6/27/2011

Kisah Seorang Call Girl - I

Ini adalah kisah nyata dalam perjalanan hidupku, terjadi sebelum akhirnya nasib mempertemukan aku dengan suamiku sekarang ini.

Namaku Lily, waktu itu umurku 26 tahun, sebagai seorang gadis panggilan tentu banyak pengalaman sexual yang aku alami dari bermacam umur, golongan, pangkat, tingkah laku, gaya hidup bahkan perlakuan sex.

Postur tubuhku yang 167 cm, berat 50 dan ukuran 36B, ditambah kulit tubuhku yang putih mulus, mata agak sipit seperti gadis chinesse, wajah cantik mirip Cornelia "Sarah" Agatha (kata orang sih), tentu tidaklah sulit bagiku untuk mendapatkan "Tamu" bahkan lebih sering menolak, daripada mencari.

Penampilanku memang layaknya Chinese apalagi lingkungan pergaulanku juga kalangan Chinese di kota Surabaya, maka 90% tamu-ku adalah dari kalangan Chinese, sisanya yang sepuluh persen adalah para penggede Orde Baru, pejabat, anak pejabat, bahkan cucu pejabat, baik pejabat local maupun pusat, menteri dan anak anaknya, bahkan aku pernah melayani Pak Menteri dan anaknya dalam satu hari, perwira tinggi bahkan Jendral, Gubernur, suami artis ternama dan tak ketinggalan sang cucu dari Cendana, ada yang masih menjabat hingga tahun 2002 ini tapi banyak yang sudah pensiun, sedang di sidang, bahkan sudah berada di penjara.

Memang pangsa pasarku adalah golongan atas, sesuai dengan penampilanku yang high class, tentunya tariff yang aku kenakan juga sudah pasti angka 7 digit bahkan bisa 8 digit kalau menginap atau harus ke luar kota, tapi dari para tamu memang harga segitu sepadan dengan servis yang aku berikan, terbukti hampir 95% dari tamu adalah pelanggan lama, memang aku membatasi dan sedikit pemilih dalam melayani tamu, karena disamping masalah uang tapi juga selera, tujuannya adalah untuk mendapatkan kepuasan dalam sex maupun financial, yang pasti aku berusaha supaya bukan tamu-ku saja yang puas tapi aku juga bisa mendapatkan kepuasan.

Aku biasa melayani tamu dan panggilan short time 2-4 kali dalam sehari, belum lagi yang sampai menginap di hotel berbintang, bisa dibayangkan berapa kocek yang mengalir dalam kantongku, tapi seperti kata pepatah "Easy come easy go", uang mengalir masuk dengan mudahnya dan mengalir keluar dengan mudahnya pula dalam arena perjudian, tapi aku tidak pernah terlibat dalam drug, memakai sekali kali sih oke, itupun atas paksaan tamu.

Aku banyak memenuhi keinginan fantasy sexual para tamu, baik hanya berdua maupun bertiga, berempat tergantung kemauan para tamu, tapi dengan kelihaian rayuanku aku bisa memaksa para tamu untuk bercinta two in one atau three in one, yang one adalah aku, ini lebih sering terjadi dari pada aku bagian dari two atau three.

Banyak tamu yang ingin menjadikanku simpanannya bahkan jatuh cinta dan ingin menjadikanku simpanan bahkan istri kedua, tapi tak ada yang kutanggapi, karena pertimbanganku saat itu adalah dari sisi materi aku mendapat jauh lebih banyak sedangkan dari sisi sexual aku bisa menikmati dari tamu tamu yang memang aku seleksi, jadi belum ada alasan yang kuat untuk meninggalkan kehidupan ini, disamping itu aku sudah trauma ketika menjadi simpanan seorang pengacara Chinese saat pertama menjalani kehidupan ini. Ternyata freelance tidak terikat pada satu GM membuat aku bisa menentukan pilihan tamu yang aku terima maupun aku tolak dengan berbagai alasan.

Saat pertama kali aku terjun ke dunia ini atas bujukan seorang GM terkenal di Surabaya saat itu, namanya dikenal dengan Om Lok. Dia menempatkan aku di hotel berbintang di daerah Gunung Sari Surabaya, stand by di kamar menunggu tamu datang. Dalam posisi seperti itu aku tidak berdaya untuk menolak tamu kiriman Om Lok yang kebanyakan memang sudah seusia papaku, maklum dengan tariff setinggi itu tentu hanya orang berkantong teballah yang mampu "Membeli" tubuhku, untuk short time saja sudah di atas US$ 2500 tentu bukan sembarang kelas yang mampu, padahal pelayananku saat itu masih biasa saja, maklum dari ibu rumah tangga langsung terjun ke dunia seperti ini, tapi toh banyak tamu yang mengulang dan mengulang lagi, sehari aku rata rata bisa menerima tamu rata rata 2-3 kali. Kujalani kontrak dengan Om Lok selama satu bulan, karena porsi pembagiannya tidak seimbang antara dia dan aku, maka aku mulai dengan berjalan sendiri alias freelance.

Dikalangan para Germo (GM) maupun rekan seprofesi "Simatupang" (SIang MAlam Tunggu PANGgilan) aku lebih dikenal dengan sebutan Lily Panther, karena aku memakai mobil Phanter, hasil kerja kerasku selama sebulan dibawah "Management" Om Lok, bagi para rekan, GM, atau ex-tamu yang mungkin masih mengenalku kita bisa berkomunikasi via e-mail.

Cerita cerita sex yang aku kirim adalah penggalan catatan harianku selama menjalani kehidupan sebagai "Call girl", nama dan tempat aku samarkan tapi tidak jauh dari yang sebenarnya, cerita non sex yang banyak aku alami tidak aku ceritakan, karena tidak akan menarik penggemar cerita sex.

Sang Pengacara

Tamu pertama saat aku menjalani profesi ini adalah seorang pengacara Chinese dari Jakarta yang sedang menangani kasus di Surabaya, namanya HW, aku biasa panggil dia Koh Wi, berumur sekitar 50 tahun dan dialah orang yang akhirnya dengan kekuatan kepengacaraannya memutuskan kontrakku dengan Om Lok dan menjadikan aku sebagai simpanannya selama 3 bulan sebelum akhirnya aku tak tahan dan melepaskan diri dari ikatannya, dengan segala resiko yang harus aku tanggung.

Orangnya kelihatan tidak ramah, wajahnya kurang sedap dipandang, tapi apa dayaku, aku tak kuasa menolak karena memang tak boleh menolak setiap tamu yang dikirim Om Lok, padahal melihat wajahnya saja aku sudah ketakutan, habis seram sih, tapi itulah konsekuensinya.

Setelah Om Lok mengenalkan kami lalu dia meninggalkan aku berdua dengan Koh Wi, ada rasa tegang dan canggung berdua di kamar dengan orang asing, apalagi yang bertampang seperti Koh Wi, sungguh aku gugup dibuatnya.

Untunglah Koh Wi mengetahui kecanggunganku, sebagai tamu pertamaku dia cukup "Berjasa" membimbingku dalam menghadapi tamu berikutnya, menumbuhkan rasa percaya diriku. Tahu bahwa dia adalah tamu pertamaku, maka Koh Wi tidak langsung tubruk, dia cukup sabar dan telaten mengajariku.

Perlu dicatat, meski aku dibawah "Penguasaan" Om Lok, tapi hubungan aku dan dia sebatas hubungan bisnis, tak ada paksaan untuk melayaninya, jadi Koh Wi adalah orang kedua yang akan menikmati kehangatan tubuhku setelah suamiku dan dia akan kembali mem-perawan-I ku, karena sudah hampir 2 tahun sejak aku cerai belum pernah bercinta lagi.

Setelah ngobrol beberapa saat untuk mencairkan suasana, Koh Wi mendekatiku, menuntunku ke ranjang, jantungku berdetak keras ketika dia memelukku, kupejamkan mataku saat dia mulai mencium pipiku, kurapatkan bibirku ketika dia mulai mencoba mencium bibirku, aku mengangis dalam hati ketika tangannya mulai menjamah dadaku. Ternyata Koh Wi memang benar benar seorang yang sabar, merasa tidak mendapat respon yang semestinya, dia menghentikan aksinya, bukannya marah tapi dia malah tersenyum melihat keluguanku.

Kembali kami ngobrol, kali ini di atas ranjang, dia memang pandai membawa suasana hingga aku merasa akrab dengannya. Dia lalu menciumku, aku tetap memejamkan mataku, tapi ketika dia mencium bibirku, aku mulai membuka bibirku meski dengan tetap mata tertutup. Aku mulai membalas ciuman bibirnya ketika tangan Koh Wi menjamah dan mengelus dadaku, napasku mulai turun naik, maklum sudah 2 tahun tidak terjamah laki laki. Tanpa melepaskan ciumannya, Koh Wi mulai meremas remas buah dadaku, tanganku dibimbingnya ke selangkangannya, tak berani aku menggerakkan tanganku itu, kurasakan ketegangan di balik celananya, kembali tanganku dipegangnya dan diusap usapkan pada kejantanannya yang sudah tegang.

Ciuman Koh Wi sudah berpindah ke leherku, kurasakan kegelian yang sudah lama tidak kurasakan lagi, tangan Koh Wi sudah berpindah ke pahaku, gaun panjangku yang berbelahan hingga ke paha lebih memudahkan jelajah tangannya di sekitar paha hingga ke pangkalnya. Aku hanya menengadahkan kepalaku menikmati ciuman di leher dan usapan di pahaku, tanganku sudah berani mengusap dan meremas kejantanannya dari luar. Desis tertahan bercampur malu tak sadar keluar dari mulutku, aku sudah terhanyut dalam buaian lembut Koh Wi.

Tangan kiri Koh Wi yang dari tadi menjelajah di dadaku, sudah berhasil membuka resliting di punggungku dan menarik ke bawah hingga tampaklah bra biru tua berenda, secara reflek aku menutupi dadaku dengan kedua tanganku, Koh Wi tersenyum melihat reaksiku, kembali tanganku dibimbing ke selangkangannya, kali ini dia membuka ikat pinggang dan reslitingnya, tanganku dibimbingnya masuk ke dalam celananya hingga aku bisa menyentuh batang kejantanannya yang menegang keras meski dengan sedikit gemetar.

Koh Wi kembali menciumi leher dan pundakku, tangannya sudah kembali menjelajah di dadaku, mengelus dan meremas, lalu diselipkan di balik bra-ku, dia mendapatkan yang dia cari, putingku yang masih kemerahan segera dipermainkan dengan jarinya sambil meremas buah dadaku. Aku mendesis tertahan, tali bra-ku sudah merosot ke lenganku, dan tak lama kemudian terlepaslah bra itu dari tubuhku, aku ingin menutupi lagi dengan tanganku tapi dia mencegahnya, mukaku terasa panas memerah, malu karena harus memperlihatkan buah dadaku di depan orang yang baru kukenal belum satu jam yang lalu. Tapi Koh Wi tak memberiku kesempatan lebih lama, mencium leherku dan turun ke dadaku, dijilatinya sekujur buah dadaku dan berakhir pada kuluman di putingku yang kecil kemerahan.

"Aaahh.. sshh.. sshh" aku tak bisa menahan desah kenikmatan lebih lama lagi.

Tanganku segera mencari batang kejantanan Koh Wi, betapa terkejut ketika kuraih dan kugenggam, begitu besar rasanya, sepertinya jauh lebih besar dari punya suamiku dulu. Kuluman dan remasan Koh Wi begitu nikmat kurasakan setelah sekian lama hampa, dia berhasil menghanyutkanku kedalam buaiannya lebih jauh, hingga tak kusadari aku secara refleks menarik keluar batang kejantanannya dan mengocoknya, ternyata hal ini membuat kuluman dan remasan Koh Wi makin menggairahkan, maka semakin cepat kukocok penisnya. Jujur saja ini adalah penis kedua yang aku pegang setelah suamiku.

Ketika kulihat penis itu, sungguh aku terkejut, ternyata benar dugaanku ini penis itu jauh lebih besar bahkan mungkin dua kali lebih besar dari suamiku, agak gugup juga aku ketika membayangkan bahwa penis sebesar itu akan segera masuk ke vaginaku yang sempit. Tapi aku tak sempat gugup lebih lama lagi ketika Koh Wi merebahkan tubuhku di ranjang, dia melepas gaunku hingga tinggal celana dalam ungu yang mini. Koh Wi melepas pakaiannya hingga telanjang, kuperhatikan penisnya yang besar menggantung tegang di antara kakinya, perutnya yang gendut dan dada sedikit berbulu, dia langsung menghampiriku, mencium pipiku, menjilati putingku sambil tangannya menyelip dibalik celana dalamku, mulai mempermainkan daerah vaginaku, tak lama kemudian celana dalamku sudah terlepas, masih ada rasa risih bertelanjang di kamar berdua dengan orang asing.

Jilatan Koh Wi sudah menyusuri perutku, aku kaget ketika ternyata dia mulai menjilati vaginaku, belum pernah aku diperlakukan seperti ini oleh suamiku dulu.

"Jangan Koh, jangan, aku belum pernah, nggak usahlah" teriakku terkaget sambil mendorong kepalanya menjauh dari selangkanganku memberi perlawanan.

"Percaya deh, kamu pasti suka, kalau udah tahu rasanya pasti ketagihan" katanya langsung membenamkan kepalanya di selangkanganku, perlawananku terhenti ketika lidahnya mulai menyentuh klitoris dan bibir vagina, berganti dengan desahan desahan kenikmatan. Dia mempermainkan lidahnya di vaginaku dengan begitu gairah, kuremas remas rambutnya, aku semakin terbuai dalam permainannya. Kurasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan bahkan kubayangkan seumur hidupku, suamiku tak pernah melakukannya karena kuanggap hanya pantas dilakukan di film porno, tapi kini aku mengalaminya.

"Sshh.. sshh.. sshh.. ssuddaah aahh" desahku, tak tahan menahan kenikmatan yang baru kualami.

Kutarik rambutnya ke atas untuk menghentikan permainan lidahnya, tapi dia tetap melanjutkan sambil mempermainkan putingku, aku semakin tak karuan terhanyut dalam kenikmatan. Untunglah dia segera menghentikannya dan telentang di sampingku, masalah lain kemudian timbul ketika dia minta aku mengulum kejantanannya, aku berusaha untuk menolak, baru sekali aku melakukan dengan ex-suamiku, itupun setelah dipaksa dan aku tak mau melakukan lagi, terlalu menjijikkan bagiku, sepertinya hanya ada di film porno.

Koh Wi tetap memaksaku, meski tidak dengan fisik tapi ucapannya memaksaku melakukan itu, dengan penuh keraguan kupegang dan kujilat kepala penisnya yang basah, berulang kali aku meludah di sprei karena lendir di penis itu, terasa asin dan asing bagiku, ingin muntah rasanya. Sekali lagi aku harus mengakui kesabaran Koh Wi dalam "Membimbingku", begitu sabar dia memberi arahan dan rayuan hingga aku tak tega karena dia sudah melakukannya padaku, dengan menahan segala perasaan masuklah kepala penis itu ke mulutku, makin lama makin dalam penis itu di dalam mulutku, meski berkali kali aku harus mengusap ludahku dengan sprei, ini adalah penis kedua yang masuk mulutku. Seringkali kurasakan gigiku menggesek penis itu, tapi Koh Wi tetap mendesah desah membuatku ikut bergairah, aku masih belum tahu bagaimana memperlakukan penis itu di mulutku kecuali keluar masuk menggesek bibir dan terkadang gigiku.

Akhirnya Koh Wi merebahkanku kembali di ranjang, dia berjongkok di antara kakiku, kembali jantungku berdegup kencang, ada perasaan tidak karuan berkecamuk di dadaku ketika dia mulai mengusapkan penisnya ke bibir vaginaku, disini, di ranjang ini dengan orang ini aku pertama kali harus menyerahkan harkat kehormatanku sebagai seorang wanita, inilah tonggak awal sejarah kehidupanku, inilah saat aku mengawali profesiku, inilah saat mulai menyerahkan tubuhku pada siapapun yang mampu membayarku, inilah saatnya aku mulai belajar menikmati sex dengan siapapun tanpa ada rasa cinta yang selama ini aku agung agungkan dan inilah saatnya aku memendam segala perasaan demi kepuasan orang yang membayarku, tanpa kusadari air mata menetes dari ujung mataku, segera kusapu dengan tanganku, aku tak mau Koh Wi melihatnya.

Perlahan lahan kejantanan Koh Wi menembus vaginaku yang sudah lebih 2 tahun tidak tersentuh, kurasakan rasa nyeri ketika penis itu masuk makin dalam, teringat saat pertama kali berhubungan sex waktu perawan dulu. Dengan penis Koh Wi yang besar itu rasanya bibir vaginaku seperti tersobek, makin lama makin dalam hingga semua tertanam, penis Koh Wi serasa memenuhi vaginaku. Aku memejamkan mataku sambil menggigit bibirku, tak berani menggerakkan kakiku, begitu besar seolah mengganjal bagian dalam tubuhku, untungnya Koh Wi cukup berpengalaman, dia mendiamkan sejenak, meraba raba dan meremas remas buah dadaku untuk memberikan perasaan santai, semakin tegang maka otot vaginaku semakin mencengkeram erat.

Pelan pelan dia menarik keluar lalu pelan pula dia mendorong masuk kembali, begitu berkali kali hingga akhirnya rasa nyeri berubah menjadi nikmat, setiap gerakan penisnya di vaginaku menimbulkan kenikmatan bagiku, apalagi sudah 2 tahun aku tidak berhubungan sex. Vaginaku sudah mulai basah hingga Koh Wi mulai mempercepat kocokannya, aku sudah mulai mendesis dan mendesah kenikmatan, sungguh kenikmatan yang sudah lama tidak kurasakan, terlupakan sudah air mata yang sempat menetes, kulupakan sudah harkat ke-wanitaanku, dan terlupakan sudah dengan siapa aku sekarang sedang bercinta.

Dengan lihainya dia memberiku rangsangan kenikmatan yang lain, tangannya mengelus pahaku, meremas buah dadaku, mengulum putingku, mencium bibirku, mengulum telingaku, semua dilakukan tanpa menghentikan kocokannya, membuat aku makin menggeliat geliat dalam kenikmatan.

Aku sudah melupakan bahwa aku sedang bercinta dengan orang asing yang baru aku kenal satu jam yang lalu, aku sudah melupakan bahwa aku tidak mencintai orang ini, aku sudah melupakan bahwa orang ini usianya sebaya dengan papaku, bahkan aku sudah melupakan bahwa aku sedang bercinta dengan istri orang, bahkan aku sudah tak sadar bahwa aku sudah mulai menikmati bercinta tanpa feeling apapun kecuali berdasar uang, yang aku ingat hanyalah aku sedang mengarungi lautan kenikmatan bersama orang yang membayarku untuk mendapatkan kenikmatan dariku.

Koh Wi sudah tengkurap di atasku, dia memelukku erat, aku sudah bisa merasakan kenikmatan kocokannya, aku sudah bisa membalas ciuman bibirnya dengan penuh gairah, kakiku sudah melingkar di pinggulnya membuat penisnya makin dalam melesak dalam vaginaku. Keringat Koh Wi sudah membasahi sekujur tubuhku, waktu seolah berjalan begitu lambat, sepertinya sudah setengah jam dia mengocokku, tanpa kusadari aku terbawa dalam kenikmatan yang dalam menuju puncak kenikmatan, dan orgasme lebih dulu daripada Koh Wi, tubuhku menegang, kupeluk erat tubuh Koh Wi kemudian otot vaginaku berdenyut dengan kerasnya, aku menjerit dalam kenikmatan, kualami orgasme pertama setelah dua tahun aku melupakan bagaimana nikmatnya orgasme, mataku tetap terpejam, aku takut membuka mataku seakan takut terbangun dari mimpi indah, sesaat Koh Wi menghentikan gerakannya tapi kemudian dia mengocok lagi dengan tempo lebih cepat, aku mendesah atau lebih tepatnya menjerit, belum pernah aku mengalami orgasme seperti ini.

Ex-suamiku biasanya akan menghentikan gerakannya dan menikmati saat orgasmeku bersama sama, tapi Koh Wi lain lagi, dia malah mempercepat saat otot vaginaku berdenyut dengan hebatnya, sungguh pengalaman baru bagiku, ternyata justru jauh lebih nikmat, ini diluar bayanganku semula.

Tak lama kemudian Koh Wi mengikutiku orgasme, dia menanamkan penisnya dalam dalam dan menekan ke vaginaku, kurasakan penisnya mengembang membesar di dalam lalu menyemprotkan spermanya di vaginaku, denyutan dan semprotan itu begitu kuat menghantam dinding vaginaku, aku kaget dan menjerit kecil menerima semprotan itu, tak kusangka dia bisa menyemprot sekuat itu, menimbulkan kenikmatan tersendiri pasca orgasme, kunikmati denyutan demi denyutan, kurasakan denyutan orgasme dari penis kedua dalam hidupku, sperma kedua yang menyirami rahim dan vaginaku.

Koh Wi menelungkupkan tubuhnya yang penuh peluh di atas tubuhku, napas kami berpacu dalam kenikmatan, kurasakan perutnya yang gendut menekan perutku hingga aku agak kesulitan bernapas, kudorong dia hingga telentang di sampingku.

Kami berdua terdiam, aku merenungkan kejadian ini, baru saja aku bercinta dengan tamu pertama dalam profesiku, kini aku sudah resmi menjadi seorang pelacur, kini aku harus siap melayani setiap orang yang mampu membayar pelayananku tanpa ada hak memilih, kini aku harus bisa memuaskan tamuku dengan cara apapun, kini aku harus bisa memuaskan diriku sendiri disamping tugas utamaku memuaskan tamuku, kini aku harus berusaha membuat tamuku kembali, kini aku harus siap menanggung segala resiko yang timbul akibat pekerjaanku ini, kini aku harus bisa bercinta tanpa mempertimbangkan rasa cinta atau rasa suka, dan banyak lagi keharusan lain yang harus aku siapkan.

"Gila Ly, seperti bercinta dengan perawan, kencang banget" komentar Koh Wi memecahkan kebisuan diantara kami.

"Habis punya Koh Wi gede buanget, seperti saat perawan dulu, mungkin lecet kali"

"Nggak rugi deh aku merawani kamu"

Sebenarnya aku mau mengaku bahwa aku sangat menikmati percintaan barusan setelah dua tahun tidak bercinta, tapi aku malu mengatakannya.

Tak lama kemudian telepon berbunyi, ternyata dari Om Lok, dia menanyakan apakah sudah selesai atau Koh Wi mau tinggal lebih lama alis memperpanjang, kuberikan telepon itu ke Koh Wi, entah apa yang mereka bicarakan aku tak tahu lagi karena kutinggalkan Koh Wi ke kamar mandi untuk mencuci tubuh dan vaginaku dari sperma dan keringatnya, ada rasa jijik melihat spermanya, begitu juga dengan aroma keringatnya, tapi kutahan perasaan itu.

"Ly, aku ingin lebih lama tinggal tapi aku harus menjemput istriku di Juanda, terus terang aku sangat sangat sangat puas, mungkin besok aku kesini lagi" katanya ketika aku keluar dari kamar mandi sambil mengenakan kembali pakaiannya, sebenarnya aku tak peduli dia mau kesini apa enggak, aku berharap mendapat tamu yang lebih bagus dari dia.

Koh Wi memberiku tip beberapa ratus dolar sebelum meninggalkan kamar, kuhitung ada sepuluh lembar berarti hampir 2,5 juta (kurs saat itu sekitar 2400), aku tercenung di kamar sendirian sambil menggenggam dolar pemberian Koh Wi, begitu mudah mendapatkan uang dalam bisnis ini, belum lagi yang aku terima nanti dari Om Lok, aku mulai membayangkan manisnya profesi ini, disamping materi aku bisa mendapatkan kepuasan sex.

"Sudah dapat nikmat masih dibayar lagi" pikirku.

Aku masih menggenggam dolar itu dan dalam keadaan telanjang ketika Om Lok masuk ke kamar, sepertinya Koh Wi tidak menutup pintu dengan benar hingga bisa dibuka dari luar.

"Simpan uang itu, jangan dihambur hamburkan" kata Om Lok sambil matanya melototi tubuh telanjangku.

Aku segera menutup tubuhku sebisanya dan menyamber selimut yang ada di ranjang untuk menutup tubuhku, it's not for free. Om Lok datang membawa VCD Player dan beberapa disc, bisa diduga semua itu adalah film porno. Disamping itu dia membawa makanan kesukaanku yang pasti tidak tersedia di hotel ini. Aku dan Om Lok sebenarnya adalah tetangga, karena itu dia tahu dengan pasti saat aku bercerai dengan suamiku, hampir setahun dia membujukku untuk pekerjaan ini sebelum akhirnya aku menerimanya.

"Jam empat nanti akan ada tamu lagi, bersiaplah" kata Om Lok sebelum meninggalkan kamar, berarti masih ada waktu dua jam bagiku untuk istirahat dan bersiap.

Sambil tetap telanjang aku nikmati makanan kesukaanku, kuamati ranjang tempat aku pertama kali menyerahkan kehormatanku ke Koh Wi, tetap berantakan seperti saat Koh Wi meninggalkan kamar, beberapa bercak basah tampak di sprei, entah keringat entah sperma aku tidak tahu pasti. Selesai makan kurapikan sprei dan aku tiduran sambil nonton VCD bawaan Om Lok tadi, aku terhanyut menikmati film itu, tak terasa Disc kedua sudah aku putar hingga kusadari sudah hampir setengah empat, berarti aku harus bersiap menyambut kedatangan tamuku.

Segera aku mandi menyegarkan badan dan terutama untuk menghilangkan bau keringat Koh Wi yang mungkin masih menempel di tubuhku. Sesuai pesanan tamuku, kukenakan pakaian yang sexy, gaun panjang merah dengan punggung terbuka hanya bergantung pada ikatan di leherku, sengaja kukenakan bra strapless untuk menyesuaikan dengan model gaun itu, belahan kaki hingga jauh di atas paha, potongan model pakaian yang ketat hingga tampak tonjolan buah dadaku, kusemprotkan Issey Miyake di leher dan dadaku, kukenakan make up tipis penghias wajahku, kini aku sudah siap untuk menerima tamu kedua.

Agak deg deg-an dan penasaran aku menunggu, seperti apakah tamuku ini?, seperti apakah orang yang akan menikmati kehangatan tubuhku kali ini?, seperti apakah permainan sex-nya? apakah dia sesabar Koh Wi tadi? Berjuta pertanyaan bergelayut di pikiranku, aku tidak berani berharap terlalu banyak akan tamuku, aku Cuma akan berusaha sedapat mungkin memuaskan tamu dan sedapat mungkin juga mendapatkan kepuasan.

Pukul 4:10 sore tamuku datang, seorang cina lagi, usianya aku taksir hampir mendekati 50 tahun, tubuhnya yang ceking tetapi buncit dan berkacamata, entah minus berapa dia tapi kelihatannya cukup tebal. Sungguh jauh dari kesan romantis dan menyenangkan.

Namanya Rudi, kupanggil dia Koh Rudi, kubiasakan memanggil tamuku dengan Koh supaya tidak terkesan tua.

Aku sudah bisa menguasai diri, karena pembawaanku memang supel maka kini tak terlalu canggung bersama Koh Rudi berdua di kamar. Setelah berbasa basi mengakrabkan suasana, dia menarikku ke pangkuannya, tangannya langsung meraih buah dadaku karena memang terlihat montok mengundang, diremas remasnya sambil menciumi leherku, kembali rasa risih menyelimuti batinku, aku duduk dipangkuan Koh Rudi yang baru kukenal setengah jam yang lalu sambil menjamah dan menggerayangi sekujur tubuhku. Untuk menutupi rasa risih itu aku pura pura mendesis ke-enak-an, wajah Koh Rudi sudah diusap usapkan ke buah dadaku yang menonjol dengan gemas, tangannya mulai menggerayangi pahaku dari belahan paha gaun merahku.

Melihat Koh Rudi langsung melakukan manuver, akupun melakukan hal yang sama, "Lebih cepat lebih baik" pikirku, sambil mulai membuka kancing bajunya.

Koh Rudi sudah membuka resliting di punggungku ketika bajunya sudah terlepas dari tubuhnya, terlihat tulangnya yang terbungkus kulit, dan perut buncitnya yang menonjol. Gaunku sudah merosot hingga ke lengan, buah dadaku yang terbungkus bra biru berenda sudah tampak menantang, kembali Koh Rudi membenamkan wajahnya di antara kedua bukitku, agak risih juga aku diperlakukan seperti itu, tangannya sudah sampai di selangkangan dan mempermainkan vaginaku dari luar celana dalam, aku semakin risih, kututupi dengan ke-pura pura-anku mendesis, kubelai rambutnya yang sudah banyak memutih.

Dia mengluarkan bukitku dari sarangnya, langsung Koh Rudi mendaratkan bibirnya di putingku yang masih memerah mungil, dikulumnya puting itu dengan penuh nafsu sambil mempermainkan lidahnya. Ada sedikit kenikmatan menjalari tubuhku, tangan Koh Rudi menyelinap di balik celana dalamku, mempermainkan klitorisku, kupejamkan mataku, aku tak mau melihat wajah "Anehnya". Bra-ku sudah terlepas menutupi buah dadaku, "Gila bagus amat, kencang lagi" katanya ketika melihat sepasang buah dadaku yang sudah telanjang, langsung kembali mengulumnya, dari satu puting ke puting lainnya.

Jari tangan Koh Wi sudah menyusup di liang kenikmatanku, aku merasa geli dan risih dengan perlakuannya, ingin aku teriak marah tapi tak mungkin kulakukan, maka kulampiaskan dengan desis kepura-pura-an.

"Aku ingin merasakan vaginamu yang masih segar di hari pertamamu bekerja" bisiknya ketika menciumku.

Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung memintaku duduk dan jongkok di antara kakiku, dia adalah orang kedua dalam hidupku yang jongkok di selangkanganku dan dengan bebasnya melototi bagian kewanitaanku yang selama ini aku jaga, aku jadi malu dan marah, apalagi setelah dia melepas celana dalamku, diciumnya celana dalam itu, lalu dia kembali melototi vaginaku yang masih memerah dengan sorot mata penuh nafsu, aku benar benar marah diperlakukan seperti itu, tapi aku tak bisa berbuat apa apa, kutarik kepalanya ke vaginaku dan kubenamkan di selangkanganku.

Lebih baik aku menerima jilatan dari pada dipelototi seperti itu, Koh Rudi mengusap usapkan kepalanya di vaginaku, dia "Melahap" dengan nafsunya. Aku memejamkan mata berusaha menikmati jilatannya, kukonsentrasikan untuk menikmatinya daripada mengikuti emosi rasa risih ini sambil membayangkan adegan di film yang baru kulihat tadi, sepertinya aku berhasil, perlahan birahiku mulai naik, kutekan kepalanya lebih dalam di selangkanganku, kupaksakan aku mendesah menutupi kecanggungan birahi yang kurasakan aneh. Cukup lama Koh Rudi menjilati vaginaku sambil tangannya memainkan putingku, geli, marah, nikmat, semua bercampur menjadi satu emosi, kembali aku mendesah menutupi marah.

Koh Rudi berdiri, kubuka celananya dan menariknya turun, kini tinggal celana kolor sekali lagi celana kolor dan bukan celana dalam pada umumnya, aku geli melihatnya, sungguh tipikal orang kuno, kutarik celana kolornya turun, tampaklah penisnya yang kecil panjang sudah menegang, ada yang aneh di penis itu, ternyata dia tidak disunat, baru kali ini aku melihat penis orang dewasa yang tidak disunat, sungguh kelihatan aneh dan lucu, kutahan senyumanku agar dia tidak tersinggung. Kupegang kejantanannya, terasa aneh di tanganku, kukocok, kulit penisnya terasa mengganggu tanganku mengocok, terasa licin, tidak ada gesekan antara tanganku dan penisnya. Koh Rudi menyodorkan di mulutku, dengan senyum halus aku menolaknya, kuusap usapkan penis itu di pipiku tapi tak pernah menyentuh bibir, lalu kuusapkan kepala penis ke putingku, dia mulai mendesah.

Tubuh ceking buncit yang berdiri di depanku langsung berlutut di antara kakiku, menyingkap gaunku yang belum terlepas, lalu menyapukan kepala penis di bibir vaginaku, sambil memandangku penuh nafsu seakan hendak menelanku hidup hidup, Koh Rudi mendorong penisnya, dia menciumku gemas setelah berhasil memasukkan semua batang penis ke vaginaku, dibandingkan dengan punya ex-suamiku apalagi Koh Wi barusan, penis itu lebih kecil, terasa aneh di vaginaku, apalagi aku telah merasakan besarnya penis Koh Wi, terasa tak jauh beda dengan kocokan jari tangannya.

Rasa aneh bertambah aneh ketika Koh Rudi mulai mengocokku, seperti licin dan berlari lari di vaginaku, tak ada kenikmatan yang kurasakan, hanya geli dan lucu merasakan kocokan Koh Rudi, tapi aku tetap mendesah menutupi keanehan yang ada. Koh Rudi menciumi leherku sambil meremas buah dada dan mengocok vaginaku, tangannya begitu aktif menjamah tubuhku, begitu juga dengan lidahnya yang rajin menjelajah leher dan telingaku, aku menggelinjang geli, bukan kenikmatan yang kuperoleh tapi rasa geli, sungguh merupakan siksaan tersendiri, aku lebih suka jilatannya yang bervariasi dibanding kocokan penisnya di vagina.

Kuremas rambutnya, aku mulai menggoyang pinggulku mengimbangi gerakannya, aku mulai pura pura mendesah desah kenikmatan, semata mata untuk menambah gairah Koh Rudi biar lebih cepat menyelesaikan permainannya. Tapi diluar dugaanku, hampir limabelas menit dia mengocokku lalu minta ganti posisi, aku nungging di kursi dan dia mengocokku dari belakang, posisi doggie, sebenarnya ini posisi favouritku, tapi dengan Koh Rudi sungguh menjengkelkan karena aku tak bisa merasakan kenikmatan sexual. Dia mengocokku dengan keras, beberapa kali tubuhnya menghentak tubuhku, tapi tetap saja aku tidak bisa merasakan kenikmatan, padahal aku sudah memejamkan mata berkonsentrasi untuk meraih kenikmatan, tapi hanya geli dan geli yang kudapat.

"Oh yaa.. terus.. yaa.. aah.. yess" desahku pura pura, dia mempercepat kocokannya sambil meremas remas buah dadaku yang menggantung. Tubuh cekingnya seolah memelukku dari belakang, tapi terganjal perut buncitnya.

Kugoyang pantatku mengimbanginya, tubuh kami berimpit saling menggoyang, tak lama kemudian koh Rudi teriak orgasme, kurasakan cairan hangat membasahi vaginaku, aku pura pura teriak orgasme mengikutinya, denyutan penis Koh Rudi tak terasa begitu mendenyut, kugoyangkan pantatku lebih keras, akhirnya tubuh Koh Rudi melemas dan menarik penisnya dari vaginaku, dia duduk lemas di sofa, kudampingi duduk disampingnya, disambutnya dengan ciuman di pipi dan bibirku.

Kubersihkan penisnya dengan tissue lalu aku beranjak ke kamar mandi membersihkan vaginaku, lalu dengan berbalut handuk di badan kutemani Koh Rudi yang sekarang sudah telentang di ranjang, aku diminta menemaninya tiduran di situ. Kuangsurkan minuman, lalu kami tiduran di ranjang.

"Kamu banyak koleksi film ya, sering nonton?" tanyanya, rupanya dia melihat koleksi VCD-ku yang ada di meja rias.

"Belum, barusan tadi player dan VCD-nya dibeli, enakan main sendiri dari pada nonton" jawabku.

"Lebih enak lagi kalo main sambil nonton" katanya lagi.

"Atau nonton sambil main" jawabku.

"Terserahlah yang jelas sama sama enak" katanya sambil mencium pipiku.

..bersambung

No comments:

Post a Comment

Paling Populer Selama Ini