5/23/2011

Bos Tampan

Pada satu kesempatan miting SDM, diperkenalkan majaner baru dilingkungan SDM grup yang khusus menangani masalah pelatihan dan pengembangan karyawan. Orangnya sih late thirties lah, atau paling gak awal 40an, atletis dan lagi guanteng banget, Deni namanya. Aku senang sekali berkenalan dengan pak Deni, orangnya ramah, humoris, baru diperkenalkan saja dia sudah akrab dengan semua penanggung jawab sdm anak perusahaan, termasuk aku tentunya. Selama miting, aku sering melirik kearahnya, dan herannya setiap kali aku meliriknya diapun sedang memandangku. Ketika tatapan mata kami bertemu dia selalu tersenyum ramah, menambah kegantengannya. Aku sampe tersipu karenanya, tapi ya kapok lah, terus saja mencuri pandang kearahnya terus. Sepertinya aku dah tertarik padanya sejak pandangan pertama, mungkin dia juga. Karena dia terus2an memandangiku, walaupun dilakukannya dengan tidak mengundang perhatian yang lainnya. Demikianlah hal itu kami lakukan selama miting berlangsung, sampai tau2 mitingnya dah selesai. Baru sekali ini aku tidak merasa mitingnya bertele2 dan berkepanjangan, walaupun aku tidak memperhatikan apa yang dibicarakan karena perhatianku terpusat pada pak Deni terus, toh nanti sekretaris Kadiv SDM grup akan mengirimkan notulen miting by email.

Sejak miting itu, aku terus berusaha dalam melaksanakan pekerjaanku, untuk kontak dengan pak Deni. aku sering mencari alasan supaya bisa berkunjung ke kantor SDM grup, salah satu aktivitasnya dengan pura2 konsultasi masalah pelatihan karyawan dengan pak Deni. Telpon dan sms antara aku dan pak Deni makin sering dan kami menjadi semakin akrab. Sudah beberapa kali pak Deni ngajakin aku lunch, kebetulan dekat kantorku ada banyak penjual makanan, baik model cafe atau resto, atau juga amigos
(agak minggir got sdikit). Kaki lima maksudnya. Taste makanan menjadi nomor dua, yang penting adalah kami bisa bertemu dan tidak ngomongin pekerjaan.

Suatu hari, aku mendapat telpon dari pak Deni, dia ngajak aku jalan sore ini. Wah berbunga2 rasanya diajak jalan ama pak Deni. Karena telpon kantor dibatasi hanya maksimum 3 menit, dia tidak bicara lama denganku. Gak lama kemudian setelah telpon ditutup, dia meng sms ku, “Nes, kita jalan yuk. boleh dong skali2 kita jalan berdua yang gak makan siang doangan. aku pengen ngobrol ama kamu”. Aku bales
smsnya, “Cuma ngobrol doangan kan pak”. “Ngobrol dan laen2 deh, biar afdol. Sore ini aku ada seminar pendek di lembaga pelatihan dekan kantor kamu. Nanti bubar kantor kamu nunggu di cafe tempat kita biasa makan aja, aku kabur aja dari seminarnya sebelum selesai. Yang penting kan ketemu kamunya bukan seminarnya”. “Aku membalas smsnya yang panjang lebar itu, “Dan laen2nya apaan pak”.
Jawabnya, “Liat aja ntar sore deh”. Bubar kantor, aku buru2 menuju ke cafe yang dimaksudkan, ternyata pak deni dah nongkrong duluan disana. “Kok dah sampe duluan pak?”, sapaku. “Iya, kan dah diitung supaya aku bisa sampe disini sebelum kamu nyampe. Seminarnya gak penting dan pembicaranya gak menarik, apalagi gratisan, jadi gak masalah kan ditinggal pulang”, jawabnya sambil tersenyum.
“Emangnya kita mo kemana sih pak?” “aku pengen ngobrol sama kamu Nes, kita cari tempat ngoborol yang private yuk”. Aku diajaknya ke mobilnya dan mobilnya meluncur meninggalkan cafe tersebut.

Ternyata dia mengajakku ke motel yang ada didekat cafe itu. “Kok kesini pak”, tanyaku. “Biar ada privacynya Nes, ngoborol dan yang laen2nya”. Mobilnya masuk ke garasi dan rolling door ditutup petugasnya. Aku tau deh apa yang dia maksud dengan yang laen2 tadi. Aku diem saja ketika dia menggandengku menaiki tangga memasuki ruangan motel. Kamarnya standar motel lah, ada kaca besar
ditembok, dan juga dilangit2, ranjang besar, tv dan lemari es, seperangkat meja dan sofa dan di kamar mandi cuma disediakan shower saja. Dia membereskan administrasi motelnya, dia mengambil minuman yang ada di lemari es, “sudah termasuk biaya sewa”, katanya. Aku duduk diranjang, “Pak, kok Ines diajak ke motel sih, emangnya abang mo ngapain ama Ines”. “Santai aja Nes, minum deh. Aku mo mandi dulu ya”. Dia masuk kekamar mandi, terdengar suara air mengucur. Tak lama kemudian dia keluar dari kamar mandi hanya berbalut anduk saja. “Kamu gak mo mandi dulu Nes, biar seger”. Akupun melakukan hal yang sama. Karena aku dah tau maksud sebenarnya dia ngajak aku ke motel, akupun keluar hanya berbalut anduk. Karena anduknya kecil, hanya bisa menutupi dada dan pantatku saja. Aku senang dia mengajaku berbagi kenikmatan.

Dia sedang berbaring di ranjang, aku duduk disebelahnya. “bapak pengen maen ama Ines ya”. “Jangan panggil bapak lah, rasanya tua banget. Kalo dah jadi Kadiv boleh dipanggil bapak”. “Abis panggil apa dong, kalo panggil nama Ines sungkan”. “Panggil abang aja”. Memang dia orang tapanuli, jadi biasa dipanggil abang, walaupun kalo bicara logat tapanulinya tidak dominan. “Kok abang ngajaknya Ines sih, kan masih ada cewek2 laen di SDM grup, Dina, Sintia dan laennya lagi”. “Kamu yang paling seksi Nes, aku dah tergiur sejak kita ketemu pertama kali
waktu aku diperkenalkan”. “Pantes abang selama miting ngeliatin Ines terus”. “Kamu juga kan, ngelirik ke
aku terus”. “Abis abang ganteng banget sih, cewek2 suka ngomongin kegantengan abang lo”. “masak seh”, dia kelihatannya senang aku sanjung seperti itu. “Terus kita mo ngapain bang, cuma pake anduk gini”. Dia tidak menjawab, aku ditariknya kedalam pelukannya sehingga aku terbarik disebelahnya.

“Yang, kamu sudah tahu maksudku kan?” katanya lirih di telingaku. Merinding aku mendengarnya memanggil aku yang, dan aku hanya mengangguk. “Ya bang, Ines tahu, abang ,,,” belum selesai aku menjawab, kurasakan bibirnya sudah menyentuh leherku, terus menyusur ke pipiku. Bibirku dilumatnya dengan lembut. Ternyata dicium pria bibir tebal nikmat sekali, aku bisa mengulum bibirnya lebih kuat dan ketebalan bibirnya memenuhi mulutku. Sedang kunikmati lidahnya yang menjelajah di mulutku, kurasakan tangan besarnya menguraikan belitan anduk didadaku, sehingga aku langsung bertelanjang bulat. “Nes, kamu merangsang amat sih”. Aku diam saja dan dia langsung meremas lembut toketku. Ohh.., toketku ternyata tercakup seluruhnya dalam tangannya. Dan aku rasanya sudah tidak kuat menahan gejolak napsuku, padahal baru awal pemanasan. Bibirnya mulai meneruskan jelajahannya, leherku dikecup, dijilat kadang digigit lembut. Sambil tangannya terus meremas-remas toketku. Bibirnya terus menelusur di permukaankulitku. Dan mulai pentil kiriku tersentuh lidahnya dan dihisap. Terus pindah ke pentil kanan. Kadang-kadang seolah seluruh toketku akan dihisap. Dan tangan satunya mulai turun dan memainkan puserku, terasa geli tapi nikmat, napsuku makin berkobar karena elusan tangannya. Kemudian tangannya turun lagi dan menjamah selangkanganku. non0kku yang pasti sudah basah sekali. Lama hal itu dilakukannya. Jembutku sudah basah karena cairan non0kku yang sudah banjir. Dibelainya celah non0kku dengan perlahan. Sesekali jarinya menyentuh it1lku karena ketika dielus pahaku otomatis mengangkang agar dia bisa mengakses daerah non0kku dengan leluasa. Bergetar semua rasanya tubuhku. Jarinya mulai sengaja memainkan it1lku. Dan akhirnya jari besar itu masuk ke dalam non0kku. Oh, nikmatnya, bibirnya terus bergantian menjilati pentil kiridan kanan dan sesekali dihisap dan terus menjalar ke perutku.

Dan akhirnya sampailah ke non0kku. Kali ini diciumnya jembutku yang lebat dan aku rasakan bibir non0kku dibuka dengan dua jari. Dan akhirnya kembali non0kku dibuat mainan oleh bibirnya, kadang bibirnya dihisap, kadang it1lku, namun yang membuat aku tak tahan adalah saat lidahnya masuk di antara kedua bibir non0kku sambil menghisap it1lku. Dia benar benar mahir memainkan non0kku. Hanya dalam beberapa menit aku benar-benar tak tahan. Dan.. Aku mengejang dan dengan sekuatnya aku berteriak sambil mengangkat pantatku supaya merapatkan it1lku dengan mulutnya, kuremas-remas rambutnya. Dia terus mencumbu non0kku, rasanya belum puas dia memainkan non0kku hingga napsuku bangkit kembali dengan cepat.

“Bang, Ines sudah pengen dimasukin” kataku memohon sambil kubuka pahaku lebih lebar. Dia pun bangkit, membuka belian anduknya. Sementara itu aku dengan berdebar terbaring menunggu dengan semakin berharap. kont0lnya sudah maksimal ngacengnya, tegak hampir menempel ke perut. Dan saat dia pelan-pelan menindihku, aku membuka pahaku makin lebar, rasanya tidak sabar non0kku menunggu masuknya kont0lnya. Aku pejamkan mata. Dia mulai mendekapku sambil terus mencium bibirku, kurasakan bibir non0kku mulai tersentuh ujung kont0lnya. Sebentar diusap-usapkan dan pelan sekali mulai kurasakan bibir non0kku terdesak menyamping. Aku menahan nafas. Dan nikmat luar biasa. Mili per mili. Pelan sekali terus masuk kont0lnya. Aku mendesah tertahan karena rasa yang luar biasa nikmatnya. Terus.. Terus.. Akhirnya ujung kont0l itu menyentuh bagian dalam non0kku, maka secara refleks kurapatkan pahaku. Dia terus menciumi bibir dan leherku. Dan tangannya tak henti-henti meremas-remas toketku. Tapi konsentrasi kenikmatanku tetap pada kont0l yang mulai dienjotkan halus dan pelan. Aku benar benar cepat terbawa ke puncak nikmat yang belum pernah kualami. Nafasku cepat sekali memburu, terengah-engah. Aku benar benar merasakan nikmat luar biasa merasakan gerakan kont0lnya. Napsuku makin berkobar ketika aku melihat kecermin yang ada disamping ranjang dan dilangit2, melihat gerakannya mengenjotkan kont0lnya keluar masuk non0kku. Maka hanya dalam waktu yang singkat aku makin tak tahan. Dan dia tahu bahwa aku semakin hanyut. Maka makin gencar dia melumat bibirku, leherku dan remasan tangannya di toketku makin kuat. Dengan tusukan kont0lnya yang agak kuat dan dipepetnya it1lku dengan menggoyang goyangnya, aku menggelepar, tubuhku mengejang, tanganku mencengkeram kuat-kuat sekenanya. non0kku menegang, berdenyut dan mencengkeram kuat-kuat, benar-benar puncak kenikmatan yang belum pernah kualami. Ohh, aku benar benar menerima kenikmatan yang luar biasa. Aku tak ingat apa-apa lagi kecuali kenikmatan dan kenikmatan. “Baaang, Ines nyampe baang”.

Setelah selesai, pelan pelan tubuhku lunglai, lemas. Setelah dua kali aku nyampe dalam waktu relatif singkat, namun terasa nyaman sekali, Dia membelai rambutku yang basah keringat. Kubuka mataku, Dia tersenyum dan menciumku lembut sekali, tak henti hentinya toketku diremas-remas pelan. Tiba tiba, serangan cepat bibirnya melumat bibirku kuat dan diteruskan ke leher serta tangannya meremas-remas toketku lebih kuat. Napsuku naik lagi dengan cepat, saat kembali dia mengenjotkan kont0lnya semakin cepat. Uhh, sekali lagi aku nyampe, yang hanya selang beberapa menit, dan kembali aku berteriak lebih keras lagi. Dia terus mengenjotkan kont0lnya dan kali ini dia ikut menggelepar, wajahnya menengadah. Satu tangannya mencengkeram lenganku dan satunya menekan toketku. Aku makin meronta-ronta tak karuan. Puncak kenikmatan diikuti semburan peju yang kuat di dalam non0kku, menyembur berulang kali. Oh, terasa banyak sekali peju kental dan hangat menyembur dan memenuhi non0kku, hangat sekali dan terasa sekali peju yang keluar seolah menyembur seperti air yang memancar
kuat.

Setelah selesai, dia memiringkan tubuhnya dan tangannya tetap meremas lembut toketku sambil mencium wajahku. Aku senang dengan perlakuannya terhadapku. “Yang, kamu luar biasa, non0kmu peret dan nikmat sekali” pujinya sambil membelai dadaku. “Abang juga hebat. Bisa membuat Ines nyampe beberapa kali.” “Jadi kamu suka dengan kont0lku?” godanya sambil menggerakkan kont0lnya dan membelai belai wajahku. “Ya bang, kont0l abang nikmat dan keras banget” jawabku jujur. Dia tidak langsung mencabut kont0lnya, tapi malah mengajak mengobrol sembari kont0lnya makin mengecil. Dan tak henti-hentinya dia menciumku, membelai rambutku dan paling suka membelai toketku. Aku merasakan pejunya yang bercampur dengan cairan non0kku mengalir keluar. Setelah cukup mengobrol dan saling membelai, pelan-pelan kont0l yang telah menghantarkan aku ke awang awang itu dicabut sambil dia menciumku lembut sekali. Benar benar aku terbuai dengan perlakuannya. Kurang lebih setengah jam kami berbaring berdampingan. Ia lalu mengajakku mandi. Dibimbingnya aku ke kamar mandi, saat berjalan rasanya masih ada yang mengganjal non0kku dan ternyata masih ada peju yang mengalir di pahaku, mungkin saking banyaknya dia mengecretkan pejunya di dalam non0kku.

Di kotak shower dia mengusap-usap menyabuni punggungku, dan akupun menyabuni punggungnya. Dia memelukku sangat erat hingga dadanya menekan toketku. Sesekali aku menggeliatkan badanku sehingga pentilku bergesekan dengan dadanya yang dipenuhi busa sabun. Pentilku semakin mengeras. Pangkal pahaku tersenggol2 kont0lnya. Hal itu menyebabkan napsuku mulai berkobar kembali. Aku di tariknya sehingga menempel lebih erat ke tubuhnya. Dia menyabuni punggungku. Sambil mengusap- usapkan busa sabun, tangannya terus menyusur kebawah. Dia mengusap-usap pantatku dan diremasnya. kont0lnya pun mulai ngaceng ketika menyentuh non0kku. Terasa bibir luar non0kku bergesekan dengan kont0lnya. Dengan usapan lembut, tapak tangannya terus menyusuri pantatku. Dia mengusap beberapa kali hingga ujung jarinya menyentuh lipatan daging antara lubang pantat dan non0kku. “Abang nakal!” desahku sambil menggeliat mengangkat pinggulku. Walau tengkukku basah, aku merasa bulu roma di tengkukku meremang akibat nikmat dan geli yang mengalir dari non0kku. Aku menggeliatkan pinggulku. Ia mengecup leherku berulang kali sambil menyentuh bagian bawah bibir non0kku. Tak lama kemudian, tangannya menyusur hingga ke bagian depan tubuhku, akhirnya kurasakan lipatan bibir luar non0kku diusap-usap. Dia berulang kali mengecup leherku. Sesekali lidahnya menjilat, sesekali menggigit dengan gemas. “Aarrgghh.. Sstt.. Sstt..” rintihku berulang kali. Dia menggerakkan tangannya keatas, meremas dengan lembut kedua toketku dan pentil ku dijepit2 dengan jempol dan telunjuknya. Pentil kiri dan kanan diremas bersamaan. Lalu dia mengusap semakin ke atas dan berhenti di leherku. “Bang, lama amat menyabuninya”, rintihku sambil menggeliatkan pinggulku. Aku merasakan kont0lnya semakin kerasdan membesar. Tangan kiriku segera meluncur ke bawah, lalu meremas biji pelernya dengan gemas. Dia menggerakkan telapak kanannya ke arah pangkal pahaku. Sesaat dia mengusap usap jembutku, lalu mengusap non0kku berulang kali. Jari tengahnya terselip di antara kedua bibir luar non0kku. Dia mengusap berulang kali. It1lku pun menjadi sasaran usapannya. “Aarrgghh..!” rintihku. Aku merasa lendir membanjiri non0kku.

Aku jongkok didepannya, kont0lnya telah berada persis didepanku. Kont0lnya telah ngaceng berat. “Bang, kuat banget sih abang, baru aja ngecret di non0k Ines sekarang sudah ngaceng lagi”, kataku sambil meremas kont0lnya, lalu kuarahkan ke mulutku. Kukecup ujung kepala kont0lnya. Tubuhnya bergetar menahan nikmat ketika aku menjilati kepala kont0lnya. Dia meraih bahuku karena tak sanggup lagi menahan napsunya. Setelah berdiri, aku dibuatnya menungging membelakanginya sambil memegang dinding di depanku dan dia menyelipkan kepala kont0lnya ke celah di antara bibir non0kku. “Argh, aarrgghh..,!” rintihku. Dia menarik kont0lnya perlahan-lahan, kemudian mendorongnya kembali perlahan-lahan pula. Bibir luar non0kku ikut terdorong bersama kont0lnya. Perlahan-lahan menarik kembali kont0lnya sambil berkata “Enak Yang?” “”Enaak banget bang”, jawabku!” Dia mengenjotkan kont0lnya dengan cepat sambil meremas bongkah pantat ku dan tangan satunya meremas toketku. “Aarrgghh..!” rintihku ketika kurasakan kont0lnya kembali menghunjam non0kku. Kedua tangannya dengan erat mememegang pinggulku dan dia mengenjotkan kont0lnya keluar masuk dengan cepat dan keras. Terdengar ‘cepak-cepak’ setiap kali pangkal pahanya berbenturan dengan pantatku. “Aarrgghh.., aarrgghh..baang.., Ines nyampe..!” Aku lemas ketika nyampe lagi untuk kesekian kalinya. Rupanya dia juga tidak dapat menahan pejunya lebih lama lagi. “Aarrgghh.., Yang”, kata nya sambil menghunjamkan kont0lnya sedalam-dalamnya. “Bang.., sstt, sstt..” kataku karena berulangkali ketika merasa tembakan pejunya dinon0kku. “Aarrgghh.., Yang, enaknya!” bisiknya ditelingaku. “Bang.., sstt.., sstt..! Nikmat sekali ya dient0t abang”, jawabku karena nikmatnya nyampe. Dia masih mencengkeram pantatku sementara kont0lnya masih nancep dinon0kku. Beberapa saat kami diam di tempat dengan kont0lnya yang masih menancap di non0kku. Kemudian dia menyalakan air hangat dan kami berpelukan mesra dibawah kucuran air hangat. Akhirnya terasa juga perut lapar yang sudah minta diisi.

Setelah selesai dia keluar duluan, sedang aku masih menikmati shower. Selesai dengan rambut yang masih basah dan masih bertelanjang bulat, aku keluar dari kamar mandi. Dia sudah menyiapkan makan siang berupa sandwich dan kentang goreng yang dibelinya tadi di cafe lengkap dengan soft drink dingin dari lemari es, di meja dekat sofa. Aku dipersilakan minum dan makan sambil mengobrol.

Setelah makan, dia lalu memintaku duduk di pangkuannya. Aku menurut saja. Terasa kecil sekali tubuhku. Sambil mengobrol, aku dimanja dengan belaiannya. Akhirnya setelah selesai makan, diraihnya daguku, dan diciumnya bibirku dengan hangatnya, aku mengimbangi ciumannya. Dan selanjutnya kurasakan tangannya mulai meremas-remas lembut toketku, kemudian tangannya menelusuri antara dada dan pahaku. Nikmat sekali rasanya, tapi aku sadar bahwa sesuatu yang aku duduki terasa mulai agak mengeras. Ohh, langsung aku bangkit. Aku bersimpuh di depannya dan ternyata kont0lnya sudah mulai ngaceng, walau masih belum begitu mengeras. Kuraih, kubelai dan kukocok pelan. Kemudian aku kulum kont0lnya. Dengan cepatnya kont0lnya makin membengkak dan dia mulai menggeliat dan berdesis menahan kenikmatan permainan lidahku dan membuat mulutku semakin penuh. “Bang hebat ya sudah ngaceng lagi, kita lanjut yuk bang”, kataku yang juga sudah terangsang. Rupanya dia makin tak tahan menerima rangsangan lidahku. Maka aku ditarik dan diajak ke tempat tidur. Dia menelentangkanku ditempat tidur, membuka kakiku dan dia langsung menelungkup di antara pahaku. “Aku suka melihat non0k kamu yang” ujarnya sambil membelai jembutku. “Napa?” “Seneng aja”. Aku merasakan dia terus membelai jembutku dan bibir non0kku. Kadang-kadang dicubit pelan, ditarik-tarik seperti mainan.

Aku suka non0kku dimainkan berlama-lama, aku terkadang melirik apa yang dilakukannya. Seterusnya dengan dua jarinya membuka bibir non0kku, aku makin terangsang dan aku merasakan makin banyak keluar cairan dari non0kku. Dia terus memainkan non0kku seolah tak puas-puas memperhatikan non0kku, kadang kadang disentuh sedikit it1lku, membuat aku penasaran. Tak sadar pinggulku mulai
menggeliat, menahan rasa penasaran. Maka saat aku mengangkat pinggulku, langsung disambut dengan
bibirnya. Terasa dia menghisap lubang non0kku yang sudah penuh cairan. Lidahnya ikut menari kesana kemari menjelajah seluruh lekuk non0kku, dan saat dihisapnya it1lku dengan ujung lidahnya, cepat sekali menggelitik ujung it1lku, benar benar aku tersentak. Terkejut kenikmatan, membuat aku tak sadarberteriak.. “Aauuhh!!”. Benar benar hebat dia merangsangku, dan aku sudah tak tahan lagi. “Ayo dong bang, Ines dah pingin dient0t lagi” ujarku.

Dia langsung menempatkan tubuhnya makin ke atas dan mengarahkan kont0lnya ke arah non0kku. Aku masih sempat melirik saat dia memegang kont0lnya untuk diarahkan dan diselipkan di antara bibir non0kku. Saat kepala kont0lnya telah menyentuh di antara bibir non0kku, aku menahan nafas untuk menikmatinya. Pegangan dilepasnyasaat kepala kont0lnya mulai menyelinap di antara bibir non0kku dan menyelusup lubang non0kku hingga aku berdebar nikmat. Pelan-pelan ditekannya dan dia mulai mencium bibirku lembut. Kali ini aku lebih dapat menikmatinya. Makin ke dalam.. Oh, nikmat sekali. Kurapatkan pahaku supaya kont0lnya tidak terlalu masuk ke dalam. Dia langsung menjepit kedua pahaku hingga terasa sekali kont0lnya menekan dinding non0kku. kont0lnya semakin masuk. Belum semuanya masuk, dia menarik kembali seolah akan dicabut hingga tak sadar pinggulku naik mencegahnya agar tidak lepas. Beberapa kali dilakukannya sampai akhirnya aku penasaran dan berteriak-teriak sendiri. Setelah dia puas menggodaku, tiba tiba dengan hentakan agak keras, dipercepat gerakan mengenjotnya hingga aku kewalahan. Dan dengan hentakan keras serta digoyang goyangkan, tangan satunya meremas toketku, bibirnya dahsyat menciumi leherku. Akhirnya aku mengelepar-gelepar. Dan sampailah aku kepuncak. Tak tahan aku berteriak, terus dia menyerangku dengan dahsyatnya, rasanya tak habis-habisnya aku melewati puncak kenikmatan. Lama sekali. Tak kuat aku meneruskannya. Aku memohon, tak kuat menerima rangsangan lagi, benar benar terkuras tenagaku dengan orgasme berkepanjangan. Akhirnya dia pelan-pelan mengakhiri serangan dahsyatnya. Aku terkulai lemas sekali, keringatku bercucuran. Hampir pingsan aku menerima kenikmatan yang berkepanjangan. Benar-benar aku tidak menyesal ngent0t dengan dia, dia memang benar-benar hebat dan mahir dalam ngent0t, dia dapat mengolah tubuhku menuju kenikmatan yang tiada tara.

Pahanya mulai kembali menjepit kedua pahaku dan dirapatkan, tubuhnya menindihku serta leherku kembali dicumbu. Kupeluk tubuhnya yang besar dan tangannya kembali meremas toketku. Pelan-pelan mulai dienjotkan kont0lnya. Kali ini aku ingin lebih menikmati seluruh rangsangan yang terjadi di seluruh bagian tubuhku. Tangannya terus menelusuri permukaan tubuhku. Dadanya merangsang dadaku setiap kali bergeseran mengenai pentilku. Dan kont0lnya dipompakan dengan sepenuh perasaan, lembut sekali, bibirnya menjelajah leher dan bibirku. Ohh, luar biasa. Lama kelamaan tubuhku yang semula lemas, mulai terbakar lagi. Aku berusaha menggeliat, tapi tubuhku dipeluk cukup kuat, hanya tanganku yang mulai menggapai apa saja yang kudapat. Dia makin meningkatkan cumbuannya dan memompakan kont0lnya makin cepat. Gesekan di dinding non0kku makin terasa. Dan kenikmatan makin memuncak. Maka kali ini leherku digigitnya agak kuat dan dimasukkan seluruh batang kont0lnya serta digoyang-goyang untuk meningkatkan rangsangan di it1lku. Maka jebol lah bendungan, aku mencapai puncak kembali. Kali ini terasa lain, tidak liar seperti tadi. Puncak kenikmatan ini terasa nyaman dan romantis sekali, tapi tiba tiba dia dengan cepat mengenjot lagi. Kembali aku berteriak sekuatku menikmati ledakan orgasme yang lebih kuat, aku meronta sekenaku. Gila, batinku, dia benar-benar membuat aku kewalahan. Kugigit pundaknya saat aku dihujani dengan kenikmatan yang bertingkat-tingkat.

Sesaat dia menurunkan gerakannya, tapi saat itu dibaliknya tubuhku hingga aku di atas tubuhnya. Aku terkulai di atas tubuhnya. Dengan sisa tenagaku aku keluarkan kont0lnya dari non0kku. Dan kuraih batang kont0lnya. Tanpa pikir panjang, kont0l yang masih berlumuran cairan non0kku sendiri kukulum dan kukocok. Dan pinggulku diraihnya hingga akhirnya aku telungkup di atasnya lagi dengan posisi terbalik. Kembali non0kku yang berlumuran cairan jadi mainannya, aku makin bersemangat mengulum dan menghisap sebagian kont0lnya. Dipeluknya pinggulku hingga sekali lagi aku orgasme. Dihisapnya it1lku sambil ujung lidahnya menari cepat sekali. Tubuhku mengejang dan kujepit kepalanya dengan kedua pahaku dan kurapatkan pinggulku agar bibir non0kku merapat ke bibirnya. Ingin aku berteriak tapi tak bisa karena mulutku penuh, dan tanpa sadar aku menggigit agak kuat kont0lnya dan kucengkeram kuat dengan tanganku saat aku masih menikmati orgasme. “Yang, aku mau ngecret yang, di dalam non0kmu ya”, katanya sambil menelentangkan aku. “Ya, bang”, jawabku.

Dia menaiki aku dan dengan satu hentakan keras, kont0lnya yang besar sudah kembali menyesaki non0kku. Dia langsung mengenjot kont0lnya keluar masuk dengan cepat dan keras. Dalam beberapa enjotan saja ubuhnyapun mengejang. Pantat kuhentakkan ke atas dengan kuat sehingga kont0lnya nancap semuanya ke dalam non0kku dan akhirnya crot .. crot ..crot, pejunya muncrat dalam beberapa kali semburan kuat. Herannya, ngecretnya yang ketiga masih saja pejunya keluar banyak, memang luar biasa stamina si abang. Dia menelungkup diatasku sambil memelukku erat2. “Yang, nikmat sekali ngent0t sama kamu, non0k kamu kuat sekali cengkeramannya ke kont0lku”, bisiknya di telingaku. “Ya bang, Ines juga nikmat sekali. Rasanya sesek deh non0k Ines kalau abang neken kont0lnya masuk semua.

Residivis Penjara

Malam itu aku bermaksud mengajak sahabatku Dinar jalan-jalan, maka kuhampiri ia di rumahnya. Saat kuketuk pintu, ternyata yang membukakan adalah adiknya Rendy.
Mas Dinar ada di gang samping, lagi ngobrol dengan teman-teman kampung,terang Rendy. Segera aku meluncur ke pos yang ada di ujung gang. Ternyata Dinar tidak ada di situ. Namun kudapati Bang Wahyu yang setahuku, seorang residivis yang seminggu kemaren baru kena kasus narkoba di diskotik. Ngeliat Dinar, Bang?,tanyaku pada Bang Wahyu.
Oh, dia pamit keluar ama Beben. Mungkin bentar lagi dia kembalijawan Bang Wahyu.
Mending kamu tunggu disini saja sambil ngobrol,timpal Bang Wahyu lagi, melihat aku kebingungan.
Ya udah lah. Oh ya, Bang Wahyu udah keluar nih. Gimana kasus kemaren?tanyaku tentang kasus Wahyu yang sempat di penjara.
Untung lah aku bisa nebus, sehingga aku ga perlu berlama-lama di dalam pejara,tandas Wahyu.

Singkat cerita, dari cerita Bang Wahyu, sedikitnya aku menjadi tahu kondisi di dalam penjara.

"Kita kalo tidak pandai-pandai di sel penjara, bisa celakalah, kita bisa seenaknya diperlakukan, dipukuli, disuruh-suruh atau bahkan kita bisa disodomi"
"Ah! Di sodomi?", tanyaku.

Bang Wahyu menghentikan pembicaraannya dan meneguk kopi yang ada di depannya.

"Kalo kita tidak banyak berkawan di dalam sel penjara tersebut kita bisa mampus, di dalam sel penjara itu orangnya macem-macem. Ada karena kasus pembunuhan, pemerkosaan, perampokan dan lainnya. Bahkan multi etnis juga, ada Jawa, Flores, Batak dan lainnya".

Ketertarikanku mengenai cerita sodomi tersebut meminta Bang Wahyu untuk menceritakannya, cerita yang berbau porno yang membangkitkan gairah seksku malam itu, nafsu haus membelai-belai laki-laki saat udara malam yang dingin.

Bang Wahyu melanjutkan ceritanya dan aku menjadi pendengar terbaiknya malam itu.
Dua bulan berada di Penjara membuat pengalaman Bang Wahyu bertambah khususnya untuk sex. Di usianya yang 27 tahun, Bang Wahyu yang terjerat kasus narkoba harus menelan pahitnya kehidupan di sel Lembaga Pemasyarakatan.
"Kang Warso, namanya yang menyodomi Abang pertama kali, Abang waktu itu baru masuk sel. Sebagai orang baru Abang awalnya disuruh memijit badannya saat malam hari. Saat penjaga sipir penjara, tertidur. Dari pijitan badan, sampai akhirnya Kang Warso minta kontolnya dipijit juga, dikocok-kocok sampai maninya muncrat dan bukan itu saja, Abang juga ditelanjangi Kang Warso dan disodomi. Abang jadi benci sama Kang Warso, tapi lama-lama Abang sadar, ternyata sudah wajar di dalam penjara, jauh dari anak istri, jauh dari keluarga, jauh dari tempat hiburan dan semuanya "cap lonceng", ceritanya.

"Karena rata-rata tidak pernah berhubungan dengan wanita, jadinya harus melampiaskan nafsu seks dengan cara apapun.Yang lebih sering yah itu, kalo tidak ngocok, sodomi atau sama teman gantian ngocok-ngocok kontol. Bagi orang baru, akan disodomi. Sedangkan kalau sudah lama, dia gantian yang akan menyodomi penghuni baru", ucap Bang Wahyu lagi.
"Kalo Abang?Apakah Abang juga pernah menyodomi?" tanyaku.
"Mau tahu yah?", tanya Bang Wahyu sambil tersenyum.
"Tidak usahlah, cerita jorok", ucap Bang Wahyu meneguk sisa kopi dari gelas plastiknya.
"Aku justru suka Bang. Aku pernah juga melakukannya, tidak begitu seringlah, makanya kalo aku mendengar cerita sodomi jadi terangsang, apalagi kalo bisa meremas-remas totong Abang sekalian sambil mendengarkan Abang. Kalo melihat postur Abang yang besar begini, pasti kontolnya juga besar yah?", ucapku sambil tersenyum.

Bang Wahyu memandangku dan tersenyum. Senyumannya yang membuat wajahnya semakin tampan, enak dilihat dengan gigi-giginya yang rapat berwarna kekuning-kuningan. Hidungnya sedikit mancung dengan rambut-rambut halus yang belum dicukur menghiasi di sekitar pipi, dagu, leher dan di atas bibirnya.

Aku berusaha memijit-mijit bahu Bang Wahyu agar dia menjadi bersemangat menceritakan saat kejadian di dalam penjara. Dan cerita selanjutnya tentang kedua kalinya Bang Wahyu disodomi teman selnya.

"Saat itu Abang bertugas membersihkan toilet sipir, ketika orang Batak tersebut datang mendekati Abang sambil tersenyum, menarik tangan Abang ke dalam kamar kecil tersebut. Abang menolak saat orang keling itu menyuruh mengisap-isap kontolnya yang panjang dan belum sunat lagi, mana jembut-jembutnya lebat, hitam dan panjang-panjang. Orang Batak itu langsung menyodomi Abang, menciumi Abang dengan bernafsu. Abang selalu menghindar saat orang Batak itu mau mencium mulut Abang dan entah berapa kali orang Batak itu mengubah posisi tubuh Abang dan menyodomi lobang pantat Abang. Untung perbuatan orang Batak tersebut ketahuan di saat orang Batak tersebut menyodomi Abang dengan posisi menggendong tubuh Abang, dua sipir sel menyeret tubuh orang Batak tersebut", ceritanya.

"Ternyata laki-laki tersebut sudah terlalu sering monyodomi laki-laki remaja. Orang Batak tersebut dipukuli babak belur sampai kelenger, baru tahu rasa dia. Abang dipindahkan ke kamar sel yang lain. Abang minta untuk dipindahkan ke kamar sel Kang Warso. Bersama Kang Warso, tentu saja Abang sedikit aman walau laki-laki tersebut suka nyodomi juga. Abang menolak saat Kang Warso mau menyodomi Abang, untungnya laki-laki tersebut mengerti, Abang hanya disuruh mengocok-ngocok kontolnya sampai dia puas. Pernah juga Kang Warso menyodomi Abang, katanya dia tidak tahan, yah Abang cuma diam saja. Sejak saat itu bukan Kang warso saja yang menyodomi Abang, Johanness, orang Flores yang satu sel dengan Abang juga melakukannya. Dia melihat Abang disodomi Kang Warso malam itu, yah, mau tak mau Abang mengikuti permainannya. Dia orang lama di sel tersebut, boleh dikatakan dia kepala kamar di sel tersebut", lanjutnya.

Saat Bang Wahyu bercerita tentang sodomi tersebut, aku menjadi bergairah dan sangat bernafsu, tanganku meraba-raba kontolnya, mengelus-elusnya. Bang Wahyu hanya diam saja saat tanganku bereaksi dan terus melanjutkan ceritanya. Pandangan Bang Wahyu turun ke bawah melihat tanganku yang asyik meraba-raba kontolnya dari balik celananya, laki-laki tersebut tersenyum.

"Kamu mau?", tanya Bang Wahyu memandangku sambil tersenyum. Aku mengangguk dan kemudian menatapnya.
"Kalo Abang mau, kontol Abang aku isap-isap", tantangku.
"Wah, kebetulan sekali, sudah seminggu ini kontol Abang belum merasakan kenikmatan", ucap Bang Wahyu dan mengajakku meninggalkan pos di ujung gang itu.

Kami berjalan ke ujung gang, mencari toilet umum. Bang Wahyu merangkulkan tangannya ke pundakku, akh.. aman rasanya dalam rangkulan laki-laki berbadan besar dan tegap ini.

"Abang sodomi nanti yah?", pintanya.
"Tenang Bang, aku akan memberikan kenikmatan yang tak terlupakan", ucapku tersenyum demikian juga Bang Wahyu.

"Ayo, Abang sudah tidak sabar lagi", ucap Bang Wahyu.
Bang Wahyu mengajakku meninggalkan tempat tersebut, tangannya merangkul pundakku kembali dan kami memasuki kamar mandi umum warga..

Kami memasuki kamar mandi uum itu dan langsung mengunci pintunya. Bang Wahyu membuka pakaiannya satu persatu, menelanjangi pakaiannya demikian juga aku. Bang Wahyu memperhatikan tubuhku yang telanjang, hingga tak sabar saat melihat tubuhku yang putih dan bersih tersebut dan membantuku membuka celana jeans yang kukenakan.

Kami sudah sama-sama dalam keadaan telanjang bulat, Bang Wahyu langsung memeluk tubuhku, mendorong badanku ke pintu dan memepetnya. Dengan sangat bernafsu Bang Wahyu menciumi bibirku, mencumbuinya, melumat habis bibirku, aku membalas cumbuannya dengan bergairah dan sangat bernafsu sekali, ada rasa geli saat bulu-bulu halus di wajah Bang Wahyu menyentuh mukaku. Tanganku yang dari tadi gatal untuk meremas-remas kontolnya, langsung kutarik. Totongnya begitu besar dan panjang, persis seperti dugaanku. Aku menarik-narik batang kontolnya, mengocok-ngocoknya pelan, Bang Wahyu semakin bernafsu mencumbuiku. Aku menarik biji totong Bang Wahyu, menggenggam bersamaan batang kontolnya dan kutarik-tarik.

"Lagi.. Lagi..", ucap Bang Wahyu di selingi dengan suara desahannya.

Bang Wahyu melumat bibirku lagi, memasukkan lidahnya ke dalam mulutku, aku melayani permainannya.

"Akhh..", desah Bang Wahyu lagi, sejenak menghentikan permainannya, menatapku.
"Kamu sudang sangat ahli melakukannya, membuat Abang bertambah semangat dan sangat bernafsu. Ayo sayang, buat Abang merasa senang, perlakukan Abang seperti suamimu atau lebih dari itu".

Aku menciumi dadanya yang bidang dan berbulu, menjilati puting teteknya, mengisap-isapnya dan sesekali kutarik dengan mengatupkan bibirku pada ujung puting teteknya yang berwarna coklat tersebut. Inci demi inci tubuh Bang Wahyu aku jilati, sampai pada perutnya yang berotot dan ditutupi bulu-bulu yang lebat di sekitar pusarnya, hingga jilatan bibirku sampai pada jembut-jembut kemaluannya, aku terus membasahi jembut-jembut laki-laki tersebut dengan air lidahku, Bang Wahyu mengelus-elus rambutku.

Jilatanku semakin turun dan kini merasakan daging kenyal laki-laki tersebut. Aku sangat menikmati batang kontol Bang Wahyu yang begitu besar dan panjang. Tak sabar merasakan kelezatan daging kenyal Bang Wahyu, aku langsung menelan batang kontolnya, mulutku merasakan daging kenyal Bang Wahyu, akhh.. begitu besar, panjang dan membengkok ke samping. Batang kontol Bang Wahyu semakin mengeras saat kedua bibirku membetot daging besar tersebut, perlahan aku mengeluarkannya hingga sampai ujung batas antara kepala dan batangnya.

Aku merasakan kepala kontol Bang Wahyu semakin membesar dan padat saja di dalam mulutku, perlahan aku mengeluarkannya, tanganku terus memegang batang kontolnya dengan erat. Kepala kontol Bang Wahyu aku jilati, lubang kencingnya terbuka lebar, aku menariknya, merekahkannya sehingga lubang kencing kontol Bang Wahyu semakin terlihat dan menjilati lubang tersebut.

"Akhh.. Desah Bang Wahyu keenakan dan menekan kontolnya kembali ke dalam mulutku.

Aku menelan kontol Bang Wahyu, merasakan urat-urat batangnya semakin membesar, kedua bibirku merapat hingga ujung gigi taringku merasakan kekenyalan batang kontolnya dan aku semakin menekannya.

"Ooh.. Akkhh..", desah Bang Wahyu semakin kuat terdengar.

Batang kontol Bang Wahyu berdenyut-denyut di dalam mulutku, sambil mengelus-elus kedua pahanya yang berbulu lebat, aku terus menikmati kekenyalan batang totongnya.

Perlahan aku menelan batang kontol Bang Wahyu, memasukkannya senti demi senti ke dalam mulutku hingga kontol Bang Wahyu tenggelam seluruhnya di dalam mulutku dan merasakan ujung kontolnya memasuki tenggorokanku. Mulutku menjadi penuh dengan kontolnya. Pangkal totongnya lebih besar dari pada batang tengahnya dan ditumbuhi jembut-jembut yang jarang, panjang dan ikal. Sedikit demi sedikit aku mengeluarkan batang kontolnya dengan terus merapatkan lidahku ke arah batang kontolnya, agar aku dapat menikmati kekenyalan dan kekerasan batang totong tersebut.
Dengan berpegangan ke pantatnya, mulutku mengocok-ngocok batang kontolnya dan Bang Wahyu menggerak-gerakkan pantatnya dengan sangat cepat, laki-laki tersebut menyodomi mulutku hingga beberapa lama aku melakukannya dan aku melepaskan batang kontolnya dari dalam mulutku, memberi kesempatan kepada Bang Wahyu untuk menarik nafasnya dan menahan puncak kenikmatannya, karena dengan begitu air maninya tidak cepat keluar. Aku ingin memperlambat permainan, ingin menikmati batang kontolnya yang legit agak lama lagi.

Batang kontol Bang Wahyu kudirikan tegak hingga menempel ke perutnya, ujung kontolnya mencapai pusarnya, begitu panjangnya, dugaanku sekitar 19 senti, sangat jauh dibandingkan panjang kontolku yang cuma 15 senti dari pangkalnya. Aku menjilati kantong biji totong Bang Wahyu yang kendor ke bawah seperti karet yang di sekitarnya jembut-jumbut tumbuh, jarang dan panjang. Biji totongnya menjadi sasaran jilatanku berikutnya dan menelannya satu persatu sebelum menelannya secara bersamaan, kedua biji totongnya kutelan dan kutarik-tarik dengan mulutku. Mulutku menggembung, membesar penuh dengan biji kontolnya, tanganku mengelus-elus jembut-jembut di sekitar selangkangannya dekat dengan lubang pantatnya. Laki-laki ini mempunyai bulu banyak dan lebat.

Bang Wahyu menyerahkan batang kontolnya kembali ke dalam mulutku dan aku langsung menghisapnya, masuk ke dalam mulutku dan menikmati kembali kontolnya, menggerakkan kepalaku ke depan dan ke belakang dengan cepat, mengocok kontol Bang Wahyu kembali dengan mulutku, memompanya dan gerakan maju mundur pantat Bang Wahyu semakin cepat pula.

Desahan Bang Wahyu terus kudengar dan ucapan-ucapan enak, nikmat, geli dan lagi sering diulang-ulangnya. Laki-laki tersebut merasakan permainanku, baru tahu rasa dia. Aku memang ahlinya.

Bang Wahyu menghentikan gerakannya, mendesah panjang bersamaan kakinya yang mengejang, perutnya kembang kempis. Aku menatapnya yang menengadahkan kepalanya ke atas dengan mata terpejam dan aku merasakan mulutku yang dibanjiri dengan air maninya yang banyak keluar dan kental. Perlahan aku mengeluarkan batang kontolnya yang basah dan menjilati tetesan mani yang keluar dari lubang kencingnya.

Bang Wahyu memperhatikan permainanku dan laki-laki tersebut mengulurkan tangannya, menarik lenganku, memuji permainanku dan langsung melumat bibirku kembali, mencumbuinya, menciuminya, akhh.. laki-laki tersebut merapatkan tubuhku ke dinding, membalikkan badanku, mengatur posisi badanku, pantatku sedikit naik ke atas. Bang Wahyu memukul pantatku dan meremas-remasnya.

"Pantat yang bagus", ucapnya dan melanjutkan permainannya menggesekkan batang kontolnya pada belahan pantatku.

Batang kontolnya sedikit demi sedikit masuk ke dalam lubang pantatku. Laki-laki tersebut mendesah dan menarik nafas panjang saat kontolnya menjeblos tepat pada lubang pantatku. Bang Wahyu menekan pantatnya, Bless..! Batang kontolnya tenggelam ke dalam lubang pantatku.

"Akh..! Enak.." ucapnya beberapa kali.
"Buritmu membetot batang totong Abang", bisiknya.
"Akhh..! Sempit.. Begitu sempit", lanjutnya kemudian.

Lidahnya menjilati leherku, telingaku dan menjulur ke arah mulutku, akupun mengeluarkan lidahku menyambut lidahnya dan lidah kami saling menjilat. Bang Wahyu menggerak-gerakkan pantatnya ke atas dan ke bawah, kami masih tetap bercumbu sementara tangan Bang Wahyu sesekali mengocok kontolku. Bulu-bulu dadanya terasa menggelikan saat menyapu punggungku. Sesekali laki-laki tersebut memompa pantatku dengan cepat hingga tubuhku maju mundur, laki-laki tersebut menyodok-nyodok lubang pantatku dengan gerakan cepat dan kemudian memperlambat gerakannya kembali. Aku menikmatinya, mendengar suara desah nafasnya yang keluar menahan puncak kenikmatan yang akan dia rasakan.

Gerakan pantat Bang Wahyu semakin lambat dan berhenti kemudian membalikkan tubuhku, menggendongku, sebagaimana posisi seperti orang Bangladesh yang pernah melakukannya kepada Bang Wahyu dan kini Bang Wahyu mempraktekkannya dengan tubuhku. Tubuhnya yang besar dan berotot dengan mudah mengangkat badanku yang beratnya hanya 56 kg. Tubuhku naik turun diayun Bang Wahyu. Akhh.. Sensasi permainan yang luar biasa dan belum pernah aku lakukan sebelumnya. Bang Wahyu menurunkan tubuhku kembali dan pada posisi semula dengan tempat yang berbeda. Aku berpegangan pada pipa keran shower, dari belakang Bang Wahyu terus menghunjamkan batang kontolnya ke dalam lubang pantatku. Aku memutar keran, sehingga dari pancuran shower seperti air hujan gerimis menyirami pantatku, tepat dimana kontol Bang Wahyu menyodomi buritku.

Bang Wahyu menghentikan gerakannya sejenak dan memutar keran di sebelah kirinya, merasakan campuran air dingin dan panas yang tumpah dan sedikit hangat. Bang Wahyu kembali menggerakkan pantatnya maju mundur ditambah lagi air hangat yang menyirami pangkal kontolnya dan pantatku sehingga sensasi permainan kami semakin luar biasa, Bang Wahyu tambah bersemangat, demikian juga aku. Sesekali Bang Wahyu menghentikan gerakannya untuk mencumbuiku, menciumiku dan membisikan kata-kata yang memacu semangatku, yang membuatku semakin bergairah pada laki-laki tersebut.

"Enak.. Sayang, nikmat.. Geli.. Akhh..", ucapnya setelah mencumbui bibirku.
"Kamu suka dengan Abang khan? Kamu sayang dengan Abang?" Aku mengangguk.

Bang Wahyu semakin mempercepat goyangan pantatnya, memompa pantatku, kenikmatan dan kegelian yang dia rasakan membuat gerakannya semakin cepat dan cepat, sehingga tubuhku maju mundur.

Laki-laki tersebut meremas kontolku dengan erat saat menghentikan permainannya, mendesah dengan keras, menikmati puncak kenikmatan yang dia rasakan. Bang Wahyu memegang perutku dan mengangkat tubuhku hingga kami sama-sama berdiri tegak, laki-laki tersebut langsung menjilati telingaku, sementara aku terus mengocok-ngocok kontolku, menikmati kegelian dan memaksa puncak kenikmatan agar air maniku muncrat keluar. Bang Wahyu mengambil alih kontolku, laki-laki tersebut mengocok-ngocok kontolku dengan cepat, hingga akkhh.. akupun menikmati puncak kenikmatanku. Air maniku tumpah, tangan Bang Wahyu belepotan dengan air maniku, kami saling berpandangan dan bercumbu kembali.

Kami keluar dari kamar mandi tersebut setelah membersihkan tubuh kami, aku menyabuni badan Bang Wahyu demikian juga Bang Wahyu melakukan hal sama pada tubuhku. Aku mengajaknya kembali untuk meraih puncak kenikmatan bersama-sama di dalam kamarku, laki-laki tersebut bersedia, kami betul-betul belum begitu puas dan akan mengakhiri detik-detik malam ini sampai pagi menjelang.


Kami berharap-harap cemas saat memasuki kamar kosku agar teman samping kamarku tidak merasa terganggu dengan permainan kami.

"Peduli amat dengan dia", ucap Bang Wahyu.

Jika permainan kami ketahuan, tidak enak juga dengan teman sebelah kamar kos ku. Tirai kamar sebagai pemisah ranjang yang kutempati langsung kusingkapkan hingga menutupi ranjangku. Aku kembali menelanjangi Bang Wahyu demikian juga pakaianku. Kontol Bang Wahyu aku tarik, kontolnya yang masih tertidur sangat menggairahkanku, aku duduk di sisi ranjang sementara Bang Wahyu berdiri di depanku.

Kontolnya yang berada di depanku langsung kusambut dengan mulutku dan menyedotnya masuk ke dalam, mengocok-ngocok batang kontol laki-laki tersebut hingga kurasakan batang kontol Bang Wahyu semakin membesar, memanjang dan mengeras. Mulutku terus mengocok-ngocok batang kontol Bang Wahyu sambil memandanginya. Bang Wahyu menonton permainanku dan desahan-desahan kenikmatannya semakin jelas terdengar.

"Yah.. Yah.. Teruskan.. Teruskan..", ucapnya memberi semangat kepadaku.

Batang kontol Bang Wahyu kukeluarkan dan memintanya untuk menyodomiku kembali, laki-laki tersebut juga sudah tidak sabar untuk melakukannya. Di atas ranjang yang sebenarnya hanya untuk satu orang, yah terpaksa kami berhimpitan. Bang Wahyu menyodomi lubang pantatku dari samping, sementara kakiku sudah ditahan ke atas dengan lututnya.

"Akhh.. Lagi.. Lagi Bang, teruskan", bisikku memberi semangat kepadanya.

Bang Wahyu terus menyodok-nyodok lubang pantatku dengan batang kontolnya. Beberapa lama dia melakukannya dengan posisi begitu dan Bang Wahyu meminta posisi baru, mengatur tubuhku, menelungkupkan badanku dan mengganjal selangkanganku dengan bantal sehingga pantatku sedikit tinggi dengan badanku yang lain. Bang Wahyu langsung menaiki badanku, menggesek-gesekan batang kontolnya di belahan pantatku, kemudian dengan cepat laki-laki tersebut memasukan batang kontolnya ke dalam lubang pantatku dan menekan pantatnya sehingga batang kontolnya masuk lebih dalam lagi ke dalam buritku.

Bang Wahyu menggerakkan pantatnya maju mundur, ke samping kiri dan kanan sambil desahannya terus keluar dari mulutnya. Kegelian dan kenikmatan yang semakin nyata dia rasakan membuat gerakannya semakin cepat dan cepat, hingga Bang Wahyu tidak mampu lagi untuk menahan air maninya keluar, saat itu pula laki-laki tersebut mendesah panjang, tubuhnya mengejang, kakinya bergesekan dengan kakiku. Bang Wahyu mencumbuku kembali dan aku membalas cumbuannya juga.
Akhh.. Permainan liar bersama laki-laki jantan residivis ini aku temukan kembai di kamar kosku ini. Bang Wahyu keluar meninggalkanku sendiri yang lemas bercampur bahagia.
Aku sudah tidak mengingat apa-apa lagi, aku tertidur pulas di ranjang, hingga keesokan harinya.

Anggota Dewan

Saat ini aku semester 3 Fakultas Sastra Inggris di PTS swasta favourit di Kota Malang. Aku tinggal di kawasan perumahan yang cukup terkenal di Malang, di Perumahan Araya. Namaku Donny, umur 18 tahun, tinggi 175 cm, berat 70. Tubuhku cukup berisi dengan kulit kuning langsat, rambut lurus dan hidung sedikit mancung. Aku dilahirkan dari keluarga yang mampu.
Tapi Aku merasa kesepian karena kakak perempuanku yang sulung kuliah di Australia. Sedang kakak cowokku di atasku, sedang kuliah di UI Jakarta. Kedua orang tuaku lebih sering berada di luar kota. Kadang di Bali mengurusi perusahaannya di bidang garment, kadang di Jakarta mengurusi usaha restoran. Sehingga aku jarang bertemu kedua orang tuaku.

Di kampus, aku memiliki pacar cewek yang dijodohin oleh teman-temanku. Namanya Herdita, cewek blasteran China-Sunda-Manado. Keluarga Herdita termasuk keluarga yang kaya. Karena ayahnya, Pak Hermanto adalah ketua fraksi salah satu parpol di DPRD sedang ibunya, Bu Inge Estianti adalah sosok pengusaha wanita yang ulet. Ada tangan kanan keluarga Pak Harmawan yang mengurusi semua urusan bisnis dan usaha keluarga, namanya Om Bernard, yang ternyata adik Pak Hermanto.

Aku punya kesibukan sebagai wakil ketua Senat di fakultasku. Banyak sekali kegiatan ekstra yang aku ikuti. Seperti akhir pekan ini, kelompok debater di fakultasku berencana mengadakan kegiatan di salah satu villa di kawasan Batu Malang. Untuk itu, aku dan Idran temenku survey dan mencari persewaan rumah villa di kawasan Batu ini.

Sesampainya di kawasan villa Songgoriti yang sering menjadi tempat peristirahatan pengunjung dari luar kota, aku dan Idran mengamati beberapa villa yang berdampingan dengan beberapa hotel kecil. Tiba-tiba pandanganku jatuh pada pria setengah baya yang berkacamata hitam baru keluar dari mobil dan mau masuk ke salah satu hotel. Aku seperti tak percaya, dia ternyata Om Hermanto, ayahnya Herdita. Saat yang bersamaan, seorang pemuda tanggung dengan dandanan yang necis, berbadan cukup atletis dan muscle keluar dari pintu mobil yang lain. Dari gelagatnya, aku merasakan sesuatu yang aneh, sehingga timbul niatku untuk menyelidiki apa sebenarnya tujuan Om Hermanto datang ke hotel ini. Setelah mendapat kunci, mereka kemudian melangkah pergi untuk menuju kamar yang dipesan. Lalu aku menguntitnya diam-diam, pada temenku Idran aku pamit mau survey harga kamar di hotel itu. Ternyata mereka menuju ke kamar pavilliun yaitu salah satu kamar VIP yang dipunyai oleh hotel itu.

Kemudian aku balik lagi ke temanku Idran. Kuputuskan untuk menyewa villa Aster yang letaknya bersebelahan dengan hotel tempat Om Hermanto check in itu. Kebetulan ada salah satu ruang yang lokasinya saling membelakangi dengan pavilliun tersebut, dan dipisahkan oleh parkiran mobil. Aku berlagak seolah-olah seang meneliti dan mengamati seluruh ruang di Villa Aster. Padahal aku mencari tahu, bagian tempat yang mana yang dengan leluasa bisa mengintip ke dalam kamar pavilliun Om Hermanto. Rupanya, pada dinding belakang kamar pavilliun itu ada ventilasi udara yang agak rendah. Dengan memanjat mobil, akhirnya aku bisa melihat apa yang terjadi di dalam kamar pavilliun itu. Ternyata Om Hermanto, ayah pacarku yang di rumah kelihatan alim dan berwibawa tak disangka sedang bergelayut mesra dengan seorang pria. Entah pria itu pacar gaynya ataukan cowok itu, gigolo pemuas nafsu saja. Sungguh aku tidak mempercayai apa yang aku lihat. Ternyata Om Hermawan seorang biseks. Meskipun sudah punya istri cantik dan memberinya 3 anak, tapi masih bisa berhubungan dengan cowok.

Aku intip secara samar-samar, Om Hermanto dan cowok itu hanya memakai celana pendek dan sesekali saling berciuman bibir. Aku turun dari mobil, dan berfikir keras atas apa yang aku saksikan ini. Antara bingung dan rasa tidak percaya. Lalu aku naik ke atas mobil lagi untu mengintip. Meski kurang leluasa, namun cukup memberikan gambaran apa yang terjadi di dalam kamar pavilliun itu. Rupanya kini kedua orang itu kini dalam keadaan telanjang bulat dan posisi Om Hermanto sedang menaiki pemuda itu sambil duduk di perutnya. Sesekali Om Hermanto mencium bibir, lalu berpindah ke leher pemuda itu. Dada dan putting pemuda itu juga tidak luput dari sapuan lidah dan kumis Om Hermanto. Lalu aku melihat Om Hermanto menggesek-gesekkan tubuhnya pada pemuda itu, sehingga batang kontolnya saling bergesekan.

Om Hermanto melorot dengan sambil terus menciumi pemuda itu dengan ganas dari leher, dada, turun ke perut dan kontol pemuda itu juga habis diciumi Om Hermanto. Lalu kontol pemuda itu dipegang dan dijilati oleh Om Hermanto. Aku merasa kaget dan aneh juga dengan diriku. Mengapa aku sangat terangsang melihat adegan dua pria yang sedang bersetubuh itu. Perlahan kontolku ikut berdiri dan mulai menegang. Oh, mengapa aku ikut terangsang dengan adegan dua cowok yang bersetubuh ya? Apakah aku juga biseks seperti Om Hermanto? Tanyaku dalam bathin.

Tiba-tiba aku lihat Om Hermanto mengambil sesuatu dan dioleskan ke belakang pantatnya. Sekilas kulihat kontol pemuda itu di arahkan ke belahan pantat Om Hermanto dan kontol itu diduduki Om Hermanto. Wajah Om Hermanto kelihatan merah dan dipenuhi keringat yang membasahi kulitnya. Nafasnya terengah-engah sambil menjerit-jerit kecil, saat batang kontol itu menusuk pantatnya. Dengan berjungkit jungkit dan bertumpu pada batang kontol pemuda itu, nampak Om Hermanto secara ganas menggoyang goyang pantatnya. Sementara pemuda itu dengan cekatan meraba-raba dada Om Hermanto dan tangan satunya mengocok dan meremas kontol Om Hermanto yang teracung-acung didepannya.

Tiba-tiba gerakan pantat Om Hermanto dipercepat, lalu Om Hermanto berpegangan ke belakang lalu dia menjerit panjang. Kelihatannya Om Hermanto akan mendapat orgasmenya. Dengan secepat kilat Om Hermanto bangkit, sehingga tercabutlan batang kontol pemuda itu dari pantatnya. Dan tangan Om Hermanto meraih kontolnya sendiri dan dikocoknya dengan keras. Batang kontol itu diarahkan ke muka pemuda itu. Seperti dikomando, secara refleks mulut pemuda itu membuka seolah menyambut semprotan sperma dari kontol Om Hermanto. Tiba-tiba Om Hermanto melenguh dan menjerit keras karena sperma dari kontolnya muncrat mengenai mulut dan wajah pemuda itu. Dan dengan sigap, pemuda itu menyambar kontol itu dan dikulumnya kontol Om Hermanto. Rupanya pemuda itu ingin menelan seluruh sperma Om Hermanto.

Om Hermanto mengejang beberapa kali, menghabiskan semprotan spermanya lalu badannya ambruk menjatuhi tubuh pemuda itu. Kelihatannya pemuda itu belum puas lalu mereka ganti posisi. Om Hermanto berbaring di ranjang, kakinya di buka lebar lututnya dilipat, dengan penuh nafsu pemuda itu menjilati batang kontol Om Hermanto yang sudah basah penuh dengan cairan maninya. Ayah pacarku itu mengerang-erang manja. Setelah puas dengan permainan lidahnya, pemuda itu kembali mengarahkan batang kejantanannya ke lubang anus Om Hermanto lalu dengan mudah, "Blueesss..." Kejantanan pemuda itu sudah amblas seluruhnya ke dalam lubang anus Om Hermanto. Aku melihatnya semakin bernafsu sambil meraba kemaluanku sendiri dari luar celanku. Aku antusias sekali untuk menikmati permainan mereka. Pemuda itu terus memompa batang kejantanannya keluar masuk lubang anus Om Hermanto sambil tangannya meremas-remas dada pria paruh baya itu.

Sekitar 6 menit kemudian pemuda itu mengejang, ditekannya dalam-dalam pantatnya sambil melenguh dia seakan hampir mencapai puncak kenikmatannya. Om Hermanto malah terus menggoyangkan pinggulnya dan semakin keras. Tak lama kemudian dijepitnya tubuh pemuda itu dengan kakinya sambil tangannya mencengkeram punggung pemuda itu. Rupanya Om Hermanto ingin sperma pemuda itu muncrat didalam lubang anus Om Hermanto. Tetapi lain yang diinginkan pemuda itu, dia cabut batang kontolnya dan diarahkan ke muka Om Hermanto. Dengan terus mengocok batang kontol yang luamayan besar itu, pemuda itu terlihat melenguh dan mendesis desis akan mencapai klimaks. Setelah beberapa saat, kontol itupun menyemburkan cairan spermanya ke muka, mata dan mulut Om Hermanto. Nampak lidah Om Hermanto menjilati sperma di sisi bibirnya.

Kelihatannya pemuda itu ingin menyudahi orgasmenya dengan cara yang sama dengan Om Hermanto. Cairan spermanya disemprtkan ke muka lawannya. Lalu kusudahi acaraku mengintip Om Hermanto, ayah pacarku yang penuh wibawa dan sangat kukagumi dedikasinya karena terkenal bersih, tapi ternyata seorang biseks ini. Ada catatan tersendiri dalam hatiku. Paling tidak aku sekarang punya kartu truf rahasianya.

Setelah agak malam, beberapa teman-temanku berdatangan ke villa ini. Beberapa teman sibuk menyiapkan dekorasi dan teman yang lain sibuk menyusun tempat dan membagi ruang untuk peserta kegiatan. Jam 10 malam setelah berpakaian, aku keluar dari kamar. Kubiarkan teman-temanku yang lain menyiapkan perlengkapan untuk kegiatan besok hari. Kunyalakan rokok dan duduk di teras kamar, rasanya udara di Kota Batu sangat dingin. Kembali kutengok kamar pavilliun, dan kali ini dari ventilasi villa Aster. Kelihatan lampunya masih menyala berarti mereka belum pulang, lalu dengan sedikit berjinjit, aku keluar villa lalu kuintip lagi dari jendela ternyata mereka sedang tidur saling berpelukan.

Tiba-tiba aku ingat Om Hermanto selalu bawa HP, aku sendiri juga kebetulan bawa tapi aku ragu apakah HP-nya diaktifkan tapi akan kucoba saja. Begitu ketemu nomernya lalu kutekan dial dan terdengar nada panggil di dalam kamar itu. Om Hermanto terbangun lalu buru-buru mengangkat HP-nya, dia sempat melihat nomer yang masuk.

"Haloo.. ini Donny yaaa, ada apa Dooon..?" kata Om Hermanto dari dalam kamar.
"Om sedang di mana..?" tanyaku.
"Lhooo.. apa kamu nggak tanya Herdita, hari ini aku kan nginap di rumah kakeknya Herdita di Blitar, neneknya kan lagi sakit.." kata Om Hermanto beralasan.
"Oh, Kakek sedang sakit apa Om.." tanyaku berlagak pilon.
Dia diam sejenak, "Ah nggak cuman jantungnya kambuh.. tapi sudah baikan kok, besok juga saya pulang balik ke Malang," katanya pintar bersandiwara.
"Memangnya kamu, ada perlu apa..Don?" tanya Om Hermanto.
"Maaf Om.. tapi.. Om jangan marah yaaa..!"
"Ayo…katakan..kalau mau ngomong, ngomong saja.. Om janji nggak akan marah. Om lagi cape banget nih," kata Om Hermanto.

"Om capek habis ngapain..?" tanyaku.
"Maksudnya?”balas Om Hermanto cepat.
“Enggak, Om tadi bilang cape. Emang Om habis apa?”tanyaku balik
“E..e.. anuu tadi mijitin Neneknya Herdita.." katanya gugup.
"Bener Om..? masak orang sakit jantung kok dipijitin, bukannya mijitin yang lain..?" kataku mulai berani.
"Kamu kok nggak percaya... Apa sih maksudmu..?"
"Sekali lagi maaf Om, sebenarnya saya sudah tahu semuanya..?"
"T..tahu apa kamu?" dia mulai gelagapan.
"Bukannya Om sekarang berada di kamar pavilliun di hotel kawasan Songgoriti Batu bersama pemuda berkulit putih dan pakai kalung emas," kataku.
"D..Doon, kamu dimanaaa?" katanya bingung.
"Temui saya di belakang kamar Om, aku di dalam mobil Avanza Hitam sekarang.. kita bisa pecahkan masalah ini tanpa ada orang yang tahu," kataku menantang.
"B..b.baik, saya segera ke sana.. tunggu lima menit lagi," katanya lemah.

Tak lama kemudian Om Hermanto datang dengan hanya memakai piyama masuk ke mobilku.
"Malem Om," sapaku ramah.
"Dooon tolong yaaa, kamu jangan buka rahasia ini.." katanya memohon.
"Jangan khawatir Om kalau sama saya pasti aman, tapiii..." aku bingung mau meneruskan.
Selintas bayanganku pada tubuh Om Hermanto dalam keadaan telanjang bulat sedang merintih-rintih nikmat bergoyang goyang di atas pemuda itu.
"Tapi.. apa Dooon..?, ngooomong dooong cepetan, jangan buat aku gugip di sini.. tolong deh jaga nama baik Om... Om baru dua kali begini kook... itu jugaaa... Ahhhhh…tolong kamu tutup mulut ya.." katanya merajuk.
"Tunggu duluu.. emang Om ini juga suka ama cowok ya? Trus Tante Inge gimana?” tanyaku.
"Ya gapapa….kita baik-baik saja…Ini OM lakukan hanya variasi saja, agar tidak jenuh.. sekarang tolong Om yaah, jaga rahasia Om.. please!!" katanya mengiba.

"Baik Om, saya akan jaga rahasia ini, tapi tergantung.."
"Tergantung apa..?
"Tergantung.. imbalannya.. terus yang buat tutup mulut apa dong, masak mulut saya dibiarin terbuka..?"
"Kamu minta uang berapa juta besok saya kasih," balas Om Hermanto agak sombong.
"Papa saya masih bisa kok ngasih uang berapapun, Emangnya uang bisa untuk tutup mulut, lihat Om," sambil aku keluarin uang 100 ribuan lalu kutaruh di mulutku, kemudian uang itu jatuh ke lantai mobil.
"Tuhh, jatuh kan, uangnya." kataku sambil ketawa kecil.
"Hihi..hi, kamu bisa apa aja becanda, terus kamu minta apa..?" tanya Om Hermanto.
”Apa emang enak, ngeseks dengan sesama cowok" tanyaku nakal.
"Wah kamu semakin kurang ajar saja, maksud kamu apa," ancamnya serius.
"Memangnya Om pengin lihat berita di koran, Ketua Fraksi DPRD berselingkuh dengan gigolo gay," aku balik mengancam.
"Ett.. jangan dong, kamu kok gitu sih, aku cuman bercanda kok, kamu minta apa sekarang?," katanya, akhirnya dia mengalah.
"Jujur tadi waktu ngintip Om ML ama tuh cowok, aku cukup terangsang. Aku ga tau, apakah aku juga sama kayak Om, biseks,”terang saya.
“Trus maksudmu apa?”tanya Om Hermanto balik
“Rasanya enak ya…sama Tante Inge, enak mana?”tanyaku nakal.
“Ya..ya…sama aja…Kamu ingin tau rasanya?”balas Om
“Kalau saya ngajak Om ML. Kira-kira Om mau ML sama saya sekarang..?" tanyaku nggak percaya.
"Hm….jadi kamu juga pengen ngerasain?..Hmm…..hmm…”,Om ermanto berfikir.
“Kalau begitu, kamu tunggu disini. Aku mau menyuruh pulang cowok itu dulu ya," katanya sambil melangkah pergi menuju kamarnya.
Aku masih belum ngerti maksud da rencana Om Hermanto. Aku lihat arlojiku sudah menunjukkan jam 23:00 WIB. Beberapa saat, kulihat seorang pemuda keluar dari kamar Om Hermanto. Lalu Om Hermanto keluar dan melambai ke arahku. Aku segera masuk ke dalam kamar itu. Kulihat Om Hermanto sedang duduk di bibir ranjang.
Ternyata ada majalah gay yang berserak dan lupa dibawa pulang pemuda tadi. Lalu kuungut dan kuamati gambar adegan dua cowok yang saling oral dan saling sodomi.

"Wow….kayaknya mereka menikmati sekali ya?”ujarku berkomentar.
“Begini aja Don…”Om Hermanto berkata dan mendekati aku.
Tangan Om Hermanto mendarat di punggungku, sementara mulut dan lidah Om Hermanto mendekat ke tengkuk leherku.
Aku merasakan dengus nafas Om Hermanto dan sejenak kurasakan sapuan lidah Om Hermanto menjelujuri leher belakangku.
Aku pasrah dan terdiam menikmati apa yang akan Om Hermanto lakukan padaku. Tangan Om Hermanto telah pindah ke dadaku dan meremasnya. Perlahan kedua tetek putting dadaku dipilin pilin. Aku merasakan sensasi yang begitu dahsyat. Rasa nikmat dan geli menjalar di sekujur tubuhku, bagaikan setruman listrik beribu voltage. Rasanya tubuh ini lunglai dan aku merasa badanku seakan sedang melayang layang.
Tangan Om Hermanto terus menggerayangi dada, perut dan berakhir di selangkanganku. Aku terkejut juga, ternyata kontolku sudah terangsang dan tegak berdiri sejak tadi. Berarti aku juga biseks, karena aku juga bisa menikmati dan bisa terangsang oleh Om Hermanto.

Lalu dengan kasar dibukanya reitsleting celanaku dan dilepasnya celanaku ke bawah juga celana dalamku hingga sampai lutut. "Waaww... besar sekali punya kamu Don?" serunya, lalu secepat kilat tangannya menggenggam kemaluanku yang ukuran panjangnya 17 cm dengan diameternya kira-kira 4,2 cm kemudian mengelus-elusnya dengan penuh nafsu. Jelas Om Hermanto sudah berpengalaman sekali. Batang kejantananku tak lagi hanya diremasnya, ia mulai mengocok-ngocoknya. Sebelah lagi tangannya menekan-nekan dan meremas dada serta memilin-milin putting dadaku.

"Buka bajumu dulu, Don.." ia menarik baju kaos yang kukenakan, lalu celanaku dilepaskannya. Ia sejenak berdiri dan melepas piyamanya, kini aku dapat melihat tubuh Om Hermanto yang atletis itu dengan jelas. Dada Om Hermanto lumayan padat berisi. Bulu-bulu di dada, perut hingga pangkal kelamin tumbuh dengan lebat. Hitam namun halus dan tertata rapi. Batang kontolnya juga berurat dan kepalanya bak cendawan membengkak.

Bibir Om Hermanto langsung menyambar bibirku. Aku gelagepan dan Om Hermanto menyedot lidahku dengan lembut. "Uhh..." nikmatnya,.

"Hmm... ooohh... Om... aahh.." kegelian bercampur nikmat saat Om Hermanto memadukan kecupannya di leherku sambil menggesekkan kumisnya pada kulitku. Bibir Om Hermanto merayap ke arah dadaku, bertumpu pada tangan yang ditekuknya sambil berusaha meraih pentil dadaku dengan bibirnya. Lidahnya mulai bekerja liar menjelajahi dadaku senti demi senti.

"Hmm..... ooohh.." Desahanku mulai terdengar, meski serak-serak tertahan nikmatnya jilatan lidah Om Hermanto. Aku yang sudah terbawa nafsu berat itu menurut saja, saat lidah Om Hermanto merambat cepat ke arah pahaku, Om Hermanto membuka kakiku lebar. Disibaknya celanaku dan dipelorotkan, hingga kontolku nampak tergantung dengan tegang. Lantas lidah Om Hermanto menjulur lalu menjilati batang kontolku. "Ooohh, yaahh... enaak, Ommmm, Hebat kamu Ommm... ooohh..." Aku mulai menjerit kecil merasakan sedotan mulut Om Hermanto pada batang kontolku. Sekitar lima menit lebih Om Hermanto bermain di daerah itu sampai kurasakan tiba-tiba aku secara refleks menjepit kepala Om Hermanto dengan keras diantara pangkal pahaku, hingga hampir-hampir Om Hermanto tak dapat bernafas.

"Aahh... aku nggak kuaat aahh, Ommm.." teriakku panjang seiring tubuhku yang menegang, tanganku meremas-remas kepala Om Hermanto. Dari liang kencingku mengucur cairan kental yang langsung menyemprot nyemprot dan memenuhi mulut Om Hermanto. Kontolku kurasakan berdenyut denyut dan semburan sperma itu bersamaan dengan mengejangnya tubuhku. Mengejang lagi, menyemprot lagi. Kejag lagi, semprot lagi. Rasanya nikmat tiap kali semprotan menyembur. Oh..begitu cepat aku mencapai puncak kenikmatan itu. Betapa singkatnya.

"Makasih yaa Om, udah puasin aku.. makasih. Sekarang beri aku mau bersihin badan sebentar ya Om," lalu aku beranjak ke arah kamar mandi. Aku tak tahu harus berbuat apa, meski sudah kukeluarin dan kubersihin di kamar mandi, senjataku masih tegang dan keras. Ahh, aku meloncat bangun dan menuju ke kamar mandi. Tapi sejurus kemudian, Om Hermandu menyusul ke kamar mandi. Secara tiba-tiba tangannya langsung meraih batang kejantananku yang masih tegang.
"Woooww... Om baru sadar kalau kamu punya segede ini, Doon... ooohhmm.." ia berjongkok di hadapanku. Aku menyandarkan tubuh di dinding kamar mandi itu dan secepat kilat Om Hermanto memasukkan batang kejantananku ke mulutnya.
"Ouughh... sssttt.. nikmat Om.. ooohh... ooohh... ahh..." geli bercampur nikmat membuatku seperti melayang. Baru kali ini punyaku yang baru keluar itu dikulum-kulum lagi dalam guyuran air mandi. Ternyata, ahh..., lezatnya setengah mati. Batang kejantananku tampak semakin tegang, mulut mungil Om Hermanto hampir tak dapat lagi menampungnya. Sementara tanganku ikut bergerak meremas-remas kepalanya.

"Waaouwww... punya kamu ini lho, Doon... Om jadi nafsu lagi nih, yuk kita lanjutin lagi," tangannya menarikku kembali ke tempat tidur, Om Hermanto seperti melihat sesuatu yang begitu menakjubkan. Pria setengah baya itu langsung merebahkan diri dan membuka kedua pahanya ke arah yang berlawanan, mataku lagi-lagi melototi bagian tubuh Om Hermanto, kontolnya, erutnya, gundukan patatnya.
Hmm.. Om Hermanto menjilati kontolku sejenak, hingga seluruh batang kontolku basah oleh ludahnya. Lalu Om Hermanto bangkit dan duduk di atas perutku. Diarahkannya batang kontolku tepat di belahan pantatnya. Lalu secara perlahan kepala kontol itu menerobos lubang anus Om Hermanto. Diturunkanna pantat Om Hermanto, hingga kontolku terbenam dalam lubang anus itu.
"Sleeepp..." agak susah juga karena lubang anusnya lumayan sempit tapi kemudian amblas juga seluruhnya hingga sampai seolah buntu di ujung perut, lalu kupompa naik turun. "Hmm... ooohh.." Om Hermanto kini mengikuti gerakanku. Pinggulnya seperti berdansa ke kiri kanan. Liang anusnya seolah bertambah licin saja. Batang kejantananku kian lama kian lancar, kupercepat goyanganku hingga terdengar bunyi pantat yang bergencetan bertemu pangkal pahaku. "Plak.. plak.. plak.. plak.." aduh nikmatnya pria setengah baya ini. Mataku merem melek memandangi wajah kebapakan Om Hermanto yang masih saja mengeluarkan senyuman. Nafsuku semakin jalang, gerakanku yang tadinya santai kini tak lagi berirama. Kontol Om Hermanto yang tegang tampak bergoyang kesana kemari, mengundang tanganku beraksi untuk mengocoknya.

"Ooohh, kamu buas sekali. Hmm... Om suka yang begini, ooohh... genjot terus.." katanya menggelinjang hebat.
"Uuuhh... Om, nikmat Om.. hmm Om enak..sekali ooohh.."
"Kamu senang yah? ooohh.. enak yahhh aahh... panjang sekali peler kamu.. ooohh, Dooony... aahh.." Jeritannya semakin keras dan panjang, denyutan liang anus Om Hermanto semakin terasa menjepit batang kejantananku yang semakin terasa keras dan tegang.
"Doon..?" dengusannya turun naik.
"Kenapa.. Om..."
"Kamu bener-bener hebat... ooowwww... uuuhh.... Om.. mau keluar hampiiirr.. aahh..." gerakan pinggulnya yang liar itu semakin tak karuan, tak terasa sudah lima belas menit kami bersetubuh.
"Ooohh memang enaak Om, ooohh... Om ooohh... Om Hermanto, ooohh... nikmat sekali Om, ooohh.." Tak kuhiraukan tubuh Om Hermanto yang menegang keras, kuku-kuku tangannya mencengkeram punggungku, pahanya menjepit keras pinggangku yang sedang asyik turun naik itu, "Aahh... Doon.. Om mau keee..luaarrr... aahh.." liang anus Om Hermanto terasa berdenyut keras sekali, seperti memijit batang kejantananku dan ia menggigit pundakku sampai kemerahan. Kepala batang kejantananku serasa dipijat pijat dinding anus itu.

Batang kejantananku masih menancap setia di liang anus Om Hermanto. "Sekarang Om mau puasin kamu, Sekarang rasakan Om om agak jongkok ya.. mmhh, " Posisi Om Hermanto berubah agak naik dan menunggangi tubuhku. Perlahan tangannya kembali menuntun batang kejantananku yang masih tegang itu memasuki liang kenikmatannya dan terasa lebih masuk.

Om Hermanto mulai bergoyang perlahan, kontolnya tampak lebih keras dan semakin menantang dalam posisi ini, aku segera meremas dan mengocoknya. Om Hermanto berjongkok di atas pinggangku menaik-turunkan pantatnya, terlihat jelas bagaimana batang kejantananku keluar masuk liang anusnya yang terlihat penuh sesak. "Ooohh enaak Om... oooh Om.. oooh Om Hermanto... oooh Om... hmm, enaak sekali... ooohh.." kontolnya seperti berayun keras mengikuti irama turun naiknya tubuh Om Hermanto. "Remas dan kocok yang mesra dong kontol Om, ooohh... yaahh.. pintar kamu... ooohh... Om nggak percaya kamu bisa seperti ini, ooohh... pintar kamu Doon ooohh... ganjal kepalamu dengan bantal ini," Om Hermanto meraih bantal yang ada di samping kirinya dan memberikannya padaku. "Maksud Om supaya saya bisa... srup.. srup.." mulutku menerkam tetek dada Om. "Yaahh.. sedot tetek Om lagi... hmm.. yak begitu teruuus yang kiri sayang ooohh.." Om Hermanto menundukkan badan agar kedua tetek dadanya terjangkau mulutku. Akhirnya dia menjerit panjang, "Ouuhhhgg.. Om mau keluuuaaar," erangnya. Srettt..satu semprotan cairan tumpah di perutku. Ada rasa hangat saat cairan itu muncrat. Lalu srettt..semprotan kedua mengenai leherku. Hangat kerasakan cairan itu. Srett…semburan sperma itu bertututan menyembur dan mebasahi perut dan dadaku. Cairan mani Om Hermanto yang muncrat dan meluber membasahi perut dan dadaku.

Aku yang belum puas memintanya untuk menungging. Om Hermanto menuruti perintahku, menungging tepat di depanku yang masih terduduk. Hmm.., lezatnya pantat Om Hermanto yang sempit ini, aku langsung mengambil posisi dan tanpa permisi lagi menyusupkan batang kejantananku dari belakang. Kupegangi pinggangnya, sebelah lagi tanganku meraih kontolnya yang berlumuran sperma itu. "Ooohh... nggg.. Kamu hebaat Donn... ooohh, genjot yang cepat ya, ooohh... tambah cepat lagi... uuuhh.." desah Om Hermanto tak beraturan. "Ooohh Om...Omm.. ooohh... nikmat sekali Om Hermanto.." Kepalanya menggeleng keras kesana kemari, kurasa Om Hermanto sedang berusaha menikmati gaya ini dengan semaksimal mungkin. Teriakannya pun makin ngawur. "Ooohh... jangan lama-lama lagi, Om nanti keluar lagi loooh.." rintihnya. Lalu aku mempercepat gerakanku hingga bunyinya kecepak-kecepok akibat terlalu lamanya aksi sodomiku pada Om Hermanto ini. Lalu aku merasa ada sesuatu yang mau keluar dari batang kontolku sendiri.

"Aahh Om... uuuhh... nikmat sekali, ooohh... Om sekarang.. Om Hermanto, ooohh... saya nggak tahan Om... enaak... ooohh.." ceracauku tak beraturan. "Om juga Doon... ohhh... Doonny, ooohh... keluaar sama sama ya, oooh.." Kami berdua berteriak panjang, badanku terasa bergetar dan, "Croot... crott... croott... croottt.." entah berapa kali batang kejantananku menyemburkan cairan kental ke dalam lubang anus dan menyembur ke usus Om Hermanto yang tampak juga mengalami hal yang sama, selangkangan kami saling menggenjot keras. Tangan Om Hermanto meremas sprei dan menariknya keras, bibirnya ia gigit sendiri. Matanya terpejam seperti merasakan sensasi yang sangat hebat.
Sungguh kurasakan hal yang berbeda dengan anggota dewan yag terhormat ini. Dia begitu garang mengatas namakan rakyat saat di dalam sidang, akan tetapi di ranjang dia menggelepar gelepar untuk dipuaskan. Rapuh!!!!

Jadi Simpanan Om-om

Sebagai penghuni baru di Kota ini, sore itu aku memutuskan untuk jalan-jalan di salah satu mall terkenal di daerah selatan Jakarta. Aku ingin mengenal kota ini lebih dekat. Dan ternyata memang benar berbagai suguhan penampilan orang biasa dan sesekali selebritis melintas di depan mata lengkap dengan gaya dan penampilan yang wah cukup sexy.

Baru beberapa blok berjalan saya berhenti di suatu pojok dan berdiri sejenak mengamati orang yang lalu-lalang. Dan bersamaan dengan itu seorang Om beridiri di sampingku. Dari gaya stelannya saya bisa simpulkan dia itu seorang karyawan kantoran. Usianya sekitar 45 tahun, saya sendiri 25 tahun. Tanpa saya duga dia menyapaku dengan ramah, dan sebagai orang baru yang masih asing di kota ini, apalagi di mall ini, saya menjawab dengan antusias dan mengemukakan sejujurnya bahwa saya baru seminggu berada di kota ini. Setelah berbasa-basi seperlunya dia menawarkan "keliling yok...! bosan berdiri melulu....!

Sesampai di parkir saya begitu kaget setelah Om itu membukakan pintu BMW warna merah maronnya untukku. Dan dengan langkah agak ragu saya duduk di sebelahnya. Di tengah kegugupan saya, tiba-tiba tangannya yang kencang berotot itu menepuk pahaku

" Santai aja Ron.... koq kamu begitu gugup...!" dia tidak tahu saya begitu was-was kalau sampai dia tahu kontolku sedang naik. Belakangan saya tahu ternyata dia seorang manager di sebuah BUMN terbesar di kota ini. Begitu mobil jalan, Tanpa basa-basi tangannya mulai menggerayangi sampai ke selangkanganku dan betapa kagetnya dia begitu tangannya yang keras menyentuh keperjakaanku satu-satunya yang tidak kalah kerasnya dengan baja sekalipun...

Tanpa membuang waktu dia segera memerosoti restleting celanaku dan menyibak CD ku dan selanjutnya tanpa henti memepermainkan kontolku sementara tangan kanannya tetap mengontrol kemudi. Karena tidak bisa konsen penuh, dan setelah mendapatkan lokasi yang agak sepi dia memarkirkan mobil dan permainan yang tadi masih belum sepenuhnya kini lebih diaktifkan lagi.. tanpa membuang waktu si Om memeloroti celana saya sepenuhnya hingga saya benar-benar bugil dari pusar ke bawah. Dan bagai singa lapar si Om melumat kontolku. Tanpa memberi waktu buat saya si Om mempermainkan, mengulum kontolku, ujung lidahnya dengan lincah mempermainkan ring kontol ku

oh...oh....oh aku melambung di awan yang cukup tinggi.

Oh..... Ron.... kontol mu nikmat sekali...... hangat .......

begitu seterus nya tanpa henti kontolku yang tetap mengeras bagai ulekan keluar masuk mulutnya hoh...hoh...

nikmat menggesek-gesek bibirrnya yang tebal dan agak hangat.

Merasa gerakan terbatas.....,

si Om merebahkan sandaran jok dimana akau duduk hingga aku bisa selonjoran, dan sesekali kami terpaksa buru-buru berhenti takkala ada orang lewat. Setelah menggerayangi dan bermain dengan kontolku sedari tadi.

Akhirnya si Om minta aku memperlakukan dia dengan cara yang sama dia lakukan terhadap burungku satu-satunya. Dan tanpa menunggu terlalu lama segera kubuka beltnya dan kuperosoti celananya hingga tinggal CD.

Kucumbu tonjolan di selangkangannya yang menyembul di balik CD nya. Kuciumi dengan penuh nafsu, selanjutnya kutarik CD nya sampai ke bawah hingga nampaklah olehku kontolnya yang sudah tegak lurus diselimuti juntaian bulu-bulu warna hitam campur putih kombinasi, dan menambah nafsu birahi ku untuk segera mempermainkannya.

Belum puas saya melumat kontolnya yang kaku, si Om kembali melumat kontolku dan menjilatjilatinya bagai anak kecil sedang makan es krim. Puas mengulum kontolku si Om mengambil posisi duduk di hadapanku dan mengarahkan buritannya persis di atas kepala kontolku yang berdiri dari tadi bagaikan tugu monas. Sembari mengelus, meremas dan melumasi batang kontolku dengan baby oil yang sudah tersedia di mobilnya, dengan bernafsu kontolku diarahkannya tepat ke lobang pantatnya yang ditumbuhi bulu lebat.

Ayo Ron tembak saya..... kokang senapanmu

ayo... ayo... Dan blash......

sekali turun dia tepat duduk merapat dan tertelanlah kepala burungku. Berkutnya naik turun satu dua tiga kali...

amblas semua batang kontolku dengan menyisakan buah zakar yang masih berada di luar pantatnya. Omku menjerit-jerit keenakan sambil terus mengelinjang menaikturunkan pantantnya yang cukup padat berisi. Aku hanya passif menikmati hempasan bokongnya, dan gesekan-gesekan bibir anusnya yang sangat-sangat nikmat terasa di bagian canopy (batas kepala dan leher/batang) kontolku. Setelah puas naik turun di atas tongkronganku saya menjerit karena mau ejakulasi dan secepatnya dia menyuruhku untuk menahan sementara dia mengocok telornya di atas pangkuanku dan akhirnya satu........ dua ............... ya.....................

kumuncratkan maniku dengan sekuat tenagaku menghunjam ususnya yang hangat dan lembut dan sementara itu kurasakan otot-otot anusnya mencengkeram batang kontolku begitu kuat ohh.....ohhhh..... akhirnya kami sama-sama ejakulasi dan lemas. begitu aku turun dari mobil jam telah menunjukkan pukul 21.15.

Dia pamit setelah sebelumnya mencatat nomor telp. ku untuk minta jatah selanjutnya. Aku berjalan menuju kamarku sambil membayangkan apa yang telah aku alami sedari tadi sore. Satu per satu peristiwa itu ter replay di hadapanku...............

Selanjutnya aku menunggu calling dari Omku............................

Sopir Truk

Sering sekali ketika aku sedang berada di jalan, melihat sopir-sopir mikrolet ataupun sopir truk suka kencing di pinggir jalan. Jujur seringkali aku melirik dan melihat mereka, tentunya ingin tau bentuk kontol mereka. Karena kadang suka gemes dengan kontol yang sedang kencing itu terlihat kemana-mana.
Sungguh rasanya pengen aku samperin dan aku emut, tapi sayangnya aku nggak punya keberanian itu.

Saat perjalanan Surabaya-Malang, banyak aku lihat truk dan bis yang melintasi jalan raya Porong. Karena jalan tol sudah tidak berfungsi lagi, akibat lumpur Lapindo. Dan sepanjang jalan Porong itu, sering kali kulihat pemuda-pemuda yang menawarkan jasa menjadi guide penunjuk jalan tembus menghindari kemacetan. Timbul ideku untuk meniru aksi mereka. Lalu aku segera minta turun dari bis eksekutif Surabaya-Malang yang aku tumpangi.

Kemudian aku mengambil lokasi yang agak sepi dan memulai aksiku. Aku memandangi kendaraan yang lewat sambil otakku berfikir keras. Lalu muncul ide dalam otakku. Selama ini para supir truk terkenal suka ngeseks, dan aku yakin kalau ada diantara mereka yang gay atau biseks. Karena tempatku menunggu hanya ada aku seorang, maka aku berdiri di sisi jalan menunggu truk yang lewat. Beberapa sudah lewat tapi mereka tidak berhenti, sekedar tahu saja aku melambai untuk menumpang dengan meletakkan tangan kiriku di gundukan selangkangan sebagai kode. Sekitar 30 menitan tidak sukses, semua truk berlalu dengan kencang. Tapi tiba-tiba truk dengan nopol DK yang barusan lewat berhenti dan kemudian mundur. Deg, antara takut dan senang aku menunggu apa yang akan terjadi.

Seseorang pria muncul di jendela mobil. Lalu dia membuka pintu penumpang, lalu muncul wajah yang nggak terlalu ganteng tapi dilihat sekilas sangat laki-laki sekali. Ia menanyakan tujuanku. Karena kulihat platnya DK, aku sebutkan tujuanku Banyuwangi. Lalu dia mengajakku naik ke truknya karena kebetulan arahnya sama. Truk akhirnya jalan dan aku mulai sering curi pandang, ternyata supir truk ini cuma memakai celana boxer yang tipis dan kaus oblong warna hitam. Kulitnya agak gelap dan kulihat pahanya penuh bulu, seketika kontolku ngaceng melihat bulu-bulu itu karena aku sangat suka dengan bulu-bulu di paha dan jembut.

“Namanya sapa mas?” tanya supir itu, dari logat bicaranya dia seperti orang Batak. “Kurniawan,” jawabku.
“Kalo mas sendiri?”
“Aku Manihar,” Kami terdiam sebentar karena dia konsentrasi ke jalan, kesempatan aku gunakan untuk melihat tonjolan di boxernya, sepertinya dia sedang ngaceng.
“Tadi ngapain berdiri sambil megang selangkangan?” tanyanya. Wah mulai nih pikirku, antara kaget.
“Biasa, pagi-pagi gini kontol pada ngaceng, gatel pengen kocok,” jawabku memberanikan diri.
“Sama, nih kontol aku juga sudah ngaceng,” ujarnya sambil memegang tonjolan di daerah kontolnya.

Weeeew....kok??
“Biasanya kalo dah ngaceng gitu diapain mas?” tanyaku lagi.
“Kalo nggak dikocok, paling-paling mampir di warung di pinggir jalan, nyari lobang,” jawabnya sambil cengengesan.
“Kalo di warung kan pake bayar ya?”tanyaku lanjut
“Ya jelas lah. Mana ada lobang gratisan”jawabnya.
“Trus kl ngocok emang bisa sambil nyupir?”tanyaku.
“Yah dibisa-bisain lah,” Kemudian tangannya mengelus-elus kontolnya dari luar celana, ia konsentrasi sebentar ke jalan, kemudian tangan kirinya masuk ke dalam boxer dan membuat gerakan keluar-masuk.

“Apa gak repot mas”pancingku.
“Sedikit” katanya.
“Apa boleh saya bantuin ngocok,” kataku. Ia menatapku sambil kemudian tersenyum, “Emang mau? Kok nggak bilang dari tadi,” Kemudian tangannya keluar, lalu dengan yakin aku merunduk ke dekat selangkangannya. aku memasukkan tangan kananku ke dalam boxer dan baru saja masuk jemariku langsung bersentuhan dengan kepala kontolnya yang segera ku genggam dan ku elus-elus. Aku keluarkan tanganku lalu menarik boxernya sampai sedengkul dan sekarang kontolnya sudah terlihat jelas olehku.

Kepala kontolnya gede dan batangnya berurat dengan panjang seperti milikku, dan jembutnya lebet banget. Aku menjadi gemes dan segera aku usap-usap serta kusibak rimbunan jembutnya dengan jemariku. Batang kontolnya berdenyut-denyut tanda dia terangsang hebat. Aku menggenggam batang kontolnya dan aku mulai kocok, saat itu aku kaget ternyata dia belum disunat dan inilah kontol pertama yang belum sunat yang aku pegang. Aku tarik kulupnya ke atas hingga menutupi kepala kontolnya, aku mendengar dia mengerang-erang.

Kini posisiku tengkurap dan wajahku tepat di atas kontolnya. Aku masih terkagum-kagum dengan kulupnya, dan kulupnya yang masih menutupi palanya aku gigit pelan sampai kurasakan dia menggelinjang. “Aduh …. enak banget. Suka kulup ya?”tanyanya. “Iya, sedep.” Aku menyedot kulupnya agak kuat dan sesekali aku sesap-sesap. Kemudian kulit kulupnya aku turunkan sehingga kepala kontolnya muncul lagi. Aku angkat batang kontolnya ke atas hingga menyentuh perutnya sehingga bagian bawah batangnya kini menghadapku. Ini adalah bagian kesukaanku, aku mendekatkan wajahku ke batang kontolnya dan aku jilat bagian frenulumnya (bawah dekat lobang kencing) hingga ke lobang kencingnya, lalu ujung lidahku sedikit kumainkan di lobangnya sampai dia sedikit melompat dari tempat duduknya mungkin karena kaget dan enak. Aku turunkan lagi lidahku perlahan-lahan hingga kepangkal batang bagian bawah.

Urat-urat kontolnya juga mempesona, berkali-kali aku rasakan urat-uratnya menyentuh lidah dan bibirku. Aku jilat lagi keatas hingga frenulumnya, kemudian ujung lidahku aku peletkan di pinggiran topi bajanya dan memutar beberapa kali hingga kemudian berakhir lagi di lobang kencingnya yang kembali aku mainkan dengan ujung lidahku.
Aku melihat lendir bening keluar dari lobang kencingnya dan tanpa ragu aku jilat habis. Lalu dari topi kontol bagian atas aku mulai menelusuri senti demi senti batang bagian atasnya hingga ke pangkal kontol yang tertutup oleh rimbunan jembut. Aku jilati jembutnya yang super lebet itu, ahhh sedep banget, buat yang suka jembut seperti aku ini adalah sensasi yang paling nikmat. Aku benamkan hidungku di hamparan hitam jembutnya dan kugosokkan berkali-kali hidungku dan berkali-kali dia mengeluarkan erangan.

Lalu aku merasa mobil berhenti. “Kenapa mas?” “Nggak apa-apa, susah nyupir kalo kontol diginiin,” ujarnya. Jadi aku kembali melanjutkan aksiku, kali ini malah semakin nikmat ada sensasi tambahan saat dia melihat aksiku. Aku sekarang sudah di bagian kepalanya dan aku jilat-jilat seluruh helm daging itu kemudian memasukkannya ke dalam bibirku dan kusedot dengan kuat-kuat hingga dia kelojotan di bangkunya sambil meracau kata-kata tak jelas. Mungkin lonte-lonte yang selama ini dia entot nggak pernah ngisep kontolnya. Aksi sedotku tetap aku teruskan dan kulihat matanya terpejam menahan enak. Kami terhanyut oleh suasana itu sehingga sama sekali tidak memperhatikan sekeliling ketika tiba-tiba muncul seseorang di pintu jendela tempatku berada. “Gila kau Har!,” suara itu tiba-tiba muncul. Aku kontan kaget dan kurasa Bang Manihar juga seperti aku kagetnya. Aku menghentikan jilatanku dan menatap ke arah suara yang ternyata datang dari sebuah wajah yang terlihat keras dengan kumis tipis dan rambut yang keriting. Kutaksir ia berusia 26-an.

“Kupikir mobil kau kenapa-napa, tak tahunya lagi asik kontolmu di sedot,” ujarnya. “Ah kau Ben bikin aku kaget saja. Kau tak tahu enak kali kontol diginikan, mau coba?” Manihar kemudian memegang kepalaku dan didorong pelan ke selangkangannya tanda ia ingin aksi dilanjutkan. Jadi aku kembali melanjutkan aksiku dan mulai menyedot-nyedot kontol Manihar. Pintu mobil tempatku berada terbuka, lalu orang yang tadi naik dan dia memperhatikan apa yang kami lakukan. Aku sengaja membuat suara ribut dengan mulutku, berharap orang ini terangsang juga. “Enak Har?” “Enak Ben, kamu coba juga lah,” “Hei, kamu mau nggak isep kontolku juga?” tanya orang itu. Aku melepaskan isapanku dan menatapnya. “Mau banget, tapi tempatnya sempit,” Orang itu terlihat berfikir, lalu ia berkata, “Har, gimana kalo kita cari warung,” “Ya bereslah, mau nggak kau?” tanya Manihar kepadaku Aku mengangguk dan kembali mengisap kontol Manihar. Orang tadi masih di tempat yang sama memperhatikan aksiku dan Manihar.

Sementara tangan kananku sibuk memegang batang kontol Manihar, sekarang tangan kiriku bergerak ke belakang dan menuju selangkangan orang itu. Dia memakai celana jeans, tapi bisa kurasakan kontolnya sudah mengeras dan kontol itu aku remas-remas. “Hut aku tak tahan juga nih, kita ke depan aja di dekat lembar (tempat reklamasi pantai yang rimbunan pepohonan) aku pengen ngerasain juga,” “Agghhh, kau ini Ben, ya sudah kau turunlah,” Orang itu turun dari mobil dan menutup pintu, tak lama kudengar suara mesin mobil dan mobil kami juga jalan. Aku tetap menghisap-hisap kontol Manihar yang semakin banjir cairan bening. Tak lama mobil kembali berhenti “Kita turun yuk?” Kami turun dan saat itu bisa kulihat figur Manihar dengan jelas. Ia cukup tinggi sekitar 165cm dan agak gemuk, celananya sama sekali tidak dinaikkan dan kontolnya yang ngaceng masih teracung-acung di luar. “Lama sekali si Ruben ini,” ujar Manihar. Nama supir truk itu rupanya Ruben, dan sekarang dia turun dia hanya memakai celana dalam biru tua yang terlihat kendor dan membawa sarung. “Cepatlah kau Ben, pejuhku kayaknya sudah mau nyemprot,” “Sabar Har,” Ruben kemudian menggelar sarung di rerumputan dan aku mulai menelanjangi diriku. Dengan tinggi 175 cm-an dan berat 68 kg, meski tidak terlalu berotot rasanya tubuhku cukup menggoda, apalagi aku berkulit putih mulus.

Sekarang aku berbaring terlentang di sarung dan kutarik kontol Manihar yang kemudian berlutut lalu aku jilati lagi bagian kontol bawahnya. Kemudian Ruben bergabung dan Ruben ini tubuhnya proporsional sekali, badannya berotot, mungkin dia suka mengangkat barang, kulit gelapnya sangat seksi. Dia nggak tampan, tapi aku sama sekali tidak perduli. Inilah enaknya kontol mereka yang suka di sebut pekerja kasar, mereka nggak penting tampang yang penting bisa puas, begitu juga aku, asal ada kontol, nggak perlu pemanasan dan romantisan segala. Asal birahi sudah bergolak bisa dapet rasa enak yang luar biasa.

Saat menatap kontol Ruben aku kaget, kontol itu tak lebih dari 14cm, tapi diameternya sangat besar. Aku tangkap kontol beni dengan tangan kananku dan kudekatkan dengan mulutku. Kurasa mereka laki-laki sejati, karena mereka sama sekali tidak perduli dengan tubuh telanjangku, yang penting buat mereka kontol terasa enak. Aku kemudian berbalik dan kusatukan kepala kontol mereka hingga bersentuhan, lalu secara bergantian aku jilati bagian bawahnya hingga kuisap-isap kuat, bahkan terkadang kedua kepala kontol itu kucoba hisap bersamaan dalam mulutku, tapi kontol Ruben yang gemuk membuat masalah.

Seperti Manihar kontol Ruben juga tak disunat. Aku tarik kulupnya lalu aku longgarkan dan pelan-pelan aku masukkan kepala kontol Manihar ke dalam kulup Ruben yang panjang dan berhasil. Mereka mengerang bersamaan, lalu kedua kontol yang sudah menyatu itu aku kocok-kocok dan kujilat dari kiri ke kanan dan kusesapi seperti aku makan jagung bakar. Mereka terus mengerang enak, dan saat aku tarik kontol Manihar, cairan lendir bening menetes dari kedua kontol, entah punya siapa. “Kau entot aku ya,” pintaku kepada Ruben. “Dimana?” tanyanya bingung. “Ya di lobang pantatku lah,” “Nanti sakit,” “Ah sudah Ben, kau embat sajalah, dia pasti sudah biasa,”kata Manihar yang kuiyakan dengan anggukan.

Ruben kemudian berdiri dan berjalan ke belakangku yang sudah dalam posisi menungging, kulihat dia meludahi tangannnya lalu ludah itu dipoletin ke kepala kontolnya dan dia menempelkan ujung kepala kontolnya tepat di lobangku. Manihar memperhatikan apa yang Ruben lakukan, sementara tangan kananku terus mengocok kontolnya. Ruben menekan kontolnya dan aku merasakan lobangku terkuak pelan-pelan. Agak susah juga karena kontol Ruben memang sangat gemuk, tapi dia nggak menyerah meski sudah keringetan. “Gila sempit kali lobang kau,” ujarnya. Kali ini dia menekan agak kuat dan aku berusaha serileks mungkin menghadapinya. Sedikit demi sedikit kepala kontolnya mulai masuk seiring rasa sakit yang juga mulai kurasakan.
BLESS …. tiba-tiba kepala kontol itu berhasil masuk, dan aku mengerang keras karena rasanya cukup sakit, namun segera tergantikan rasa nikmat luar biasa. Kurasa Ruben tidak pengalaman dengan laki-laki sehingga dia pikir lobangku sama saja dengan memek lonte yang pernah dientotnya. Dia terus membenamkan batang kontolnya dan aku mengerang-erang sampai akhirnya seluruh batang kontol dia amblas. Aku bernafas lega dan Ruben mulai memompa lobangku, aku yang mulai terbiasa juga mulai mengimbangi gerakannya.

Sambil tubuhku bergoyang-goyang akibat hantaman kontol Ruben di belakang aku menjilat peler Manihar bagian bawah dan kuputar-putar lidahku di daerah itu. Enak sekali rasanya. Sekarang kontol Manihar sudah tenggelam dalam mulutku yang lincah memainkan lidah di dalamnya sehingga batangnya tetap terjilat. Terkadang aku sedikit tersedak juga saat Manihar dengan cepat membenamkan seluruh batangnya di mulutku dan hidungku juga terasa geli karena seluruh jembutnya terasa menggelitik. Dia menekan agak lama baru dilepaskan lagi. “Yang kuat mas, cepet entot yang kuat …ARGGGGHHHHH … ENAKKKK … SHHHHH … AHHHH,” ujarku. Ruben semakin semangat, dia semakin mempercepat temponya dan terus memompa dengan liar sampai biji-biji pelernya terasa menampar-nampar paha belakangku.

Seluruh batang kontol Ruben tenggelam dan ia tidak menariknya, diputar-putar pinggulnya sehingga menimbulkan rasa ngilu yang sangat nikmat di lobangku, apalagi jembut-jembutnya juga terasa menggelitiki kulit pantatku. Lagi ia menarik batangnya dan berteriak-teriak keenakan… “ARGGGGGHHHHHH…. SETAN KAU….. SETAN KAU ….. ENAKKKKK ….ARGGHHHHH….” racaunya. Aku merasakan desah nafas yang semakin berat dari Manihar, dan aku khawatir dia keluar sebelum sempat mengentot lobangku, jadi keluarkan kontolnya dari mulutku. “Jangan keluar dulu, entot dulu lobangku,” kataku ke Manihar. Manihar mengangguk dan ia memperhatikan Ruben yang masih memompaku.
“Jangan keluar dilobang ya, keluarkan di mulut aja, mau ku hisap dan kultelen habis pejuh supir batak,” ujarku. “Lepas aja Ben, biar ku entot dia, kau keluarin saja pejuh kau dimulutnya,” ujar Manihar. Tiba-tiba kurasakan sangat kosong saat Ruben menarik kontolnya dan aku berbaring telentang dengan kontolku mencuat ke atas tegang sekali seperti monas. Kurengkankan pahaku lebar-lebar, lalu aku minta Manihar dengan posisi yang sama untuk mengentotku.

Kami sama-sama telentang dan karena lobangku sudah terbuka lebar oleh kontol Ruben, dengan mudah kontol Manihar masuk. Tidak banyak gerakan yang bisa dilakukan dengan posisi ini. Kedua kaki Manihar berada disamping bahuku dan Manihar menghujam-hujamkan kontolnya dengan sesekali memutar pinggulnya, enak sekali. Kini giliran Ruben menghajar mulutku, dia kangkangi tubuhku lalu tepat di atas wahku dia sorongkan kontol gedenya ke mulutku dan segera aku hisap sementara aku tangan kiriku mengocok kontolku sendiri.

Ruben terus menerus memompa mulutku yang menjadi sedikit lelah karena terbuka begitu lebar karena kontol Ruben begitu besar. Belum lagi Manihar semakin garang di bawah. Aku tahan lagi …. Aku mengerang dan mengejan sejadi-jadinya …. “ARGGGGHHHHHHH…..” teriakku, lalu CROOOOTT…CROTTT…CROTTT…CROTTT…. berkali-kali pejuhku muncrat dan entah mendarat dimana, aku menggelepar seperti ikan kehabisan nafas, nikmatnya tiada tara. Bersamaan dengan itu Ruben membenamkan kontolnya dan aku sedikit tercekok saat tiba-tiba pejuhnya menyemprot langsung ke dalam tenggorokanku, seketika aku reflek dan mengeluarkan kontolnya yang masih menyemprotkan pejuh dan kemudian meleleh dari lobang kencingnya.

Karena ejanganku tadi, otomatis membuat lobang pantatku mengkerut sehingga mencekik batang kontol Manihar sehingga dia juga mengerang keras, dan kurasakan semburan hangat di lobangku. “Sini mas, kesinikan kontolnya, aku pengen ngerasain pejuhnya,” ujarku kepada Manihar yang kemudian mencabut kontolnya dan berjalan ke arahku.
Sementara Ruben mengelap-elap sisa pejuhnya di bibirku dan sesekali masih mengalir pejuh dari lobangnya. Kini giliran kontol Manihar menempel di bibirku, dan kembali lidahku bergerilya menyapu sampai habis pejuhnya yang belepotan di kepala kontolnya sendiri. Kami semua terbaring bugil bertiga di sarung yang tidak muat untuk kami berbaring. Setelah mengelap sisa-sisa pejuh, kami berangkat lagi dan aku diantarkan ke tempat tujuanku. Enaknya pejuh supir Batak, meski gak ada romantisnya, yang penting punya kontol uncut dan maennya enak.

Pak Pardi dan Aku

(by: hayudian@telkom.net)

Waktu itu aku berumur 16 tahun dan aku adalah anak seorang pejabat daerah. Aku tinggal di tempat yang pelosok, kebetulan daerah itu sedang dalam tahap pengembangan, letaknya di dekat laut dan rumahku dekat kaki gunung yang juga tak jauh dari laut.

Ayah dan ibuku setiap hari selalu pergi, entah itu rapat, penyuluhan atau apapun itu. Hari itu ayah bilang padaku untuk memberikan amplop pada Pak Pardi, tukang kebun yang berusia 40-an, berambut keriting tingginya mungkin sekitar 160 cm-an dan berbadan kekar dengan kulit kecoklatan terbakar matahari. Pak Pardi sedang mengurus kebon ayah.

Sore itu sekitar jam 4-an, aku pakai sepeda pergi ke kebon. Sesampai di gubuk tempat Pak Pardi biasa istirahat dia tak ada. Jadi aku cari sambil sesekali memanggil. Ternyata dia ada di pinggir kolam ikan, sedang menanam bibit jati. Aku biasa melihat Pak Pardi bekerja hanya memakai celana panjang dan tak berbaju, badannya keren sekali. Tapi hari ini pemandangan itu berubah, kulihat Pak Pardi hanya memakai celana kolor berwarna biru yang sudah hampir pudar warnanya.

Perlahan aku dekati dan berusaha tak membuat suara. Kontolku seketika ngaceng, apalagi semakin aku dekat dengannya aku semakin jelas melihat celana kolornya sudah tidak ketat lagi, karetnya sudah kendor sehingga karetnya turun dan disatu sisi aku melihat tonjolan yang lumayan besar, lalu disisi samping kiri dan kanannya aku melihat jembutnya yang menyeruak.

Lalu dia mengambil bibit dan menungging untuk menanamnya. Ternyata bagian bawah celana kolornya robek lumayan besar, sehingga salah satu biji pelernya sedikit keluar. Aku menahan nafas dan kuperbaiki posisi kontolku karena terasa sangat tidak nyaman. Aku berusaha menenangkan diriku, lalu aku pura-pura memanggil namanya lagi. Dia menengok dan sedikit kaget melihat aku sudah di dekatnya. Dia memperbaiki celana kolornya dan berusaha senyum meski aku tahu dia sedikit canggung.

"Pak, ini ada titipan dari ayah," ujarku sambil menyerahkan amplop dari kantong celanaku.
"Oh makasih Mas," katanya dengan mimik bingung akan ditaruh dimana amplop itu.
"Sini, aku bantu taruh Pak Pardi, di deket celana ya?" kataku sambil mengambil lagi amplop itu dari tangannya dan berjalan ke arah celana Pak Pardi yang di alasi daun pisang lebar tak jauh dari tempatnya menanam.
"Lagi apa sih Pak Pardi?" tanyaku lagi.
"Ini Mas, tanem bibit jati bapak, sudah selesai sih, bapak suruh ambil ikan buat acara besok jadi saya lepas celananya biar nggak kotor,"
"Oh," ujarku makfum.

Lalu kulihat dia mengambil jala besar dan melemparkannya ke arah kolam. Setelah beberapa lama, dia turun ke kolam dan air kolam setengah pinggang membasahi tubuhnya. Lalu dia menarik jala itu, kelihatannya dia sedikit kesusahan sehingga aku bantu dia menarik dari atas. Banyak sekali ikannya. Pak Pardi kemudian naik ke atas, dan saat itu kepala kontol Pak Pardi menyembul dari sisi samping celana kolornya, dan karena celana kolornya basah, tercetak jelas bagian rahasia Pak Pardi.

"Pak, kepalanya keluar tuh," ujarku sambil tertawa. Dia melihat ke bawah dan ikut tertawa sambil memasukkan kepala kontolnya, sungguh erotis.

Lalu dia nongkrong di atas jala untuk membersihkan beberapa kotoran sebelum mengambil ikan. Aku tak mensia-siakan kesempatan itu dan segera ikut nongkrong di depannya sambil berusaha membantu padahal tujuanku hanya ingin melihat kontolnya. Benar saja, karena kolornya basah menjadi agak berat sehingga merosot, kali ini aku bisa melihat jembutnya di bagian atas ban karet kolor tersembul keluar.

"Pak Pardi, tuh jembutnya keliatan," dia kembali tersenyum lalu menaikkan celananya sedikit.
"Enak ya Pak Pardi"
"Enak apanya Mas"
"Pak Pardi sudah jembutan, pasti lebet. Aku pengen banget punya jembut"
Dia tertawa dan kemudian berkata, "Lah pasti seumur Mas sudah ada"
"Iya sih, tapi pasti nggak selebat Pak Pardi" dan kulihat dia hanya tersenyum lagi.

Selesai sudah tugas dia hari itu, setelah membawanya ke pondok, masih dengan celana kolornya Pak Pardi membawa ember kecil.

"Mau kemana Pak?" tanyaku.
"Ke pancuran," jawabnya. Di kebon ayahku ini ada pancoran air dari bambu, sumbernya dari aliran air di gunung.
"Aku ikut ya Pak, serem disini sendirian"
"Lah, aku mau mandi kok ikut"
"Nggak apa-apa lah Pak, aku ikut yah"
"Ya sudah ikut saja"

Sambil berjalan aku mencoba memancing ke arah pembicaraan yang lebih saru.

"Pak Pardi masih suka ngocok nggak?"

Dia terlihat kaget dengan pertanyaanku, tapi dia menjawabnya, "Ya kadang-kadang"

"Berapa kali Pak sehari"

"Yah nggak tiap hari. Kalo istri mau malemnya ya hari itu saya tidak ngocok".

"Kamu suka ngocok," tanyanya kemudian.

"Iya Pak, suka sekali. Hari ini Pak Pardi ngocok nggak"

Selesai ku tanya begitu aku lihat ke arah celana kolornya dan semakin gembung saja, bahkan sudah membentuk tenda, sehingga celananya turun dan jembutnya kembali terlihat dan bentuk kepala kontolnya tercetak jelas.

"Sebenernya sih saya nggak rencana ngocok, tapi.."

"Tapi apa Pak?"

"Mas Win sih bikin saya ngaceng nih," ujarnya sambil memperbaiki posisi batang kontolnya.

"Yah kok di benerin sih Pak letaknya, saya suka sekali ngelihatnya"

Pak Pardi menatapku lalu berkata, "Mas win suka ngelihat kontol?"

"Iya Pak. Mm kalo boleh saya mau lihat kontol Pak Pardi, boleh nggak Pak?"

Pak Pardi menghentikan langkahnya dan kemudian membalikkan badannya ke arah saya. Dia diam saja, tapi tangannya menurunkan celana kolornya hingga sebatas lutut, sehingga terlihatlah pemandangan yang sangat saya impikan.

Kontol Pak Pardi gemuk dan besar, benar-benar full ngaceng dan batang kontolnya berurat-urat semakin menampakkan kesan jantan dan gagah. Pelernya tidak terlalu besar dan bulu-bulu jembutnya tumbuh lebat serta menyeruak kemana-mana, benar-benar kontol yang sempurna buatku.

Dengan agak sedikit gemetar aku memegang batang kontol itu, terus terang ini pertama kalinya aku megang kontol orang dewasa. Batang kontol itu terasa hangat dalam genggaman tanganku dan sesekali berkedut-kedut. Kulirik ke arah Pak Pardi dan dia juga menatapku tapi tanpa ekspresi. Aku buat gerakan mengocok seperti aku biasa mengocok kontolku dan Pak Pardi juga sangat menikmatinya, terbukti dia terus memaju mundurkan badannya.

Tiba-tiba aku lepas genggamanku dari kontolnya, dan sebelum dia bertanya aku berkata,

"Pak Pardi, tunjukin ke saya dong cara bapak biasa ngocok saya pengen liat orang gede ngocok kontol"

"Ohh, em gitu ya," ujarnya dengan nafas yang masih dikuasai birahi.

Kemudian Pak Pardi menarik daun pisang yang ada di dekat kami hingga putus, kemudian menaruhnya di tanah. Bersandar di pohon pisang itu Pak Pardi mulai mengocok kontolnya.

Dia mengocok kontolnya dengan gerakan yang cepat dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya terus meraba-raba bulu jembut dia yang ampun banget lebetnya dengan mata yang tertutup dan gumaman keenakan keluar dari mulutnya.

"Enak ya Pak?" tanyaku dan aku berada tepat disamping kontolnya.

"I.. Iya Mas Win, enak sekali. Kenapa nggak ikut ngocok sekalian?"

"Ah saya malu Pak, kontol saya nggak sebesar punya bapak"

"Kenapa malu, kamu kan belum sempurna betul pertumbuhan kontolnya. Lagi pula kontol itu yang penting maennya, bukan ukurannya."

"Gitu ya Pak?" jawabku gelisah karena kontolku memang pengen keluar karena sudah sangat ngaceng melihat tubuh bugil Pak Pardi yang berotot berada di atas daun pisang sedang mengocok kontolnya yang besar.

"Ah.. Shh, ayo Mas Win buka aja, apa mau bapak bukain?"

Akhirnya aku tahan juga dan segera membuka baju dan akhirnya celanaku hingga benar-benar bugil.

"Wah sudah ngaceng ya Mas Win," ujar Pak Pardi sambil tersenyum melihat keadaan kontolku.

"Iya Pak, abis ngeliat Pak Pardi bikin saya jadi ngaceng juga"

"Sini sebelah saya saja"

Aku kemudian duduk di sebelahnya dan mulai mengocok kontolku. Tangan kanan Pak Pardi menggerayangi jembutku.

"Jembut Mas Win persis kayak anak bapak, Atin, cuma kontol Mas Win ini agak panjang yah"

Aku kaget mendengar ucapan Pak Pardi.

"Memangnya Pak Pardi pernah liat kontol Atin?" tanyaku penasaran menghentikan gerakanku di kontol.

Atin adalah kakak kelasku di SMP, tapi dia nggak nerusin SMA mungkin karena biaya. Atin itu anak tertua dan satu-satunya dari Pak Pardi, dia juga sering membantu di rumah.

"Kenapa, Mas Win suka ya dengernya," ujar Pak Pardi yang kini membantuku mengocok.

Kulit tangannya terasa kasar di kontolku tapi genggaman tangannya sangat mantap, baru sekali ini juga batang kontolku di pegang orang, Aku sedikit kelojotan karena sensasinya.

"Bapak suka ngeliat si Atin ngocok di kali belakang rumah kalo sore, kadang-kadang bapak juga suka ngocok bareng"

Ah, darahku semakin mendidih mendengarnya, belum lagi kocokan Pak Pardi bener-bener yahud. Dia menghentikan kocokan di kontolnya dan mengalihkan kedua tangannya di kontolku. Kini aku yang nyender di batang pisang dan Pak Pardi duduk bersila di sampingku dekat di bagian kontol. Sambil tangan kanannya mengocok batang kontolku, tangan kirinya tidak henti-hentinya bergerilya di biji peler dab jembutku yang masih terbilang tipis.

"Kadang bapak ngocokin kontol dia, dan dia ngocokin kontol bapak, aduh enak banget Mas Win. Persis kayak kita gini"

"Ah Pak Pardi, gila bener, aku jadi pengen ngecrot dengernya"

"Mas Win mau nggak kalo kapan-kapan bapak ajak ngocok bareng sama Atin?" tanya Pak Pardi sambil terus merancapiku.

Aku tidak bisa menjawab pertanyaannya, hanya bisa melenguh enak dan kedua tanganku terangkat ke atas dan memeluk batang pisang yang kusandari.

"Ahh.. Mau banget Pak, mau banget, aduh Pak.. enak, pengen keluar udah bener-bener nggak kuat"

Tapi sebelnya Pak Pardi menghentikan kocokan mautnya di kontolku. Aku membuka mata dan bertanya dengan tatapan mataku,

"Mas Win bangun dulu" ujarnya. Aku bangun dan bersender di batang pisang yang sama dengan kontol yang masih tegak mengacung.

"Kenapa Pak?"

"Kalo mau ngecrot, kita ngecrotin samaan ya"

"Kita ngocok berdiri Pak?"

"Nggak, liat aja. Bapak biasanya kalo ngecrot bareng Atin sering yang kayak gini, Mas Win diem aja yah"

Kemudian Pak Pardi mendekatiku, sebagai yang sangat tak berpengalaman jelas sekali aku deg-deganm apalagi melihat Pak Pardi sekarang hanya beberapa senti saja di depanku dan kontol kami sudah saling menyenggol.

Pak Pardi kemudian memelukku, karena tubuh kami hampir setara, posisi kontol kami tak terlalu berbeda sehingga saat Pak Pardi memelukku kontol kami saling bersentuhan.

Darahku seperti mengalir dengan cepat dan sensasi kontol kami yang saling berdempetan membuat tubuhku bergetar.

Pak Pardi kemudian menggeol-geolkan tubuhnya dengan gerakan memutar dan sedikit naik turun. Rasanya LUAR BIASA, kontol kami bergesekan, jembut kami bersatu dan sesekali ada sedikit rasa sakit saat jembutku tertarik entah oleh gerakan gesek batang kontolnya atau tertarik oleh jembutnya.

Kedua tangan Pak Pardi memeluk batang pisang dan kepalanya di rebahku di bahuku sementara kontolnya terus di gesek-gesekkan di kontolku.

Aku benar-benar sudah nggak tahan lagi. Akupun mengerang keras dan..

Crott.. Crott.. Crott spermaku menyembur berkali-kali diantara gesekan kontol kami, entah kemana saja semprotannya aku tak perduli karena rasa yang begitu enak membuatku tak berfikir apa-apa lagi. Kemudian Pak Pardi melepas pelukannya di tubuhku lalu mengocok kontolnya dengan sangat cepat dan kembali

Crott.. Crott.. Crott.. Crott.. Crott.. Crott, semprotan yang jauh lebih banyak dari kepala kontolnya di arahkan Pak Pardi di kontol dan jembutku. Cairan kental itu mengalir ke bawah dan Pak Pardi kembali memelukku serta kembali menggesekkan kontolnya sembari ia mengatur nafasnya yang terengah-engah.

Kami akhirnya sudah mendapatkan kesadaran, dan dengan tubuh bugil berjalan ke arah pancuran untuk membersihkan tubuh dan sisa-sisa sperma.

"Pak, kapan kita bisa ngocok bareng Atin?" tanyaku.

"Yah kalo Mas Win mau, besok juga bisa disini" jawab Pak Pardi sambil tersenyum.

"Nanti bapak kasih liat, bagaimana cara bapak maen sama Atin."

"Maen..? Maen apa Pak?"

"Pokoknya liat aja besok, di jamin Mas Win suka, malah pengen ngerasain"

"Ah Pak Pardi ini bikin penasaran aja" ujarku manja.

"Tapi apa Atin mau ya kalo ada aku Pak?"

"Dia sih pasti mau, malah seneng. Kadang Pak Danial juga suka ikutan"

"Pak Danial hansip?" tanyaku kaget.

"Iya"

Mulutku melongo, Pak Danial adalah hansip yang suka jaga malam di rumahku.

"Ya sudah Pak, saya sudah nggak sabar nunggu besok"

Pak Pardi tertawa dan menarik jembutku sehingga aku kaget, lalu Pak Pardi berjalan cepat mendahuluiku yang berusaha mengejarnya untuk balas dendam menarik jembutnya juga. Senangnya...

E N D

Paling Populer Selama Ini