7/25/2011

Impian seorang Duda

Malam ini aku benar-benar tersiksa dengan hasratku yang semakin menggebu. Aku mulai mempreteli pakaianku sendiri lalu telentang di atas tempat tidurku dengan membentangkan kedua tanganku, sehingga milikku yang 14 cm bisa bergerak bebas. Aku memejamkan mata sambil perlahan mendesis-desis menyebutkan sebuah
nama, Yusuf. Sudah lama aku berpisah dari dia. Why? Aku sendiri tidak tahu pasti, hanya
saja dari gosip yang kudengar kabarnya dia mengejar-ngejar khayalannya untuk
mendapatkan cowok yang tidak disunat alias uncut alias masih punya kulup atau apa lagi
sebutannya. I don't care. Yang jelas aku sudah menjadi duda dari priaku sendiri dan
malam ini aku sendirian dengan hasratku yang kian memuncak ingin mendapatkan
kehangatan dari seorang lelaki.

Oh, Mas Yusuf, look at me honey. Aku merindukanmu, mas. Dan biasanya dengan keadaan begini aku baru bisa tertidur setelah mengocoknya dan memuntahkan lavanya yang tidak senikmat di saat memadu kasih berdua dulu. Pagi itu aku baru bangun jam tujuh. Untung hari Minggu. Rumah kontrakan yang kutempati
agak terpencil dari rumah sekitarnya. Dengan masih telanjang bulat, aku dengan malas
bangkit berdiri menghampiri remote TV, menyalakan siaran berita yang sudah hampir
berakhir. Ya, aku terbiasa di rumah dengan hanya memakai celana dalam atau celana
pendek saja. Itu karena hasratku yang sangat tinggi. Bahkan aku masih punya harapan
jika saja tiba-tiba ada maling masuk atau orang kesasar sekalian saja aku akan
mengajaknya untuk melakukan sex.

Gila memang. Dan bayangan Yusuf selalu hadir di setiap sudut rumahku yang dipenuhi dengan foto-fotonya dan fotoku. Aku menyalakan kompor gas, memanaskan air untuk minum. Lalu dengan malas aku berbaring lagi di atas tempat tidur. Remote TV kupencet-pencet terus tanpa tahu mana yang akan kutonton.
Hampir semua stasiun TV menghadirkan kartun anak-anak. Uh.. Mas Yusuf. Sampai
kapan aku harus dibayang-bayangi cintamu, mas. Aku ingin mencintai orang lain lagi.
Aku meraih pena lalu kutuliskan di atas selembar kertas HVS. When will I feel your dick
in my ass again?

Kembali aku melamun menikmati siaran TV. Tanpa peduli dinginnya
pagi, aku masih tetap telanjang di atas kasur. Lalu aku berbalik menatap langit-langit
kamar yang bercat putih. "Kring.." dering telepon membuyarkan lamunanku. Aku
meraihnya. "Siapa?" tanyaku dengan malas. "Hai, Man. Kamu lagi ngapain sih? Baru
bangun, ya?" suara di seberang terdengar sambil ketawa-ketawa. "What's so funny?
Cengengesan saja. Siapa nih?" aku mengomel. "Aduh, masa lupa Man. Aku
Bambang." "Oh, Pak. Maaf. Dikirain siapa. Maaf sekali, Pak. Ada apa telpon pagi-pagi
sekali." aku merubah posisi duduk di atas tempat tidur. "Ngga papa kok. Pagi ini aku mau
ngajak kamu jalan-jalan. Ada acara ngga?" "Jalan-jalan..," aku berpikir sebentar, "Jam
berapa, Pak?" "Sekarang." "Sekarang? Aduh, bagaimana nih Pak. Aku.. aku.." "Ok,
begini saja, sampai kapan aku harus menunggu di depan pintu rumah kamu?" "Oh my
god!" aku berteriak, "Sebentar, Pak."

Tanpa berpikir panjang, aku membanting gagang
telepon. Lalu meraih handuk yang menggantung di paku, lalu melilitkannya di tubuhku
sekenanya. Bergegas aku menghampiri pintu depan. "Maaf, Pak. Masuk. Kenapa tidak
ketuk pintu saja?" Aku mempersilakan Pak Bambang duduk. Dia hanya tersenyum
sambil menghampiri kursi depan. Dengan santai dia menatapku yang masih memegang
gagang pintu dan bertelanjang dada.

"Kamu sedang apa, Man?" tanyanya sambil tetap mengumbar senyum. "Euh.. maaf." Aku baru sadar menutupkan pintu dan duduk di kursi yang langsung berhadapan dengan Pak Bambang. Dia itu sebenarnya tetanggaku yang tinggalnya beberapa rumah dari sini dan bekerja di sebuah BUMN. Dia kebetulan
masih membujang di usianya yang hampir mencapai 40. Tanpa sadar aku duduk dengan
membuka kakiku agak lebar sehingga dengan jelas dia bisa menyaksikan burung kecilku
bernyanyi di pagi itu. "Euu.. kamu.. sedang mandi, kan?" dia bertanya gugup sambil
sesekali melirik ke arah burungku tadi, tetapi aku tidak memperhatikannya. "Tidak.
Sedang nonton TV, Pak." "Eu.. lalu.. ah, tidak. Lupakan, ya."

Matanya kini tidak bisa memalingkan lagi dengan tatapannya yang terpaku pada burungku itu. Aku baru sadar.
Tetapi dengan cepat, hadir pikiran jelekku. Aku ingin memperlihatkannya. Maka dengan
perlahan burung di dalam handukku itu mulai mengeras dan mengacung-acung. Aku
memerhatikan reaksinya. "Pak. Mau ajak saya jalan-jalan kemana sih?" Aku kini
membuka lebih lebar lagi kakiku. "Anu.. aku.. sa.. aduh.. kenapa sih?" Dalam hati aku
tertawa geli. Pak Bambang tampak menahan air liurnya. Tetapi tiba-tiba dia berdiri dan
menghampiriku, lalu duduk di sampingku. "Kau.. tolong buka handukmu." Hah! Pak
Bambang menyuruhku membukanya? Aku menatapnya lekat tidak percaya. Dia
membalas menatapku, tetapi kemudian dia justru menjambak handukku dan
mencampakkannya di atas lantai hingga aku kini aku telanjang kembali. Walau kaget,
tetapi aku justru mempertontonkan batang kelaminku yang kata Mas Yusuf sangat
indah.

"Oh.." Dia merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Tangannya meraih batang
kemaluanku sementara kaki kanannya menyilangkannya di atas kakiku. Aku kini benar-
benar dalam kendalinya. Bau harum minyak wangi sepertinya membiusku untuk terus
melayani dia. Tiba-tiba, "Pak!" tanganku menahan tangannya yang hendak meraih
batangku. "Apa maksud semua ini?" aku menatapnya. "Aku ingin menikmatinya, Man."
Tegukan air liurnya jelas terlihat. "Maaf, Pak. Aku tidak mau melakukannya jika bukan
karena cinta." Aku berlagak menjual mahal. Padahal aku tahu sendiri kalau selama ini
punya angan-angan cowok sejahat apapun kuperbolehkan menikmati tubuhku akibat rasa
kesepian yang berkepanjangan. "Kau tahu maksudku mengajakmu jalan-jalan?" Aku
menggeleng. Dia mendekatkan wajahnya di wajahku. "Aku ingin mengatakan sesuatu.
Aku.. mencintaimu sudah lama, Man." Aku sekarang jadi tertunduk. Harus kukatakan
apa lagi? "Gimana, Man? Please. Aku sangat tergila-gila sama kamu."

Aku kembali mengingat-ingat usaha-usaha pendekatan dia kepadaku selama ini. Mengapa dia selalu
mentraktirku makan siang saat jam istirahat. Kebetulan memang kantorku bersebelahan
langsung dengan kantornya. Dia juga sering mengajak jalan bersama sekedar nonton atau
shoping atau juga menikmati kesenangannya seperti aku main games di Matahari. Aku
tersenyum. Lalu menatapnya penuh arti. Dia terlihat memasang wajah yang membuatku
menjadi iba. Tanganku meraba selangkangannya yang rupanya sudah menegang dari
tadi. "Pak Bambang mencintaiku?" Dia mengangguk. Tanpa diminta aku mendaratkan
ciuman manisku di bibirnya. Dia hampir berteriak girang lalu merangkulku dan
memelukku erat. "Makasih, Man. Aku sudah mendambakan seperti ini tapi selalu gagal.
Dan satu, aku belum pernah melakukan sex dengan siapa pun." Aku tidak menghiraukan
omongannya yang jelas aku menikmati pelukannya yang selalu kukhayalkan dan
kudambakan.

"Wuing.." bunyi teko air di atas kompor gasku. "Aduh, Pak. Aku sedang
masak air. Sebentar, aku buatkan kopi dulu, ya!" Dengan malas dia melepaskan
pelukannya dan berkata, "Ya, ok. Tapi ngga usah kopinya." Aku bangkit menghampiri
handukku, tetapi setelah kupegang, aku memutuskan untuk telanjang saja pergi ke dapur
mematikan kompor. Aku membuatkan segelas kopi dan membawakan makanan ringan
yang selalu tersedia di rumahku. Oh, my god. Aku terbelalak menyaksikan Pak Bambang
yang sudah telanjang bulat menghampiri pintu dan menguncinya. Saat dia berbalik aku
semakin terbelalak menyaksikan indahnya tubuhnya. Untung saja kopi tidak sampai
jatuh. Aku menaruhnya di atas meja. Tiba-tiba dia menerkamku seperti orang kehausan
seks. "Man. Lebih baik suguhi aku dengan cintamu." Dia memelukku sambil berdiri.
Tanpa dikomando lagi aku langsung menyambar bibirnya yang dihiasi kumis lebat di
atasnya. Aku memagutnya dengan rakus begitu juga Pak Bambang. Tetapi gerakan dia
terkesan dipaksakan dan aku mengerti untuk ukuran intensitas sexnya yang masih nihil.

Dia kembali menjelajahi tubuhku dengan tangannya yang jahil. Wangi harum tubuhnya
membuatku semakin terangsang dengan hebat. Dengan napas terengah-engah, dia
memandangku sayu penuh kenikmatan. "Man, tidur yuk?" pintanya sambil menatap
manja. "Gendong dong, Mas." jawabku. Aku mulai berani memanggilnya Mas, yang
terkesan mesra sekali. Sekali rengkuh, aku dibopongnya menghampiri tempat tidurku
yang masih acak-acakan dan TV masih menghadirkan kartun anak. Dia
mematikannya. "Semalam habis ngapain, sayang?" tanyanya. Dia mulai menindihku.
Tanganku meraih bidang dadanya lalu mengusap-usap seluruh dada dan perutnya. "Aku
semalam tidur telanjang, Mas. Ingin digagahi." ujarku dengan jujur. Dia tersenyum. Lalu
menekankan senjata kejantanannya yang berukuran raksasa dan aku sangat
menyukainya. Perlahan tubuhku bergerak menikmati tekanan senjatanya yang terasa
nikmat. "Man. Walau belum pernah melakukan tapi aku sering nonton film porno gay.
Boleh aku lakukan sama kamu?" pintanya sambil menatapku dengan mimik wajah
memohon. Aku menganggukkan kepala sambil membenamkan wajahku di dadanya yang
tercium harum sekali.

Perlahan dia bangkit. Lalu mulai menciumi tubuhku sementara tangannya menjalari bagian tubuhku yang paling sensitif. Setelah puas, dia menghampiri bibirku. Kembali dia melumatnya dengan rakus. Tetapi saat itu tanganku sudah tidak tahan untuk meraih senjata ampuhnya yang selalu kuidamkan. Saat itu, dia melirik ke
arah telpon yang disampingnya terdapat kertas HVS dengan tulisan yang cukup besar.
When will I feel your dick in my ass again? "Kamu mau sekarang, sayang?" dia
membisikkannya. Aku menatapnya tidak mengerti. Dia meraih kertas itu, dan kemudian
baru aku tersenyum. "Nanti saja, Mas. Aku masih ingin digagahi." Dia kini mendekatkan
kejantanannya di mulutku. Aku dengan sigap meraihnya lalu melahapnya. Cukup repot
juga, batang kelamin yang berukuran sebesar itu kumasukkan hingga terasa susah sekali
bernapas. Tanganku juga sibuk mulai mengocok kelaminku sendiri. Dia melenguh
panjang menari-nari begitu erotis. Lama aku mengemut dan menyedot-nyedot senjatanya
hingga aku merasa puas dan mulai mendorong tubuhnya. Aku bangkit berdiri dan
mendorong dia rebah di atas tempat tidurku. Aku mengangkangi senjata besarnya yang
tegak berdiri dan mulai membuka kakiku supaya batang kelaminnya bisa masuk di
anusku. Dengan cepat aku meraih Citra lotion dan kulumuri barangnya, begitu juga pintu
anusku. Lalu perlahan aku mengarahkan batang kejantanannya ke anusku. "Oh.. " aku
melenguh saat batangnya mulai memasuki anusku yang sudah tidak perawan lagi.

Ternyata tidak mampu begitu saja melancarkan senjata ampuhnya untuk masuk, bahkan
terasa sakit. Perlahan lagi dan lagi hingga kini setengahnya yang masuk. Pak Bambang
memegangi tubuhku supaya tidak limbung. Aku berhenti sebentar untuk menikmati
kehadiran batang kejantanannya di anusku. Oh, indah sekali. Kembali aku menekan
pantatku turun hingga mempunyai inisiatif untuk menekannya sekaligus. "Awww.. uh..
oh.." aku menjerit saat senjatanya sudah masuk semua hingga ujung pangkalnya. Besar
juga sehingga terasa sesak anusku. Tanganku menjelajahi dadanya yang bidang dan
pantatku mulai kugerakan naik turun perlahan. "Ah.. indah. Nikmat sayang. Terus.." dia
meracau. Aku mulai mempercepat goyanganku hingga naikku agak tinggi. "Uhh.." aku
kembali melenguh lagi menikmati kenikmatan yang tiada tara yang belum pernah
kudapatkan bahkan dari Yusuf sekalipun. Tiba-tiba kedua tangan Pak Bambang
memegangi pantatku lalu menaik-turunkan pantatku itu hingga terasa kenikmatan itu
sampai ke ubun-ubun.

Kelaminku yang sudah sangat tegang menikmati nikmatnya cinta.
Pak Bambang mulai terasa berdenyut-denyut dan aku tahu saat itulah aku akan mencapai
puncak kenikmatan. Seiring dengan semakin cepatnya gerakan yang dibuat tangan Pak
Bambang begitu pula kelaminku semakin terkonsentrasi untuk ejakulasi. Hingga
akhirnya, "Ahh Bapak.. Mas.. Bambang.. Oh.." Aku merebahkan tubuhku ke belakang
saat semburan demi semburan bermuntahan di atas tubuh Pak Bambang hingga kulihat
ada yang sampai rambutnya. Rupanya Pak Bambang tahu kalau saat itu aku tidak bisa
berada di atas lagi karena tidak kuat lagi, maka dengan tidak mencabutnya dari anusku,
dia merubah posisi menelantangkan tubuhku di atas tempat tidur, sementara dia
menggoyang pinggulnya maju mundur dengan merentangkan kedua kakiku.
Goyangannya semakin cepat sambil meracau. "Fuck harder.. fuck.. oohh.." Dia semakin
bersemangat saat melihat usahaku untuk menggoyangkan pantat dan tersenyum
melihatnya. Sambil melakukan gerakan maju mundur yang semakin cepat dia
membisikkan sesuatu, "Man. Aku keluarin di dalam atau di luar?" "Di dalam saja, Mas.
Aku ingin merasakannya." "Ok. Here you go.." Dia memompanya semakin keras. Dan
saat itu aku merasakan keringat tubuhnya sudah membanjiri tubuhnya. Dengan terengah-
engah, di goyangan-goyangan akhir, dia menyeringai sambil menekankan pantatnya
dalam-dalam ke dalam anusku. "Aahh.. Hilman.. oohh.. sayangku." dia berteriak sangat
keras. Aku merasakan dan menikmati semburan kenikmatan yang dimuntahkan di dalam
anusku. Terasa sangat banyak dan mungkin saja akan meluap hingga keluar. "Ohh.. oh..
oh.." desahnya. Terengah-engah dia mengangkangi tubuhku. Bergetar tangannya
menahan berat tubuhnya supaya tidak menindihku. Tetapi aku justru menariknya, hingga
kini sangat rapat dan memang berat dengan batang kejantanannya masih di dalam
anusku. Aku menikmatinya dan terasa lengketnya air mani yang kusemburkan tadi di
tubuhnya kini juga menghiasi tubuhku.

Lama aku dan dia menikmatinya hingga dia akhirnya menggulingkan tubuhnya di sampingku tanpa melepaskan senjata cintanya dari anusku. Aku yang melarangnya. Dia mendekapku erat. Lalu mebisikkan kata-kata
cinta. "Hilman. Pengalaman terindahku dan pertama yang pernah kunikmati. Aku dulu
hanya bisa mengocok atau sama bantal guling sambil nonton film gay. Thanks ya." Dia
mengecupku mesra. Aku memeluknya. "Mas Bambang. Sebenarnya aku masih trauma
setelah putus sama pacarku dulu. Aku takut Mas Bambang akan meninggalkanku sama
halnya dengan dia." "Jangan berpikir begitu sayang. Aku tidak seperti itu. Kau tahu aku
kenapa belum juga kawin? Atau aku tidak melakukan dengan cowok mana saja? Karena
aku justru mencari orang yang benar-benar sesuai dengan kemauanku. Kau buktinya. I
love you, honey." Aku semakin mempererat pelukanku. Sementara batang kemaluan dia
yang sudah mengecil kembali terasa lepas dari anusku. Ada semacam kekosongan kini
yang tadi terisi dengan barang ampuhnya. Dan saat itu aku membisikkan untuk
menikmati babak kedua yang ingin kunikmati lebih seru dari tadi. Aku memutuskan
untuk memesan Pizza saja sebagai makan siang daripada harus keluar dari ruang tidurku.
Hari itu, aku dan Pak Bambang melakukan sex hingga empat kali sampai tengah malam.
Seperti makan siang, makan malam pun kita pesan yang sama. Pizza. Sejak saat itu setiap
hari kita melakukan sex dengan keinginan masing-masing yang menggebu. Aku sangat
mencintai Pak Bambang. Dan kini bayangan Yusuf yang mencari cowok belum disunat
mulai hilang. Aku tidak mau tahu lagi, apa dia kini sudah mendapatkannya atau belum. I
don't care.

-------------------------

7/15/2011

Khayalanku

Mengkhayal.., meremas-remas, mengocok-ngocok, mengisap-isap, menjilati batang kontol yang besar dan panjang dengan biji totong yang besar menggantung sambil memeganginya meremas-remasnya dan sementara itu aku terus membasahi batang kontol yang besar dan panjang tersebut dengan air ludahku dari kepala kontol yang besar merah sampai pangkal batang kontol tersebut.

Mengelus-elus jembut-jembut yang lebat, hitam dan ikal, menjilatinya hingga basah hingga lidahku terus naik ke dada laki-laki yang aku khayalkan dan berakhir dengan croott.. crott. croott, muntahan air maniku di sprei, di saat aku menghayalkan perbuatanku saat itu pula tanganku meremas-remas totongku yang besar dan panjang hingga baru kusadari saat aku mendengar suara tawa begitu jelas walaupun pelan, akhh.. Ya ampun Pakde Sarwo, jelas aku terkejut melihat laki-laki tersebut sudah berada di depan pintuku. Akh, bodohnya aku kenapa bisa lupa menguncinya.

Pakde Sarwo berjalan mendekatiku, duduk di sampingku sambil tersenyum.

"Nikmat yah", ucapnya membuatku tersipu malu.
"Kapan datang Pakde?", tanyaku mengalihkan perhatiannya.
"Siang tadi"
"Lho, terus kemana? Kok tadi tidak ada siapa-siapa di rumah?"
"Pergi sama Bapak mu jumpai teman" jawab Pakde sambil tersenyum lagi.
"Wah jahat tidak ngajak-ngajak", protesku.
"Mau Pakde ajak?"
"Ke mana?"
"Menghayal" ucap Pakde tersenyum dan tangannya yang penuh dengan bulu tersebut meraih kontolku yang telah kututupi dengan kain.
"Ah, Pakde, genit ah", ucapku memukul tangannya namun laki-laki tersebut tetap memegang batang kontolku erat.

Pakde membuatku tersipu malu namun laki-laki tersebut malah tersenyum dan aku membiarkan tangannya yang sekarang langsung memegang kontolku dan meremas-remasnya.

Remasan tangannya membuat kontolku menjadi besar dan memanjang kembali berdiri tegak menantang, aku menatap Pakde yang tersenyum, kujamah kontolnya, kurasakan, kuremas-remas, Pakde hanya tersenyum saja dan membiarkan tanganku yang terus meremas-remas totongnya hingga akhirnya retsleting celana Pakde ku buka, dan kini tanganku merasakan kontol Pakde yang sesungguhnya, gila.. Begitu besar dan panjang.

Kontol Pakde sudah aku keluarkan dari lobang retsleting dan betul-betul menakjubkan kontol Pakde ucapku, melihat batang kontolnya yang besar dan sebagian batangnya dipenuhi jembut-jembut hitam dan ikal. Aku menatap Pakde lagi, laki-laki tersebut begitu serius mengocok-ngocok kontol ku, merenggangkan batang kontolku dengan kedua tangannya. Sementara tangan kanannya mengocok-ngocok batang kontolku, tangan kirinya meremas kedua biji totongku sambil menariknya. Akhh.. Desahku keenakan sambil berkali-kali menarik nafas panjang agar aku tidak dengan cepat memuntahkan maniku.

Rangsangan Pakde yang membuatku kegelian sekaligus merasakan kontolnya yang besar dan panjang tersebut membuat ku semakin bersemangat dan mendekatkan kepalaku kearah kontolnya yang luar biasa besar dan panjang tersebut. Aku langsung menelan batang kontol Pakde, laki-laki tersebut ternyata membiarkan kontolnya kuisap-isap, kujilati kepala totongnya, batang kontolnya dan kulumat lagi, kutarik dengan bibirku, kutahan beberapa saat batang kontolnya dalam mulutku dan kujepit.

"Akhh.. Akhh.." Desah Pakde, keenakan.
"Terus.. Wan.. Lagi.. Lagi..", aku menjadi semangat dengan kata-kata Pakde. Dan desahannya terus keluar sambil sesekali menjilati bibirnya sendiri.

Permainan Kami terus berlanjut dan Pakde membuka seluruh pakaiannya hingga telanjang bulat, Akhh, badannya atletis, tegap dengan otot-otot bisepsnya di dada dan pangkal lengan. Pakde memelukku, menciumiku, mencumbuiku, Akhh.. Ternyata laki-laki ini begitu mahir dengan cumbuannya, melumat bibirku hingga memasukan lidahnya ke dalam mulutku dan ku sambut dengan lidahku, Kami melakukannya berkali-kali, tanganku terus meremas batang kontol Pakde, dan ini bukan hayalan tapi kenyataan.

Tangan Pakde meremas-remas pantatku, menarik-nariknya dan sesekali memukul pantatku dengan kuat, sensasi yang kudapatkan dari sekedar hayalan yang baru saja aku buat.

Aku kembali menelan batang kontol Pakde, akh.. Rasanya belum puas dan sekarang aku bebas untuk melakukannya, aku bisa melihat besar dan panjangnya batang kontol pakde dengan jelas dan jembut-jembut yang lebat, hitam dan ikal. Batang kontol Pakde ku lumat habis hingga ke pangkalnya, untuk beberapa saat aku membetot batang kontol Pakde di dalam mulutku, sambil tanganku yang lain meremas biji totongnya yang sebesar telor ayam kampung tersebut.

Aku tarik-tarik, Pakde mendesah keenakan dan memintaku untuk meneruskannya. Lidahku mulai menjulur dari kepala kontolnya yang besar dan merah tersebut hingga pangkalnya kujilati hingga batang kontol Pakde basah dengan air ludahku, sesekali kukocok batang kontol Pakde dengan tanganku dan kulumat lagi, ku isap kembali, ku telan batang kontolnya.

"Akhh.. Akhh.. Akh", desah Pakde

Aku menatapnya, menikmati permainanku, sambil kepalanya beberapa saat bergerak ke kiri dan ke kanan, matanya terpejam. Betotan mulutku membuatnya semakin kegelian dan keenakan hingga..

"Akhh.. Akhh.. Ohh.." desahnya kuat membuat tubuhnya mengejang dan kurasakan mani Pakde telah keluar menyembur di dalam mulutku.

Laki-laki tersebut tersenyum, melihatku, beberapa saat Kami saling berpandangan. Kontol Pakde aku jilati kembali sampai mani terakhirnya yang keluar kujilat.

"Akhh.. Enaknyaa", desahnya lagi.

Jembut-jembut Pakde aku jilati hingga basah, batang kontolnya mendapat sasaran kemudian, biji kontolnya, pahanya yang berbulu lebat kujilati, dan belum rasa puasku untuk menikmati seluruh tubuh laki-laki tersebut yang besar dan berotot tersebut, tiba-tiba pintu kamarku diketuk dan suara Ibu memanggil kami untuk mengajak makan malam.

Pakde yang menahan permainanku, laki-laki tersebut mengangkat tubuh atasnya dan duduk, menarik tanganku dan langsung memeluk tubuhku, dengan manja aku mengelus dadanya yang bidang

"Ayo makan dulu", ajaknya.

Yah, mau tak mau aku mengikuti juga Pakde keluar untuk makan malam padahal belum puas nafsuku dan habis itu Aku dan Pakde akan melanjutkan permainan Kami, laki-laki tersebut akan menyodomi lobang pantatku katanya, dia mau melepaskan air maninya berkali-kali ke dalam mulutku. Akhh.. Enaknya, permainan kami selanjutnya dan aku berhayal lagi untuk beberapa jam yang akan kami lakukan.

Dan beberapa jam kemudian hayalanku menjadi nyata, Pakde menjadi segar setelah mandi, membuka handuk yang melilit di pinggangnya, menaiki ranjang mendekatiku yang sudah telanjang bulat.

Pakde mendekatkan batang kontolnya yang lagi lemas dan pendek tersebut ke arah mulutku. Mulutku langsung menyambutnya, menelan batang kontol Pakde, kutarik-tarik beberapa lama hingga kontolnya menjadi besar dan panjang tegak menantang mulutku. Kutelan lagi dan kini kukocok-kocok dengan mulutku, Pakde pun menggerak-gerakkan pantatnya, menyodok-nyodok mulutku dengan batang kontolya. Aku menjepit batang kontol Pakde, biar dia merasakan mulutku yang tidak kalah dengan lobang perawan perempuan.

Desahan-desahan Pakde terdengar saat dia mengentot mulutku, gerakan pantatnya semakin cepat maju mundur, batang kontolnya yang panjang dan batang bagian pangkalnya lebih besar dari yang lain dapat ku telan semuanya.

"Akhh.. Akhh.. Ohh.." desah Pakde lagi keenakan dan memperlambat gerakannya sambil menarik nafas panjang. Pakde mengeluarkan batang kontolnya dari mulutku dan memintaku untuk menjilati biji totongnya.
"Jilat.. Jilat.. Telan", ucapnya. Akupun menelan biji totongnya sambil kutarik-tarik dengan mulutku ke bawah, tanganku menggenggam batang kontolnya.
"Akh, sekarang Pakde mau mengentot lobang pantatmu"

Pakde berbaring di sampingku, memelukku dan memasukan batang kontolnya ke dalam lobang pantatku, aku menggigit bibirku, Pakde menekan pantatnya hingga batang kontolnya masuk lebih dalam sambil memelukku erat dan kembali menekan pantatnya hingga tubuh Pakde lebih rapat ke tubuhku. Aku merasakan hangatnya tubuh Pakde. Sambil mencumbui leherku Pakde menggoyang-goyangkan pantatnya dengan pelan, lobang pantatku diobok-obok dengan batang kontolnya ke kiri dan kanan, hingga kemudian tubuhku bergoyang-goyang ke depan dan belakang saat Pakde mulai permainannya dengan menyodok-nyodok lobang pantatku dengan cepat.

"Akhh.. Ohh", desah Pakde menghentikan permainannya sesaat sambil menarik nafas mencegah maninya keluar. Pakde kembali melanjutkan dengan sodokan yang pelan, tangannya sesekali mengelus-elus dadaku, menarik-narik kedua puting tetekku bergantian.

Akhirnya Pakde tidak mampu menahan klimaxnya lagi setelah kontolnya menyodok-nyodok lobang pantatku dengan cepat dan sangat cepat, hingga derit ranjang terdengar dan plok.. plok.. plok.. Bunyi pahanya beradu di pahaku. Suara desahanku dan kata-kata ku yang membuat Pakde bersemangat untuk terus menyodok-nyodok lobang pantatku dengan cepat.

"Akkhh.. Akhh.. Ohhkk", desah Pakde sambil menggigit leherku saking nikmatnya..

Permainan ronde pertama atau ronde yang keberapalah, akhirnya kontol Pakde basah, aku menjilatinya lagi, akhh daging kenyal dan legit tersebut tidak habis-habisnya kujilati, kuciumi dan kuisap-isap. Akhh.. Pokoknya enak bah.

"Kemari Wan", ajak Pakde dan menyambutku dalam pelukannya.

Kami berbaring sambil berpelukan, sesaat bertatapan, Pakde tersenyum, dan menciumku, aku membalas ciumannya juga. Dan tanganku tidak mau lepas dari batang kontolnya.

"Kontol Pakde melebihi besar dan panjangnya dari kontol yang aku bayangkan sebelumnya", ucapku. Laki-laki itu tersenyum.

Kontol Pakde yang panjangnya melewati pusatnya, hingga saat kupegang dengan kedua tanganku masih tersisa 5 senti dengan besar batang kontol dibagian pangkalnya sampai tanganku tidak penuh menggenggamnya.

"Pakde suka juga mengentot laki-laki yah?" tanyaku.
"Tidak, tapi Pakde pernah mengentot dengan laki-laki waktu dipenjara, dan coba-coba mana tahu Iwan mau Pakde entot", jawab Pakde sambil tersenyum.
"Hasil coba-coba ternyata memuaskan yah Pakde". Laki-laki itu tersenyum.
"Pakde pengen bernostalgia dengan pengalaman yang lalu", ucapnya.
"Yah, Iwan pernah melakukannya beberapa kali", jawabku saat Pakde menanyakan.

Untuk beberapa saat kami mengobrol, sambil merokok dan selanjutnya aku memberikan pemanasan kepada Pakde dengan mencumbui dadanya yang bidang, mengisap-isap kedua puting teteknya yang berwarna coklat, sambil menarik-nariknya dan menjilatinya. Kembali batang kontolnya ku lumat di dalam mulutku, kujilati kembali dari kepala totongnya sampai pangkalnya. Kontolku yang sudah tegang kutempelkan ke kontol Pakde dan kukocok-kocok bersamaan, hingga beberapa saat lamanya, mewujudkan imajinasi sex-ku.

Kedua kaki Pakde aku lebarkan, lobang pantat Pakde yang berbulu tersebut aku elus yang kemudian kujilati membuat Pakde tersenyum dan kegelian. Tanpa menolak, Pakde setuju aku menyodomi lobang pantatnya. Permainanku untuk memuaskan nafsuku dimulai, aku meletakkan kedua kaki Pakde di bahuku dan lobang pantatnya ku jejali dengan kontolku yang mulai mencari sasaran, ku tekan pantatku hingga batang kontolku ambalas semua ke dalam lobang pantatnya. Aku mulai menyodok-nyodok lobang pantat Pakde dengan pelan, sambil meremas-remas batang kontol Pakde. Pakde tersenyum sesekali menghisap rokoknya dan menghembuskan asap tebal dari lobang hidungnya.

"Ayo teruskan", ucapnya.

Aku mempercepat gerakan untuk menyodok lobang pantatnya, lobang pantat Pakde ternyata tidak hanya sekali ini di sodomi, ditandai dengan mudahnya kontolku untuk memasuki lobang pantatnya.

"Akhh.. Oohh", desahku menikmati kegelian, kenikmatan, akhh.. Enaknya.

Pakde terus menikmati rokok keretk nya dan sesekali mendesah kegelian saat tanganku mengocok-ngocok batang totongnya yang besar, tegak berdiri seperti tugu monas.

Untuk beberapa saat aku terus menyodok-nyodok lobang pantat Pakde dengan pelan dan menarik nafas panjang agar maniku tidak keluar lebih cepat, aku ingin permainanku lebih lama agar bisa menikmati lobang pantat Pakde, namun aku tidak mampu juga menahannya, sodokan kontolku semakin ku percepat saat aku merasakan kenikmatan dan kegelian yang aku rasakan semakin hebat.

"Aakkhh.." Desahku panjang..
"Ohh", batang kontol Pakde kuremas kuat saat aku mencapai klimaks dan menyemburkan air maniku ke dalam lobang pantat Pakde.
"Akh.." Desahku sambil mendekati pakde dan berbaring di sampingnya.
"Enak.. Enak kali Pakde", ucapku.

Laki-laki itu tersenyum. Aku mengelus-elus dada Pakde, menatap mukanya yang terus menikmati rokok kereteknya, sesekali tersenyum memandangku. Jembut-jembut Pakde yang lebat, hitam, ikal dan kasar menjadi sasaran tanganku berikutnya, aku elus dengan lembut, aku menjadi geram dengan jembut-jembut Pakde, aakhh.. Teriak Pakde menahan sakit saat Jembutnya aku genggam dan jambak, aku tersenyum dan melompat ke atas tubuh Pakde. Laki-laki tersebut tertawa kecil, memukul pantatku.

"Ayo, lakukan", ucapnya.
"Aku mau memuaskan Pakde.. Pokoknya malam ini aku puaskan Pakde", ucapku sambil menggenggam batang kontolnya dan memasukannya ke dalam lobang pantatku,.

Perlahan kuturunkan badanku.. Aakhh.. Desahku pelan, batang kontol Pakde telah masuk ke dalam lobang pantatku sampai pangkalnya. Dengan menggerakkan pantatku maju mundur, dan kiri kanan, agar Pakde merasakan enak.. Kugerakan pantatku dengan cepat.. Ho.. Hoo.. Hoo

"Bagaimana Pakde, enak.. enak..?", ucapku.

Pakde menarik nafas panjang, menggerakan tubuhnya ke belakang, tangannya dengan cepat meraih tubuhku, laki-laki tersebut dalam posisi duduk memeluk tubuhku yang berada dalam pangkuannya.

Pakde merangkul tubuhku, merapatkan tubuhnya ke badanku, dan menggerakan kedua tangannya yang memelukku erat hingga badanku terayun-ayun keatas dan kebawah, dengan cepat. Beberapa kali Pakde mendesah merasakan kenikmatan dan menghentikan permainannya sambil menarik nafas panjang. Rupanya Pakde menahan agar maninya tidak cepat keluar. Laki-laki tersebut dengan rakus melumat bibirku, menciuminya, memasukan lidahnya ke dalam mulutku, aku pun membalas cumbuan Pakde. Lidah kami saling menjilati, Pakde memegang kepalaku dan menjiltai mukaku, hidungku, pipiku, daguku, leherku terus bergantian mendapat giliran.

Pakde meletakkan tubuhku ke bawah, mengangkat kedua kaki ku ke atas pundaknya dan menekan pantatnya dengan kuat, melakukannya dengan cepat dan menggerakan pantatnya maju mundur hingga batang kontolnya terus masuk keluar ke dalam lobang pantatku.

"Akh.. Akhh.. Akkhh.. Lagi.. Lagi Pakde" ucapku.
"Teruskann.. Teruskann..", kataku lagi sambil mengelus-elus dadanya, menarik-narik kedua puting teteknya bergantian.

Gerakan pantat Pakde semakin cepat, hingga laki-laki tersebut mendesah panjang, menggelinjang menahan puncak kenikmatan yang dia rasakan, yah.. Dia orgasme dengan mengeluarkan maninya di dalam lobang pantatku. Laki-laki tersebut menjatuhkan tubuhnya ke atas badanku, dan kembali kami bercumbu, menikmati malam-malam yang semakin menyenangkan.

Pakde dan aku beristirahat kembali, memulihkan stamina sambil mengobrol, tanganku yang tak mau diam terus meremas-remas, mengocok-ngocok batang kontol Pakde. Tubuhnya yang kekar padat berisi juga mendapat giliran juga.

Dan entah berapa kali Pakde menyodomiku dengan posisi-posisi yang sama-sama kami ketahui untuk meraih kenikmatan dan kegelian yang membuat nafsu kami terpuaskan. Dan entah berapa kali pula aku meremas-remas, mengocok-ngocok, mengisap-isap batang totongnya yang besar tersebut.

Malam terakhir Pakde di rumahku, dan aku memberikan kepuasan, kenikmatan yang tidak habis-habisnya malam itu, aku tetap mereguk, menjilati maninya yang keluar sedikit demi sedikit dari lobang kencingnya.

Akkhh.. Kenikmatan yang tidak terbayangkan dengan hayalanku sebelumnya..
Aakkhh.. Kenikmatan yang entah kapan lagi terulang..
Aakhh.. Kenikmatan yang sungguh-sungguh merupakan pengalaman yang tak terlupakan..
Aakkhh.. Akhh.. Ohh.. Ohh
Menghayal..
Menghayall..
Menghayall..
Itu yang kulakukan kembali..
MENGKHAYALLAH BERSAMAKU..
"Aakhh.. Akhh.. Ohh!!"

Tamat

7/14/2011

Andai Aab Tahu

Rasa bersalah pada isteriku kian menggunung dengan segala rahasiaku. Ingin rasanya berterus terang selekas mungkin sebelum semuanya terlambat. Namun aku belum siap untuk bisa menerima konsekwensi terburuk yang sering menghantui. Aku tidak mau ditinggal isteri yang sangat kucintai jika dia tahu betapa bejatnya aku. Apalagi jika harus berpisah dengan anakku, aku tidak sanggup.

Namun aku pun tertekan. Jika dokter keluargaku atau Aab Saddam (begitu aku memanggil dosen yang berasal dari Irak itu) meneleponku hanya sekedar tanya kabar misalnya, apalagi sampai datang mengunjungiku, rasa itu semakin menyiksaku. Aku mencoba menghilangkan rasa bersalahku, tapi biar bagaimana pun aku pernah bercinta dengan mereka dan isteriku tidak tahu bahwa telah kukhianati. Untungnya Mr. Smith si bule baik hati itu sudah kembali ke negara asalnya dan hanya setahun sekali datang ke rumah. Meski email untuknya masih sering kukirim, namun beban terhadapnya tidak terlalu berat dibandingkan yang lain.

Sejak pergumulanku yang sedikit bernuansa premanisme dengan Aab Saddam, lelaki itu semakin sering menghantui pikiranku. Tidak jarang dia datang ke rumahku jika aku tidak masuk kuliahnya, meski dia juga tahu bahwa aku tidak di rumah karena sedang sibuk dengan proyekku. Dia beralasan menanyakanku sekaligus menengok keluargaku, dan memang benar juga. Anakku semakin akrab dengannya karena Aab sering membawakan mainan dan makanan kesukaannya. Berbagai rasa berkecamuk jika sepulang kerja, isteriku apalagi anakku bercerita panjang lebar tentang kedatangan Aab Saddam yang setahu mereka adalah dosenku sekaligus salah satu pengurus perguruan tinggi di mana aku dulu mondok menimba ilmu.

"Maaf, tidak nelepon lebih dulu, Dj. Kedatanganku mengganggu?" sapanya.

Aku sedikit terkejut begitu tahu bahwa yang menekan bel rumahku adalah Aab Saddam. Aku menggeleng antara menggeleng menjawab tidak terganggu dan menggeleng karena tidak siap akan kedatangannya.

"Woww, kerennya kau dengan baju itu, bikin kangenku harus segera diobati, Dj!" ujarnya.

Sebelum pintu kututup rapat, Aab sudah mendekapku erat dari belakang. Aku tidak bisa beralasan lagi sebagaimana hari sebelumnya jika Aab ingin bertemu khusus denganku. Dia tahu bahwa aku sendirian saja karena siangnya tadi dia telah ikut mengantar isteri dan anakku ke bandara untuk berlebaran di kampung orang tuanya.

"Aduh, aku belum makan, Ab. Jadi masih lapar!" ujarku sambil memegang perutku yang terasa lapar.
"Iyaa, kebetulan sekali Dj. Aku juga belum makan, makanya aku bawakan banyak makanan untuk kita" aku sekali lagi menggeleng karena tidak tahu harus berbuat apa.

Sambil mendekap erat dan sesekali menciumiku, Aab membimbingku ke meja makan. Selama makan, banyak hal yang dilakukannya yang membuatku risih. Aku yang biasanya tidak aneh-aneh jika makan dengan isteriku, merasa kikuk saat dia meminta untuk menyuapiku. Bahkan sesekali makanan yang sudah disuapkannya ke mulutku diambilnya lagi dengan mulutnya. Aku sendiri jijik membayangkan makanan yang sudah kukunyah ditelan lagi oleh orang lain.

"Maaf, Ab. Aku mau mandi, sudah hampir malam" ujarku.

Aku bergegas bangkit setelah merasa cukup. Kulihat rasa kecewa menggantung di wajah brewoknya yang berubah seperti wajah anakku yang merengut jika kemauannya tidak kuturuti.

"Please, Dj. Hampir satu bulan aku menahan rasa ini. Aku tidak sabar menunggu waktu yang tepat seperti sekarang ini. Atau memang kau sudah siap untuk berterus terang dengan isterimu?" ujarnya.

Ahh, lagi-lagi dikeluarkannya jurus itu. Aku memang sudah yakin kalau foto-foto ketika dia menjilati dan mengulum penisku sebagaimana di ceritaku sebelumnya itu sudah terekam bagus di ponselku, tapi aku belum bisa memproses foto itu tanpa aku harus minta bantuan orang lain. Resikonya terlalu besar, pikirku.

"Tapi, Ab. Aku masih capek, nanti agak malam saja yaa.." ujarku merajuk. Sebenarnya sekarang atau kapan pun aku tidak yakin mau. Rasa bersalah terhadap keluargaku terlalu besar.

Dia menggeleng. Bahkan semakin erat memelukku. Aku yang sudah sangat gerah seharian tadi semakin merasakan gerah di sekujur tubuhku.

"Please, Dj!" ujarnya dengan nafas terengah-engah.

Hembusan panas nafasnya terasa di telinga ketika dari belakang kepalaku dia menjilatinya. Kumisnya yang tebal seolah memberikan tambahan energi di desahannya. Tangannya sudah meremas-remas penis di balik celanaku. Kurasakan benjolan keras di pantatku ketika dia dekap erat aku.

Aku kembali tak bisa berbuat apa-apa. Kedekatan Aab dengan keluargaku seolah memberikan gambaran mengerikan jika Aab sampai menceritakan apa yang pernah kuperbuat dengannya dan dengan lelaki lain sebagaimana di ceritaku karena dia kecewa telah kutolak kemauannya. Aku harus senatural mungkin bersikap di hadapannya. Aku masih belum tahu betul karakter Aab sebagai orang Arab, orang Irak persisnya.

Gairahku mulai terusik ketika dibisikkannya kata-kata indah yang entah dari mana didapatnya. Desahannya di telinga membius gairahku. Tak urung penisku yang berkali-kali diremasnya menyembul dengan bebasnya dari balik celanaku karena memang aku tidak memakai celana dalam. Bajuku, pemberian dokter keluargaku, sosok yang juga mengisi gundahku, tidak sedikit pun menyurutkan gairah Aab yang sudah membara.

"Ohh, Dj. Please!". Berkali-kali desahan itu keluar dari bibir tebalnya.

Lidahnya berkali-kali menjilati kedua telingaku seperti induk kucing sedang memandikan anaknya. Direnggutnya celanaku sehingga penisku yang sudah sangat tegak, bergoyang-goyang mengikuti irama gairahku. Demi melihat penisku yang telah keras dan memerah, Aab beralih ke bagian depan. Dengan mesra disandarkannya tubuhku ke dinding. Tangannya yang besar berkali-kali meremas penisku hingga menambah cepat gairahku memuncak.

Aku mulai mendesah mengikuti permainannya, apalagi saat mulut Aab beradu dengan mulutku. Bibirku digigitnya hingga aku mengaduh, tapi bukannya beringsut Aab malah semakin ganas melumat bibirku. Lidahnya mencoba membuka mulutku yang ternganga merasakan sensasi gilanya. Dengan ganas lidahnya bermain di dalam mulutku. Berkali-kali aku tersedak karena merasa risih dengan kumis tebal yang melintang di atas bibirnya, namun tetap dengan ganas Aab memainkan lidahnya menyedot habis lidahku yang bahkan semakin tidak bisa kuimbangi.

Setelah terenggut satu-satunya baju yang kupakai, aku dibopongnya ke kamar mandi. Ruangan berukuran 3x4 yang kudesain alami dengan segala pernak-perniknya, terasa berubah menjadi sempit dengan permainan kami. Tergesa Aab melepas segala yang dipakainya, sehingga keringat yang mengucur di tubuhnya yang sedikit gelap dan hampir dipenuhi bulu, kulihat berkilat. Aah, benjolan di pangkal paha itu seakan bertambah besar saja. Kembali Aab menciumiku.

"Sejak pertama masuk di kamar mandimu dua minggu lalu, aku begitu ingin merasakan bercinta denganmu di sini, Dj. Aah, ternyata anganku tidak harus lama menunggu" ujarnya.

Ucapan Aab yang tidak lebih bernada membisik, mencoba membangkitkan sensasiku. Bak mandi yang juga kudesain sendiri, sengaja kubuat agar muat dua orang, bahkan lebih bisa berendam. Dan memang sudah tidak terhitung berapa kali aku, baik sendiri maupun dengan isteriku melampiaskan gairah insani kami.

Saat mulut Aab menemukan penisku, aku semakin bergairah. Aku mendesis dan kembali mendesis begitu kurasakan sensasi di batang kebanggaanku. Mulut Aab memang sangat terampil menghadirkan berbagai rasa. Bibirnya yang tebal, seolah didesain khusus untuk menjepit penisku. Aku mendesis. Rasa gerah berangsur menghilang, saat air dari kran mulai mengaliri tubuh telanjang kami, seolah memacu gairah kami agar lebih dahsyat lagi bergulat.

Aku mulai mengerang saat mulut Aab semakin ganas melumat penisku. Kumisnya yang tebal sesekali digosokkannya ke penisku hingga memberikan rasa berganda di ujung ubun-ubunku. Apalagi saat jemari Aab mulai bermain di anusku. Beberapa jari, dengan cepat bergantian menusuk anusku dan bermain di dalamnya. Ada rasa yang mulai menyentak dari dalam penisku, karena dua titik gairahku digarap Aab. Saat aku mulai mengaduh, Aab mencabut mulutnya dari penisku. Mungkin dia tidak mau kenikmatanku berakhir hanya dengan permainan mulutnya.

Aab bangkit dan menyodorkan penisnya ke mulutku. Aku menggeleng. Tapi tetap disodorkannya penis yang besar itu ke mulutku. Aku mencoba mengulumnya agar tidak dianggap egois, namun aku tetap tidak bisa. Penisnya terlalu besar di mulutku, sehingga berkali-kali aku mencoba untuk mengulumnya, berkali-kali pula aku tersedak. Akhirnya aku hanya menjilati batang penisnya yang hitam, keras, besar dan panjang itu. Aab mengangguk, tanda menyetujuinya. Dia mendesis berkali-kali. Kata-kata, "Yess, uugh, yess, uughh..", seperti di adegan intim di film-film porno koleksiku, berkali juga keluar dari mulutnya.

Tanganku yang sudah kulumasi dengan sabun mandi kujadikan alat untuk menggantikan mulutku yang masih tidak bisa kutipu untuk tidak jijik. Aab semakin mendesah, bahkan kulihat mulutnya yang berkali-kali mendesis, ternganga seolah sedang merasakan sensasi kenikmatan yang luar biasa. Mata bulat itu berkali-kali merem melek, mengikuti irama tanganku yang sedang memainkan penisnya.

"Ouugghh, ouuggh..!".

Akhirnya raungan mulai keluar dari mulut Aab begitu kupercepat aksiku. Di puncak gairahnya, dia ambil alih penisnya yang sejak tadi dalam kekuasaanku. Begitu raungan panjang terlontar dari mulutnya, dia mencoba menyodorkannya ke mulutku. Aku menggeleng dan mengunci rapat mulutku. Aku belum bisa menerima kalau spermanya masuk ke mulutku.

Tak urung sperma itu muncrat ke wajahku. Rasa hangat menyentak wajahku ketika dengan kerasnya sperma Aab muncrat dari penisnya ke sekujur wajahku. Sperma yang panas dan kental kurasakan lengket hampir di semua bagian wajahku. Aku pejamkan mataku agar spermanya tidak mengenai mataku.

"Sshh.. Shhss". Berkali-kali kudengar Aab mendesis saat mengurut penisnya yang masih tegang, mencoba menghabiskan sisa-sisa sperma dari batangnya.
"Terima kasih, Say. Terima kasih, Dj!". Masih dengan gemetar suara Aab lirih berbisik.

Aku membuka mataku dan mengangguk. Aku hendak membenamkan kepalaku di bak mandi agar sperma Aab yang berserakan di wajahku menghilang. Namun Aab menangkap wajahku. Dia menggeleng tanda melarangku. Kemudian dia jilati spermanya sendiri di wajahku, mulutnya sesekali mampir di mulutku, memagutnya, sambil berkali-kali berkata terima kasih.

Aku mencoba melepaskan dekapannya saat kusadari air dalam bak sudah terlalu kotor oleh busa sabun, keringat, dan sperma Aab yang terlalu banyak untuk ukuran lelaki Indonesia. Kembali Aab menggeleng.

"Tidak adil". Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya, karena secepat itu pula tangannya meraih penisku yang masih tegak.

Kembali mulutnya mencoba menambah sensasi di penisku dengan permainan dahsyatnya. Aku pun mulai menemukan gairahku yang sempat terputus saat sperma Aab muncrat.

"Tunjukkan padaku, seberapa dahsyat kau punya tenaga, Dj. Mungkin kalau dengan isterimu kau masih kasihan untuk melampiaskan semua tenagamu, namun denganku, keluarkan saja semua yang kau bisa". Begitu tantangnya saat dia memasang kondom di penisku, seolah membangkitkan sesuatu yang selama ini kupendam.

Aab bersandar telentang di dinding kamar mandi. Pantatnya menempel di bibir bak mandi, sedang kedua kakinya dijulurkan ke luar. Tangan Aab membimbing penisku ke anusnya. Dengan posisi berhadapan, semula aku merasa kesulitan, namun Aab dengan sabar membimbingku. Penisnya kulihat sedikit demi sedikit mulai bangkit. Gambaran seorang dosen yang biasanya perlente dengan segala atribut dan gaya bicara yang dibuat sewibawa mungkin, lenyap sudah dari diri Aab. Kulihat Aab tidak lebih dari seorang preman yang sedang melampiaskan gairahnya.

Aku mendesis saat penisku sudah mulai menusuk anus Aab. Kumaju mundurkan pantatku perlahan, agar penisku benar-benar tertancap ke anusnya. Saat semua batang penisku tertelan anusnya aku mulai sedikit keras memaju-mundurkan pantatku, Aab meringis, kesakitan. Aku menghentikan aksiku, namun kembali Aab menggeleng, bahkan dia mengolokku bahwa aku hanya bisa sebatas itu.

Harga diriku mulai terusik saat kembali Aab mengolokku. Aku mempercepat aksiku, kujambak rambut ikalnya dengan kedua tangan. Aab mengerang, namun justru erangan kesakitannya seolah membangkitkan gairah nakalku. Bahkan kemudian penis Aab kujadikan pegangan kedua tanganku ketika semakin keras aku bereaksi. Aab meringis, namun berkali-kali juga mendesah, sama sepertiku. Desisanku berubah menjadi erangan kecil saat mulai kurasakan ada yang berdenyut-denyut di pangkal batang kebanggaanku.

Mulutku ternganga sambil sesekali mengerang. Mataku kupejamkan agar bisa mendatangkan sensasi yang lebih besar. Eranganku mengeras, seiring dengan cepatnya denyutan yang kurasakan dari dalam penisku. Aku hendak mencabut penisku, saat kurasakan sperma mulai menyentak ingin muncrat, namun di saat spermaku sudah tidak bisa kutahan lagi, Aab justru membenamkan pantatku ke anusnya dalam-dalam.

Aku berontak, tidak mau kondomku terlepas di dalam anusnya karena bisa jadi masalah. Namun tetap saja terlambat, aku mengejang hebat saat spermaku muncrat di dalam anus Aab. Lama aku berada dalam lambungan gairahku. Belum sempat aku tersadar dari kenikmatanku, satu tangan Aab mendekapku erat sementara satu tangannya merancap penisnya sendiri. Tubuh Aab bergetar hebat saat dia mulai mengerang. Kurasakan Aab mengejang hebat saat cairan hangat muncrat di perutku. Denyutan penisnya begitu keras sampai-sampai perutku merasa kegelian.

Kucabut segera penisku dari anus Aab saat kulihat Aab terkulai kelelahan. Untungnya penisku masih keras, sehingga kondomku juga bisa kutarik. Begitu melihat penisku yang terbungkus kondom, secepat kilat Aab meraih penisku dan dilepasnya kondom itu. Aksinya tidak berhenti di situ, karena kemudian dia menjilati sisa-sisa sperma di penisku, seolah-olah penisku adalah sebatang ice cream berbalut vanilla.

Lebih anehnya, kondom bekas pakaiku berkali diciumi dan kemudian dituangnya spermaku yang masih tersisa dalam kondom itu ke tangannya lalu dijilati. Bahkan spermaku yang masih melekat tersisa di kondom itu pun dijilatinya tak bersisa. Sinting, gumamku. Aku hanya menggeleng dalam kelelahan hebat. Ah, dosenku yang malang.

Seandainya saja foto-foto itu bisa kuproses sendiri dan bisa kusimpan dalam komputerku, mungkin aku bisa mengandalkannya saat Aab Saddam mengancam akan membeberkan aibku ke keluargaku sehingga aku tidak harus merasa seterpaksa ini. Aab, kapan kau mengerti keadaanku?

Tamat

Pijat Asmara

Seperti biasa, Yogyakarta dengan jalan Maliboro-nya, petang itu kembali menyisakan kenangan yang tidak akan pernah terlupa. Hiruk pikuk orang yang lalu-lalang di sepanjang jalan di muka pertokoan; jeritan klakson kendaraan maupun raungan reklame melalui pengeras suara menjadikan aku terhanyut dalam suasana keramaian.

Degup dada menjadi tak beraturan ketika kulihat tonjolan besar membayang dari dalam celana pendek yang dikenakannya. Aku gelisah ingin melihat lebih dekat dan lebih jelas lagi sesuatu yang tersembunyi dibalik celana itu. Tapi aku juga sadar untuk tidak berlaku ceroboh yang akhirnya hanya akan membawa aku ke dalam suatu kesulitan. Aku memang sedang ingin jalan-jalan sekedar cari angin. Namun, bayangan itu semakin menggoda, sehingga kuputuskan untuk menghampiri saja abang becak itu.

Baru beberapa langkah aku menghampiri ternyata abang becak itu sudah terlebih dahulu bangkit dari duduknya dan menyapaku
"Mari mas, saya antarkan untuk cari oleh-oleh atau.." dan saya tidak lagi mendengar apa yang dikatakannya kemudian kecuali saya merasa sudah terduduk di kursi becaknya. Sepanjang perjalanan, kami ngobrol tentang segala hal, sehingga kemudian rencana semula yang sekedar hanya putar-putar kota Yogya berubah menjadi singgah di rumah abang becak tersebut.

Walaupun hanya berprofesi sebagai tukang becak ternyata Jono juga menjaga kebersihan tubuhnya. Setiba di rumahnya setelah mempersilahkanku duduk ia segera minta ijin untuk mandi dan berganti pakaian. Aku memilih untuk berangin-angin di beranda di samping rumahnya. Kulihat sekeliling rumah kontrakannya cukup sepi; tenang dan damai. Tak sengaja aku melihat Jono keluar hanya berbalutkan handuk menuju ke tempat mandi yang letaknya memang terpisah dari rumahnya. Tersenyum ia melihat ke arahku dan aku melambaikan tangan membalas senyumnya.

Aku melangkah masuk ke ruang tamu dan duduk di dalam sementara menunggu Jono menyelesaikan mandi.
"Monggo Mas di minum dulu.." ucapnya sambil tersenyum.
"Oh.ya..ya..ya..terima kasih" kataku agak gugup.
Entahlah, aku juga heran kenapa aku jadi merasa nervous. Untuk menutupi kegalauan jiwaku aku ambil gelas kopi itu dan kuhirup sedikit. Rupanya hal ini berhasil menurunkan keteganganku. Aku mulai merasa agak tenang dan dapat mengendalikan sikapku.

"Saya dengar tadi Jono bisa memijat juga ya?" aku membuka pembicaraan.
"Yeah begitulah mas, pijat-pijat refreshing gitu loh. Apakah Mas Resnu mau di pijat sekarang?" Jono ganti bertanya kepadaku yang langsung kujawab dengan anggukan kepala.
"Kalau begitu, monggo berbaring di amben" kata Jono sambil menunjuk ke suatu kamar.

Di dalam kamar selain yang disebut amben dengan sprei batik warna hijau lumut itu juga terdapat lemari, meja kecil dan kaca hias yang tergantung di tembok. Sederhana namun bersih. Aku segera melepas baju dan celana, namun aku masih ragu apakah aku harus juga melepas CD G strings yang biasa kukenakan ini.
Aku berbaring tengkurap menanti Jono datang.
"Mas, kok CD nya ndak dibuka? Apakah nanti ndak takut kotor?" Jono bertanya setelah masuk ke kamar dan melihatku sudah tengkurap.
Aku mulai nakal mencoba menggoda Jono "Nanti Jono aja deh yang bukain, ga keberatan kan?" aku menatap Jono dan ia tersenyum ke arahku.

Saat pijatan dilakukan di bagian paha dan pantat aku sungguh tak kuasa menahan keinginan untuk tidak ereksi. Tanganku hanya mencengkram ujung bantal menahan sensasi kegelian yang nikmat. Dari balik CD G strings aku merasa bahwa kemaluanku sudah meregang dari posisi semula demikian pula dengan bulu-bulu pubic yang kurasa juga mulai terasa meremang. Karena itu aku agak sedikit mengangkat pantatku agar si kecil dapat lebih leluasa bergerak.

"Mas Resnu..bagaimana kalau saya buka celananya?" ucapan Jono agak mengaggetkanku namun juga membuatku merasa senang.
"Boleh..boleh.." sahutku sambil melebarkan ke dua paha serta mengangkat pantatku lebih tinggi lagi.
Dengan cekatan Jono langsung menarik lepas CD yang kupakai. "Celana Mas antique juga ya.." Jono mengomentari CD G stringsku yang dulu kubeli di sex shop ketika aku sedang vakansi ke Amsterdam.

Saat melepas celana dalamku pastinya Jono sudah melihat kalau kemaluanku sudah menegang dan dia hanya pura-pura tidak melihatnya saja. Dia meneruskan pijatannya masih di bagian yang sama sekitar tulang pantatku yang membuat tubuhku jadi oleng bergerak miring ke kiri dan ke kanan.

"Berbalik mas.." Jono memerintahkanku untuk berbalik.
Wah, berabe nih..pennyku kan sudah bangun. Aku tetap tidak berbalik sampai ketika Jono mengulangi lagi permintaannya maka sambil memejamkan mata aku membalikan badan. Namun sesungguhnya mataku tetap terpicing menyaksikan bagaiman reaksi Jono melihat keadaan tubuhku saat itu. Naked dengan penny menyeruak tegang dari rerimbunan pubicku yang berwarna jelaga.

Ternyata Jono tetap tidak peduli(?) dengan keadaanku saat itu. Ia tetap memijat dan mengurut. Dengan arah, tentu saja, yang sama dengan tahapan awal tadi. Saat tangannya mengusap bagian paha dalamku aku hanya bisa mendesah apalagi ketika pijatan tekanan pada titik diantara rectum dan scrotum dilakukannya semakin membuat ereksiku menjadi jadi. Namun tampaknya Jono sengaja menerapkan strategi up and down. Sehingga ia tidak memforsirku untuk tetap ereksi. Tentu saja, hal seperti ini malah menjadikan diriku blingsatan dan puyeng.

Sekarang tangan Jono sedang berputar-putar di bawah pusarku dengan sesekali meremas-remas pubicku, sementara tangan yang satunya mengusap-usap scrotum dan sesekali singgah di ass-hole ku.
"Alamak.." jeritku dalam hati;

Tangan Jono mengusap dan meremas dadaku dan jemarinya bermain cukup lama di nipple ku. Perlakuannya itu membuatku jadi hilang kesabaran dan dengan tiba-tiba kusentuh sesuatu yang tersembunyi di balik kain sarung Jono. Kami berdua sama-sama kaget. Ternyata Jono tidak memakai celana dalam dan saat itu kurasakan ia sudah ereksi juga. Tentu saja, akhirnya, dengan mudah aku dapat menggemgam keseluruhan batang kemaluan Jono yang mengeras. Jono tidak menepis tanganku; ia tersenyum ketika aku membuka mataku yang terpicing sejak tadi.

Kutarik dengan kuat pundak Jono sehingga wajahnya menjadi lebih dekat denganku. Dengan sigap segera kulahap bibir Jono yang kemudian dengan tidak kusangka-sangka ia malah membalas lebih liar daripadaku. Lidahnya menjulur-julur menyapu seluruh langit-langit mulutku serta memilin lidahku sehingga aku menjadi sulit bernafas.

Tanganku membetot kain sarung yang dikenakan hinga lepas. Dihadapaku tersaji pemandangan yang luar biasa indahnya. Betapa penny Jono dengan size 20 cm mengangguk-angguk di hadapanku. Aku berusaha meraihnya namun Jono tidak memberiku kesempatan, setelah melepas hem gombrong yang dikenakan ia kembali menggumuli diriku.

Dengus nafas Jono membuatku menjadi lupa segalanya. Kumisnya yang kasar memberikan sensasi tersendiri ketika diusap-usapkan di dada, ketiak, maupun leherku. Aku bagaikan kapal oleng yang diombang ambingkan oleh badai cinta. Aku hampir menjerit ketika dengan liarnya lidah Jono bermain (rimming) di area lubang pelepasanku yangs sejak tadi sebenarnya memang sudah sangat mengharapkan. Nikmatnya itu, membuatku lupa berpikir bahwa tindakannku menjerit akan mengundang orang-orang berdatangan melihat.

Aku meregangkan kedua pahaku serta mengganjal pantatku dengan bantal sehingga Jono menjadi lebih leluasa bergerak menelusuri lubang kenikmatan. Terasa jemari Jono sedang bermain di dalam lubangku, dari bermula satu jari, kemudian dua dan hingga tiga jari bergantian dengan sapuan lidahnya. Otot rectumku sudah dapat memberikan reaksi yang makin membuat Jono penasaran. Kulihat sesekali ia menjilat jemari yang sudah dimasukan ke dalam ass-hole.

Rupanya Jono memahami keinginanku yang terpendam, ia segera menyodorkan pennynya yang sudah ereksi itu ke arahku. Aku menyambutnya dengan suka cita. Aku membelai, mencium, dan melumatnya sampai aku tersedak. Sungguh seksi sekali penny Jono, meskipun panjang tapi diameternya tidak terlalu besar, sehingga aku yakin tidak akan membuatku kesakitan jika nanti dibenamkan ke dalam anusku.

Aku ingin juga membalas perlakuan Jono melakukan rimming kepadaku tadi maka kuminta Jono nungging. Aku takjub menyaksikan keindahan lubang anus Jono, betapa disekililingnya ditumbuhi pula oleh pubic yang menyebar sampai ke belakang pantatnya. Ku akui, memang, pubic Jono lebat, demikian pula dengan bulu ketiaknya yang tanpa artificial fragrance menebarkan aroma kejantanan pria. Dengan sedikit perjuangan menyeruak rerimbunan bulu pubic maka aku berhasil menemukan ass-hole Jono di tengah himpitan ke dua bongkah pantatnya yang gempal.

Ku hirup aroma anus yang khas dan segera kujilat-jilatkan lidahku di sekililing ass-hole nya. Jono melenguh dan mendesah. Kubuka lebih lebar lagi lubang anusnya sehingga lidahku berhasil mencapai dinding dalam rectumnya. Terasa badan Jono bergetar. Setelah melumuri jari tengah serta permukaan anal Jono dengan air liurku maka aku masukan jari tersebut untuk mencapai G spot Jono.

Dengan satu tanganku memasturbasi penny Jono maka satu tanganku lagi bermain di liang duburnya. Nafas Jono semakin memburu dengan bergetar Jono kemudian berkata
"Mas Resnu..sudah pakai penny penjenangan saja..aku sudah ndak tahan nih" Jono menyuruhku menghentikan tanganku bermain dilubang analnya. Ia memintaku melakukan penetrasi dengan pennyku. Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Ke dua siku Jono bertumpu di meja kecil dengan pantannya yang diasongkan ke arahku. Setelah menyibakan bulu-bulu yang menutupi lubang analnya, aku melumuri kembali rectum dan pennyku dengan air ludah. Lalu dengan perlahan ku tempelkan ujung glans ke dinding rectum yang sudah mulai merekah itu. Satu kali dorongan kepala pennyku sudah tertelan kemudian dengan sentakan yang kuat maka seluruh batang kemaluanku sudah berada di lubang kenikmatan.

Kurasakan suatu sensasi saat batang kemaluanku meluncur di rectum Jono. Denyut otot rectum Jono terasa mencengkeram seolah melakukan pengurutan terhadap pennyku. Rasa senut-senut nikmat mengaliri sekujur tubuhku. Jono menggoyangkan pantatnya dan aku merespon dengan mendorong maju mundur 6 kali serta menggesek-gesakan bulu pubicku ke pantatnya 1 kali, demikian berulang-ulang.

Dengus nafas Jono berpacu dengan desah nafasku yang juga memburu. Keringat kami sudah bersimbah dan liang anal Jono semakin terasa longgar dan licin. Sementara itu, Jono meminta berubah posisi sebab dia agak capek dengan bertumpu pada meja. Maka ia kini berbaring telentang di amben dengan ganjalan bantal di pantatnya. Kedua kakinya diletakan dipundakku sehingga lubang rectumnya terlihat nganga minta diinsert dan penny Jono terlihat bagai gada yang dibaringkan. Setelah melumuri kembali dengan air ludah maka kudorong kembali penny ku yang segera lenyap ditelan tubuh Jono.

Kami kembali menyebrangi lautan birahi sejenis. Aku merasa sudah hampir dekat dengan titik tujuan dan sekonyong-konyong Jono mencengkram bahuku dan mendorong hingga aku jatuh terlentang di tempat tidur dan sekarang Jono berada di atas tubuhku dengan masih menelan pennyku di dalam rectumnya.

Sekarang Jono yang aktif bergoyang salsa membuat diriku menjadi hingar bingar sampai tiba-tiba aku menggelinjang dan menggelepar memuntahkan cairan mani di dalam anus Jono. Ku rasakan denyut dan cengkeraman liang birahi Jono membuat diriku terbang tinggi. Jono tidak segera berdiri dari tubuhku sehingga pennyku masih tetap terbenam di rectumnya.

Setelah pennyku terasa tidak bangun lagi maka Jono bangkit dan pergi ke belakang mengambilkan aku air minum serta membawa handuk dan mengusap tubuhku yang bersimbah peluh. Pada saat yang sama aku masih melihat penny Jono tetap tegang seperti semula.

Melihat hal itu aku terangsang kembali dan aku jadi ngaceng lagi. Maka aku segera meraih penny Jono dan kemudian melumatnya di dalam mulutku. Ternyata tidak kuduga Jono ingin melakukan hal yang sama; setelah merubah posisi maka kami melakukan felatio dalam posisi 69. Berguling-gulingan dalam posisi demikian akhirnya membuat kami sampai pada saat penyelesaian yang bersamaan. Tidak ada setetespun air mani yang tercecer karena semuanya dimuntahkan dan langsung di telan.

Dua kali pertempuran itu cukup membuatku lelah dan mengantuk. Sehingga aku jadi sungguh-sungguh tertidur dan bermalam di rumah Jono. Ketika aku terbangun menjelang subuh itu bukan karena aku mendengar suara kokok ayam atau apapun tapi karena dinginnya suhu Yogya yang kutaksir 25-27 derajat celcius yang menyelusup dibalik selimut kain sarung Jono.

Ya ampun, ternyata kami berdua masih bugil. Kulirik Jono masih mendengkur. Aku sibakan perlahan kain sarung yang menutupi tubuh Jono. Terlihat penny Jono yang melingkar di atas rerimbunan jembutnya membuat diriku kemudian menjadi horny.

Dengan perlahan aku gesek-gesekan wajahku pada pubicnya serta kujilat-jilat glans dan batang kemaluannya; efek yang terlihat kemudian adalah penny Jono menjadi membesar. Semakin aku kulum dan kelamoti menjadikan penny itu berubah menjadi keras dan tegak.

Pemandangan yang luar biasa indah, apalagi tubuh Jono memang termasuk dalam kategori orang berbulu lebat. Bulu-bulunya bermula dari bawah pusar dan kemudian bergerombol di selangkangan sampai ke pantat Jono; yang lainnya menyebar ke paha dan kaki.

Jono masih tetap memejamkan mata(?) aku tak perduli ia mau melek atau merem yang kumau saat ini adalah ingin merasakan genjotan pennynya bermain di dalam rectumku. Aku merangsang rectumku dengan olesan air liurku supaya nanti tidak terlalu sakit saat penetrasi. Biasanya aku menggunakan vaginal lubricant (cairan pelumas) vagina merek KY atau Durex jika aku sedang bermain anal intercourse. Setidaknya itu masih lebih aman daripada aku menggunakan hand body yang biasanya malah membuat rasa panas di lubang analku. Untuk yang darurat air liur masih menjadi pilihan yang oke.

Dengan hati-hati aku berjongkok di atas selangkangan Jono dan mengarahkan kepala penny Jono yang sudah berdiri tegak ke lubang analku dan dengan sentakan yang agak kuat aku berhasil menelan penny Jono yang kemudian terjaga dari tidurnya. Meskipun sesungguhnya terlihat terkejut namun ia tidak marah. Ia tersenyum ke arahku dan kemudian ia malah mendorong-dorongkan pinggulnya ke atas sehingga makin membuat pennynya melesak masuk ke dalam liang anusku. Aku menjadi semakin melayang dan mulai kehilangan arah untuk bergoyang. Kenikmatan ini sedemikian hebatnya sehingga membuatku jadi lupa harus bagaimana.

Jono mencoba untuk duduk dengan meraih bahuku dan sambil memegang punggungku dan ia melumat bibirku dan mengisap lidahku.. Walau baru saja bangun tidur aku sudah tidak lagi menghiraukan aroma mulutnya kecuali kami saling berpagut, menggigit, dan melumat sambil, tentu saja, aku terus memompa penny Jono.

Ditelusuri leherku dengan gesekan kumisnya yang kasar dan digigit-gigit kecil puting susuku menjadi aku melenguh tak berkesudahan, sementara tangan Jono yang satunya memanjakan pennyku dengan melakukan massage pada batang dan kepala pennyku. Akupun tidak kalah gilanya meremas dan mencengkram tubuh Jono.Kuangkat lengan Jono kucium dan kugesekan wajahku di kelebatan bulu ketiak Jono yang menebarkan aroma jantan. Jono menggelinjang saat lidahku yang basah menyapu bawah lengannya itu. Olah raga pagi itu akhirnya mengantarkan kami pada satu kebersamaan yang penuh kenikmatan diiringi lenguhan dan desahan nafas penuh kepuasan.

"Cari oleh-oleh mas? Mari saya antarkan, ada bakpia.. atau kaos .."
Kembali sapaan ramah itu menyadarkanku bahwa dulu aku pernah bertemu seseorang bernama Jono. Aku hanya menggeleng dan terus bergegas berjalan menuju stasiun Tugu. Dengan membawa satu Hand Bag aku tidak begitu kesulitan menerobos orang yang berlalu lalang. Dari kejauhan kulihat kereta Taksaka telah menanti untuk membawa ku kembali ke dalam rutinitas kerja di Jakarta.

Tamat

7/13/2011

art by minoru



Komik Hercules Gay, Mantaff




Ojek Payung

Sore itu hujan turun dengan derasnya dan seperti biasa aku tidak melewatkan hal itu, disamping aku sekali hujan-hujanan, aku juga mengharapkan sekali uang dari para pelanggan-pelanggan yang mau mengojek payungku.

Kebanyakan yang menggunakan jasa ojek payung adalah para orang kantoran. Saat aku sampai di jalan besar keadaan sudah mulai sepi namun hujan masih turun. Pada saat aku sedang duduk di bawah rindangnya pohon dekat biasa aku berdiri menanti para pengguna jasa ojek payung tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara;
" Dik, payungnya diojekin nggak?" tanya si pemuda tadi
" eh..iya Bang ". jawab ku sambil mendongakkan kepala yang memang pada saat itu aku memakai topi.

Aku menelan ludah manakala yang kulihat seorang pria berwajah tampan dengan rambut berpotongan pendek berdiri dihadapan ku yang lebih aku tambah tertarik lagi manakala ku pandangi tubuhnya yang besar dan kekar terbalut kaus yang ketat sehingga menampakkan puting susunya yang menonjol dan dengan perut yang tampak rata terlebih lagi ketika aku memandang bagian bawah perutnya yang terbungkus celana jeans nampak sekali tonjolannya. Aku sempat bergumam dalam hati.
" itu kontol enak sekali ya kalau di sepong ". gumamku dalam hati.
" bagaimana dik, diojekin apa tidak ". tanya sipemuda tadi
" eh..iya..iya diojekin, dimana rumah abang?" tanyaku
" di gang kencana II " jawab si pemuda tadi sambil menggamit bahuku. Tentu saja darahku langsung mengalir dengan derasnya. Apalagi kucium bau keringatnya sangat menusuk hidung dan akupun tak mau melewatkannya.
" kamu tidak sekolah?" tanyanya sambil merangkul bahuku. Aku semakin gugup saja.
" saya..saya sekolah pagi ." jawabku singkat
" oya ..nama saya Pedro, nama kamu siapa?" tanya pedro sambil memegang tangkai payung tadi
" toby..abang orang baru disini ya?" tanyaku sambil memberanikan diri merangkul pinggangnya sementara saat itu pedro tidak memperdulikannya.
" iya..saya baru dua hari tinggal disini ". Jawabnya sambil terus menelusuri jalan. Saat itu juga aku tidak melewatkan kesempatan untuk memperhatikan bagian selangkangannya yang nampak begitu besar. Akupun akhirnya bertanya
" Abang tinggal sendiri atau sudah menikah?" tanyaku lagi.
" Saya belum menikah, tetapi saya sudah bertunangan dengan gadis sekampung dengan saya" jawab pedro
" Pasti tunangan abang cantik?" tanya ku sambil memandangi wajahnya yang ditumbuhi bulu halus sekitar kumis dagu dan jambangnya.
" Bagaimana kamu bisa menyimpulkan itu?" tanyanya sambil mengencangkan pelukan tangannya dibahuku
" Abang berwajah tampan, memiliki tubuh yang sangat ideal, apalagi.." Aku menghentikan pembicaraanku.
" Apalagi apa?" tanyanya sambil tersenyum
" ah..forget it ." jawabku. Akhirnya sampailah kami berdua ketempat yang dituju ternyata rumah dimana tempat pedro tinggal hanya berbeda gang dari rumahku. Setelah pintu dibuka pedropun mempersilahkan aku masuk.
" Dik toby, masuk dulu sambil mengeringkan tubuh, nanti kamu sakit!" jelas sambil masuk ke dalam kamar.

Sementara itu aku duduk diruang tamu yang berwarna putih dan ada beberapa foto yang menghias dinding ruang tamu itu pada saat aku ingin melihat foto yang arahnya berlawanan dengan pintu kamar pedro yang saat itu terbuka, aku melihat dari cermin yang terdapat di sisi foto pedro pantulan pemandangan yang sangat aku nantikan sekali dimana aku melihat pedro sedang membelakangi pintu kamar sedang melepaskan celana jeansnya yang basah hingga akhirnya aku dapat melihat bentuk bokongnya yang menonjol dan indah yang tertembus celana dalam yang nampak basah, sementara bagian atas tubuhnya sudah tak berpakaian lagi.

Ketika aku melihat pedro mengenakan handuk aku cepat-cepat duduk kebali kekursiku. Aku semakin tertarik saja ketika melihat pria ganteng di depanku hanya mengenakan handuk kecil hingga dadanya yang bidang dan perut yang atletis apalagi bagian pahanya yang terlihat kekar ditumbuhi bulu-bulu yang lebat.

" toby, aku mandi dulu ya, oya kalau mau minum ambil sendiri ." sapanya sambil masuk ke kamar mandi. Kesempatan itu tidak aku sia-siakan aku langsung mengintip dari lobang kunci hingga pemandangan yang aku harapkan dari tadi terjadi. Aku melihat pedro sudah melepaskan celana dalamnya hingga terlihat batang kontol yang masih dalam keadaan lemas dengan ditumbuhi bulu jembut yang lebat tumbuh dibagian pangkal batang kontol milik pedro. Batang kontol itu memiki panjang 14 cm dan berdiameter 4 cm mirip sekali dengan kemaluan kuda. Aku melihat kemaluan itu mulai dibasuh dengan sabun sehingga membuat kontol itu sedikit menegang. Dan ketika aku mengetahui kalau dia sudah selesai mandi aku cepat-cepat duduk kembali duduk di kursi sambil pura-pura sibuk membaca majalah.

" kamu sudah bikin minum toby?" tanyanya sambil melemparkan celana dalam yang telah basah tadi ke dalam ember kosong yang berada di samping pintu
" belum bang, nanti saja ." kataku sambil memandangi kebagian tubuh yang terbungkus handuk dan nampak sekali tonjolannya. Sesaat kemudian pedro masuk kedalam kamar sementara perasaan aku ingin sekali lagi melihat pemandangan yang indah tadi. Namun saat aku gelisah, surya memanggil aku, akupun bergegas masuk kedalam kamar betapa terkejutnya aku melihat pedro hanya memakai underwear berwarna putih dan tipis dan mirip bikini sehingga seakan batang kontolnya ingin segera keluar dari sarangnya.

" Toby masuklah ." pinta pedro sambil memberi isyarat kepadaku
" ada apa bang?' tanyaku sambil berjalan mendekati pedro. Pedro saat itu langsung duduk dipinggir ranjang.
" kamu bisa mijitin saya?" kata pedro sambil tersenyum
" bisa Bang ." jawabku dengan cepat
" oke kamu bisa ambil lotion yang ada di meja kecil itu toby ." katanya sambil mengarahkan tangannya kearah meja yang berada disudut ruangan. Setelah itu pedro langsung mengambil posisi tengkurap sehingga bagian bokongnya nampak semok sekali (seksi montok). Semula aku memijiti bagian betisnya hingga naik kebagian pahanya yang dipenuhi bulu-bulu lebat hingga sampailah tanganku pada bagian dua buah bongkahan daging yang menggairahkan dengan nada berbisik akupun berkata;
"bang maaf, saya buka celananya sedikit ya!' kata ku
" silahkan toby, kamu pandai sekali memijit ." katanya seakan puas dengan apa yang diperbuat olehku. Sambil sibuk meremas-remas bokongnya akupun melihat kearah lubang pembuangannya yang nampak ditumbuhi bulu-bulu lebat dan masih rapat.

Setelah aku meremas-remas dua buah gundukan daging yang menggairahkan itu, akupun langsung duduk diatas kedua bongkahan daging itu sambil memijiti bahu hingga kepinggangnya begitu berulang-ulang sehingga otomatis bokongnya tertekan dan tergesek-gesek ranjang maju mundur. Setelah selesai akupun memintanya membalikkan tubuhnya. Betapa terkejutnya aku melihat batang kontolnya sudah tegang seratus persen hingga nampak ngin segera keluar dari sangkarnya.

" kontol abang ngaceng tuh ." kataku sambil menunjuk kearah barang yang mirip kemaluan kuda itu
" kamu sih, jadinya begini." Katanya sambil memejamkan mata hingga sesaat kemudian dia pun berkata" berapa biasanya kamu mendapat upah ngojek payung dan memijiti toby?" tanyanya sambil mengambil dompet yang berada dimeja samping ranjang pedro
" bagaimana kalau bayarnya tidak pakai uang?" tanyaku sambil memandangi kontol yang besar itu
" lalu bayar dengan apa, dengan ini?" kata pedro sambil duduk di sisi ranjang dan meremas batang kontolnya.
" iya ..dengan itu saya senang sekali ." jawabku sambil terus memandangi tonjolan yang berada diantara pahanya.
" terus apa yang kamu tunggu, silahkan tapi jangan digigit ya ." candanya sambil menopang tubuhnya dengan kedua tangan. Dengan segera aku berjalan dan mengambil posisi bersimpuh diantara selangkangannya. Tanpa membuang-buang waktu aku langsung memulai jurusku dengan menjilati bagian kedua pahanya secara bergantian sesekali kugigit-gigit lembut hingga membuat pedro memejamkan mata sambil melenguh keasikan.
" ss..nikmat sekali toby, kamu pandai sekali ." katanya sambil mendongakkan kepala kelangit-langit kamarnya.

Aku terus beraksi hingga bibirku sampai pada benda menonjol yang masih terbungkus celana dalam. Sesekali aku menggigit mesra sampai aku mengelus-elusnya dengan menekan bibirku. Sementara pedro semakin mendesis merasakan kenikmatan tiada tara. Merasa belum puas aku akhirnya melepaskan celana dalamnya sehingga batang kontol yang super panjang dan super besar itu melesat keluar, aku mencengkram kontol itu sambil mengocoknya sementara bibir ku terus menghisap bagian kepalanya yang besar. Hingga membuat pedro berbisik;
" toby aku suka kamu sayang lakukan terus ..ah..nikmat sekali ." kata pedro sambil menekan kepalaku hingga batang kontol itu masuk kedalam mulutku walau tidak semuanya karena terlalu panjang. Mulutkupun semakin penuh karena kontol yang besar itu membuat sesak terasa dimulutku. Akupun terus melakukannya sampai aku melihat tubuhnya menegang dengan diselingi bisikan pedro
" toby ..aku mau keluar sayang ah.." kata pedro sambil memejamkan matanya hingga akhirnya " crot..crot..crot " air mani itu mengalir ditenggorokanku dan terasa sangat nikmat sekali bersamaan itu aku langsung mengeluarkan benda pusaka milik pedro itu sambil menjilati bagian kepalanya yang masih mengeluarkan sisa-sisa air mani. Setelah itu pedro langsung membaringkan tubuhnya diatas ranjang sambil mengatur nafasnya.

Setelah itu aku langsung naik keatas ranjang dan mengarahkan batang kontolku yang berukuran sedang kearah perutnya sambil terus mengocok batang kontolku hingga akhirnya memuntahkan lahar yang membasahi bagian dada dan perut pedro. Akupun langsung mengusap air mani yang membasahi tubuh pedro tadi dengan jari telunjukku dan memasukkannya ke mulut pedro. Pedro rupanya ingin menikmatinya dengan menelan air mani yang membasahi tubuhnya tadi sampai tak tersisa hingga beberapa waktu aku dan dia beristirahat sambil bercakap-cakap;
" kamu pandai sekali toby, apa kamu sudah terbiasa ." katanya sambil mengusap-usap rambut kepalaku yang saat itu kusandarkan diatas dadanya
" kalau melihat cowok telanjang sering bang, tapi yang namanya nikmatin kontol sebenarnya belum pernah, abang sendiri bagaimana?" aku balik bertanya
" kalau aku belum pernah sama sekali toby, jadi ini adalah pengalaman pertamaku ." jawabnya sambil menarik tubuh ku hingga sejajar kepadanya dan langsung dengan penuh nafsu pedro melumat bibirku sambil tangannya meremas dan melinting puting susuku, aku tambah bernafsu hingga aku kembali meremas dan mengocok batang kontol miliknya, kejadian itu berlangsung beberapa saat hingga pedro menghentikan lumatannya dan memintaku untuk turun dari ranjang, akupun mengikuti instruksinya.

Rupanya pedro pun duduk disisi ranjang seperti sebelumnya hingga akhirnya ia meminta aku naik keatas tubuhnya dan saling berhadapan. Pada saat aku sedang asik melumat bibir pedro aku merasakan bahwa batang kontol pedro telah stand by berada tepat di lubang pembuanganku. Aku langsung menekan tubuhku hingga batang kontol tadi melesat masuk kedalam lubang pembuanganku. Aku bergerak naik turun secara berlahan hingga membuat pedro kembali berdesis merasakan kenikmatan " toby..ya..lakukan terus sayang, oh..nikmat sekali." Katanya sambil terus memejamkan mata sesekali melumat puting susuku.

Aku terus melakukan adegan turun naik hingga aku mempercepat gerakkanku yang otomatis membuat batang kontol ku bergesekan dengan perutnya yang atletis setelah beberapa saat kemudian aku mendengar pedro meleguh sambil mencengkram bongkahan pantatku sambil berkata " ahh..aku..mau keluar sayang ." kata pedro dan setelah itu air manipun memuncrat kedalam lubang duburku lebih banyak pada saat aku mengisapnya tadi " crott..crot..crot..crot." dan setelah itu akupun memuntahkan air maniku hingga membasahi tubuh kami berdua. Setelah itu aku pun minta izin untuk pulang karena waktu sudah larut malam.

Pedro mengijinkan aku pulang setelah bibirku kembali dilumatnya. Kejadian itu berulang terus hingga pada waktunya pedro menikah dengan calon istri pilihannya yang berada di desa. Sebelum ia pulang kami berdua merayakan pesta perpisahan berdua sambil mengulangi perbuatan seperti yang sudah-sudah. Setelah perpisahan itu sampai sekarang berjalan dua tahun aku tidak pernah mengetahui keadaannya. Tetapi aku terus berdoa semoga perkawinannya langgeng meskipun terasa perih didalam dadaku ini.

Tamat

7/12/2011

Harapan Menjadi Kenyataan

Namaku Andi. Ini adalah pengalaman pertamaku dalam melakukan hubungan gay sex, dimana cerita ini berawal ketika temanku yang namanya Joko, minta bantuanku memperbaiki komputernya yang rusak. Dia datang ke rumahku bersama seorang cowok yang wajahnya putih bersih dan matanya yang agak sipit hingga terlihat bahwa ia adalah warga keturunan tionghoa.

"Andi kenalkan ini Pak Alex, dia adalah pimpinan di tempat saya mengajar kursus komputer" ujar Joko memperkenalkan.
"Oh, Pak Alex" sapaku. Aku terkejut melihatnya yang begitu ganteng, yang merupakan cowok impianku selama ini.
"Silakan masuk Pak" ajakku.

Setelah beberapa beberapa jam lamanya, akhirnya aku selesai memperbaiki komputer Joko. Sebelum pulang Pak Alex menawarkanu untuk mengajar di tempat kursusnya karena menurutnya aku mungkin bisa juga untuk mengajar sekaligus menjadi teknisi komputer. Sejak itu aku selalu terbayang wajah Pak Alex. Dalam hati aku bertanya mungkinkah Pak Alex dapat aku miliki?

Beberapa hari kemudian Joko menelepon saya mengatakan bahwa kalau mau, besok aku diminta Pak Alex datang untuk mengajar kursus komputer di tempatnya dan disuruh membuat sebuah contoh makalah untuk mengajar. Semalaman aku berusaha untuk membuat makalah tersebut sebaik mungkin agar makalahnya bagus.

Keesokkan harinya pukul 9.30 aku berangkat, jarak antara tempat kursus tersebut sebenarnya tidak begitu jauh dari rumahku, paling 5 menit sudah sampai. Sesampai di sana aku langsung masuk ke gedung tersebut. Ketika masuk aku langsung menemui Pak Alex yang sedang asyik membaca koran di kantor administrasi.

"Selamat pagi Pak" sapaku.
"Pagi, silakan duduk, gimana sudah kamu buat makalahnya?" tanya Pak Alex.
"Sudah Pak, ini" jawabku sambil saya menyerahkan makalah tersebut.
"Bagus, gimana kalau sore nanti kamu mulai mengajar, sudah siap belum?" tanya Pak Alex sambil membaca makalah tersebut.
"Jam berapa Pak?" tanyaku.
"Jam 4.30 sampai 8.00, gimana?"
"Oke, aku siap Pak"
"Oke, selamat bergabung, kalau gitu sore nanti kamu datang lagi ke sini" pintanya.

Sebelum pulang aku berkenalan dengan para pengajar di sana, ternyata jumlah pengajar di sini ada 4 orang, satu cowok (yaitu teman saya Joko) dan tiga perempuan, terkadang Pak Alex juga ikut mengajar apabila ada seorang pengajar yang tidak bisa masuk.

Sekitar jam 4.00 sore aku sudah sampai di tempat kursus tersebut. Aku diminta Pak Alex menunggu karena muridnya yang akan diajari belum datang semuanya. Sambil duduk di kursi aku membaca makalah yang akan aku ajarkan. Tepat pukul 4.30 akhirnya semua murid sudah datang dan aku pun mulai mengajar. Awalnya aku agak grogi maklum ini merupakan pengalaman pertama kaliku mengajar komputer dan akhirnya semua itu dapat aku hilangkan.

Pukul 6.00 sore hari aku selesai mengajar. Semua murid akhirnya sudah pulang. Suasana saat itu cukup sepi hanya tinggal aku dan Pak Alex sedangkan para pengajar lainnya sudah pulang. Setelah mengajar aku duduk santai di ruang administrasi. Tiba-tiba Pak Alex duduk di dekatku sambil menawarkan makanan dia memegang pahaku sambil menggosoknya. Aku sangat terkejut, hal itu dilakukannya berulang kali. Aku diam saja ketika itu. Setelah beberapa saat sekitar jam 6.30 ada siswa yang datang untuk belajar. Akhirnya aku mulai mengajar lagi hingga jam 8.00 malam.

Ketika aku akan pulang Pak Alex menawarkan untuk mengantarku pulang ke rumah. Pertamanya aku menolak karena dia adalah pimpinanku, tapi akhirnya aku diantar Pak Alex pulang dengan mengendarai sepeda motor. Di perjalanan menuju rumah, Pak Alex kembali memegang pahaku sambil menggosoknya. Malam itu aku tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang telah dilakukan Pak Alex, aku bertanya dalam hati apakah mungkin Pak Alex juga seorang gay. Kalau ia memang seorang gay maka dia adalah merupakan cowok idamanku selama ini yang akan membuat impianku selama ini menjadi kenyataan. Aku lebih menyukai pria yang berumur 40 tahunan atau yang berwajah kebapakan.

Setelah beberapa hari aku mengajar, tepatnya pada malam Minggu, seperti biasa Pak Alex selalu mengantarku. Ketika kami akan pulang, motor Pak Alex tidak mau hidup, walau pun kami telah berusaha memperbaikinya hingga tangan kami hitam, sedangkan cuaca saat itu akan turun hujan hingga akhirnya Pak Alex mengajakku untuk menginap saja di tempat kursus tersebut. Awalnya aku menolak, tapi karena aku kasihan melihat Pak Alex karena rumahnya memang cukup jauh dari situ sekitar 30 menit baru sampai ke rumahnya dan juga ini merupakan kesempatan bagus bagiku untuk membuktikan apakah Pak Alex juga seorang gay, akhirnya kami menginap di sana.

Setelah memasukkan motor ke dalam, Pak Alex memintaku untuk mandi untuk membersihkan kotoran bekas motor, tapi aku hanya membersihkannya dengan sabun, begitu juga Pak Alex. Akhirnya kami duduk di kursi sambil mengobrol. Dalam obrolan itu aku bertanya kepada Pak Alex apakah ia sudah punya pacar, namun Pak Alex hanya menggelengkan kepala. Pak Alex bercerita bahwa dulu pada saat ia masih kuliah ia pernah menyukai seorang wanita akan tetapi wanita itu tidak menyukai Pak Alex hingga akhirnya sampai sekarang Pak Alex masih hidup sendiri. Dalam hati aku masih bertanya kok orang seganteng Pak Alex sampai sekarang ini belum ada yang mau, selain itu dari segi ekonomi ia sudah lebih dari cukup, maklum ia adalah warga keturunan Cina yang lebih suka membuka usaha.

Tidak terasa akhirnya jam sudah menunjukan pukul 11.00 malam, akhirnya kami memutuskan untuk tidur. Sebelum tidur Pak Alex melepaskan celana panjang dan baju kemejanya hingga ia hanya memakai baju kaos dalam dan celana pendek hingga kelihatan lengan dan pahanya yang putih kemerahan dan ditumbuhi bulu tipis di lengan dan kakinya hingga membuatku terangsang, terutama di bagian selangkangnya yang terlihat menonjol. Walaupun usianya sudah 42 tahunan, namun ia masih kelihatan muda dan gagah.

"Nggak kedinginan Pak, di luar kan hujan deras lho?" tanyaku.
"Nggak, sudah biasa kalau mau tidur memang begini biar lebih adem" katanya.

Pak Alex tidur di atas kursi rotan dan aku tidur di bawah kursi dengan beralaskan busa kursi tersebut. Saat itu aku tidak bisa tidur. Sambil berbaring aku memandangi Pak Alex dari bawah kursi. Ketika aku baru akan memejamkan mata tiba-tiba Pak Alex bangun dari kursi dan dia memegangi pahaku kembali sambil mengelusnya. Melihatku hanya diam, akhirnya Pak Alex terus beraksi meraba dadaku hingga sampai ke burungku. Aku yang awalnya hanya diam kini mulai merasakan kenikmatan, hingga aku pun membalas perbuatan Pak Alex dengan meraba-raba pantat Pak Alex yang begitu kenyal. Melihat reaksiku seperti itu, Pak Alex pun bertambah nafsu hingga ia menciumi bibirku dengan begitu lembut, aku pun membalasnya.

Kami pun saling memainkan lidah dan saling sedot hingga beberapa menit, tak puas dengan hal itu Pak Alex melepaskan baju dan celanaku hingga aku tidak lagi memakai sehelai kain pun. Ia pun langsung melahap burungku, dijilatinya sambil meremas bijinya, lalu dalam posisi berdiri aku pun memajumundurkan pantatku hingga kadang semua burungku masuk ke dalam mulut Pak Alex hingga ke pangkalnya sampai aku merasa nikmat sekali. Selain itu tanganku pun ikut bereaksi dengan membuka baju dan celana Pak Alex hingga telanjang bulat.

Sesuatu yang sangat sempurna kulihat di depan mataku untuk pertama kalinya, ukuran yang cukup besar dengan kepala yang mengkilap yang diapit oleh dua biji yang lumayan besar di sekitarnya hingga kelihatan uratnya. Ini adalah pengalaman pertamaku namun naluriku membimbingku untuk dapat melakukannya. Pertama kali kujilati dari leher ke dada sampai ke burungnya, sekarang ganti aku yang menyantap burung Pak Alex. Kujilati topinya yang kenyal dengan aroma yang khas laki-laki dengan rasa asin dikarenakan tercampur keringat dan precum yang keluar. Kuurut bijinya, kukocok hingga begitu tegang dan besar, sesekali meremas pantatnya dan diselingi dengan menggigit puting dadanya. Pak Alex pun merasa kenikmatan.

"Oooh.., terus Andi, enak banget, ahh.., jilatan kamu mantap" desahnya.

Kami pun akhirnya tidur menyamping dengan posisi 69 sehingga kami dapat saling mengoral sehingga merasakan kenikmatan bersama. Cukup lama juga kami melakukan hal ini, sehingga seluruh badan kami basah oleh keringat dan air liur yang menambah semakin nikmat. Setelah itu Pak Alex berhenti dan memintaku untuk menusukkan burungku ke pantatnya.

Kami pun berpindah tempat, Pak Alex tiduran di atas meja sambil mengangkat kedua kakinya ke pundakku. Pantatnya yang begitu putih dan anusnya yang memerah siap menyambutku. Pertama kali ia menyuruhku untuk menusukkan jariku ke pantatnya, awalnya satu jari dan kemudian dua jari. Menurutnya ini untuk menghindari luka yang merupakan pemanasan awal. Setelah merasa sudah cukup siap, barulah aku menusukkan burungku ke pantat Pak Alex dengan memberikan sedikit air ludah sebagai pelumas. Awalnya sangat sulit namun perlahan akhirnya burungku dapat juga menembus pantat Pak Alex, perlahan aku mulai menggoyangkan pantatku.

"Enak baget Pak, ahh.. pantat bapak sempit sekali!" desahku.

Karena rasanya semakin enak, tak terasa goyanganku semakinku cepat, tanganku pun ikut bereaksi dengan mengocok burung Pak Alex. Sesekali aku menggigit puting dada Pak Alex hingga merah diselingi dengan ciumanku ke bibirnya. Terasa hidup ini sangat indah dengan penuh sensasi. Walaupun di luar sedang hujan yang sangat deras kami tidak merasa kedinginan.

"Pak Alex, aduh, ahh, enak banget!" desahku lagi.

Setelah beberapa saat, kami mengubah posisi. Pak Alex berbalik membungkuk dari arah belakang dan aku menusuk pantat Pak Alex. Terasa pantat Pak Alex lebih sempit lagi, lebih kuat menjepit burungku hingga dengan cepat aku majumundurkan pantatku sehingga kenikmatan yang tiada tara kurasakan hingga ke seluruh tubuhku dan membuat Pak Alex merasa sakit bercampur nikmat.

Akhirnya keluarlah air maniku yang hangat di dalam anus Pak Alex hingga beberapa kali. Belum sempat aku memulihkan tenaga, Pak Alex memintaku untuk mengoral burungnya yang hampir mendekati puncaknya. Selang beberapa menit akhirnya Pak Alex pun menembakkan air maninya ke mukaku hingga mukaku basah oleh air mani tersebut, lalu Pak Alex menjilati seluruh mukaku yang penuh air maninya hingga bersih. Akhirnya kami pun berciuman hingga aku merasakan bagaimana rasanya air mani yang begitu kental dengan rasa asin dan lengket di dalam mulut Pak Alex. Kami pun akhirnya terkulai lemas.

"Pak Alex, enak sekali" ujarku.
"Andi, kamu tidak hanya memilki keahlian dalam komputer tapi juga keahlian dalam sex hingga membuat Bapak merasa puas, bapak sangat sayang padamu" timpalnya.
"Aku juga sayang Bapak" jawabku sambil tersenyum dan memandangi wajah Pak Alex yang masih berkeringat.

Akhirnya kami pun tidur dengan menggunakan selimut sambil berpelukan karena udara malam yang mulai terasa dingin disebabkan hujan yang semakin deras disertai petir, hingga kami dapat saling merasakan kehangatan satu sama lain. Keesokan paginya kami bangun jam 6.00, dimana ketika mandi kami melakukan oral sex kembali walaupun hanya sebentar dikarenakan biasanya sebelum jam 8.00 murid yang akan belajar komputer banyak yang sudah datang. Akhirnya kegiatan ini sering kami lakukan jika kami saling membutuhkan kehangatan dan kenikmatan bersama.

*****

Demikianlah cerita dariku. Kepada teman-teman yang telah membaca cerita ini saya mohon maaf kalau tulisan ini tidak begitu bagus dan baik dalam penulisan dan kata, karena ini merupakan tulisan pertama saya, silakan anda memberikan saran dan kritik ke email saya. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Tamat

Paling Populer Selama Ini