7/08/2011

Kemarahan Sang Ayah

Sejak kecil, Purnomo memang bukan murid yang pandai. Sejak SD kelas satu, dia selalu mendapat prestasi terburuk di sekolahnya. Bahkan sudah beberapa kali hampir saja tinggal kelas. Prestasi buruknya itu terus dipertahankan Purnomo hingga kelas 3 SMU. Inilah masa penentuan dari semua pendidikan yang telah ditempuhnya.

Tapi dengan otaknya yang memang kurang mampu, Purnomo pun gagal dalam tes kelulusan SMU-nya. Sepucuk surat dilayangkan ke rumahnya untuk memberitahukan tentang kegagalannya. Ayah Purnomo, baru saja pulang kerja malam itu, langsung naik pitam saat membaca surat itu. Susah payah, dia membiayai pendidikan Purnomo seorang diri, sebab istrinya telah meninggal saat melahirkan Purnomo. Tapi Purnomo menghancurkan jerih payahnya. Dengan kesal, ayah Purnomo berlari ke kamar anaknya dan mendobrak pintunya.

"Purnomo! Sini kamu!" teriaknya, kesal sekali.

Beban kantor sudah cukup membuatnya kesal. Tapi Purnomo malah membuatnya semakin kesal. Takut melihat ayahnya, Purnomo mencoba kabur dari kamarnya tapi segera ditangkap oleh ayahnya.

"Kamu bikin malu saja. Ayah udah kesal banget sama kamu."

Tubuh Purnomo memang sedikit lebih kecil dibanding ayahnya, maka dia tak berdaya saat digiring kembali ke kamarnya. Dengan kasar, Purnomo dilempar ke ranjangnya. Remaja tampan itu bersimbah keringat dingin, ketakutan, saat ayahnya melepaskan dasi dan kemejanya. Lalu ayahnya itu melepaskan celana panjangnya pula.

Ayah Purnomo memang lumayan seksi. Dadanya nampak keras berkat olahraga yang sering dia lakukan di akhir pekan; meskipun perut dan pinggangnya sedikit berlemak. Tapi secara keseluruhan, ayahnya itu seksi sekali. Kini ayah Purnomo sudah bertelanjang dada dan hanya bercelana dalam putih. Cowok homo yang kebetulan melihat si ayah seksi ini pasti akan ngaceng kontolnya ;) Kembali ke cerita porno ini, ayah Purnomo membentak anaknya untuk melepaskan pakaiannya.

"Lepas bajumu. Semuanya! Kalau tidak, Ayah pukul kamu dengan ikat pinggang ini," ancamnya. Purnomo mau-tak mau segera melucuti dirinya. Dalam semenit, dia sudah bertelanjang bulat dengan kontol menggantung di antara pahanya.

Ayahnya mengambil kursi dan duduk di tengah ruangan itu. Dengan tampang sangar, dia mengisyaratkan agar Purnomo membaringkan tubuhnya di atas pangkuan ayahnya. Purnomo bergidik; mengingat betapa kerasnya ayahnya dulu sering memukuli pantatnya. Dengan tubuh gemetar, Purnomo menuruti ayahnya. Pantatnya menungging, siap dipukul. Sementara kontol Purnomo bergesekan dengan paha ayahnya.

PLAK! Purnomo meringis saat telapak tangan ayahnya menghajar pantatnya. Aah! Panas sekali rasanya. PLAK! PLAK! PLAK! Purnomo mulai meringis kesakitan saat pukulan yang kesepuluh; pantat memerah dan memanas. Tapi entah kenapa kontol Purnomo malah ngaceng.

"Apa ini?" tanya ayahnya marah saat dia merasakan kontol Purnomo bertumbuh dan mendorong-dorong pahanya.
"Kamu suka dipukul Ayah?", tanyanya, masih marah.

Purnomo hanya terdiam, bingung akan reaksi tubuhnya. Memang sudah bertahun-tahun lamanya dia tidak dipukul seperti itu. Terakhir kali dia dipukul adalah saat Purnomo masih berumur 5tahun. Dia tak bisa mengingat apakah dulu sewaktu dia masih kecil, kontolnya juga ngaceng saat pantatnya dihajar ayahnya. Ayah Purnomo terdiam saat melihat tubuh putranya yang bugil teronggok di atas pangkuannya, tak berdaya setelah pantatnya dipukuli. Tiba-tiba ayah Purnomo mulai terangsang. Kontolnya bangun dan membuat tonjolan besar di balik celana dalamnya. Purnomo menyadari hal itu sebab kontol ayahnya terasa sekali menyodok-nyodok perutnya.

Diam seribu bahasa, ayah Purnomo hanya mengelus-ngelus pantat putranya. Semakin mengelus pantat itu, ayahnya menjadi semakin bernafsu. Tubuh Purnomo gemetar saat dia merasakan lubang pantatnya dimain-mainkan oleh ayahnya. Seketika itu juga dia merinding, mengingat berita-berita pemerkosaan incest di TV. Tak disangka, dia akan segera menjadi korban pemerkosaan homoseksual oleh ayah kandungnya. Purnomo ingin menolak ayahnya tapi dia takut dipukul lagi, maka dia hanya terdiam saja; pasrah.

Merasa mendapat lampu hijau, ayahnya makin berani. Kini sudah ada 3 jarinya yang sibuk mengerjai lubang pantat Purnomo yang masih perjaka itu. Ayah bejat tapi seksi itu meneteskan air liur; tak sabar untuk 'Menghabisi' anaknya. Kontolnya mulai basah, mengalirkan precum. Cairan itu menembus celana dlaamnya dan menodai perut Purnomo. Meskipun remaja itu merasa tak nyaman dikerjain ayahnya, kontolnya sendiri makin nagceng.

Purnomo mendesah-desah kesakitan bercampur nikmat saat ayahnya mengentotinnya dengan jari-jarinya. Berpegangan pada paha ayahnya, Purnomo mulai menggeliat-geliatkan tubuhnya.

"Aakkhh.. Oohh.. Aahh.. Hhoohh.." desah napas Purnomo. Sementara itu, ayahnya mulai menjelajah turun dan bermain dengan kontol anaknya. Bagaikan memerah sapi, ayahnya mencoli kontol Purnomo.
"Aahh.. Aahh.. Oohh.." Remaja itu dimabuk nafsu yang tidak dimengertinya sama sekali. Keringat mulai menetes menuruni tubuh Purnomo yang juga seksi. Meski hanya berumur 18tahun, tubuhnya lumayan tegap.
"Hhohh.. Hhoosshh.. Oohh.. Hhahh.." Napas Purnomo semakin berat, rasa nikmat menjalari tubuhnya. Mengetahui bahwa putranya kan ngecret, ayah Purnomo mempercepat gerakan coli-nya. Lalu..

CCRROOTT!! CCRROOTT!! CRREETT!! CCRROOTT!! Diringi dengan teriakan remaja itu, spermanya tumpah ruah.

"AARRGGHH!! OOHH!! AAHH!! OOHH!! UUGGH!!" Tubuh remajanya terguncang-guncang bagaikan kuda jantan yang mengamuk. Bergalon-galon sperma putih kental tersemprot ke lantai, nampak seperti jelli berkuah puding. Mm..
"Aahh.. Oohh.." desahnya saat semuanya berakhir. Purnomo terbaring lemas, masih dikuasai orgasme yang luar biasa tadi.

Kemudian, ayahnya memapah Purnomo ke ranjang dan membaringkannya di sana. Purnomo masih letih dan tak berdaya. Dia tahu bahwa ayahnya pasti ingin yang lebih jauh lagi. Dia sudah pasrah sepenuhnya. Benar dugaan Purnomo. Ayahnya langsung melepaskan celana dalamnya sendiri. Berdiri telanjang bulat di depan Purnomo, ayahnya langsung menungganginya. Sebelumnya, tentu saja, Purnomo dipaksa untuk nungging kayak anjing. Sambil memejamkan matanya, Purnomo berharap ayahnya akan segera ngecret supaya semuanya berakhir.

"AARRGGHH.." erangnya saat kontol ayahnya yang besar itu memaksa masuk.

Rasa takut menjalari pikiran Purnomo. Dia takut pantatnya akan sobek. Kontol ayahnya menghantui pikirannya. Kontol itu bersunat dan panjang sekali; sekitar 20cm. Urat-urat memenuhi batang kontol itu, berdenyut-denyut. Yang paling menakutkan bagi Purnomo adalah kepala kontol ayahnya. Besar dan lebar, nampak kurang proposional dengan ukuran batang kontolnya. Saat kepala kontol itu mendorong-doorng masuk, Purnomo merasa seakan-akan dirinya sedang dirobek.

"AARRGGHH!!" erangnya lagi. Lubang anus Purnomo mulai lecet-lecet dan terasa sakit sekali. Kemudian PLOP! akhirnya kepala kontol raksasa itu masuk juga.
"Oohh.." erang Purnomo saat kontol ayahnya memenuhi dirinya. Purnomo merasa penuh sekali, sulit melukiskan perasaannya itu dengan kata-kata.

Ayahnya mulai meraba-raba tubuh Purnomo dari belakang dengan bernafsu. Kedua dada Purnomo diremas-remas. Putingnya ditarik-tarik. Remaja itu hanya bisa melenguh kesakitan sekaligus nikmat. Lalu ayahnya mulai menggenjot pantanya.

"AAKKHH!! AARRGGHH!! HHOHH!! AAHH!!" erang Purnomo setiap kali kontol ayahnya ditarik mundur dan didorong masuk. Kontol itu menggesek-gesek liang pantatnya sambil meninggalkan precum dalam jumlah banyak.
"Aahh.." lenguh Purnomo saat kontol ayahnya tiba-tiba ditarik keluar dari lubang pantatnya. Tapi semua belum berakhir!

Tanpa kesulitan apa-apa, ayahnya memaksa Purnomo untuk menduduki kontolnya. Ayahnya menyandarkan tubuhnya ke tembok sambil duduk di ranjang Purnomo (ranjangnya menyandar pada tembok). Purnomo tak kuasa menolaknya, meski anusnya berkedut-kedut perih. Mulanya, dia ingin menduduki kontol ayahnya sambil memunggunginya. Tapi ayahnya tak setuju dan memutar tubuh Purnomo dengan paksa. Ayahnya ingin agar Purnomo menatap wajahnya saat ia mendapatkan kepuasan seksual dari Purnomo. Sungguh bejat ayah si Purnomo itu! Bagikan boneka yang tak berdaya, tubuh Purnomo dipaksa duduk dan..

"AARRGGHH!!" Sekali lagi, kontol ayahnya pun menghajar anus Purnomo.
"Aahh.. Oohh.. Aahh.." desah ayahnya sambil mengendalikan tubuh putranya itu.

Dengan tangannya yang kuat, dia menaik-turunkan tubuh Purnomo, menghunjam kontolnya. Baginya, seks semacam ini merupakan sarana fitness yang sangat menarik. Dia bisa membentuk ototnya sekaligus mengerjain putra semata wayangnya itu.

"Oohh.. Lihat ayahmu ini.. Aahh.." katanya apda Purnomo, tersengal-sengal.
"Ayahmu lagi mengentotin putra kandungnya.. Sendiri.. Aahh.. Kamu milik ayah.. Oohh.."

Purnomo terguncang-guncang, mengikuti irama tangan ayahnya. Kontol ayahnya menghunjam kelaur masuk lubang anusnya. Sakit sekali rasanya.

"AARRGHH!! AAHH!! OOHH!!" erang remaja itu. Kontol Purnomo yang tadi melemas setelah ngecret, kini bangun lagi. Rasa nikmat mulai memenuhi tubuh Purnomo. Dia tak mau ambil pusing. Daripada menangisi fakta bahwa dia sedang diperkosa oleh ayahnya, lebih baik berpikiran positif dan mengikuti nafsu bejat ayahnya.
"Oohh.. Fuck me! ngentotin anakmu ini, Yah.. Oohh.. Hhooh.."

Kaget, ayahnya berhenti mengentot. Tapi Purnomo yang ketagihan kontol ayahnya itu mengambil inisiatif. Dia sendiri, dengan suka rela, mengentotin dirinya sendiri di atas kontol ayahnya.

"AARRGGH!! OOHH!! Kontol Ayah gede banget.. Aahh.. Saya suka.. Oohh.. AAHH!!" Terbangun dari lamunannya, ayahnya kembali mengentotin Purnomo. Kini mereka berdua sudah berkeringat dan bernapas tersengal-sengal. Sudah 15 menit mereka mengentot.
"AARRGGHH!!" erang ayahnya.

CCRROOTT!! CCROOTT!! CCRROOTT!! Kontol ayah Purnomo berkedut-kedut lalu menembakkan benihnya ke dalam liang pantat putranya. Purnomo hanya melenguh keenakkan, merasakan kehangatan di dalam tubuhnya. Benih ayahnya yang dulu menciptakannya kini sedang berenang-renang di dalam tubuhnya sendiri.

"AAHH!! OOHH!! AARRGGHH!!" earang ayahnya lagi sampai sperma yang terakhir terperas keluar.
"Aahh.." Dada ayah Purnomo naik-turun, bersimbah keringat. Purnomo dengan lembut mengecup puting ayahnya sambil menjilatinya. Ayahnya hanya bisa mendekapnya sambil menciumi pipi Purnomo.

Tapi Purnomo harus ngecret lagi. Ayahnya juga tahu. Maka, ayahnya kembali mencoli kontol Purnomo.

"Aahh.. Oohh.. Aahh.." lenguh Purnomo saat cairan kejantanannya bergerak naik ke kontolnya. Dan.. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!
"AARRGGHH!!" Seperti air mancur, sperma Purnomo tersembur ke atas dan jatuh menimpa tubuh mereka berdua. Rasanya hangat dan nikmat. Terhitung tujuh kali Purnomo menembakkan pejuhnya lalu semuanya usai.
"Oohh.." desahnya, sambil memeluk tubuh telanjang ayahnya yang berkeringat. Dalam hatinya, Purnomo berpikir bahwa dia takkan keberatan jika lain kali ayahnya ingin menghukumnya dengan cara seperti ini lagi.

Tak terasa seminggu berlalu. Tapi sejak kejadian intim itu, ayahnya tidak pernah menggauli Punomo lagi. Purnomo sedih dan kecewa. Dia pun mencari akal agar ayahnya mau mengentotinnya lagi..

"Purnomo!! Kemari kamu!" teriak ayahnya sepulangnya dari kantor.

"Kenapa kamu menyembunyikan rapormu yang nilainya merah semua itu?!" Purnomo hanya tersenyum sambil menelanjangi dirinya, bersiap-siap untuk menerima 'hukuman' lagi..

Tamat

Pendampingan

"Tom, kau dipanggil Boss," kata Ronald teman seruangku.
"Ada apa ya, Ron?" tanyaku sekenanya.
Kumasuki ruang Bossku yang luas dan nyaman. Dihadapannya ada dua orang tamu pria yang sedang berbincang dengan Boss.
"Oh ya Tom, ini kenalkan Bapak Edward dan yang ini Bapak Kris. Tugasmu adalah mendampingi mereka selama 2 minggu kunjungan di kantor ini. Pokoknya coba bantu sepenuhnya segala keperluannya. Be carefull, okey!" kata Bossku.
Aku tidak bisa tanya atau menolak keinginannya. Pokoknya kerjakan saja, pasalnya Bossku itu mantan tentara. Selama tugas luarku, aku bebas dari kerjaanku sehari-hari. Ternyata Mr. Edward dan Mr. Kris adalah orang dari Kantor Pusat yang bertugas melakukan inspeksi. Kami semua repot dibuatnya. Tapi aku harus memberikan pengawalan kepada mereka berdua.

Suatu saat aku terpaksa harus kembali ke apartemen untuk mengambil tas kerja Mr.Edward. Dengan tergesa-gesa aku menuju ruang tidurnya. Kubuka lemarinya dan kuambil tas tersebut, tapi aku tiba-tiba terperangah melihat sebuah majalah pria bule bugil di dekatnya. Pikiranku segera paham tentang siapa Mr.Edward itu. Tapi sebagai utusan perusahaan aku tidak boleh mempermasalahkan hal itu. Aku segera bergegas ke tempat rapat di sebuah ruang VIP di hotel besar di Kuningan. Malam Minggu aku bebas dari tugas, karena bisa dibilang tugasku 24 jam selama 5 hari kerja mendampingi mereka berdua. Malam sudah larut, namun tiba-tiba HP-ku memanggil. Itu pasti panggilan tugas, karena untuk mendampingi mereka aku khusus disediakan HP dinas dan mobil sedan.

"Selamat malam, Pak. Ada yang bisa aku bantu?" tanyaku sopan.
"Ma'af, ini rumah Bapak Tommy?" tanya seseorang yang suaranya tidak kukenal.
"Betul, Pak. Ada kabar apa, Pak?" tanyaku lagi.
"Ma'af, apa Pak Tommy bisa kemari (ia menyebutkan nama hotel dan ruangnya) karena ternyata rekan bapak perlu diantar pulang." lanjutnya.
Aku segera menuju ke sana. Ternyata mereka berdua sedang dalam kondisi setengah mabuk, dengan wajah yang sayu dan terbaring di sofa restroom. Setelah mereka yakin bahwa aku adalah yang dihubungi, maka aku dibiarkan saja di ruang itu.
"Terima kasih Pak," kataku pada seorang satpam yang ternyata tadi menghubungiku.
"Saya antar mereka berdua pakai mobilku saja. Saya titipkan mobil mereka di sini, bisa nggak?" tanyaku pada satpam tadi.
"Beres, Pak. Nanti saya uruskan."
Ia segera kuberikan kunci mobil yang tadi ada di kantong Mr. Kris.
"Tolong saya dibantu memapah mereka ke mobil," pintaku.
Si satpam dengan sigap membantu memapah mereka satu persatu. Setelah memberi tips kutinggalkan hotel tersebut.

Sambil mengemudi kunyalakan lagu klasik. Sekali lagi aku terkejut manakala Mr. Edward memegang tanganku. Rupanya ia sudah hampir pulih kesadarannya.
"Ini di mana Tom?" tanyanya, dengan bau alkohol yang tajam.
"Dalam perjalanan pulang, Pak. Tadi Bapak minum berlebihan sehingga saya harus antar Bapak pulang," jelasku perlahan.
"Thanks Tom," lalu ia tertidur lagi.
Giliran di hotel, mereka aku minta bantuan bagian keamanan memapah mereka ke ruang masing-masing.
"Tom, tolong gantikan pakaianku," pinta Mr.Edward.
Segera aku beranjak memilihkan pakaian kimono untuknya. Kulepaskan satu persatu pakaiannya yang basah oleh keringat dan tercium bau parfum "GUFO" bercampur alkohol. Kutinggalkan pakaian dalamnya yang berwarna hitam dengan lambang "G. Versace", amat kontras dengan kulitnya yang putih bersih dan bulu-bulu lebat di dada dan seluruh tungkainya.
"Tom, tolong dibasuh dulu dengan air hangat," katanya masih setengah mengantuk.
Akupun melakukannya. Dengan air hangat dan handuh halus perlahan kuusap-usap wajahnya pertama kali. Tampak olehku wajahnya yang tampan dan bersih tapi masih maskulin. Perlahan gerakanku bergerak ke bawah dan membasuh dadanya yang bidang. Posturnya proporsional walaupun tidak terlalu dilatih baik. Pasti banyak wanita yang mengandrunginya, kataku dalam hati. Tapi aku ingat pengalamanku tempo hari. Ah, bukan urusanku.

Akhirnya aku selesai membersihkan bagian depan tubuhnya. Segera kubalikkan tubuhnya dan sedikit terkejut, ternyata punggungnya pun ditumbuhi bulu-bulu cukup lebat sampai setengahnya. Seksi sekali dia! Kubasuh tubuhnya perlahan seakan takut membangunkan dirinya hingga seluruhnya. "Tom, tolong gantikan jockeyku," tiba-tiba ia mengagetkan aku lagi dengan permintaannya.
"Baik, Pak," kataku singkat saja.
Perlahan kutarik tali kecil CD-nya dan tampaklah kedua pinggulnya yang bulat dan ditumbuhi bulu dicelah pahanya sampai kesekitar "asshole"-nya. Lebat bulu-bulunya menghalangi pandangan mataku untuk dapat menikmati asshole-nya. Ah, seandainya.. pikiran nakalku menari-nari menggodaku. Segera kupupus pikiran itu. Tapi aku tak kuasa menahan laju gerakan otomatis dibalik CD-ku, yang secara pasti mulai tumbuh membesar. Akh, aku harus menahannya. Karena pinggulnya belum kubasuh, maka dengan handuk hangat kubasuh perlahan. Kurasakan ia menggerakkan tubuhnya memeluk guling dan menarik sebuah kaki kanannya ke atas. Akh, tampaklah asshole-nya yang kemerahan menantang gairah nafsuku. Dan aku terkejut manakala kudapati tatoo kecil didekat asshole-nya bertuliskan "Please.." yang tertutup oleh lebatnya bulu-bulu tubuhnya. Membaca tatoo tersebut membuatku mulai berani bertindak lebih jauh. Kini usapanku bukan lagi untuk membersihkan tubuhnya, melainkan memberikan rangsangan nakal di daerah yang selalu menjadi daerah idamanku selama ini.

Kuambil lotion dan kupijat dengan teknik pijat gaya pijatan cinta yang pernah kupelajari dari sebuah buku. Kurasakan pinggulnya mulai bergerak perlahan merespon gerakan tanganku. Pinggulnya mulai terangkat dan kudengar bibirnya memanggil namaku pelan. Aku pun paham isyarat itu. Kini pijatanku mulai meluas ke bagian atas tubuhnya, pundaknya, lehernya, bahunya dan seterusnya. Lidahku dengan lihainya memberikan rangsangan di belakang telinganya. Ia mengerang dan menarik leherku dan menciumku dan melumat lidahku dengan ganasnya. Bau alkohol sudah tidak terasa olehku. Aku pun membalasnya dengan tak kalah hot-nya. Ia membalikkan tubuhnya dan menarikku di atasnya. Kami berciuman cukup lama sampai kami hampir kesulitan bernafas. Aku lalu bangun dan mulai membuka kancing kemejaku. Ia tampak mengagumi otot-otot tubuhku yang keras terlatih. Kini aku berada di pangkuannya dan kurasakan batang kemaluannya mengarah ke atas menggesek kemaluanku yang berontak ingin bebas. Sekali lagi kami berciuman dengan hot. Hanya desah nafas kami yang terdengar di ruang itu diiringi keringat yang banjir walaupun AC ruangan itu amat dingin.

"Tom, aku butuh kau. Please, Tom," ia merengek manja di teligaku.
"Tapi Mr. Ed.." ucapanku dipotongnya dengan meletakkan sebuah jarinya di bibirku.
"Jangan panggil aku begitu saat ini. Panggil saja dengan "Sayang", Tom. Edward ada di kantor saat ini, yang ada saat ini adalah aku apa adanya. Aku yang membutuhkan belaianmu, kehangatanmu, tubuhmu, cintamu. Lain tidak," katanya lembut.
"Lepaskan pakaianmu semuanya, Tom. Aku ingin menikmatinya."
Perlahan aku turun dan kulepas pakaianku. Kulihat tatap matanya hendak melahapku. Ia menarikku dan kuhampiri dirinya hingga kini aku duduk di atas dadanya dan ujung batang kemaluanku berada persis di depan wajahnya. Kupandangi wajahnya yang tampan dengan lahapnya melumat batang kemaluanku. Tak kusangka ia berusaha menelan seluruhnya, namun ia tiba-tiba "choking". Tampak air mata mengalir di pipinya, mungkin menahan rasa ingin muntahnya. Kutahan wajahnya agar tidak melalakukannya lagi.
"Tom, kau ingin menyetubuhi aku?" tiba-tiba ia bertanya dengan lembut.
Aku menggeleng dan segera aku beringsut melakukan manuver lembut dengan memakai lidahku, bibirku dan belaian tanganku yang lembut mulai dari bagian atas tubuhnya.

Amat perlahan sehingga aku berulang kali mendengar namaku dipanggilnya karena sensasi nikmat yang dirasakannya.
"Tom, aku tak tahan. Tom.. Tom.."
Aku tak pedulikan itu. Yang ada dalam pikiranku adalah kenikmatan tertinggi buatnya dan buatku malam itu. Berkali-kali ia mengangkat kedua kakinya tinggi-tinggi dan membuka lebar belahan pahanya untuk memberi kesempatan padaku. Namun kubiarkan saja, malah kulakukan ciuman lembut dan gigitan kecil di betisnya dan kakinya yang berbulu lebat. Ibu jari kakinya kuisap pelan dan lembut. Erangannya makin menggila. Setengah jam kuperlukan untuk menikmati keindahan tubuhnya dan sekaligus merangsangnya. Kubalikan tubuhnya perlahan dan ia pasrah total. Dan kini seranganku menjelajahi bagian tubuh belakangnya. Kadang kugigit dan kutarik bulu-bulunya dan ia mengerang manja dan memanggil namaku.

Lidahku kini mulai membelai asshole-nya, dan diangkatnya pinggulnya setinggi mungkin sehingga aku dengan leluasanya menikmati lubang idamanku. Kujulurkan lidahku ke arah asshole-nya dan kugelitik tepi lubangnya. Kusibakkan bongkahan pinggulnya nan putih indah dan kuremas, kugigit lembut.
"Gigit yang keras Tom. Keras, keras sekali," pintanya.
Kulakukan permintaanya dan tampak kulit lembutnya kemerahan jadinya.
"Nikmat Tom, terus Tom."
Tampak dia menikmati belaian lidahku di lubangnya sambil terus mengerang-erang.
"Tom aku nggak kuat, nggak kuaatt, Tom."
Kubiarkan ia mengerang nikmat.
"Please.. Tom. Aku menginginkannya, Tom."
"Aku ambil jelly dulu sayang," kataku lembut.
"No, no, no! Aku ingin merasakannya apa adanya. Please, Tom."
"Kau akan sakit nanti, sayang.."
Ia menggeleng sambil menatapku ke belakang.
"Fuck me, please.." katanya.
"Ini akan lama sekali, bolehkan?" tanyaku.
Ia menggumam. "Kalau kelamaan nanti kutinggal tidur lho, Tom," katanya menggodaku.

Kini kuangkat sedikit pinggulnya untuk memudahkanku memasuki tubuhnya. Ia menurut dengan pasrahnya. Batangku yang kehitaman berurat kutempelkan di asshole-nya dan siap menyerang. Kugeser-geserkan dulu di sekitar lubangnya. Ia menggerakan pinggulnya berusaha mencari glans-ku dengan tak sabarnya. Kumainkan agar dia penasaran.
"Please, please, fuck me..Jangan lagi kau sisksa aku, Tom."
Setelah puas melihatnya menantiku, mulailah penetrasi batang kemaluanku.
Ternyata sulit ditembus, dan ia kesakitan.
"Teruskan Tom, aku pasrah padamu."
Kulakukan penetrasi lagi dan kini glans-ku yang merah maroon lenyap dalam tubuhnya. Kulihat ia menggigit bantal keras-keras dan keringat keluar bagai banjir di punggungnya.
"Kau kesakitan sayang. Aku nggak mau menyakitimu, Say.." kataku menggodanya.
"No, please. Fuck me, do'nt stopping fucking me, Tom."
Seiring dengan berakhir ucapannya kubenamkan dengan keras seluruh batangku. Ia teriak keras kesakitan. Tampaknya ia tak menyangka serangan yang mendadak.
"Go, go, go, Tom."
Dengan keras kukeluar-masukkan batangku berkali-kali dan kulihat batangku kini mengkilat indah. Kuciumi lehernya dengan lembut sambil kuhentakkan terus-menerus pinggulku ke arahnya dan ia tidak mungkin menghindarinya karena pinggangnya kupegangi erat-erat.

Kini kami berganti posisi ia menghadapku dan tusukan kerasku berlanjut. Kusetubuhi lagi tetap dengan keras dan terus-menerus. Ia mengerang-erang kadang teriak sambil menarik-narik rambutnya.
"Tom, oh thanks Tom.. More, more.. please.."
Kurasakan spermanya berhamburan ke perutku, dadaku dan perutnya.
"Tom, habis sudah spermaku."
Ia menunjukkan dua jari tangannya sebagai tanda ia mencapai puncak.
"Masih lama Tom?" tanyanya.
"Aku lelah sekali, tapi nikmatnya nggak dua."
Aku senyum saja sambil terus mengacungkan batangku di asshole-nya. Kadang aku perlambat seranganku sambil kukecup dalam bibirnya.
"Masih lama, Tom? aku ketiduran lho nanti," katanya.
"Boleh aku melanjutkan Sayang?" tanyaku.
Ia mengangguk.

Aku baru tersadar dan tidak tahu kalau Mr. Edward sudah tertidur, karena sayup-sayup kudengar dengkur halusnya saat aku masih melakukan serangan bertubi-tubi. Aku tak tahu bila ia tertidur karena saat itu sebuah kakinya kuangkat dan ia dalam posisi miring ke kiri. Aku tidak peduli karena ia sudah memberiku izin. Dan aku masih dapat merasakan remasan asshole-nya pada batangku sebagai pertanda dalam tidurnya pun ia masih merespon serangan rudalku. Cukup lama aku menari di dalam tubuhnya, sampai aku mulai merasakan lahar spermaku akan keluar.
"Sayang, terimalah hadiahku ini. Ohh.."
Lega rasanya saat spemaku keluar dan rasanya aku tidak di bumi. Kucabut segera batangku yang masih mengeras dan segera kuselimuti tubuhnya dengan selimut tebal setelah sebelumnya kukeringkan keringatnya yang bak banjir itu hari menjelang pagi. Kulihat bibirnya yang indah tersenyum kecil.

Tiba-tiba phone di sebelah tempat tidur berbunyi. Saat kuangkat kudengar suara Mr. Kris di seberang sana.
"Tom, giliran aku kapann..?" goda Mr. Kris.
"Besok bisa nggak..?"
Aku diam saja.
"Gila gua dikerjain rupanya!"
Belakangan aku jadi malu saat aku tahu mereka memasang mike kecil di bawah meja di samping tempat tidur Mr. Ed. Kokok ayam mulai terdengar saat aku meninggalkan hotel itu.

TAMAT

Tongkat Pak Satpam Rumahku II

... dari Tongkat Pak Satpam Rumahku I


"Akhh.. Pak.. Ouchh.." aku mendesis saat bibir Pak Marsan menelusuri gundukan bukit kemaluanku. Lidahnya menyapu-nyapu celah di selangkanganku dari atas ke bawah hingga dekat lubang anusku. Lidahnya terus bergerak liar seolah tak ingin melewatkan apa yang ada di sana.

Tubuhku tersentak saat lidah Pak Marsan yang panas menyusup ke dalam liang kemaluanku dan menyapu-nyapu dinding kemaluanku. Kakiki dipentangkannya lebar-lebar hingga wajah Pak Marsan bebas menempel gundukan kemaluanku. Rasa geli yang tak terhingga menderaku. Apalagi kumisnya yang tebal kadang ikut menggesek dinding lubang kemaluanku membuat aku semakin kelabakan. Tubuhku serasa kejang karena kegelian saat wajah Pak Marsan dengan giat menggesek-gesek bukit kemaluanku yang terbuka lebar. Perutku serasa kaku dan mataku terbeliak lebar. Kugigit bibirku sendiri karena menahan nikmat yang amat sangat.

"Akhh pakk.. Marsannhh.. Ak.. Ku.. Ohh" aku tak kuasa meneruskan kata kataku karena aku sudah keburu orgasme saat lidah Pak Marsan dengan liar menggesek-gesek kelentitku. Tubuhku seolah terhempas dalam nikmat. Aku tak bisa bergerak karena kedua pahaku ditindih lengan Pak Marsan yang kokoh.

Tubuhku masih terasa lemas dan seolah tak bertulang saat kedua kakiku ditarik Pak Marsan hingga pantatku berada di tepi tempat tidur dan kedua kakiku menjuntai ke lantai. Pak Marsan lalu menguakkan kedua kakiku dan memposisikan dirinya di tengah-tengahnya. Kemudian ia mencucukkan batang kemaluannya yang sudah sangat keras ke bibir kemaluanku yang sudah sangat basah karena cairanku sendiri.

Aku menahan napas saat Pak Marsan mendorong pantatnya hingga ujung kemaluannya mulai menerobos masuk ke dalam jepitan liang kemaluanku. Seinci demi seinci, batang kemaluan Pak Marsan mulai melesak ke dalam jepitan liang kemaluanku. Aku menggoyangkan pantatku untuk membantu memudahkan penetrasinya. Rupanya Pak Marsan sangat berpengalaman dalam hal seks, hal ini terbukti bahwa ia tidak terburu-buru melesakkan seluruh batang kemaluannya tetapi dilakukannya secara bertahap dengan diselingi gesekan-gesekan kecil ditarik sedikit lalu didorong maju lagi hingga tanpa terasa seluruh batang kemaluannya sudah terbenam seluruhnya ke dalam liang kemaluanku. Kami terdiam beberapa saat untuk menikmati kebersamaan menyatunya tubuh kami. Bibir Pak Marsan memagut bibirku dan akupun membalas tak kalah liarnya. Aku merasakan betapa batang kemaluan Pak Marsan yang terjepit dalam liang kemaluanku mengedut-ngedut. Kami saling berpandangan dan tersenyum mesra.

Tubuhku tersentak saat tiba-tiba Pak Marsan menarik batang kemaluannya dari jepitan liang kemaluanku.

"Akhh.." aku menjerit tertahan. Rupanya Pak Marsan nakal juga!!
"Enak Bu..?" bisiknya
"Kamu nakal Pak Marsanhh.. Ohh" belum sempat aku menyelesaikan ucapanku Pak Marsan mendorong kembali pantatnya kuat-kuat hingga seolah-olah ujung kemaluannya menumbuk dinding rahimku di dalam sana. Aku tidak diberinya kesempatan untuk bicara. Bibirku kembali dilumatnya sementara kemaluanku digenjot lagi dengan tusukan-tusukan nikmat dari batang kemaluannya yang besar, sangat besar untuk ukuran orang Indonesia.

Setelah puas melumat bibirku, kini giliran payudaraku yang dijadikan sasaran lumatan bibir Pak Marsan. Kedua puting payudaraku kembali dijadikan bulan-bulanan lidah dan mulut Pak Marsan. Pantas tubuhnya kekar begini habis neteknya sangat bernapsu sampai-sampai mengalahkan anak kecil!! Tubuhku mulai mengejang.. Gawat aku hampir orgasme lagi. Kulihat Pak Marsan masih belum apa-apa!! Ini tidak boleh dibiarkan.. Pikirku. Aku paling suka kalau posisi di atas sehingga saat orgasme bisa full sensation.

Lalu tanpa rasa malu lagi kubisikkan sesuatu di telinga Pak Marsan, "Giliranku di atas sayang.." Gila! Aku sudah mulai sayang-sayangan dengan satpam di kantorku!!

Pak Marsan meluluskan permintaanku dan menghentikan tusukan-tusukannya. Lalu tanpa melepaskan batang kemaluannya dari jepitan liang kemaluanku ia menggulingkan tubuhnya ke samping. Kini aku sudah berada di atas tubuhnya. Aku sedikit berjongkok dengan kedua kakiku di sisi pinggulnya. Kemudian perlahan-lahan aku mulai menggoyangkan pantatku. Mula-mula gerakanku maju mundur lalu berputar seperti layaknya bermain hula hop. Kulihat mata Pak Marsan mulai membeliak saat batang kemaluannya yang terjepit dalam liang kemaluanku kuputar dan kugoyang. Pantat Pak Marsan pun ikut bergoyang mengikuti iramaku.

"Shh.. Oughh.. Terushh.. Buu.. Arghh..!" Pak Marsan mulai menggeram. Tangannya yang kokoh mencengkeram kedua pantatku dan ikut membantu menggoyangnya. Gerakan kami semakin liar. Napas kami pun semakin menderu seolah menyaingi gemuruh hujan yang masih turun di luar sana. Cengkeraman Pak Marsan semakin kuat menekan pantatku hingga aku terduduk di atas kemaluannya. Kelentitku semakin kuat tergesek batang kemaluannya hingga aku tak dapat menahan diri lagi. Tubuhku bergerak semakin liar dan kepalaku tersentak ke belakang saat puncak orgasmeku untuk yang kesekian kalinya tercapai. Tubuhku mengejat-ngejat di atas perut Pak Marsan. Ada semacam arus listrik yang menjalar dari ujung kaki hingga ke ubun-ubun.

"Akhh.. Ohh.. Ter.. Rushh pakk.. Ohh" aku menjerit melepas orgasmeku meminta Pak Marsan untuk semakin kuat memutar pantatnya.

Akhirnya aku benar-benar ambruk di atas perut Pak Marsan. Tulang belulangku seperti dilolosi. Tubuhku lemas tak bertenaga. Napasku ngos-ngosan seperti habis mengangkat beban yang begitu berat. Aku hanya pasrah saja saat Pak Marsan yang belum orgasme mengangkat tubuhku dan membalikkannya. Ia mengganjal perutku dengan beberapa bantal hingga aku seperti tengkurap di atas bantal. Kemudian Pak Marsan menempatkan diri di belakangku. Dicucukkannya batang kemaluannya di belahan kemaluanku dari belakang. Rupanya ia paling menyukai doggy style. Aku jadi teringat SMS lucu dari kolegaku yang katanya, "Gaya seks paling ideal bagi orang berusia lanjut adalah gaya anjing.. Cukup diendus-endus saja!!" Kalau Pak Marsan memang paling senang doggy style, katanya full imagination.


Setelah tepat sasaran, Pak Marsan mulai menekan pantatnya hingga batang kemaluannya amblas tertelan lubang kemaluanku. Ia diam beberapa saat untuk menikmati sensasi indahnya jepitan liang kemaluanku. Dengan bertumpu pada kedua lututnya, Pak Marsan mulai menggenjot lubang kemaluanku dari arah belakang. Kembali terdengar suara tepukan beradunya pantatku dengan tulang kemaluan Pak Marsan yang semakin lama semakin cepat mengayunkan pantatnya maju mundur.

Kurang puas dengan jepitan liang kemaluanku, kedua pahaku yang terbuka dikatupkannya hingga kedua kakiku berada diantara kedua paha Pak Marsan. Kembali ia mengayunkan pantatnya maju mundur. Aku merasakan betapa jepitan liang kemaluanku kian erat menjepit kemaluannya. Aku bermaksud menggerakkan pantatku mengikuti gerakanya, tetapi tekanan tangannya terlalu kuat untuk kulawan hingga aku pasrah saja. Aku benar-benar dibawah penguasaannya secara total. Tempat tidurku ikut bergoyang seiring dengan ayunan batang kemaluan Pak Marsan yang menghunjam ke dalam liang kemaluanku.

Nafsuku mulai terbangkit lagi. Perlahan-lahan gairahku meningkat saat batang kemaluan Pak Marsan menggesek-gesek kelentitku.

"Ugh.. Ugh.. Uhh.." terdengar suara Pak Marsan mendengus saat memacu menggerakkan pantatnya menghunjamkan kemaluannya.
"Terushh.. Terushh Pak.. Terushh.. Ahh.." kembali tubuhku bergetar melepas orgasmeku.

Kepalaku terdongak ke belakang, sementara Pak Marsan tetap menggerakkan kemaluannya dalam jepitan liang kemaluanku kini tubuhnya sepenuhnya menindihku. Kepalaku yang terdongak ke belakang didekapnya dan dilumatnya bibirku sambil tetap menggoyangkan pantatnya maju mundur. Aku yang sedikit terbebas dari tekanannya ikut memutar pantatku untuk meraih kenikmatan lebih banyak. Kami terus bergerak sambil saling berpagutan bibir dan saling mendorong lidah kami. Entah sudah berapa kali aku mencapai orgasme selama bersetubuh dengan Pak Marsan ini. Hebatnya ia baru sekali mengalami ejakulasi saat persetubuhan pertama tadi. Tubuhku terasa loyo sekali. Aku sudah tidak mampu bergerak lagi.

Pak Marsan melepaskan batang kemaluannya dari jepitan kemaluanku dan mengangkat tubuhku hingga posisi telentang. Aku sudah pasrah. Dibentangkannya kedua pahaku lebar-lebar lalu kembali Pak Marsan menindihku. Lubang kemaluanku yang sudah sangat licin disekanya dengan handuk kecil yang ada di tempat tidur. Kemudian ia kembali menusukkan batang kemaluannya ke bibir kemaluanku. Perlahan namun pasti, seperti gayanya tadi dikocoknya batang kemaluannya hingga sedikit demi sedikit kembali terbenam dalam kehangatan liang kemaluanku. Tubuh kami yang sudah basah oleh peluh kembali bergumul.

"Pak Marsan.. Hebatthh.." bisikku.
"Biasa Bu.. Kalau ronde kedua saya suka susah keluarnya.." demikian kilahnya.

Kami tidak dapat berbicara lagi karena lagi-lagi bibir Pak Marsan sudah melumat bibirku dengan ganasnya. Lidah kami saling dorong mendorong sementara pantat Pak Marsan kembali menggenjotku sekuat-kuatnya hingga tubuhku timbul tenggelam dalam busa springbed yang kami gunakan. Kulihat tonjolan urat di kening Pak Marsan semakin jelas menunjukkan napsunya sudah mulai meningkat. Napas Pak Marsan semakin mendengus seperti kerbau gila. Aku yang sudah lemas tak mampu lagi mengimbangi gerakan Pak Marsan.

"Ugh.. Ughh.. Uhh.." dengus napasnya semakin bergemuruh terdengar di telingaku. Bibirnya semakin ketat melumat bibirku. Lalu kedua tangan Pak Marsan menopang pantatku dan menggenjot lubang kemaluanku dengan tusukan-tusukan batang kemaluannya. Aku tahu sebentar lagi ia akan sampai. Aku pun menggerakkan pantatku dengan sisa-sisa tenagaku. Benar saja tiba-tiba ia menggigit bibirku dan menghunjamkan batang kemaluannya dalam-dalam ke dalam liang kemaluanku dan crrt.. Crrtt.. Cratt.. Cratt.. Crrat.. Ada lima kali mungkin ia menyemprotkan spermanya ke dalam rahimku. Ia masih bergerak beberapa saat seperti berkelojotan, lalu ambruk di atas perutku. Aku yang sudah kehabisan tenaga tak mampu bergerak lagi.

Kami tetap berpelukan menuntaskan rasa nikmat yang baru kami raih. Batang kemaluan Pak Marsan yang masih kencang tetap menancap ke dalam liang kemaluanku. Keringat kami melebur menjadi satu. Akhirnya kami tertidur sambil tetap berpelukan dengan batang kemaluan Pak Marsan tetap tertancap dalam liang kemaluanku. Paginya kami sempat bersetubuh lagi sebelum Pak Marsan pulang kembali ke kantor. Kami pun berjanji bahwa kami akan berlaku wajar seoalh-olah tidak terjadi apa-apa di antara kami.


Mulai Saling Merindu

Sudah hampir dua bulan sejak persetubuhanku dengan Pak Marsan kami tidak melakukannya lagi. Hal ini disebabkan karena suamiku selalu berada di rumah dan aku juga sempat dinas luar sehingga tidak ada kesempatan bertemu secara bebas. Lama-lama aku merasa kangen juga dengan 'tongkat' Pak Marsan. Aku sudah merindukan keliarannya, bau keringatnya dan juga kejantanannya.

Akhirnya kesempatan yang kutunggu-tunggu datang juga. Itulah yang namanya rezeki, tidak dapat dikejar dan tidak dapat pula ditolak. Kalau sudah waktunya pasti akan datang dengan sendirinya.

Hari itu hari Sabtu jadi kantor libur. Kebetulan pula suamiku sedang seminar di Pekanbaru dan pulang Minggu sore. Karena suntuk di rumah aku mencoba datang ke kantor siapa tahu ketemu dengan Pak Marsan. Tetapi sesampai di kantor ternyata dia tidak ada. Selidik punya selidik ternyata Pak Marsan sedang mengambil cuti tahunan, jadi ia libur selama satu minggu.

Terdorong kerinduanku aku memberanikan diri mendatangi rumahnya. Toh aku sudah biasa datang ke sana dan sudah kenal baik dengan istrinya. Setelah membeli biskuit dan gula serta susu buat bayinya aku meluncur ke rumahnya yang kalau kutempuh dari kantor kira-kira memakan waktu 45 menit. Lumayan jauh.

Suasana tampak sepi saat mobilku memasuki halaman rumah Pak Marsan yang sudah sangat kukenal. Aku mengenal seluk beluk rumah itu, seluruh penghuninya dan tetangganya karena aku memang sering datang ke situ.

Setelah memarkir mobilku di samping rumahnya aku mencoba memanggil si penghuni rumah.

"Yu.. Yu Sarni.. Ini aku Reni.." berulang ulang kupanggil nama istri Pak Marsan, namun tidak ada jawaban.

Rumah tidak terkunci namun tidak ada orang. Aku lalu memutuskan untuk memutar ke belakang rumah siapa tahu mereka berada di kebun belakang rumah. Tetapi tidak ada orang satu pun di kebun belakang rumah. Namun sayup-sayup kudengar suara berkecipak air di kamar mandi yang terletak di sudut belakang rumah Pak Marsan. Jangan berpikiran kalau kamar mandi di perkampungan sama seperti di kota-kota. Kamar mandi milik Pak Marsan hanya dibatasi anyaman bambu tanpa atap, sehingga bila hujan selalu kehujanan dan kalau panas selalu kepanasan. Untungnya lokasinya berada di bawah pohon rambutan sehingga agak terlindung dari panas.

Kudengar suara parau mendendangkan lagu ndangdut yang tidak begitu kukenal. Aku memang tidak suka sama musik dangdut jadi kurang begitu kenal dengan lagu yang dinyanyikan dengan suara fals. Itu suara Pak Marsan yang sangat kukenal di telingaku. Dengan rasa iseng kuintip Pak Marsan yang sedang mandi lewat celah-celah anyaman bambu yang agak longgar. Kulihat tubuh Pak Marsan yang kekar nampak mengkilat terkena busa sabun. Batang kemaluannya yang besar tampak menggantung dipenuhi busa sabun dan kelihatan lucu, seperti badut. Batang kemaluannya bergoyang-goyang seperti jam dinding kuno seiring dengan gerakan Pak Marsan yang menyabuni tubuhnya.

Pak Marsan yang hanya berbalut handuk tampak kaget melihatku sudah duduk di bangku panjang yang terletak di beranda belakang rumahnya.

"Lho.. Bu Reni.. Sudah lama datangnya?" ia melongo seolah tak percaya dengan kedatanganku.
"Enggak baru saja sampai kok. Orang-orang pada kemana kok sepi?"
"Em.. Anu Bu Sarni sedang ke Jawa menengok ibunya. Katanya ibunya kangen sama cucunya"
"Lho kok enggak bareng sama Pak Marsan?"
"Enggak soalnya biar irit ongkosnya Bu. Silahkan masuk Bu.."

Aku pun masuk ke rumah melalui dapur dengan diiringi Pak Marsan. Begitu pintu ditutup Pak Marsan langsung memeluk tubuhku dari belakang. Diciuminya tengkukku dengan ganas seperti biasanya.

"Saya.. Kangen sama Bu Reni.." bisiknya di telingaku. Aku sendiri juga kangen dengan Pak Marsan. Kangen dengan cumbuannya dan kangen dengan tongkatnya, tetapi aku tetap berpura-pura menjaga wibawaku.
"Ahh.. Pak Marsan bisa saja.. Kan sudah ada Yu Sarni.."
"Memang sih.. Tapi benar saya kangen sama Ibu.."

Tangannya bergerak ke belakang dan meremas buah pantatku. Sementara itu mulutnya terus turun ke arah perutku dan lidahnya mengosek-ngosek pusarku membuat aku kembali terangsang hebat. Tiba-tiba Pak Marsan melepaskan tanganku dari batang kemaluannya dan bersimpuh di depanku yang masih berdiri. Dengan serta merta digigitnya celana dalamku dan ditarik dengan giginya ke bawah hingga teronggok di pergelangan kakiku. Aku membantunya melepaskan satu-satunya penutup tubuhku dan menendangnya jauh-jauh.

Kini mulut Pak Marsan sibuk menggigit dan menjilat daerah selangkanganku. Dikuakannya kakiku lebar-lebar hingga ia lebih leluasa menggarap selangkanganku. Dengan bersimpuh Pak Marsan mulai menjilati labia mayoraku sementara tangannya meremas pantatku dan menekannya ke depan hingga wajahnya lebih ketat menyuruk ke bukit kemaluanku.

"Akhh. Terushh.. Ohh.." aku hanya bisa merintih saat lidah Pak Marsan menyeruak ke dalam liang kemaluanku yang sudah sangat licin.

Ditekankannya wajahnya ke selangkanganku hingga lidahnya semakin dalam menyeruak ke dalam liang kemaluanku. Aku semakin menggelinjang saat lidah Pak Marsan dengan nakalnya mempermainkan kelentitku. Sesekali ia menyedot kelentitku dan mengosek-kosek kelentitku dengan lidahnya. Gila.. Tubuhku mulai mengejang dan perutku seakan-akan diaduk-aduk karena harus menahan kenikmatan.

Pak Marsan sudah tidak peduli dengan keadaanku yang kepayahan menahan nikmat. Lidahnya bahkan semakin liar mempermainkan tonjolan di ujung atas liang vaginaku. Akhirnya aku tak mampu menahan gempuran badai birahi yang melandaku. Tubuhku berkelojotan, dan mataku membeliak menahan nikmat yang amat sangat. Tubuhku melayang.

"Akhh.. Terr.. Ushh"

Tubuhku terus berkejat-kejat sampai titik puncaknya dan kurasakan ada sesuatu yang meledak di dalam sana. Tubuhku melemas seolah tak bertenaga. Aku hanya bersandar dengan lemas ke dinding kamar tanpa mampu bergerak lagi.

Pak Marsan lalu berdiri di hadapanku.

"Bagaimana Bu..?" bisiknya di telingaku.
"Ohh.. Luar biasa.. Pak Marsan hebb.. bathh" desahku.

Masih dengan posisi berdiri dengan aku menyandar dinding, Pak Marsan menyergap bibirku lagi. Pak Marsan menempatkan dirinya di antara kedua pahaku yang terbuka lalu dicucukannya batang kemaluannya ke lubang kemaluanku yang sudah sangat basah. Dengan tangannya Pak Marsan menggosok-gosokkan kepala kemaluannya ke lubang kemaluanku. Tubuhku kembali bergetar. Aku mulai terangsang lagi, saat kepala kemaluan Pak Marsan menggesek-gesek tonjolan kecil di lubang kemaluanku.

Dengan perlahan Pak Marsan mendorong pantatnya ke depan hingga batang kemaluannya menyeruak ke dalam liang kemaluanku.

"Hmmphh.." hampir bersamaan kami mendengus saat batang kemaluan Pak Marsan menerobos liang kemaluanku dan menggesek dinding liang vaginaku yang sudah sangat licin. Lidah kami saling bertaut, saling mendorong dan saling melumat. Tubuhku tersentak-sentak mengikuti hentakan dorongan pantat Pak Marsan. Pak Marsan terus menekan dan mendorong pantatnya menghunjamkan batang kemaluannya ke dalam liang kemaluanku dengan posisi berdiri.


Entah karena kurang leluasa atau kurang nyaman, tiba-tiba Pak Marsan mencabut batang kemaluannya yang terjepit liang kemaluanku. Ia membalikkan tubuhku menghadap dinding dan ia sekarang berdiri di belakangku. Tubuhku sedikit ditunggingkan dengan kedua tangan menopang tembok. Dipentangkannya kedua kakiku lebar-lebar, lalu ditusukkannya batang kemaluannya ke lubang kemaluanku dari belakang. Kali ini gerakanku dan gerakannya agak lebih leluasa.

Kedua tangan Pak Marsan meremas dan memegang erat pantatku sambil mengayunkan pantatnya maju mundur. Batang kemaluannya semakin lancar keluar masuk liang kemaluanku yang sudah sangat licin.

"Ughh.. Ughh.." kudengar Pak Marsan mendengus-dengus seperti kereta sedang menanjak. Aku pun mengimbangi gerakan ayunan pantat Pak Marsan dengan sedikit memutar pantatku dengan gaya ngebor.

Napas Pak Marsan semakin menderu saat kulakukan gaya ngeborku. Batang kemaluannya seperti kupilin dalam jepitan liang kemaluanku. Nafsuku yang sudah terbangkit semakin mengelora. Desakan-desakan kuat di dalam tubuh bagian bawahku semakin menekan. Kugoyang pantatku semakin liar menyongsong sodokan batang kemaluan Pak Marsan.

"Teruss.. Buu.. Terusshh" Pak Marsan mendesis-desis dan tangannya semakin kuat mencengkeram pantatku membantuku bergoyang semakin kencang.
"Arghh.. Arghh.. Akhh.. Say.. Saya.. Keluarhh buu.." kudengar Pak Marsan menggeram saat batang kemaluannya mengedut-ngedut dalam jepitan liang kemaluanku.

Aku pun merasa sudah di ambang puncak kenikmatanku. Kugoyangkan pantatku semakin liar dan akhirnya kuayunkan pantatku ke belakang menyongsong tusukan Pak Marsan hingga batang kemaluannya melesak sedalam-dalamnya seolah-olah menumbuk mulut rahimku dan kurasakan ada semburan cairan hangat dari batang kemaluan Pak Marsan di dalam liang vaginaku. Crat.. Crrtt.. Crutt.. Crtt.. Crott..!! Banyak sekali cairan sperma Pak Marsan yang tersembur menyiram rahimku, hingga sebagian menetes ke karpet kamar tidurnya.

Kami tetap terdiam sambil mengatur napas. Tangan Pak Marsan memeluk dadaku dan batang kemaluannya masih mengedut-ngedut menyemburkan sisa-sisa air mani ke dalam liang kemaluanku. Akhirnya kami berdua menggelosor ambruk ke kasur kumal yang biasa ditiduri Pak Marsan dan istrinya.

Kami berbaring dengan Pak Marsan masih memeluk tubuhku dari belakang. Batang kemaluan Pak Marsan yang sudah terkulai menempel di belahan pantatku. Kurasakan ada semacam cairan pekat yang menempel ke pantatku dari batang kemaluan Pak Marsan. Aku tak tahu dengan kain apa Pak Marsan menyeka lubang kemaluanku untuk membersihkan cairan sperma yang menetes dari labia mayoraku. Aku terlalu lemas untuk memperhatikan. Akhirnya aku tertidur kelelahan setelah 'digempur' habis-habisan oleh Pak Marsan.

Aku tidak tahu berapa lama aku telah tertidur di kasur Pak Marsan. Aku tersadar saat ada sesuatu benda lunak yang memukul-mukul bibirku. Saat kulirik aku terkejut ternyata benda yang memukul-mukul bibirku tadi adalah batang kemaluan Pak Marsan yang sudah setengah ereksi. Ternyata ia sedang berjongkok dengan mengangkangiku dan tangannya memegangi batang kemaluannya sambil dipukul-pukulkannya pelan-pelan ke bibirku. Begitu melihat aku terbangun, dengan serta merta Pak Marsan memegang bagian belakang kepalaku dan menyodorkan batang kemaluannya ke mulutku. Aku menjadi gelagapan karena bangun-bangun sudah disodori batang kemaluan laki-laki!! Gila.

Kurasakan ada sedikit rasa asin-asin yang agak aneh saat bibirku mulai mengulum batang kemaluan Pak Marsan yang disodorkan padaku. Sedikit demi sedikit batang kemaluan itu semakin mengeras dalam kulumanku.

Beberapa saat kemudian Pak Marsan membalikkan posisinya. Batang kemaluannya masih kukulum dengan liar kemudian ia menundukkan tubuhnya dan wajahnya kini menghadap selangkanganku. Dipentangkannya kedua pahaku kemudian lidahnya mulai bekerja menjilat dan melumat gundukan kemaluanku. Aku semakin gelagapan karena merasa kegelian di selangkanganku sementara mulutku tersumpal batang kemaluan Pak Marsan.

Aku ikut menyedot batang kemaluannya saat Pak Marsan menyedot kemaluanku. Kami saling menjilat dan menyedot kemaluan kami masing-masing dengan posisi Pak wajah Marsan menyeruak ke selangkanganku dan wajahku dikangkangi Pak Marsan.

Aku semakin menggelinjang liar saat lidah Pak Marsan mengais-ngais lubang anusku dengan menekuk kedua pahaku ke atas. Aku sangat terangsang dengan perlakuannya itu. Apalagi saat lidahnya dimasukkan dalam-dalam ke lubang vaginaku. Aku tak mampu menjerit karena mulutku tersumpal batang kemaluannya.

Tubuhku bergetar hebat menahan kenikmatan yang menyergapku. Pak Marsan dengan ganas menjilat-jilat tonjolan kecil di lubang kemaluanku dengan kedua tangannya membuka lebar-lebar labia mayoraku ke arah berlawanan. Aku tak mampu bertahan lama atas perlakuannya itu. Tubuhku mengejan dan berkelejat seperti cacing kepanasan. Lalu tubuhku tersentak selama beberapa saat dan akhirnya terdiam. Aku mengalami orgasme lagi dengan cepatnya.

Pak Marsan masih membiarkan batang kemaluannya menyumpal mulutku sambil sesekali lidahnya menyapu-nyapu dinding vulvaku. Setelah aku mulai dapat mengatur napasku, Pak Marsan menggulingkan tubuhnya ke samping dan menarik tubuhku agar naik ke perutnya. Ia bergeser ke arah dekat dinding dan menumpuk beberapa bantal di belakang punggungnya hingga posisinya kini setengah duduk. Tubuhku ditariknya hingga menduduki perutnya lalu diangkatnya pantatku dan dicucukannya batang kemaluannya ke lubang kemaluanku.

Dengan pelan aku menurunkan pantatku hingga batang kemaluan Pak Marsan secara perlahan melesak ke dalam jepitan liang kemaluanku. Aku menahan napas menikmati gesekan batang kemaluannya di dinding lubang kemaluanku. Setelah beberapa kocokan yang kulakukan akhirnya amblaslah seluruh batang kemaluan Pak Marsan ke dalam lubang kemaluanku.

Kini aku duduk di atas perut Pak Marsan yang setengah duduk dengan punggung diganjal bantal. Dengan tangan bertumpu dinding tembok aku mulai bergerak menaik-turunkan pantatku secara perlahan. Sementara itu tangan Pak Marsan mencengkeram pantatku membantu menggerakkan pantatku naik turun, mulutnya sibuk menetek payudaraku.

Posisi di atas merupakan salah satu posisi favoritku. Karena dengan posisi ini aku dapat mengontrol sentuhan-sentuhan pada daerah sensitifku dengan batang kemaluan laki-laki yang menancap di lubang kemaluanku.

"Akhh.. Shh.. Terushh.. Pak Mar.. Sanhh" aku mendesis-desis saat Pak Marsan ikut mengimbangi goyanganku sambil kedua tangannya menekan kedua payudaraku hingga kedua putingku masuk ke dalam mulut Pak Marsan. Kedua putingku dijilat-jilat dan disedot secara bersamaan hingga membuat nafsuku meningkat secara cepat. Aku semakin liar menggerakkan pantatku di pangkuan Pak Marsan. Tubuhku kembali mengejat-ngejat dan seperti terhantam aliran listrik.

"Terusshh.. Terusshh.. Ouchh.." aku semakin liar mendesis saat kurasakan sesuatu meledak-ledak. Tubuhku terasa terhempas ke tempat kosong lalu akhirnya aku ambruk di dada Pak Marsan.

Pak Marsan lalu bangkit dan berganti menindihku dengan tanpa melepaskan batang kemaluannya dari jepitan lubang kemaluanku. Bantal yang tadi mengganjal punggungku ditaruhnya untuk mengganjal pantatku hingga gundukan kemaluanku semakin membukit. Aku yang sudah lemas kembali dijadikan bulan-bulanan genjotan batang kemaluannya. Bibirnya tak henti-hentinya melumat bibirku dan pantatnya dengan mantap memompa batang kemaluannya menusuk-nusuk lubang kemaluanku. Kedua tangan Pak Marsan mengganjal bongkahan pantatku hingga tusukannya kurasakan sangat dalam menumbuk perutku.

"Ughh.. Ughh.. Putarrhh.. Buu.. Putarrhh ugghh.." kudengar Pak Marsan mendengus memintaku memutar pantatku. Aku menuruti permintaannya memutar pantatku dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada.

"Terushh.. Terushh ter.. Oughh!!" Akhirnya dengan diiringi dengusan panjang tubuh Pak Marsan berkelojotan. Tubuhnya tersentak-sentak dan hunjaman batang kemaluannya serasa menghantam sangat dalam karena didorong sekuat tenaga olehnya. Batang kemaluannya berdenyut-denyut dalam jepitan liang kemaluanku dan crott.. Crott.. Crott batang kemaluannya menyemburkan cairan kenikmatan ke dalam liang kemaluanku. Aku merasa ada desiran hangat menyembur beberapa kali dalam lubang kemaluanku. Nikmat sekali rasanya.

Tubuh Pak Marsan masih berkelojotan untuk beberapa saat lalu akhirnya terdiam.

"Oughh.. Bu.. Ren.. Ni hebatthh" bisiknya di telingaku dengan napas yang masih ngos-ngosan. Tubuh kekarnya ambruk menindih tubuh telanjangku. Batang kemaluannya dibiarkannya tertancap erat dalam jepitan liang kemaluanku. Kami berdua sama-sama diam menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja kami raih.

Hari sudah menjelang sore saat aku bangun dari kasur Pak Marsan. Aku kaget saat mau kupakai celana dalamku ternyata sudah basah oleh lendir yang masih menempel. Rupanya tadi Pak Marsan menyeka lubang vaginaku dengan celana dalamku! Sialan juga terpaksa aku tidak memakai celana dalam.

Dengan memakai celana dan baju atasanku aku keluar ke kamar mandi dan cebok membersihkan lubang kemaluanku dari sisa-sisa lendir sehabis persetubuhan tadi. Aku baru saja mau berdiri dan menaikkan celanaku saat tiba-tiba Pak Marsan yang hanya dililit handuk ikut masuk ke kamar mandi. Belum selesai membanahi celanaku lagi-lagi Pak Marsan merangsekku di kamar mandinya yang terbuka.

Diturunkannya lagi celanaku hingga sebatas lutut lalu didekapnya aku dari belakang. Bibirnya dengan gansa dan rakus menjilat dan mencumbu daerah belakang telingaku hingga gairahku mulai terbangkit lagi.

Melihat aku sudah dalam genggamannya dilepasnya lilitan handuknya hingga ia telanjang bulat. Batang kemaluannya yang sudah setengah keras menempel ketat di belahan pantatku. Aku sengaja menekan pantatku mundur hingga menggencet batang kemaluannya semakin terbanam di antara kedua belah buah pantatku. Kugeser-geser pantatku dengan lembut hingga lama-kelamaan batang itu mulai mengeras lagi.

Setelah keras dicucukannya batang kemaluannya ke celah-celah sempit di gundukan bukit kemaluanku lalu digosok-gosokannya ujungnya ke alur sempit itu yang sudah mulai basah.

Sekali lagi kami bersetubuh dengan hanya menurunkan celana panjangku sebatas lutut dan Pak Marsan menggenjotku lagi dengan posisi berdiri. Aku harus bertumpu pada bak mandi yang terbuat dari gentong tanah sambil setengah nungging sementara Pak Marsan menggenjot dari belakang. Gila. Pak satpam satu ini memang gila! Bagaimana tidak ia punya dua 'tongkat', yang satu dapat membuat orang kesakitan sedangkan yang satunya dapat membuat orang merem-melek keenakan!

***
tamat

Paling Populer Selama Ini