Sam sudah duduk di sofa, aku duduk disampingnya, kami berdua masih telanjang.
"Bagaimana hari pertamamu, cukup menyenangkan?"Tanya Pak Sam cukup mengagetkanku, rupanya Om Lok memang sedang mempromosikanku.
"Ya namanya juga masih baru, jadi harap dimengerti kalau belum terlalu pintar" jawabku sambil bergelayut manja di lengannya, seperti anak kecil yang sedang merajuk bapaknya.
"Tapi kamu cukup bagus untuk ukuran pemula, apa lagi ini hari pertamamu"
"Terima kasih Pak"

Singkat kata akhirnya kami bercinta lagi, kali ini atas permintaan Pak Sam kami lakukan di sofa. Aku duduk di sofa panjang sementara Pak Sam sudah berlutut di selangkanganku, aku heran beliau senang sekali menjilati vagina, aku sih senang senang saja karena aku memang mulai menikmati jilatan di vaginaku, apalagi aku merasa bisa membuat laki laki apalagi seorang Jendral berlutut di antara kaki dan bahkan bisa menginjak kepala laki laki bahkan Jendral sekalipun, sungguh kejadian yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.

Pak Sam bisa bertahan lama menjulurkan lidahnya di sekitar vaginaku, kuberanikan memegang kepala botaknya dan kutekan ke vaginaku supaya dia bisa menjilat lebih ke dalam, dia diam saja sambil tetap memainkan lidahnya, aku lebih berani lagi, dengan kedua tanganku, kupegang kepalanya dan kuusap usapkan di vaginaku, tak kuhiraukan lagi bahwa pada kenyataannya dia jendral, tapi sekarang dia sedang berlutut di selangkanganku.

Lidah Pak Sam menari nari di sekitar vaginaku, mulai dari klitoris, vagina, hingga lubang anus, aku mendesah sambil mengelus elus kepala botak Pak Sam, kurasakan sensasi tersendiri ketika mengelus kepala botaknya, aku tahu ketidak sopanan ini, tapi selama beliau tidak keberatan maka aku makin berani "Kurang ajar" padanya, apalagi permainan lidah Pak Sam benar benar nikmat. Pak Sam menyudahi permainan lidahnya, kini berlutut dan menyapukan penisnya di vaginaku, dengan sekali dorong melesaklah kejantanannya ke dalam diiringi teriakan kenikmatan dari mulutku.

Tidak seperti sebelumnya, kini Pak Sam langsung mengocokku dengan cepat dan sesekali diselingi hentakan keras ke vaginaku, membuat aku mendesah dan menjerit kenikmatan, tangan Pak Sam sudah berada di dadaku, memainkan putingku, kakiku sudah melingkar di pinggangnya, lidah Pak Sam mulai menjilati leherku, terus turun hingga buah dadaku dan beliau mengulum putingku, aku makin kelojotan dibuatnya. Kocokannya semakin liar kurasakan, iramanya jadi kacau, tapi aku makin menyukainya, membawaku melayang lebih tinggi ke awan kenikmatan.

Pak Sam mengatur posisi duduknya, aku tak tahu apa yang akan dia lakukan, dia memegang tanganku dan menariknya ke pangkuannya. Ini posisi baru bagiku, bercinta dipangkuannya, mulanya agak susah aku mengatur gerakan, karena dengan posisi seperti ini Pak Sam tidak bisa bergerak, hanya mengandalkan gerakanku. Dengan agak kikuk aku menggerakkan pinggulku, ternyata ada kenikmatan yang lain, aku semakin berani menggerakkan pantatku lebih cepat, semakin nikmat rasanya hingga aku sudah bisa menguasai gerakanku, buah dadaku yang tepat di depan mulut Pak Sam langsung mendapat kuluman penuh gairah dari satu puting ke puting lainnya sambil tangannya tak henti meremas dengan gemas, sesekali dia memainkan putingku.

Kudorong Pak Sam, kini dia telentang di karpet, kembali aku menggoyangkan pantatku di atas beliau. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Pak Sam bisa bertahan lebih lama, dia memintaku nungging di kursi, Pak Sam kini mengocokku dari belakang langsung cepat dan keras, hentakannya membuatku menjerit nikmat, sebenarnya ini adalah posisi favoritku dulu, dan kini aku merasa ini adalah posisi yang paling nyaman karena aku tak perlu melihat wajah tamuku yang belum tentu membangkitkan seleraku, aku bisa lebih bebas berfantasi dengan siapa aku bercinta, apalagi dari pengalaman hari ini semua tamuku tidak ada yang memenuhi seleraku.

Dengan berpegang pada pinggulku Pak Sam mengocokku dengan cepatnya, lalu beliau memelukku dari belakang, diremasnya buah dadaku yang menggantung bebas, diciuminya tengkukku, aku kegelian bercampur nikmat, semakin keras dia menghentakku semakin aku melambung tinggi, dan terus tinggi hingga kugapai puncak kenikmatan.

Aku menjerit histeris, vaginaku berdenyut keras seakan meremas penis Pak Sam, ternyata beliau makin kesetanan mengocokku, teriakanku makin histeris dibuatnya, kuremas sandaran kursi, tak tahan aku menerima kocokannya saat orgasme, hanya menjerit dan menjerit yang bisa kulakukan, Pak Sam meremas buah dadaku makin keras. Untunglah tak lama kemudian beliau mengikutiku ke puncak kenikmatan beberapa detik setelah aku, kurasakan penisnya membesar sebelum berdenyut, beliau berteriak histeris dalam kenikmatan, genggamannya di buah dadaku makin kencang hingga melemah seiring dengan berakhirnya denyutan itu. Beliau lalu ambruk di atas punggungku, perlahan lahan penisnya melemas dan keluar dengan sendirinya, kubersihkan dengan tissue.

Kami berdua beristirahat duduk di sofa, napas kami masih memburu dari sisa sisa kenikmatan yang baru kami alami.

"Kamu sungguh luar biasa, hebat mau melayaniku tiga kali berturut turut, belum pernah aku bercinta sebanyak ini" puji Pak Sam.

"Bapak juga hebat bisa bercinta sebanyak itu"

"Ini karena kamu yang terlalu sexy, aku selalu terangsang melihatmu telanjang, terlalu hot"

"Ah bapak bisa saja"

"Ingin aku bercinta sepanjang malam"

"Ya udah nginap saja, ntar kita habisin malam ini" rayuku, dengan menginap berarti hitungan rupiahnya lebih banyak.

"Sayang aku nggak bisa, besok ada tamu dari Mabes" jawabnya, agak kecewa aku karena tidak bisa mendapat tambahan rupiah lebih banyak, aku tak pernah berpikir bagaimana seorang tentara semacam dia bisa membayarku sebanyak itu.

"Ya kapan dong kesini lagi, jangan lama lama ya" rayuku

"Kalau aku nggak bisa ntar aku kenalin sama komandanku"

"Yang mana?" tanyaku penasaran

"Ntar kamu tahu sendiri"

Akhirnya aku tak bisa menahan dia lebih lama lagi, hampir pukul sebelas malam ketika dia meninggalkan kamarku, Pak Sam meninggalkan tip ratusan ribu di meja rias.

Belakangan setelah era reformasi aku mengetahui bahwa Pak Sam bertugas di Jakarta, sebagai Kepala Dinas Penerangan lalu menjadi orang nomer satu di lembaga pendidikan angkatan darat, entah sekarang jabatannya apa. Selamat untuk beliau.

Aku kini sendirian di kamar, baru sekarang kurasakan hampa hidup ini. Kemarin aku masih bisa memandang dunia dengan dada membusung, kini aku harus melihat dunia dengan pandangan lain, mungkin orang akan memandangku sebagai sampah, penggoda. Apa peduliku dengan mereka, toh kalau aku susah mereka tak akan membantuku. Yang penting aku tak menggoda mereka, suami mereka, keluarga mereka, anak mereka, justru merekalah yang datang ke tempatku karena membutuhkan pelayanan dariku, membutuhkan kehangatan dariku, membutuhkan petualangan denganku, membutuhkan pelampiasan padaku, membutuhkan variasi bercinta denganku, bahkan membutuhkan apa yang tidak mereka dapatkan di rumah, sekali lagi bukan aku yang menggoda mereka tapi mereka yang mendatangiku. Kucoba memberikan apa yang mereka harapkan, sebaliknya mereka juga memberikan apa yang aku harapkan, yaitu uang sebagai balas jasa atas pelayananku memuaskan dan memenuhi harapan mereka.

Hari ini telah kutulis lembaran sejarah baru bagi perjalanan hidupku, aku sudah menikmati 3 macam penis dari tiga orang yang berbeda, baik gaya bercinta maupun bentuk dan ukuran penis. Bahkan aku sudah berani mempermainkan seorang jendral, membuat sang jendral berlutut diantara kakiku, ada sedikit kebanggaan di hatiku.

Akhirnya dengan keadaan masih telanjang dan sisa sperma Pak Sam di vaginaku aku tertidur untuk menyongsong hari esok yang aku sendiri tidak tahu akan seperti apa, berapa orang lagi yang akan menikmati tubuhku, siapa lagi yang akan membayarku, dan dengan siapa aku akan tidur besok malam.

"I don't care who you are, where you from, what you do, as long as you love me"

lagu Backstreet Boys yang selalu menyemangati hidupku, menunggu datangnya seorang pangeran yang siap mencium seekor katak untuk menjadi seorang Putri.

*****

Kisah lainnya akan aku kirimkan secara bertahap tapi bukan merupakan cerita bersambung, masing masing mempunyai kisah pengalaman tersendiri.

Tamat

Kisah Seorang Call Girl - I

Ini adalah kisah nyata dalam perjalanan hidupku, terjadi sebelum akhirnya nasib mempertemukan aku dengan suamiku sekarang ini.

Namaku Lily, waktu itu umurku 26 tahun, sebagai seorang gadis panggilan tentu banyak pengalaman sexual yang aku alami dari bermacam umur, golongan, pangkat, tingkah laku, gaya hidup bahkan perlakuan sex.

Postur tubuhku yang 167 cm, berat 50 dan ukuran 36B, ditambah kulit tubuhku yang putih mulus, mata agak sipit seperti gadis chinesse, wajah cantik mirip Cornelia "Sarah" Agatha (kata orang sih), tentu tidaklah sulit bagiku untuk mendapatkan "Tamu" bahkan lebih sering menolak, daripada mencari.

Penampilanku memang layaknya Chinese apalagi lingkungan pergaulanku juga kalangan Chinese di kota Surabaya, maka 90% tamu-ku adalah dari kalangan Chinese, sisanya yang sepuluh persen adalah para penggede Orde Baru, pejabat, anak pejabat, bahkan cucu pejabat, baik pejabat local maupun pusat, menteri dan anak anaknya, bahkan aku pernah melayani Pak Menteri dan anaknya dalam satu hari, perwira tinggi bahkan Jendral, Gubernur, suami artis ternama dan tak ketinggalan sang cucu dari Cendana, ada yang masih menjabat hingga tahun 2002 ini tapi banyak yang sudah pensiun, sedang di sidang, bahkan sudah berada di penjara.

Memang pangsa pasarku adalah golongan atas, sesuai dengan penampilanku yang high class, tentunya tariff yang aku kenakan juga sudah pasti angka 7 digit bahkan bisa 8 digit kalau menginap atau harus ke luar kota, tapi dari para tamu memang harga segitu sepadan dengan servis yang aku berikan, terbukti hampir 95% dari tamu adalah pelanggan lama, memang aku membatasi dan sedikit pemilih dalam melayani tamu, karena disamping masalah uang tapi juga selera, tujuannya adalah untuk mendapatkan kepuasan dalam sex maupun financial, yang pasti aku berusaha supaya bukan tamu-ku saja yang puas tapi aku juga bisa mendapatkan kepuasan.

Aku biasa melayani tamu dan panggilan short time 2-4 kali dalam sehari, belum lagi yang sampai menginap di hotel berbintang, bisa dibayangkan berapa kocek yang mengalir dalam kantongku, tapi seperti kata pepatah "Easy come easy go", uang mengalir masuk dengan mudahnya dan mengalir keluar dengan mudahnya pula dalam arena perjudian, tapi aku tidak pernah terlibat dalam drug, memakai sekali kali sih oke, itupun atas paksaan tamu.

Aku banyak memenuhi keinginan fantasy sexual para tamu, baik hanya berdua maupun bertiga, berempat tergantung kemauan para tamu, tapi dengan kelihaian rayuanku aku bisa memaksa para tamu untuk bercinta two in one atau three in one, yang one adalah aku, ini lebih sering terjadi dari pada aku bagian dari two atau three.

Banyak tamu yang ingin menjadikanku simpanannya bahkan jatuh cinta dan ingin menjadikanku simpanan bahkan istri kedua, tapi tak ada yang kutanggapi, karena pertimbanganku saat itu adalah dari sisi materi aku mendapat jauh lebih banyak sedangkan dari sisi sexual aku bisa menikmati dari tamu tamu yang memang aku seleksi, jadi belum ada alasan yang kuat untuk meninggalkan kehidupan ini, disamping itu aku sudah trauma ketika menjadi simpanan seorang pengacara Chinese saat pertama menjalani kehidupan ini. Ternyata freelance tidak terikat pada satu GM membuat aku bisa menentukan pilihan tamu yang aku terima maupun aku tolak dengan berbagai alasan.

Saat pertama kali aku terjun ke dunia ini atas bujukan seorang GM terkenal di Surabaya saat itu, namanya dikenal dengan Om Lok. Dia menempatkan aku di hotel berbintang di daerah Gunung Sari Surabaya, stand by di kamar menunggu tamu datang. Dalam posisi seperti itu aku tidak berdaya untuk menolak tamu kiriman Om Lok yang kebanyakan memang sudah seusia papaku, maklum dengan tariff setinggi itu tentu hanya orang berkantong teballah yang mampu "Membeli" tubuhku, untuk short time saja sudah di atas US$ 2500 tentu bukan sembarang kelas yang mampu, padahal pelayananku saat itu masih biasa saja, maklum dari ibu rumah tangga langsung terjun ke dunia seperti ini, tapi toh banyak tamu yang mengulang dan mengulang lagi, sehari aku rata rata bisa menerima tamu rata rata 2-3 kali. Kujalani kontrak dengan Om Lok selama satu bulan, karena porsi pembagiannya tidak seimbang antara dia dan aku, maka aku mulai dengan berjalan sendiri alias freelance.

Dikalangan para Germo (GM) maupun rekan seprofesi "Simatupang" (SIang MAlam Tunggu PANGgilan) aku lebih dikenal dengan sebutan Lily Panther, karena aku memakai mobil Phanter, hasil kerja kerasku selama sebulan dibawah "Management" Om Lok, bagi para rekan, GM, atau ex-tamu yang mungkin masih mengenalku kita bisa berkomunikasi via e-mail.

Cerita cerita sex yang aku kirim adalah penggalan catatan harianku selama menjalani kehidupan sebagai "Call girl", nama dan tempat aku samarkan tapi tidak jauh dari yang sebenarnya, cerita non sex yang banyak aku alami tidak aku ceritakan, karena tidak akan menarik penggemar cerita sex.

Sang Pengacara

Tamu pertama saat aku menjalani profesi ini adalah seorang pengacara Chinese dari Jakarta yang sedang menangani kasus di Surabaya, namanya HW, aku biasa panggil dia Koh Wi, berumur sekitar 50 tahun dan dialah orang yang akhirnya dengan kekuatan kepengacaraannya memutuskan kontrakku dengan Om Lok dan menjadikan aku sebagai simpanannya selama 3 bulan sebelum akhirnya aku tak tahan dan melepaskan diri dari ikatannya, dengan segala resiko yang harus aku tanggung.

Orangnya kelihatan tidak ramah, wajahnya kurang sedap dipandang, tapi apa dayaku, aku tak kuasa menolak karena memang tak boleh menolak setiap tamu yang dikirim Om Lok, padahal melihat wajahnya saja aku sudah ketakutan, habis seram sih, tapi itulah konsekuensinya.

Setelah Om Lok mengenalkan kami lalu dia meninggalkan aku berdua dengan Koh Wi, ada rasa tegang dan canggung berdua di kamar dengan orang asing, apalagi yang bertampang seperti Koh Wi, sungguh aku gugup dibuatnya.

Untunglah Koh Wi mengetahui kecanggunganku, sebagai tamu pertamaku dia cukup "Berjasa" membimbingku dalam menghadapi tamu berikutnya, menumbuhkan rasa percaya diriku. Tahu bahwa dia adalah tamu pertamaku, maka Koh Wi tidak langsung tubruk, dia cukup sabar dan telaten mengajariku.

Perlu dicatat, meski aku dibawah "Penguasaan" Om Lok, tapi hubungan aku dan dia sebatas hubungan bisnis, tak ada paksaan untuk melayaninya, jadi Koh Wi adalah orang kedua yang akan menikmati kehangatan tubuhku setelah suamiku dan dia akan kembali mem-perawan-I ku, karena sudah hampir 2 tahun sejak aku cerai belum pernah bercinta lagi.

Setelah ngobrol beberapa saat untuk mencairkan suasana, Koh Wi mendekatiku, menuntunku ke ranjang, jantungku berdetak keras ketika dia memelukku, kupejamkan mataku saat dia mulai mencium pipiku, kurapatkan bibirku ketika dia mulai mencoba mencium bibirku, aku mengangis dalam hati ketika tangannya mulai menjamah dadaku. Ternyata Koh Wi memang benar benar seorang yang sabar, merasa tidak mendapat respon yang semestinya, dia menghentikan aksinya, bukannya marah tapi dia malah tersenyum melihat keluguanku.

Kembali kami ngobrol, kali ini di atas ranjang, dia memang pandai membawa suasana hingga aku merasa akrab dengannya. Dia lalu menciumku, aku tetap memejamkan mataku, tapi ketika dia mencium bibirku, aku mulai membuka bibirku meski dengan tetap mata tertutup. Aku mulai membalas ciuman bibirnya ketika tangan Koh Wi menjamah dan mengelus dadaku, napasku mulai turun naik, maklum sudah 2 tahun tidak terjamah laki laki. Tanpa melepaskan ciumannya, Koh Wi mulai meremas remas buah dadaku, tanganku dibimbingnya ke selangkangannya, tak berani aku menggerakkan tanganku itu, kurasakan ketegangan di balik celananya, kembali tanganku dipegangnya dan diusap usapkan pada kejantanannya yang sudah tegang.

Ciuman Koh Wi sudah berpindah ke leherku, kurasakan kegelian yang sudah lama tidak kurasakan lagi, tangan Koh Wi sudah berpindah ke pahaku, gaun panjangku yang berbelahan hingga ke paha lebih memudahkan jelajah tangannya di sekitar paha hingga ke pangkalnya. Aku hanya menengadahkan kepalaku menikmati ciuman di leher dan usapan di pahaku, tanganku sudah berani mengusap dan meremas kejantanannya dari luar. Desis tertahan bercampur malu tak sadar keluar dari mulutku, aku sudah terhanyut dalam buaian lembut Koh Wi.

Tangan kiri Koh Wi yang dari tadi menjelajah di dadaku, sudah berhasil membuka resliting di punggungku dan menarik ke bawah hingga tampaklah bra biru tua berenda, secara reflek aku menutupi dadaku dengan kedua tanganku, Koh Wi tersenyum melihat reaksiku, kembali tanganku dibimbing ke selangkangannya, kali ini dia membuka ikat pinggang dan reslitingnya, tanganku dibimbingnya masuk ke dalam celananya hingga aku bisa menyentuh batang kejantanannya yang menegang keras meski dengan sedikit gemetar.

Koh Wi kembali menciumi leher dan pundakku, tangannya sudah kembali menjelajah di dadaku, mengelus dan meremas, lalu diselipkan di balik bra-ku, dia mendapatkan yang dia cari, putingku yang masih kemerahan segera dipermainkan dengan jarinya sambil meremas buah dadaku. Aku mendesis tertahan, tali bra-ku sudah merosot ke lenganku, dan tak lama kemudian terlepaslah bra itu dari tubuhku, aku ingin menutupi lagi dengan tanganku tapi dia mencegahnya, mukaku terasa panas memerah, malu karena harus memperlihatkan buah dadaku di depan orang yang baru kukenal belum satu jam yang lalu. Tapi Koh Wi tak memberiku kesempatan lebih lama, mencium leherku dan turun ke dadaku, dijilatinya sekujur buah dadaku dan berakhir pada kuluman di putingku yang kecil kemerahan.

"Aaahh.. sshh.. sshh" aku tak bisa menahan desah kenikmatan lebih lama lagi.

Tanganku segera mencari batang kejantanan Koh Wi, betapa terkejut ketika kuraih dan kugenggam, begitu besar rasanya, sepertinya jauh lebih besar dari punya suamiku dulu. Kuluman dan remasan Koh Wi begitu nikmat kurasakan setelah sekian lama hampa, dia berhasil menghanyutkanku kedalam buaiannya lebih jauh, hingga tak kusadari aku secara refleks menarik keluar batang kejantanannya dan mengocoknya, ternyata hal ini membuat kuluman dan remasan Koh Wi makin menggairahkan, maka semakin cepat kukocok penisnya. Jujur saja ini adalah penis kedua yang aku pegang setelah suamiku.

Ketika kulihat penis itu, sungguh aku terkejut, ternyata benar dugaanku ini penis itu jauh lebih besar bahkan mungkin dua kali lebih besar dari suamiku, agak gugup juga aku ketika membayangkan bahwa penis sebesar itu akan segera masuk ke vaginaku yang sempit. Tapi aku tak sempat gugup lebih lama lagi ketika Koh Wi merebahkan tubuhku di ranjang, dia melepas gaunku hingga tinggal celana dalam ungu yang mini. Koh Wi melepas pakaiannya hingga telanjang, kuperhatikan penisnya yang besar menggantung tegang di antara kakinya, perutnya yang gendut dan dada sedikit berbulu, dia langsung menghampiriku, mencium pipiku, menjilati putingku sambil tangannya menyelip dibalik celana dalamku, mulai mempermainkan daerah vaginaku, tak lama kemudian celana dalamku sudah terlepas, masih ada rasa risih bertelanjang di kamar berdua dengan orang asing.

Jilatan Koh Wi sudah menyusuri perutku, aku kaget ketika ternyata dia mulai menjilati vaginaku, belum pernah aku diperlakukan seperti ini oleh suamiku dulu.

"Jangan Koh, jangan, aku belum pernah, nggak usahlah" teriakku terkaget sambil mendorong kepalanya menjauh dari selangkanganku memberi perlawanan.

"Percaya deh, kamu pasti suka, kalau udah tahu rasanya pasti ketagihan" katanya langsung membenamkan kepalanya di selangkanganku, perlawananku terhenti ketika lidahnya mulai menyentuh klitoris dan bibir vagina, berganti dengan desahan desahan kenikmatan. Dia mempermainkan lidahnya di vaginaku dengan begitu gairah, kuremas remas rambutnya, aku semakin terbuai dalam permainannya. Kurasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan bahkan kubayangkan seumur hidupku, suamiku tak pernah melakukannya karena kuanggap hanya pantas dilakukan di film porno, tapi kini aku mengalaminya.

"Sshh.. sshh.. sshh.. ssuddaah aahh" desahku, tak tahan menahan kenikmatan yang baru kualami.

Kutarik rambutnya ke atas untuk menghentikan permainan lidahnya, tapi dia tetap melanjutkan sambil mempermainkan putingku, aku semakin tak karuan terhanyut dalam kenikmatan. Untunglah dia segera menghentikannya dan telentang di sampingku, masalah lain kemudian timbul ketika dia minta aku mengulum kejantanannya, aku berusaha untuk menolak, baru sekali aku melakukan dengan ex-suamiku, itupun setelah dipaksa dan aku tak mau melakukan lagi, terlalu menjijikkan bagiku, sepertinya hanya ada di film porno.

Koh Wi tetap memaksaku, meski tidak dengan fisik tapi ucapannya memaksaku melakukan itu, dengan penuh keraguan kupegang dan kujilat kepala penisnya yang basah, berulang kali aku meludah di sprei karena lendir di penis itu, terasa asin dan asing bagiku, ingin muntah rasanya. Sekali lagi aku harus mengakui kesabaran Koh Wi dalam "Membimbingku", begitu sabar dia memberi arahan dan rayuan hingga aku tak tega karena dia sudah melakukannya padaku, dengan menahan segala perasaan masuklah kepala penis itu ke mulutku, makin lama makin dalam penis itu di dalam mulutku, meski berkali kali aku harus mengusap ludahku dengan sprei, ini adalah penis kedua yang masuk mulutku. Seringkali kurasakan gigiku menggesek penis itu, tapi Koh Wi tetap mendesah desah membuatku ikut bergairah, aku masih belum tahu bagaimana memperlakukan penis itu di mulutku kecuali keluar masuk menggesek bibir dan terkadang gigiku.

Akhirnya Koh Wi merebahkanku kembali di ranjang, dia berjongkok di antara kakiku, kembali jantungku berdegup kencang, ada perasaan tidak karuan berkecamuk di dadaku ketika dia mulai mengusapkan penisnya ke bibir vaginaku, disini, di ranjang ini dengan orang ini aku pertama kali harus menyerahkan harkat kehormatanku sebagai seorang wanita, inilah tonggak awal sejarah kehidupanku, inilah saat aku mengawali profesiku, inilah saat mulai menyerahkan tubuhku pada siapapun yang mampu membayarku, inilah saatnya aku mulai belajar menikmati sex dengan siapapun tanpa ada rasa cinta yang selama ini aku agung agungkan dan inilah saatnya aku memendam segala perasaan demi kepuasan orang yang membayarku, tanpa kusadari air mata menetes dari ujung mataku, segera kusapu dengan tanganku, aku tak mau Koh Wi melihatnya.

Perlahan lahan kejantanan Koh Wi menembus vaginaku yang sudah lebih 2 tahun tidak tersentuh, kurasakan rasa nyeri ketika penis itu masuk makin dalam, teringat saat pertama kali berhubungan sex waktu perawan dulu. Dengan penis Koh Wi yang besar itu rasanya bibir vaginaku seperti tersobek, makin lama makin dalam hingga semua tertanam, penis Koh Wi serasa memenuhi vaginaku. Aku memejamkan mataku sambil menggigit bibirku, tak berani menggerakkan kakiku, begitu besar seolah mengganjal bagian dalam tubuhku, untungnya Koh Wi cukup berpengalaman, dia mendiamkan sejenak, meraba raba dan meremas remas buah dadaku untuk memberikan perasaan santai, semakin tegang maka otot vaginaku semakin mencengkeram erat.

Pelan pelan dia menarik keluar lalu pelan pula dia mendorong masuk kembali, begitu berkali kali hingga akhirnya rasa nyeri berubah menjadi nikmat, setiap gerakan penisnya di vaginaku menimbulkan kenikmatan bagiku, apalagi sudah 2 tahun aku tidak berhubungan sex. Vaginaku sudah mulai basah hingga Koh Wi mulai mempercepat kocokannya, aku sudah mulai mendesis dan mendesah kenikmatan, sungguh kenikmatan yang sudah lama tidak kurasakan, terlupakan sudah air mata yang sempat menetes, kulupakan sudah harkat ke-wanitaanku, dan terlupakan sudah dengan siapa aku sekarang sedang bercinta.

Dengan lihainya dia memberiku rangsangan kenikmatan yang lain, tangannya mengelus pahaku, meremas buah dadaku, mengulum putingku, mencium bibirku, mengulum telingaku, semua dilakukan tanpa menghentikan kocokannya, membuat aku makin menggeliat geliat dalam kenikmatan.

Aku sudah melupakan bahwa aku sedang bercinta dengan orang asing yang baru aku kenal satu jam yang lalu, aku sudah melupakan bahwa aku tidak mencintai orang ini, aku sudah melupakan bahwa orang ini usianya sebaya dengan papaku, bahkan aku sudah melupakan bahwa aku sedang bercinta dengan istri orang, bahkan aku sudah tak sadar bahwa aku sudah mulai menikmati bercinta tanpa feeling apapun kecuali berdasar uang, yang aku ingat hanyalah aku sedang mengarungi lautan kenikmatan bersama orang yang membayarku untuk mendapatkan kenikmatan dariku.

Koh Wi sudah tengkurap di atasku, dia memelukku erat, aku sudah bisa merasakan kenikmatan kocokannya, aku sudah bisa membalas ciuman bibirnya dengan penuh gairah, kakiku sudah melingkar di pinggulnya membuat penisnya makin dalam melesak dalam vaginaku. Keringat Koh Wi sudah membasahi sekujur tubuhku, waktu seolah berjalan begitu lambat, sepertinya sudah setengah jam dia mengocokku, tanpa kusadari aku terbawa dalam kenikmatan yang dalam menuju puncak kenikmatan, dan orgasme lebih dulu daripada Koh Wi, tubuhku menegang, kupeluk erat tubuh Koh Wi kemudian otot vaginaku berdenyut dengan kerasnya, aku menjerit dalam kenikmatan, kualami orgasme pertama setelah dua tahun aku melupakan bagaimana nikmatnya orgasme, mataku tetap terpejam, aku takut membuka mataku seakan takut terbangun dari mimpi indah, sesaat Koh Wi menghentikan gerakannya tapi kemudian dia mengocok lagi dengan tempo lebih cepat, aku mendesah atau lebih tepatnya menjerit, belum pernah aku mengalami orgasme seperti ini.

Ex-suamiku biasanya akan menghentikan gerakannya dan menikmati saat orgasmeku bersama sama, tapi Koh Wi lain lagi, dia malah mempercepat saat otot vaginaku berdenyut dengan hebatnya, sungguh pengalaman baru bagiku, ternyata justru jauh lebih nikmat, ini diluar bayanganku semula.

Tak lama kemudian Koh Wi mengikutiku orgasme, dia menanamkan penisnya dalam dalam dan menekan ke vaginaku, kurasakan penisnya mengembang membesar di dalam lalu menyemprotkan spermanya di vaginaku, denyutan dan semprotan itu begitu kuat menghantam dinding vaginaku, aku kaget dan menjerit kecil menerima semprotan itu, tak kusangka dia bisa menyemprot sekuat itu, menimbulkan kenikmatan tersendiri pasca orgasme, kunikmati denyutan demi denyutan, kurasakan denyutan orgasme dari penis kedua dalam hidupku, sperma kedua yang menyirami rahim dan vaginaku.

Koh Wi menelungkupkan tubuhnya yang penuh peluh di atas tubuhku, napas kami berpacu dalam kenikmatan, kurasakan perutnya yang gendut menekan perutku hingga aku agak kesulitan bernapas, kudorong dia hingga telentang di sampingku.

Kami berdua terdiam, aku merenungkan kejadian ini, baru saja aku bercinta dengan tamu pertama dalam profesiku, kini aku sudah resmi menjadi seorang pelacur, kini aku harus siap melayani setiap orang yang mampu membayar pelayananku tanpa ada hak memilih, kini aku harus bisa memuaskan tamuku dengan cara apapun, kini aku harus bisa memuaskan diriku sendiri disamping tugas utamaku memuaskan tamuku, kini aku harus berusaha membuat tamuku kembali, kini aku harus siap menanggung segala resiko yang timbul akibat pekerjaanku ini, kini aku harus bisa bercinta tanpa mempertimbangkan rasa cinta atau rasa suka, dan banyak lagi keharusan lain yang harus aku siapkan.

"Gila Ly, seperti bercinta dengan perawan, kencang banget" komentar Koh Wi memecahkan kebisuan diantara kami.

"Habis punya Koh Wi gede buanget, seperti saat perawan dulu, mungkin lecet kali"

"Nggak rugi deh aku merawani kamu"

Sebenarnya aku mau mengaku bahwa aku sangat menikmati percintaan barusan setelah dua tahun tidak bercinta, tapi aku malu mengatakannya.

Tak lama kemudian telepon berbunyi, ternyata dari Om Lok, dia menanyakan apakah sudah selesai atau Koh Wi mau tinggal lebih lama alis memperpanjang, kuberikan telepon itu ke Koh Wi, entah apa yang mereka bicarakan aku tak tahu lagi karena kutinggalkan Koh Wi ke kamar mandi untuk mencuci tubuh dan vaginaku dari sperma dan keringatnya, ada rasa jijik melihat spermanya, begitu juga dengan aroma keringatnya, tapi kutahan perasaan itu.

"Ly, aku ingin lebih lama tinggal tapi aku harus menjemput istriku di Juanda, terus terang aku sangat sangat sangat puas, mungkin besok aku kesini lagi" katanya ketika aku keluar dari kamar mandi sambil mengenakan kembali pakaiannya, sebenarnya aku tak peduli dia mau kesini apa enggak, aku berharap mendapat tamu yang lebih bagus dari dia.

Koh Wi memberiku tip beberapa ratus dolar sebelum meninggalkan kamar, kuhitung ada sepuluh lembar berarti hampir 2,5 juta (kurs saat itu sekitar 2400), aku tercenung di kamar sendirian sambil menggenggam dolar pemberian Koh Wi, begitu mudah mendapatkan uang dalam bisnis ini, belum lagi yang aku terima nanti dari Om Lok, aku mulai membayangkan manisnya profesi ini, disamping materi aku bisa mendapatkan kepuasan sex.

"Sudah dapat nikmat masih dibayar lagi" pikirku.

Aku masih menggenggam dolar itu dan dalam keadaan telanjang ketika Om Lok masuk ke kamar, sepertinya Koh Wi tidak menutup pintu dengan benar hingga bisa dibuka dari luar.

"Simpan uang itu, jangan dihambur hamburkan" kata Om Lok sambil matanya melototi tubuh telanjangku.

Aku segera menutup tubuhku sebisanya dan menyamber selimut yang ada di ranjang untuk menutup tubuhku, it's not for free. Om Lok datang membawa VCD Player dan beberapa disc, bisa diduga semua itu adalah film porno. Disamping itu dia membawa makanan kesukaanku yang pasti tidak tersedia di hotel ini. Aku dan Om Lok sebenarnya adalah tetangga, karena itu dia tahu dengan pasti saat aku bercerai dengan suamiku, hampir setahun dia membujukku untuk pekerjaan ini sebelum akhirnya aku menerimanya.

"Jam empat nanti akan ada tamu lagi, bersiaplah" kata Om Lok sebelum meninggalkan kamar, berarti masih ada waktu dua jam bagiku untuk istirahat dan bersiap.

Sambil tetap telanjang aku nikmati makanan kesukaanku, kuamati ranjang tempat aku pertama kali menyerahkan kehormatanku ke Koh Wi, tetap berantakan seperti saat Koh Wi meninggalkan kamar, beberapa bercak basah tampak di sprei, entah keringat entah sperma aku tidak tahu pasti. Selesai makan kurapikan sprei dan aku tiduran sambil nonton VCD bawaan Om Lok tadi, aku terhanyut menikmati film itu, tak terasa Disc kedua sudah aku putar hingga kusadari sudah hampir setengah empat, berarti aku harus bersiap menyambut kedatangan tamuku.

Segera aku mandi menyegarkan badan dan terutama untuk menghilangkan bau keringat Koh Wi yang mungkin masih menempel di tubuhku. Sesuai pesanan tamuku, kukenakan pakaian yang sexy, gaun panjang merah dengan punggung terbuka hanya bergantung pada ikatan di leherku, sengaja kukenakan bra strapless untuk menyesuaikan dengan model gaun itu, belahan kaki hingga jauh di atas paha, potongan model pakaian yang ketat hingga tampak tonjolan buah dadaku, kusemprotkan Issey Miyake di leher dan dadaku, kukenakan make up tipis penghias wajahku, kini aku sudah siap untuk menerima tamu kedua.

Agak deg deg-an dan penasaran aku menunggu, seperti apakah tamuku ini?, seperti apakah orang yang akan menikmati kehangatan tubuhku kali ini?, seperti apakah permainan sex-nya? apakah dia sesabar Koh Wi tadi? Berjuta pertanyaan bergelayut di pikiranku, aku tidak berani berharap terlalu banyak akan tamuku, aku Cuma akan berusaha sedapat mungkin memuaskan tamu dan sedapat mungkin juga mendapatkan kepuasan.

Pukul 4:10 sore tamuku datang, seorang cina lagi, usianya aku taksir hampir mendekati 50 tahun, tubuhnya yang ceking tetapi buncit dan berkacamata, entah minus berapa dia tapi kelihatannya cukup tebal. Sungguh jauh dari kesan romantis dan menyenangkan.

Namanya Rudi, kupanggil dia Koh Rudi, kubiasakan memanggil tamuku dengan Koh supaya tidak terkesan tua.

Aku sudah bisa menguasai diri, karena pembawaanku memang supel maka kini tak terlalu canggung bersama Koh Rudi berdua di kamar. Setelah berbasa basi mengakrabkan suasana, dia menarikku ke pangkuannya, tangannya langsung meraih buah dadaku karena memang terlihat montok mengundang, diremas remasnya sambil menciumi leherku, kembali rasa risih menyelimuti batinku, aku duduk dipangkuan Koh Rudi yang baru kukenal setengah jam yang lalu sambil menjamah dan menggerayangi sekujur tubuhku. Untuk menutupi rasa risih itu aku pura pura mendesis ke-enak-an, wajah Koh Rudi sudah diusap usapkan ke buah dadaku yang menonjol dengan gemas, tangannya mulai menggerayangi pahaku dari belahan paha gaun merahku.

Melihat Koh Rudi langsung melakukan manuver, akupun melakukan hal yang sama, "Lebih cepat lebih baik" pikirku, sambil mulai membuka kancing bajunya.

Koh Rudi sudah membuka resliting di punggungku ketika bajunya sudah terlepas dari tubuhnya, terlihat tulangnya yang terbungkus kulit, dan perut buncitnya yang menonjol. Gaunku sudah merosot hingga ke lengan, buah dadaku yang terbungkus bra biru berenda sudah tampak menantang, kembali Koh Rudi membenamkan wajahnya di antara kedua bukitku, agak risih juga aku diperlakukan seperti itu, tangannya sudah sampai di selangkangan dan mempermainkan vaginaku dari luar celana dalam, aku semakin risih, kututupi dengan ke-pura pura-anku mendesis, kubelai rambutnya yang sudah banyak memutih.

Dia mengluarkan bukitku dari sarangnya, langsung Koh Rudi mendaratkan bibirnya di putingku yang masih memerah mungil, dikulumnya puting itu dengan penuh nafsu sambil mempermainkan lidahnya. Ada sedikit kenikmatan menjalari tubuhku, tangan Koh Rudi menyelinap di balik celana dalamku, mempermainkan klitorisku, kupejamkan mataku, aku tak mau melihat wajah "Anehnya". Bra-ku sudah terlepas menutupi buah dadaku, "Gila bagus amat, kencang lagi" katanya ketika melihat sepasang buah dadaku yang sudah telanjang, langsung kembali mengulumnya, dari satu puting ke puting lainnya.

Jari tangan Koh Wi sudah menyusup di liang kenikmatanku, aku merasa geli dan risih dengan perlakuannya, ingin aku teriak marah tapi tak mungkin kulakukan, maka kulampiaskan dengan desis kepura-pura-an.

"Aku ingin merasakan vaginamu yang masih segar di hari pertamamu bekerja" bisiknya ketika menciumku.

Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung memintaku duduk dan jongkok di antara kakiku, dia adalah orang kedua dalam hidupku yang jongkok di selangkanganku dan dengan bebasnya melototi bagian kewanitaanku yang selama ini aku jaga, aku jadi malu dan marah, apalagi setelah dia melepas celana dalamku, diciumnya celana dalam itu, lalu dia kembali melototi vaginaku yang masih memerah dengan sorot mata penuh nafsu, aku benar benar marah diperlakukan seperti itu, tapi aku tak bisa berbuat apa apa, kutarik kepalanya ke vaginaku dan kubenamkan di selangkanganku.

Lebih baik aku menerima jilatan dari pada dipelototi seperti itu, Koh Rudi mengusap usapkan kepalanya di vaginaku, dia "Melahap" dengan nafsunya. Aku memejamkan mata berusaha menikmati jilatannya, kukonsentrasikan untuk menikmatinya daripada mengikuti emosi rasa risih ini sambil membayangkan adegan di film yang baru kulihat tadi, sepertinya aku berhasil, perlahan birahiku mulai naik, kutekan kepalanya lebih dalam di selangkanganku, kupaksakan aku mendesah menutupi kecanggungan birahi yang kurasakan aneh. Cukup lama Koh Rudi menjilati vaginaku sambil tangannya memainkan putingku, geli, marah, nikmat, semua bercampur menjadi satu emosi, kembali aku mendesah menutupi marah.

Koh Rudi berdiri, kubuka celananya dan menariknya turun, kini tinggal celana kolor sekali lagi celana kolor dan bukan celana dalam pada umumnya, aku geli melihatnya, sungguh tipikal orang kuno, kutarik celana kolornya turun, tampaklah penisnya yang kecil panjang sudah menegang, ada yang aneh di penis itu, ternyata dia tidak disunat, baru kali ini aku melihat penis orang dewasa yang tidak disunat, sungguh kelihatan aneh dan lucu, kutahan senyumanku agar dia tidak tersinggung. Kupegang kejantanannya, terasa aneh di tanganku, kukocok, kulit penisnya terasa mengganggu tanganku mengocok, terasa licin, tidak ada gesekan antara tanganku dan penisnya. Koh Rudi menyodorkan di mulutku, dengan senyum halus aku menolaknya, kuusap usapkan penis itu di pipiku tapi tak pernah menyentuh bibir, lalu kuusapkan kepala penis ke putingku, dia mulai mendesah.

Tubuh ceking buncit yang berdiri di depanku langsung berlutut di antara kakiku, menyingkap gaunku yang belum terlepas, lalu menyapukan kepala penis di bibir vaginaku, sambil memandangku penuh nafsu seakan hendak menelanku hidup hidup, Koh Rudi mendorong penisnya, dia menciumku gemas setelah berhasil memasukkan semua batang penis ke vaginaku, dibandingkan dengan punya ex-suamiku apalagi Koh Wi barusan, penis itu lebih kecil, terasa aneh di vaginaku, apalagi aku telah merasakan besarnya penis Koh Wi, terasa tak jauh beda dengan kocokan jari tangannya.

Rasa aneh bertambah aneh ketika Koh Rudi mulai mengocokku, seperti licin dan berlari lari di vaginaku, tak ada kenikmatan yang kurasakan, hanya geli dan lucu merasakan kocokan Koh Rudi, tapi aku tetap mendesah menutupi keanehan yang ada. Koh Rudi menciumi leherku sambil meremas buah dada dan mengocok vaginaku, tangannya begitu aktif menjamah tubuhku, begitu juga dengan lidahnya yang rajin menjelajah leher dan telingaku, aku menggelinjang geli, bukan kenikmatan yang kuperoleh tapi rasa geli, sungguh merupakan siksaan tersendiri, aku lebih suka jilatannya yang bervariasi dibanding kocokan penisnya di vagina.

Kuremas rambutnya, aku mulai menggoyang pinggulku mengimbangi gerakannya, aku mulai pura pura mendesah desah kenikmatan, semata mata untuk menambah gairah Koh Rudi biar lebih cepat menyelesaikan permainannya. Tapi diluar dugaanku, hampir limabelas menit dia mengocokku lalu minta ganti posisi, aku nungging di kursi dan dia mengocokku dari belakang, posisi doggie, sebenarnya ini posisi favouritku, tapi dengan Koh Rudi sungguh menjengkelkan karena aku tak bisa merasakan kenikmatan sexual. Dia mengocokku dengan keras, beberapa kali tubuhnya menghentak tubuhku, tapi tetap saja aku tidak bisa merasakan kenikmatan, padahal aku sudah memejamkan mata berkonsentrasi untuk meraih kenikmatan, tapi hanya geli dan geli yang kudapat.

"Oh yaa.. terus.. yaa.. aah.. yess" desahku pura pura, dia mempercepat kocokannya sambil meremas remas buah dadaku yang menggantung. Tubuh cekingnya seolah memelukku dari belakang, tapi terganjal perut buncitnya.

Kugoyang pantatku mengimbanginya, tubuh kami berimpit saling menggoyang, tak lama kemudian koh Rudi teriak orgasme, kurasakan cairan hangat membasahi vaginaku, aku pura pura teriak orgasme mengikutinya, denyutan penis Koh Rudi tak terasa begitu mendenyut, kugoyangkan pantatku lebih keras, akhirnya tubuh Koh Rudi melemas dan menarik penisnya dari vaginaku, dia duduk lemas di sofa, kudampingi duduk disampingnya, disambutnya dengan ciuman di pipi dan bibirku.

Kubersihkan penisnya dengan tissue lalu aku beranjak ke kamar mandi membersihkan vaginaku, lalu dengan berbalut handuk di badan kutemani Koh Rudi yang sekarang sudah telentang di ranjang, aku diminta menemaninya tiduran di situ. Kuangsurkan minuman, lalu kami tiduran di ranjang.

"Kamu banyak koleksi film ya, sering nonton?" tanyanya, rupanya dia melihat koleksi VCD-ku yang ada di meja rias.

"Belum, barusan tadi player dan VCD-nya dibeli, enakan main sendiri dari pada nonton" jawabku.

"Lebih enak lagi kalo main sambil nonton" katanya lagi.

"Atau nonton sambil main" jawabku.

"Terserahlah yang jelas sama sama enak" katanya sambil mencium pipiku.

..bersambung

Binalnya Nana, Istriku

Akhirnya kuselesaikan juga tugas dinasku selama empat bulan penuh di Australia. Aku pulang membawa setumpuk laporan hasil kerja yang nantinya kuserahkan pada boss.

Beruntung tadi malam aku masih sempat jalan jalan di pusat kota Perth dan tak lupa mengunjungi sex shop terbesar disana seperti yang dipromosikan teman-teman. Kubeli beberapa sex toys dan puluhan DVD bokep sebagai cenderamata buat istri tercinta dan beberapa kolega. Harganya relatif lebih murah dibandingkan di dalam negeri.

Pukul enam pagi waktu setempat aku terbang kembali ke negeri tercinta. Setelah transit di beberapa bandara akhirnya jam empat sore aku mendarat di bandara Ahmad Yani.

Setelah kudapatkan semua barang bawaanku, aku selekasnya beranjak keluar. Kulihat istriku berdiri di ujung koridor. Ia mengenakan kaus ketat tanpa lengan yang dipadu blouse mini setengah paha membuat ia terlihat sangat cantik dan menggairahkan. Ada sebatang rokok tergamit di jarinya.

Kami berpelukan sejenak melepas setumpuk kerinduan. Lalu kukecup bibirnya. Setelah itu aku bermaksud mengajaknya pulang.

“Kenalin dulu, Ko! ini Edo….” Ujar istriku menunjuk pada seorang pria muda yang berdiri tepat di sisinya, sembari mengisap dalam-dalam rokok A Mild mentholnya.

“Tadi kebetulan kita berdua nunggu bareng…” sambungnya menjelaskan.

“Jay…” kataku tersenyum sambil mengulurkan tangan.

“Edo,” balasnya dengan simpatik.

“Jemput siapa nih, Do?” tanyaku basa-basi.

“Justru aku sebetulnya lagi nunggu jemputan… Sejak tadi aku kontak kantor cabang tapi engga nyambung terus. Linenya lagi rusak kali.”

“Ke mana sih tujuan kamu?”

Dia menyebut sebuah kantor di jalan Gajah Mada.

“Kebetulan itu searah dengan kami…. Mau ikut?” aku menawarkan diri.

Edo setuju lalu kami berjalan menuju tempat parkir. Sepanjang perjalanan yang memakan waktu kurang lebih dua puluhan menit kami saling ngobrol mengakrabkan diri.

Ia ternyata dari Indonesia Timur. Seorang manager pada sebuah perusahaan pembiayaan yang berpusat di kotaku ini. Meski warna kulitnya hitam keling namun terlihat wajahnya sangat ramah dan bersahabat. Ia tidak ganteng tapi cukup menarik. Edo bilang kalau dua tiga tahun sekali ia harus terbang ke kantor pusat untuk memberi laporan hasil pekerjaannya di kantor cabang di NTT sana.

Kuturunkan dirinya tepat di depan gedung yang ditujunya. Sebelum berpisah kami sempat bertukar nomor hape. Kemudian aku meneruskan perjalanan ke rumah.

“Kayaknya sekarang kamu banyak berubah deh, Say….” ujarku pada istriku.

“Maksud Koko?” tanyanya sembari mengerinyitkan dahi.

Kukatakan padanya kalau dulu ia tidak suka mengenakan pakaian yang sexy di tempat umum kecuali di acara pesta. Dulu ia juga bukan pecandu rokok. Dulu ia kurang welcome dengan orang asing tapi tadi kayaknya ia begitu cepat akrab dengan Edo seperti sudah kenal bertahun-tahun saja.

“Ahh… Koko terlalu sensi saja…. Tapi bolehkan kalau aku sedikit mengubah gaya?” tanyanya sembari menghembuskan asap rokoknya yang segera terhisap keluar lewat celah jendela mobil yang sedikit dibuka.

“Iya engga apa-apa toh, Say! Aku malah tambah suka koq! Kamu jadi terlihat semakin sexy dan menggemaskan aja sekarang! Oh ya…. Ayo cerita dong petualanganmu selama kutinggal!”

Kemudian dengan polos Nana menceritakan semuanya. Bagaimana ia dikerjai di sebuah ruang karaoke, lalu pengalaman bercinta dengan Mark, lalu pengalaman ber-threesome bersama Mark dan istrinya. Serta beberapa petualangan lain.

Saat menyimak pengalaman istriku bukannya aku menjadi jealous malahan aku menjadi begitu horny. Sudah tidak waraskah diriku???

Begitu sampai di rumah, aku selekasnya menarik masuk Nana ke dalam kamar. Saat itu aku benar-benar sedang kasmaran. Kudekap dirinya. Kuciumi bibirnya, lehernya dan sepanjang lekuk tubuhnya. Satu persatu kupreteli pembalut di tubuhnya hingga ia telanjang bulat.

Kubalikkan tubuhnya. Kulingkarkan tangan pada pinggangnya lalu kuciumi punggungnya. Ia meraih tanganku untuk mengajakku berbaring di ranjang. Kuusap-usap pipinya, dagunya lalu kuraba lekuk payudaranya yang sangat montok dan kencang.

Nana meraih bajuku kemudian melepasinya. Ia mulai menciumi dadaku yang sedikit ditumbuhi bulu. Kami bergulingan di atas ranjang….. saling menyentuh, menjilati, dan menghisap.

Aku berguling ke atas tubuhnya lalu menyurukkan muka tepat di selangkangannya. Kuamati vaginanya telah basah memerah dan menganga lebar penuh hasrat birahi. Kujulurkan lidah ke dalam, menggerakkannya berkeliling, dan menggetarkan dinding-dinding vaginanya. Saat kugelitikkan lidahku, Nana melengkungkan punggung penuh rasa nikmat dan kulakukan terus-menerus sampai lendir birahinya membanjir keluar.

Kutindih tubuhnya sambil melesakkan batang kemaluan yang sudah sangat tegang itu ke dalam liang surgawinya. Kugerakkan pinggulku naik turun dengan sangat cepat seperti sedang kesetanan saking kangennya diriku padanya. Aku terus memompa seperti gerakan sebuah piston, makin lama makin cepat.

Nana mencapai puncaknya sambil mengangkat pinggulnya ke atas. Ia dekap erat-erat diriku seolah-olah sangat takut kehilangan. Selanjutnya ia dekatkan mulutnya ke batang kemaluanku. Ia keluar masukkan dengan sangat gemas. Ia juga menghisapinya dengan rakus. Sebelum aku mencapai klimaks, kutarik tubuhnya dan menempatkannya di atasku.

Ia mengggoyangkan pantatnya maju mundur seperti sedang menggilas pakaian. Saat itu tanpa sadar ia merendahkan tubuhnya ke depan sehingga aku dapat membenamkan mukaku ke dalam belahan payudaranya dan dengan bebas dapat mengisap putingnya.

Istriku terus bergerak. Aku juga menghentak-hentakkan pinggul dari bawah. Sangat liarrrrr….. sampai tubuh kami bergetar dan bersama-sama memancarkan cairan orgasme.

Kami beristirahat sebentar sambil ngobrol dan merokok. Kuminta istriku bercerita lagi tentang petualangan asmaranya dengan pria-pria lain. Ada setidaknya enam orang lelaki yang pernah berkencan dengannya.

Wuih! Ternyata istriku menjadi pecandu seks juga sekarang. Semua terjadi hanya dalam waktu empat bulan saja. Kembali aku menjadi sangat terangsang saat mendengarkannya. Penisku yang semula loyo berangsur mulai menegang dan mengeras.

Kami saling merapatkan bibir, berpagutan, saling meraba dengan tingkat perangsangan lembut. Kugelitik payudaranya dan menghisapi putingnya. Aku terus meremas dan merangsang buah dadanya sampai putingnya berdiri mengeras.

Lalu aku beralih pada selangkangannya. Kulumat dan kucumbu bagian tubuhnya yang sangat kurindukan siang malam selama empat bulan. Bulu-bulu kemaluannya yang tumbuh lebat masih terawat dengan baik. Aroma khas vaginanya juga masih menjadi bau yang menyalakan nafsu birahiku. Liangnya sudah merekah bagai kelopak bunga, tampak becek dan sangat licin karena lendir cintanya yang deras mengalir keluar. Kukitari bibir liang itu beberapa saat sebelum kugelitiki klitorisnya dengan ujung lidah.

“Ooooh! Ayolah, Koooo!” ujarnya penuh tuntutan.

Kutarik tubuhnya membuatnya merangkak membelakangiku. Kubenamkan penisku dari belakang. Zakarku menepuk-nepuk pantatnya setiap kali aku memompa vaginanya. Kunikmati denyutan-denyutan dinding vaginanya yang membuat tusukanku bertambah nikmat ribuan kali. Nana terus mendesah. Setiap kali ia mendesah lebih keras aku mendorong penisku lebih dalam. Aku mengakhiri perjalanan birahinya dengan sebuah desakan kuat dan sedalam-dalamnya.

“Aaaaaagggggggccc…!” Nana memekik penuh kepuasan.

Kutarik tubuhnya ke tepi ranjang. Kutelentangkan ia disana, lalu kunaikkan kakinya ke atas bahuku. Dalam posisi berdiri kumasuki vaginanya kembali. Nana menggoyangkan pinggulnya secara mendatar setiap kali aku mendorong batang kemaluanku. Semakin lama goyangannya semakin menghentak-hentak. Liang senggamanya memang luar biasa nikmatnya sehingga aku ingin menikmatinya semalaman. Namun karena sudah sangat terangsang akhirnya kami sama-sama menjerit penuh ketegangan disertai memancarnya lendir orgasme kami dalam waktu yang hampir bersamaan.

***
Dua hari berlalu. Siang itu Nana meneleponku saat aku sedang menyelesaikan laporan di kantor. Tidak seperti biasanya. Pasti ada hal yang spesial pikirku. Ternyata memang benar adanya.

“Ko….. tadi Edo kontak ke hapeku. Ia bilang kalau pesawatnya di-cancel sampai besok sore… Dia juga bilang lagi kesulitan mencari hotel untuk sekedar transit… Kalau….”

“kita suruh ia nginap di rumah aja bagaimana. Itu khan maksud elu?” potongku.

“Iya.. iya, Ko… kasihan khan kalau ia bener-bener ga dapat hotel?” jawab istriku yang tiba-tiba menjadi sangat perhatian.

“Kasihan dia apa kasihan kamu, Na? Apa kamu pingin nyoba pisang hitam panjang, nih?” tanyaku menggoda.

“Engga… engga! Masa Koko berpikir begitu sih? Gimana, Ko. Boleh engga Edo kita suruh nginap di rumah?” kata istriku terus membujuk.

Akhirnya aku menyerah juga.

“Ya, bolehlah kalau kamu emang menyukainya.”

“Kamu memang suami yang luar biasa, Kooo…! Trims ya. I love you! Cup! Cup!Cup!”

Lalu telepon diputus. Saat itu jam satu lewat dua puluh menitan. Akupun sibuk meneruskan pekerjaanku. Sekitar jam empat mendadak aku pingin nelepon istriku sekedar menyapanya. Rupanya ponselnya sedang tidak diaktifkan. Kucoba beberapa kali namun tetap tidak bisa. Lalu kucoba menghubungi kantornya . Kebetulan aku sudah mengenal operator yang bertugas saat itu.

“Hallo Shanti! Nana ada?”

“Engga tuh, Mas Jay. Hari ini doi cuman dateng lalu berpamitan mau jenguk famili yang sakit.”

Hah? Famili sakit? Apa pula ini??? Aneh…….!

“Apa engga jalan bareng toh, Masss?” tanya Shanti sedikit ragu.

“Engga sih, Shan. Gue lagi sibuk di kantor. Okey gitu dulu, Shan. Thanks yaaaa….”

Lalu kuputuskan kontak.

Sialan! Bener-bener istriku jadi binal! Pasti ia telah bersama Edo seharian ini, atau malah mungkin sejak kemarin.

“Dasarrrr wanita gatel!” omelku dalam hati.

Membayangkan keduanya lagi bercinta membuat aku terangsang sendiri sehingga kucoba mempercepat pekerjaanku yang masih setumpuk. Sayang baru jam setengah tujuh malam aku bisa merampungkannya. Secepat kilat kupacu mobilku menuju rumah. Di benakku hanya ada keinginan untuk melakukan threesome dengan istriku dan Edo.

Hari sudah mulai gelap saat aku sampai. Teras rumahku sudah terang benderang oleh temaramnya lampu yang dinyalakan. Nana keluar menyambutku. Ia menyapaku dengan senyuman yang sangat manis dan manja. Kami berciuman sejenak sebelum kutarik masuk tubuhnya.

Saat itu ia hanya mengenakan gaun tidur model kimono dari bahan satin yang dihiasi renda-renda di bagian dadanya. Puting susunya tampak menyembul dan tercetak jelas pada gaun itu sehingga dengan mudah kutebak kalau ia tidak mengenakan pakaian dalam. Masih tersisa peluh di dahinya sebagaimana seorang yang habis berolah raga atau bekerja keras.

“Habis kerja keras nih!” sindirku.

“AH! Koko bisa aja,” sahutnya dengan pipi yang tersipu.

“Edo dimana, Na?”

“Kayaknya lagi mandi….”

Kutarik tangannya menuju sofa yang ada di ruangan tengah. Aku mengajaknya berciuman sebentar sebelum kulanjutkan bertanya.

“Lelaki itu hebat, Na?”.

Ia tidak menjawab melainkan hanya membeliakkan mata ke arahku.

“Berapa kali kamu dapat klimaks? Enam, delapan?” sambungku yang juga tidak dijawabnya. Bikin aku makin gemes aja.

Kembali kulumat bibirnya dan mulai menggerayangi bagian dadanya. Nana menolak dengan halus karena ia ingin aku mandi terlebih dahulu sementara ia akan menyiapkan makan malam. Aku setuju.

Selesai mandi aku keluar menuju ruang tengah dengan mengenakan kimono mandi dan celana dalam saja. Edo dan istriku sudah duduk berdampingan di meja makan menungguku. Saat melihatku datang, Edo tampak wajar dan tenang saja seolah tak ada kejadian apa-apa. Padahal ia tentunya ngeh kalau aku sudah tahu ia baru saja menyetubuhi istriku. Jelas istriku sudah menceritakan semuanya.

Kami bersantap malam sambil berbincang-bincang mengenai banyak hal. Setelah selesai Nana memunguti piring-piring kotor untuk dibawanya ke dapur. Sementara itu aku dan Edo melangkah ke ruang tengah. Aku duduk di sofa panjang, sedang ia duduk di sofa single di seberangku.

“Bagaimana istriku, Do?” tanyaku dengan nada sengaja kupelankan agar tidak terdengar oleh Nana yang masih sibuk mencuci piring.

“Luar biasa, Jay! Elu bener-bener suami yang sangat beruntung punya bini secantik dia…. “

“Berapa kali kalian melakukannya?”

“Mungkin tiga atau empat kali, aku engga ingat. soalnya “V” bini elu sungguh sangat nikmat. Kenyal dan pulennnn…. Belum lagi service-nya yang benar-benar luar biasaaa…. Aku jadi ketagihan berat padanya!”

“Sialan kalian! Lagi ngomongin gue, yaaa!” omel Nana yang mendadak telah berdiri di sisiku. Ia lalu kutarik duduk di sebelahku.

“Edo bilang aku suami yang beruntung punya bini sesempurna dirimu, Say….” ujarku.

“Biasa… lelaki kalau ada maunya pasti ngumbar rayuan mauttt…” cibir istriku.

“Bukan gitu, Na…. tapi emang kamu istri yang sangat sempurna koq.” lanjutku membela Edo seraya menempelkan bibirku ke bibirnya.

Istriku kembali menolakku dengan halus. Ia mengusulkan untuk lebih dulu menonton DVD porno yang kubeli di Perth tempo hari. Aku kembali setuju.

Dengan santai kami bertiga menikmati adegan-adegan penggugah nafsu itu. Belum sampai selesai film yang kami tonton, kulihat Nana mulai tidak tenang duduknya. Berkali-kali ia geser-geser dan ubah-ubah posisi kakinya, seolah-olah ada sesuatu yang aneh di pangkal pahanya.

Kuciumi lehernya sambil merabakan tanganku pada tonjolan buah dadanya yang masih terbalut kimono satinnya. Kali ini istriku tidak menolak. Bahkan ia sangat menikmati ciuman dan remasanku. Putingnya menjadi semakin mengeras dan semakin menyembul.

Edo sejauh ini masih menahan diri dengan hanya menonton adegan mesra kami berdua.

Dengan sangat gampang kutarik lepas tali pengikat kimononya kemudian kusibakkan ujung-ujungnya ke kanan dan ke kiri. Kutatap dengan penuh kekaguman kedua payudaranya yang montok dan ranum sebelum kujilati serta kuisapi. Ketika kuselipkan tangan pada pangkal pahanya kutemukan sebuah celah yang sudah sangat becek penuh lendir birahi.

“Uuuhhhhfsss……….” desahnya perlahan namun terdengar sangat nikmat.

Nana meraih kepalaku lalu menggiringnya ke arah selangkangannya. Akupun menurut. Sembari bergerak, kuciumi setiap bagian tubuhnya yang kulewati. Perutnya. Pusarnya. Bulu-bulu kemaluannya yang lebat, serta bongkahan vaginanya yang membulat sempurna bak cangkang penyu. Kutelusuri bibir liang yang telah terkuak lebar itu kemudian kujulurkan lidah menggelitik kelentitnya yang telah sangat menonjol.

Istriku menggerinjal serta melenguh sangat nikmat setiap aku melakukannya.

Edo bangkit mendekati kami dengan tubuh yang sudah bertelanjang bulat. Tampaknya ia akhirnya tak tahan juga hanya menjadi penonton. Batang kemaluannya yang hitam panjang dan kekar itu terlihat sudah sangat tegang, mendongak minta jatah.

Ia mengajak istriku berciuman. Istriku secara spontan langsung menyambutnya mesra dengan bibirnya. Tangan Edo mulai meremas-remas buah dada istriku sementara tangan istriku telah menggenggam batang kemaluannya yang lebih gemuk daripada milikku.

Kujulurkan lidah dan kubenamkan berulangkali pada liang kemaluan istriku yang seolah tanpa ujung itu. Kutusuk-tusukkan sambil menikmati setiap aliran lendir asmaranya. Desah mulut Nana menjadi semakin keras terdengar.

Edo bangkit menyodorkan kemaluannya ke mulut Nana. Batang sepanjang dua puluhan centi itu disambut istriku dengan lidah yang terjulur. Lalu dengan sangat lahap istriku mulai mengulumnya.

Kusibakkan kimono mandiku dan kupelorotkan celana dalamku. Kugenggam dan kuurut-urut otot sepanjang lima belas centi yang menyembul di antara kedua pahaku sambil menyaksikan istriku sedang melumat penis hitam Edo yang panjang itu penuh nafsu. Aku menjadi semakin terangsang dan ingin segera menyetubuhi istriku. Kuangkat kedua kakinya kemudian kudorong batang kemaluanku ke depan. Kubenamkan batang itu dengan penuh perasaan ke dalam liang syahwat istriku, sambil menikmati setiap gesekan lembut dengan dinding-dinding dalam vaginanya.

Inci demi inci. Sekonyong-konyong aku disergap berjuta-juta gelombang kenikmatan selama proses pemasukan itu. Bermula dari ujung penisku lalu menjalar ke batangnya lalu menyebar ke seluruh bagian tubuhku. Kucoba mengeksplorasi kenikmatan yang lebih besar dengan tak henti hentinya menggali….. menggali….. dan menggali liang itu lebih dalam lagi.

Sementara itu istriku masih asyik mengulum black banana yang ada dalam genggaman tangannya. Nana terus-menerus mengerang nikmat saat tubuhnya bergoyang maju mundur diombang-ambingkan gelombang birahi yang kuciptakan.

Kemudian ia mengejang. Seluruh otot di tubuhnya berkontraksi hebat saat dirinya dilanda puncak ketegangan. Ia menjerit panjangggg pada saat badai orgasme tiba-tiba meledak dan menyambar dirinya! Cairan kenikmatannya memancar dan melumasi seluruh batang kemaluanku yang masih terbenam di sana.

Kami lalu berganti posisi. Aku duduk di sofa sedangkan Nana menyurukkan mukanya ke selangkanganku, ia mengisapi dengan lahap batang kemaluanku yang masih basah kuyub oleh lendir orgasmenya. Giliran Edo yang menyetubuhi istriku dari belakang. Benda sepanjang sembilan inci itu digerakkan keluar masuk dengan sangat cepat. Terdengar suara “plok!plok! plok!” setiap kali zakar Edo menepuk-nepuk pantat istriku.

“Oooghttt….oooghffff….” desah istriku tanpa melepaskan batang kemaluanku dari mulutnya. Setiap kali istriku mendesah lebih keras, Edo melesakkan batang kemaluannya lebih dalam lagi.

Edo tidak membiarkan dirinya segera mencapai puncak. Ia menarik dirinya dari dalam tubuh Nana. Tanpa minta izin terlebih dulu, ia langsung mengambil istriku dari diriku untuk dinikmatinya sendiri saja. Aku membiarkannya saja sambil istirahat mengocok-ngocok batangku dan menonton aksi mereka berdua. Ia menelentangkan tubuh istriku di atas sofa.

Ia buka kedua kaki istriku lalu menaikkannya ke atas bahunya sambil membenamkan kembali batang kemaluannya. Keduanya bergerak dalam irama yang selaras melaju dengan pasti menuju ke puncak tertinggi. Istriku tampak begitu menikmati setiap hunjaman kemaluan Edo. Ia menyambutnya dengan goyangan pinggulnya yang menghentak-hentak.

Denyutan nikmat yang diciptakan Nana membuat Edo tambah bersemangat. Ia percepat gerakan keluar masuknya seperti sedang memacu seekor kuda balap. Terdengar napas keduanya terengah-engah saling mengerang dan melenguh penuh nikmat.

Beberapa menit kemudian istriku kembali memekik penuh kepuasan sambil mendekap erat-erat tubuh Edo. Tampak kontras sekali kedua tubuh bugil mereka yang sedang bersatu. Istriku begitu putih sedangkan Edo berkulit gelap. Edo masih memompa dengan sangat cepat dan berusaha secepatnya mencapai klimaks.

Beberapa detik sebelum terjadinya pancaran klimaks, Edo mencabut penisnya kemudian menghampiri wajah istriku. Ia merancap dengan sangat cepat sampai terdengar lenguhannya yang keras ketika ujung batang kemaluannya menyemburkan cairan kental berwarna putih pekat yang sengaja diarahkan ke bibir Nana. Setelah pancuran spermanya mereda, istriku menjilati ujung kemaluan Edo sampai bersih.

Aku sejak tadi hanya bisa terpesona menyaksikan pergulatan keduanya sambil terus mengurut-urut batang kemaluanku sendiri. Melihat celah vagina Nana yang menganga dan mengkilap karena lendir birahinya membuat aku sangat terangsang dan ingin memasukinya.

Begitu Edo menggeliat ke samping untuk beristirahat, kutancapkan kemaluanku ke dalam vagina istriku dengan sangat bernafsu. Meskipun liang senggama itu kini terasa sedikit longgar, tetap saja ia mampu memberi rasa nikmat yang luar biasa. Kulumat liang itu dengan sangat bergairah. Nana kembali menggoyang pinggulnya membuat liang vaginanya terasa bertambah nikmat ribuan kali.

Aku semakin kesetanan saat menyetubuhinya. Apa yang kulakukan rupanya menyebabkan menyalanya kembali gairah istriku. Kini kami berdua saling menuntut kepuasan puncak dengan saling menggesek dan meraba. Sekian menit kemudian kupercepat gerakan pinggulku saat terasa desakan yang sangat kuat di ujung penisku.

Istriku memekik dengan keras ketika ia lebih dahulu sampai di puncak. Nyaris berbarengan, kurasakan ujung penisku bergetar hebat. Kucoba menekan pinggulku lebih dalam lagi. Akhirnya batang kemaluanku menggelepar-gelepar sembari memuntahkan cairan kenikmatan dalam jumlah yang sangat banyak di antara himpitan liang vagina Nana. Saking banyaknya hingga meluber keluar dan meleleh di atas sofa.

Setelah beristirahat sejenak, kami bertiga melanjutkan permainan di dalam kamar. Secara bergantian aku dan Edo menggarap Nana. Malam itu belasan kali istriku mencapai klimaks disertai jeritan panjang penuh kepuasan.

TAMAT

Paling Populer Selama Ini