5/26/2011

Di Kapal Lambelu

(by: haus_lelaki@yahoo.com)

Tugas kantor selesai. 10 hari di Biak jenuh
juga. Masalahnya tidak mudah menemukan pasangan sesama lelaki untuk
berasyik masyuk di tempat yang tidak begitu aku kenal. Hari ini aku
bersiap pulang. Tiket kapal laut Lambelu menuju Jakarta sudah di
tangan. Jam 4 sore dengan taksi dari hotel aku sudah siap memasuki
pelabuhan Biak. Banyak juga bawaanku. Dua tas cangklong menggantung di
pundakku. Tangan kiriku mencangking bungkusan oleh-oleh. Tangan kananku
membawa laptop.

Aku dapat kamar klas 1 yang nyaman. Begitu masuk kamar aku mandi,
menyegarkan badan sesudah beberapa jam penuh keringat karena panasnya
kota Biak. Terdengar peluit kapal, pertanda 15 menit lagi mengangkat
sauh berlayar menuju Menado, pelabuhan transit. Saat berangkat aku naik
ke dek. Menonton kota biak yang semakin lama semakin kecil hingga
hilang di garis cakrawala. Kemudian sepi. Angin laut dan ombak laut
Arafuru menggantikan kenanganku atas Biak yang tidak banyak memberiku
kenangan.

Pukul 7.30 malam aku sudah nongkrong di bar Lambelu. Banyak jenis
manusia disitu. Ada yang coklat, hitam, kuning, putih, muda, sedang dan
tua. Dalam hal berkencan dengan sesama pria, aku tidak begitu
menghiraukan mengenai usia, ketampanan atau warna. Aku mudah tergerak
kalau aku perkirakan dia berkontol besar. Apapun, siapapun. Aku
berpendapat, apapun yang keluar dari pria berkontol besar pasti enak
dinikmati. Apapun yang keluar dari lelaki berkontol besar selalu
mengkatrol libidoku. Bahkan tidak jarang aku meluruskan persepsi umum.
Kalau toh lelaki itu kotor ataupun jorok, sperma yang keluar darinya
pasti tetap segar untuk dikenyam-kenyam dan ditelan membasahi
tenggorokanku.

Aku memperhatikan di ujung sana ada pria yang duduk sendirian.
Nampak kulitnya gelap. Mungkin dari Ambon atau Irian. Kubawa botol dan
gelas birku. Aku singgah ke mejanya.

'Hallo Pak, apa kabar? Sendirian? Mau kemana? Dari mana? Tidur dimana? Kamar berapa?'.

Sesudah itu kami terlibat berbagai macam topik pembicaraan. Dari
harga beras sampai perang Irak. Dari perempuan yang seksi, hingga
lelaki yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Benar. Dia dari Ambon.
Sekitar 56 tahunan. Nampaknya ia adalah seorang kepala atau sejenisnya.
Penuh wibawa kepemimpinan. Bersikap melindungi dan rendah hati. Dia
seorang insinyur sipil dari perusahaan swasta di Biak yang sedang di
tugaskan ke Jakarta.

Aku suka dengan penampilan seperti ini. Wajahnya sedikit berkilap
karena sehat. Cara berbicaranya tegas, penuh pemikiran dan
konsepsional. Ya, mungkin karena terbiasa dengan tugas dan tanggung
jawabnya. Aku berusaha mencuri pandang darinya. Aku ingin tahu apakah
ada minatnya pada sesama pria. Masalahnya, aku percaya dengan teori
bahwa 10% pria itu homo. Mungkin lebih dari itu yang setengah-setengah
alias biseksual. Dan biasanya aku jarang keliru.

Akhirnya dia bicara tentang tubuhnya yang sering pegal-pegal.
Mungkin karena umurnya, katanya. Dengan topik ini aku melihat peluang.

'Pernah pijat refleksi Pak?',

'Yaa, saya pernah dengar tuh, tapi belum nyoba'.

Dan aku menggiringnya. Dan akhirnya sampailah ia pada pilihan,
pijat di kamarku atau di kamarnya. Setelah mengambil keputusan di
kamarnya, dia panggil pelayan. Dia bayar minumannya dan memesan 2 botol
bir berikut makanan kecil untuk camilan di kamar. Dia mau membayar
minumanku, tapi kukatakan padanya bahwa sudah kubayar.

Kamarnya sekelas denganku, klas 1. Aku minta kakinya diselonjorkan
ke pangkuanku sembari mengobrol. Kami sedang bosan menonton TV yang
menurutnya acaranya 'begitu-begitu saja'. Ternyata dia tidak tahan
dengan pijat refleksi yang memang akan sangat menyakitkan apabila orang
yang dipijat tersebut sakit. Akhirnya kutawarkan saja pijat biasa. Dia
nampak agak kagok, tahu bahwa aku adalah seorang arsitek. Aku katakan
saja, tidak masalah. Dalam perjalanan orang khan harus fleksibel. Aku
hanya ingin membantunya sedikit untuk kenyamanan tubuhnya.

Akhirnya dia setuju untuk setengah telanjang, kemudian tengkurap di
ranjangnya. Aku mulai dari kaki dan betisnya. Terus terang aku sudah
ngaceng. Kulitnya yang itam hitam dengan celana dalamnya yang putih.
Bulu-bulu kakinya cukup lebat. Aku membayangkan lidahku menjilatinya.
Ah tentu nikmat. Kutunjukkan kalau aku tidak canggung dalam memijat.
Tanganku mengurut-urut ke arah dadanya. Demikianlah teknik memijat yang
pernah kudengar. Dari betis terus naik ke paha. Aku semakin bernafsu.
Akan kubawa dia menyentuh titik birahinya. Kubayangkan saja dia juga
berkeinginan sama sepertiku. Sama-sama menunggu perkembangan.

Sengaja urutan tanganku kumentokkan ke pangkal pahanya. Terus kuulangi. Dia menggeliat.

'Uhh, sakit juga yaa', katanya.

Aku tidak tahu persis, sebaiknya mengatakan sakit atau enak. Dan
tanganku terus menyodok pangkal pahanya, hingga aku dapat merasakan
tepian celana dalamnya.

'Balik Pak', tiba-tiba aku menginginkan dia telentang.

Tanpa ragu dia langsung telentang. Wow, ternyata dalamnya
menggunung, dia juga sudah ngaceng. Ngaceng berat. Dan aku aktif
menjemputnya. Tanganku meraih gunungan itu dan langsung mengelusnya.
Aku tidak berbicara sepatah kata pun, dia juga diam.

'besar banget nih Pak', ujarku sambil terus mengelus dan memijatnya.

Dia membiarkannya saja. Artinya dia telah menerima kehadiranku. Dia
menerima elusanku. Dan tentu saja berarti menerima apa yang akan
kulanjutkan, meremas kontol itu. Meremasnya untuk menuju ke puncak
syahwat.

Dia membalasnya dengan erangan, 'Aaacchh.. enakk..'.

Selesailah perjuanganku. Lenyap sudah knggakpastian yang
kutakutkan. Aku langsung merogohnya. Tanganku kumasukkan ke celana
dalamnya. Kuraih daging hangat yang sudah sangat mengeras itu. Kuremas
kemudian kuurut. Kini tangannya menggapai-gapai.

Dia ingin agar aku menyodorkan kontolku. Aku mendekat. Tangannya
langsung meremas celanaku. Aku sudah tidak sabar lagi. Nafsuku
mengejar. Kukeluarkan kontolnya dari celana dalamnya. Yang kemudian
muncul dari samping celana dalamnya. Cukup besar. Cukup kencang. Aku
ingin cepat menciumnya. Aku merindukan bau lelaki. Kudekatkan wajahku.
Aku mulai mengendusnya. Kemudian menjilat. Tenyata precumnya sudah
meleleh. Titik bening di ujung kontolnya terasa asin di lidahku.
Akhirnya, kesampaian juga..

Kemudian secara total aku mengalihkan dari gerakanku yang semula
memijat menjadi menghisap kontolnya. Aku bergeser setengah berjongkok
di tepian ranjangnya, sehingga memudahkanku melumat kontol itu. Uuuhh,
obat kerinduanku, ohh aroma birahii.., ohh pemuas nafsu dan pemenuh
rongga mulutku.. Akhirnya dia lebih memilih bersikap pasif. Dia
membiarkanku yang berinisiatif. Kulepaskan celana dalamnya. Aku
membenamkan diriku pada selangkangannya. Ohh, bau selangkangan dan
keringat lelaki yang sangat kurindukan.

Dengan tanganku yang terus memeluk dan mengelus pinggul, turun ke
bokong, turun ke paha dan naik turun kembali, aku menjilati seluruh
wilayah selangkangannya. Jembutnya yang hitam dan tebal kulumat hingga
kuyup. Batang kontolnya kuangkat ke arah perutnya agar melapangkan
lidahku saat aku menjilat biji pelernya kemudian pangkal batang
kontolnya. Dia sangat terangsang. Desahannya disertai dengan remasan
tangannya pada rambutku, kepalaku.

Inilah enaknya berasyik masyuk dengan kalangan berusia tua.
Walaupun masing-masing dilanda hebatnya birahi, tetap saja emosinya
terkendali.

Aku hentikan sesaat, 'Enak pak..?', sambil kuraih gelas birku dari meja.

Aku minum. Dia juga bangun untuk meminum birnya.

'Heehh enak sekali.. Hebat anda yaa'.

Setelah kutaruh kembali gelasku, aku mulai lagi. Dia tetap duduk di tepi ranjang. Aku mulai dari kakinya.

Kuraih kakinya. Kemudian aku merebahkan tubuh ke lantai kamarnya.
Kakinya kubawa ke mukaku, hingga seakan wajahku menjadi alas kakinya.
Aku menjilati telapak kakinya. Ooohh.. dia kegelian hingga hendak
ditariknya kakinya, tetapi kutahan. Kumainkan jilatanku pada tepi-tepi
telapaknya, kemudian ke celah-celah jarinya. Berkali-kali dia
menggelinjang ingin menarik kakinya. Dan setiap kali pula selalu
kutahan sambil terus menjilatinya. Kemudian telapaknya yang lain
kumainkan.

Dari telapak aku terus menyusurin ke atas, lidahku menyisir ke
betis penuh bulunya itu. Aku jilat dan sedot pori-porinya. Lidahku yang
melumatnya membasahi bulu-bulu betisnya. Dari betis terus naik ke
lutut. Dari pengalamanku, lutut sangat peka terhadap jilatan dan
gigitan. Dan itu kulakukan pada partnerku ini. Dia menggelinjang dan
menggeliat-geliat. Aku tidak melanjutkannya ke paha, tetapi
kutinggalkan dulu. Aku langsung meloncat ke dadanya. Bukit dadanya yang
gempal, kujilati puting susunya, kugigit. Bibirku mengecupya disusul
gigitan, kemudian jilatan. Sungguh paduan jurus nikmat yang sangat
kunikmati. Target utamaku adalah ketiaknya. Melihat ketiak berbulunya,
aku mulai merambat ke ketiaknya itu. Bibir dan lidahku menyisir bukit
dada hingga ke lembah ketiaknya. Bau kecut ketiaknya langsung menyergap
hidungku.

Dan begitulah yang terjadi. Karena posisi kami, hidungku selalu
merintis wilayah rambahan baru. Sesudah puas menyedot aromanya, bibir
dan lidahku menyusul. Sedotan dan jilatanku langsung membuat rambut
ketiaknya kuyup pula. Terkadang aku menggigiti bulu-bulu itu dan
menarik-nariknya. Demikian kulanjutkan pada ketiak sisi yang lain juga.
Setelah aku puas dan dia juga aku yakin puas, aku memintanya berposisi
miring. Tetapi tanganku mendorongnya sehingga dia menjadi tengkurap.
Aku beringsut. Sedikit bagian tubuhku menumpangi pinggulnya, aku
menciumi dan menjilati punggungnya. Dia kegelian menggelinjang. Bibir
dan lidahku makin beringsut ke bawah. Hingga kini ciuman dan jilatanku
merambah wilayah pinggangnya.

Kini aku tengah menghadapi 'pesta' besar. Aku tidak berhenti. Itu
bisa jadi kesalahan, karena akan memutus emosinya yang jelas sudah
tenggelam. Yang kulakukan adalah berpindah posisi. Seakan aku datang
dari arah kakinya. Kaki-kakinya kutindih dengan tubuhku. Kepalaku
berada tepat di atas bongkahan pantatnya. Kini, serangan bibir dan
lidahku kupusatkan pada bongkahan bokong itu. Uhh.., bokongnya sangat
sensual. Kugigit, kukecup dan kujilat gumpalan bokong itu. Sesekali
hidungku kuselipkan pada celahnya untuk dapat menangkap semerbak
duburnya. Sementara kedua tanganku meraba tepi punggung dan bawah
ketiaknya. Posisi itu terasa sangat nikmat baik bagiku sendiri maupun
baginya.

Dan kini saatnya..

Kedua tanganku mengelus bongkahan bokong itu. Kemudian layaknya
membongkar durian, aku belah celah bokongnya. Wow.., aku menyaksikan
dubur yang dikelilingi rambut-rambut halus analnya. Kembali kubenamkan
wajahku ke belahan itu. Aroma duburnya sangat kuat dan sangat
merangsang birahiku. Partnerku mengerang lebih keras dan
menggeliat-geliat sambil mengangkat-angkat bokongnya..

'Enak Pak.. teruss Pakk.. enak bangett Pak.. uuhh.. enakk'.

Dan aku sangat apresiatif, kuangkat bokong itu dia kini menungging.
Kusaksikan kepalanya yang bertumpu pada bantal. Wajahnya menyeringai
menahan kenikmatan. Dengan menungging, lubang dubur itu menjadi
langsung terbuka. Menjadi lapang bagi hidungku untuk mengendus aroma
duburnya sepuas-puasnya. Dan agar lidahku dapat membersihkan
serpih-serpih yang barangkali masih ada tersisa di jembut-jembut
analnya.

Akhirnya kurobohkan dia kembali. Kutelentangkan kembali. Kontol itu
tegang luar biasa. Kini merupakan langkah finishing. Kembali aku
menjilat dan mengulum kontolnya. Bapak itu nampak sangat menunggu.
Kembali tangannya meraih kepalaku. Dia tekan-tekan kepalaku. Dia ingin
agar aku mulai memompanya. Dan aku pun mulai memompanya. Dengan
kuselingi menjilat. Terus kupompa. Terus kuseling menjilat,
menggigit-gigit. Terus memompa. Makin sering.

Makin cepat. Makin cepat. Makin cepat. Cepat. Cepat. Cepat.

Dia meracau. Merintih. Meremas-remas. Pantatnya dinaik-naikannya.
Dia ingin aku menelan kontolnya lebih dalam. Cepat. Cepat. Tiba-tiba
dia mengambil alih. Berbalik menindihku. Diseretnya aku untuk bersender
pada backdrop ranjangnya. Kuraih bantal untuk punggungku. Kini dia yang
memompa mulutku. Makin cepat. Cepat. Cepat. Tentu saja tanganku
menahannya sedikit, agar aku tidak tersedak. Dan bagaikan anjing yang
melolong.. Teriakan di puncak kenikmatannya menyertai
semprotan-semprotan air maninya yang entah.. berapa tetes telah
ditumpahkannya ke mulutku.. sehingga membuatku cukup gelagapan.

'Enak pak? Puas?', aku ingin melihat wajahnya..

'Terus terang Pak, baru kali ini aku merasakan gituan sama lelaki', wow.., aku 'merjakain' dia dong..

'Jadinya saya merjakain Bapak yaa..'.

'Penginnya sih dari dulu.., tapi kesempatannya sulit.. lagian saya takut kalau ketahuan umum'.

'Iya, dong', aku menimpali muridku, binaanku.

'Kita khan ada karier..', supaya dia tahu juga sikapku.

Kami minum bir, setel TV, ngemil. Aku masih gatal. Biasanya pemula macam dia ini juga ingin lagi. Kulihat acara TV.

Berita tentara Amerika sudah memasuki Irak. Phil Collins sedang
dikerubuti fansnya dan Srimulat di saluran lain. Kumatikan. Acaranya
'begitu-begitu saja'. Kembali aku meraih kakinya, betisnya. Kuelus dan
kuremas daging gempalnya. Dia diam menikmati. Kuelus dan kuremas
kontolnya yang masih setengah tegak. Kuhabiskan bir di gelasku. Dia
langsung menuangkan botolnya, mengisinya lagi.

Dia bangkit ke kamar mandi. Mau buang air kecil mungkin. Aku jadi
kembali bernafsu. Kuikuti dia ke kamar mandi. Saat kontolnya
memancurkan air seninya ke kloset, segera kuraih. Aku berjongkok di
depannya, 'pancuran' itu kuminum. Aku tahu, dia merasa jengah. Biarlah.
Biar dia belajar. Biar dia tahu bahwa kencingnya pun aku suka. Aku
nafsu. Aku doyan.

Saking banyaknya, aku tampak seperti mandi air kencingnya. Kubasuh
mukaku dengan air seni itu, yang mengalir ke dadaku kuratakan. Kuminum
lagi. Bir yang tadi diminumnya kini membasahi tenggorokanku, berpindah
ke perutku.

Aku ngaceng beratt.. Kemudian aku mandi terlebih dulu..

Dia tetap bergolek telanjang. Rupanya melihatku minum kencingnya
membuat kontolnya kembali ngaceng. Aku senang sekali. Kuraih dan
kuisap-isap kembali. Kupompa, kujilat. Kembali dia mengaduh nikmat.
Kali ini dia lebih 'galak'. Mungkin mulai ketagihan. Dia tarik aku ke
bibirnya. Dia mencium bibirku. Kami saling melumat. Lumatan dengan
lidah-lidah kami yang meliar, menari-nari, saling menyedot ludah. Kami
berguling silih berganti saling tindih. Aku ngaceng berat.

'Pak.. mau nggak dimasukin ke sini..?', sambil jariku dengan lembut menusuk-nusuk lubang duburnya..

'Sakit nggaak..?'.

'Pelan-pelan kok. Ada minyak rambut tidak?, atau minyak lainnya..?'.

'N'tarr..'.

Dia bangun, diambilnya Brylcream dari meja rias, diserahkannya
padaku. Kuolesi kontolku. Kuolesi juga duburnya. Kemudian jari-jariku
menekannya agar Brylcream itu lebih masuk ke dalam. Kemudian kucoba
mendorong-dorong kontolku pelan-pelan. Agar dia dapat merasakan dulu
gatal birahinya di anal itu. Kudorong lagi sedikit, sedikit, dorong
lagi, dorong lagi..

Dia menyeringai, tetapi tidak berusaha menghentikan. Aku dorong
lagi sedikit, kemudian kutarik. Dengan pencapaian penetrasi yang masih
baru sedikit di permukaan, kupompakan kontolku pada duburnya. Dia
menyeringai.

'Sakiitt..', katanya, tetapi tetap membiarkanku meneruskannya.

Akhirnya sudah setengah kontolku menembus duburnya. Duburnya terasa mengembang menguncup, enak sekali..

Pompaanku berjalan terus. Dan dia sesekali menggerakkan pantatnya
untuk menarik kontolku agar lebih masuk lagi. Hingga seluruh batangku
tertelan. Aku mendiamkannya sambil menikmati ejanan urat-urat duburnya.
Rasa hangatnya sangat nikmat terasa di sekujur batang kontolku. Kami
meneruskan berciuman dan saling melumat. Bau mulutnya menjadi wangi
rasanya. Rambut, kumis dan brewoknya yang tercukur kasar terasa
mengasah-asah leher, pipi, dagu, lidah maupun bibirku.

Aku menggelinjang hebat. Kontolku kupompakan dengan hebat. Kukocok-kocok lubang analnya.

'Aduh, aduh, aduh, huh, huh, huh, panass, uhh panaass..'.

Aku menggila. Spermaku tumpah semakin banyak. Aku sangat puas. Aku rebah di sampingnya menghela nafasku satu-satu.

Dia bangun kembali menuju ke gelas birnya. Jam di kapal menunjukkan pukul 21.00. Sudah satu setengah jam kami berhubungan seks.

'Makan dulu yok Pak. Jadi lapar nih..'.

Dia benar-benar lapar rupanya. Dia pesan steak double. Bir hitam.
Aku setengahnya dan bir hitam juga. Berkali-kali dia menatapku. Aku
hanya senyum-senyum.

'Biar aku yang bayarin', dia yang mentraktirku.

Aku senang karena itu berarti menandakan bahwa dia puas denganku. Malam itu aku langsung kembali ke kamarku.

'Pak, boleh aku mampir ke kamar?', pukul 7 pagi dia sudah menelponku. Pasti dia kepingin lagi.

'Silakan saja, saya tunggu..', aku menyahutnya juga dengan bersemangat.

Aku tidak perlu buru-buru mandi. Siapa tahu dia lebih senang kalau
aku tidak mandi. Aku berharap dia juga belum mandi. Begitu dia masuk
dan pintu terkunci, kami langsung saling berpagut. Bermenit-menit kami
berdiri berpagutan dengan punggungnya yang kupepetkan ke dinding.
Tangannya meremas kontolku.

'Boleh menciumi ini yaa..', pintanya.

'He-eh', gumamku.

Dia langsung berjongkok. Dikeluarkannya kontolku dari samping
celana dalamku. Langsung dikulumnya. Kemudian lidahnya menyusul
menjilatinya. Sudah pintar dia rupanya. Apakah semalaman dia terbangun
karena keinginannya untuk melakukan ini. Mungkin dia telah terobsesi.

Batang kontolku ditegakkannya ke perutku. Lidahnya menjilat
kemudian bibirnya mengulum biji pelirku. Aku terus merangsangnya.
Tanganku meremas rambutnya dan aku mendesah. Dia mulai memompa.
Beberapa saat kemudian kami bergeser ke ranjang. Aku rebah dengan
selangkangan terbuka. Dia langsung merangsek. Wajahnya
ditenggelamkannya ke selangkanganku. Dia ciumi selangkanganku. Jembutku
dia cium. Dia isap-isap. Dan tangannya dengan penuh gelora birahi
meraba bagian tubuhku yang lain. Pahaku, perutku, Dadaku. Puting susuku
pun dipelintirnya, wow.. nikmat sekali.

Tangannya juga meraba ketiakku, kemudian dengan sepenuh nafsunya, dia memompa kontolku. Uhh, anak didikku, binaanku, penemuanku.

'Aku mau keluar Pakk.. aku mau keluaarr..', tanganku menjambak rambutnya.

Persetan dengan sakitnya. Persetan rasa pedasnya. Kuremas dan
kutarik-tarik rambutnya hingga.. crot, crot, crot, crot..,
bergelombang-gelombang spermaku tumpah ke mulutnya. Dia sudah belajar
banyak.. dia menelan semua spermaku.

'Enak Pak', katanya.

Dan aku tidak menunggu lama lagi. Dia pasti menungguku. Kudorong
tubuhnya ke ranjang. Kutarik telentang, kakinya kulonjorkan ke lantai.
Bokongnya persis di tepi ranjang hingga kontol itu tampak mengacung
tegak ke arah langit-langit kamar klas 1 Lambelu ini.

Akulah sekarang yang memompa. Pelan kujelajahi selangkangannya.
Lidahku menyisir. Tak semilipun pori-pori selangkangannya kulewatkan,
kusedot-sedot, kuisap-isap. Kemudian kontolnya. Lidahku menyisir. Tak
semilipun daging kontol itu terlewat dari lidahku. Kujilat-jilat,
kusedot-sedot, kuisap-isap. Nafsuku kembali bangkit. Kontolnya makin
mengeras, urat-uratnya keluar menonjol seperti relief lingga di
Borobudur. Kepala kontolnya terdesak oleh darahnya, mirip helm Nazi,
mengilap-kilap.

Nampak lubang kencingnya menganga, menunggu jilatan lidahku. Dan
segera kudekati dan kujilat. Kudengar dia melenguh, kemudian tangannya
menggapai-gapai kepalaku. Aku memompa. Yaa, dia ingin agar aku mulai
memompanya.

Kali ini semprotan air maninya lebih banyak daripada kemarin.
Lebih pekat dari kemarin. Lebih kental dari kemarin. Lidahku merasakan
seakan lendir tersebut tak habis-habisnya. Dan rasanya, seperti kelapa
yang masih sangat muda, hingga dengan tanpa sendok pun lapisan
kelapanya luruh sendiri. Manis, gurih dan asinnya berbaur. Beginilah
yang selalu membuatku ketagihan, ingin lagi, ingin lagi, ingin lagi..

'Pak, aku pesankan sarapan dari sini yaa..', dia ingin American Breakfast.

Aku pesan 2 porsi. Kemudian mengobrol sana-sini. Sebelum
meninggalkan kamarku, sekali lagi kami bergelut. Dia rupanya juga ingin
ngentot pantatku. Aku menyambutnya dengan gembira. Dia tumpahkan
spermanya ke analku. Selama pelayaran yang 5 hari itu, kami
mondar-mandir. Terkadang aku yang bertandang ke kamarnya. Terkadang dia
ke kamarku. Pagi hari saat baru bangun adalah saat yang tidak pernah
kami lewatkan. Variasinya semakin kaya. Dia cepat belajar. Dan cepat
matang. Dia sudah 'jadi'.

Pada malam terakhir pelayaran, dia minta aku untuk berpindah ke
kamarnya. Aku juga ingin menjadikan malam terakhir ini sebagai malam
yang paling nikmat. Kami sama-sama menggebu. Kami sama sekali tidak
keluar kamar. Kami siapkan minuman, 8 botol bir, 2 porsi steak, 1 pan
besar pizza dan buah-buahan. Dia memang kuat makan. Sejak pukul 5 sore,
sesudah masuk kamarnya, kami tidak lagi berpakaian alias bugil selama
14 jam hingga pukul 7 pagi harinya. Aku meminum setiap kencingnya. Dan
sekali pada pagi harinya lidahku menceboki pantatnya. Dua hal yang dia
belum dapat melakukannya. Peristiwa yang sungguh sangat mengesankan,
hingga selalu aku catat dalam pengalamanku.

Kami saling memanjakan. Tidak ada pori-porinya yang kulewatkan,
begitu juga dia terhadapku. Sepanjang malam itu aku meraih kepuasanku
hingga 5 kali spermaku muncrat, 5 kali pula spermanya muncrat.
Seluruhnya langsung ke mulutku dan tak setetespun yang tercecer, semua
mengaliri tenggorokanku. Demikan pula, 5 kali spermaku langsung ke
mulutnya, tanpa setitikpun yang tercecer, seluruhnya membasahi
tenggorokannya, seluruhnya dia minum. Sungguh luar biasa.. 5 kali
masing-masing.. sangat luar biasa..

Pagi harinya, sekitar pukul 8 pagi, saat Tanjung Priok telah muncul di cakrawala, kami telah bersiap di dek Lambelu.

'Pak, terima kasih banget. Saya besok sudah mulai bertugas. Rasanya
kita tidak akan pernah berjumpa lagi. Saya lebih senang menghapus
catatan perjalanan saya ini. Saya akan menganggap pertemuan kita ini
tidak pernah ada. Saya anggap pengalaman selama 5 hari pelayaran ini
tidak pernah terjadi'.

Pemikirannya sungguh sangat kuhargai. Dan memang sebenarnya sikap seperti inilah yang justru paling kusuka.

'Pak, saya sangat setuju dengan anda. Saya sendiri juga tidak
tertarik untuk hubungan jangka panjang. Saya lebih suka hubungan sesaat
tanpa ada ikatan emosioanl, rasa kangen, rindu dan semacamnya. Saya
seperti angin yang mampir pada pucuk-pucuk pohon. Menggoyang
pucuk-pucuk itu dan berlalu, menuju pucuk pohon yang lain. Saya sangat
suka cinta kilat, habis bercinta pergi berikut seluruh kenangannya,
lantas hilang. Saya akan kembali ke kegiatan rutin saya dan berharap
pada kesempatan lain sang angin menemukan pucuk pohon yang lain untuk
menggoyang-goyangkannya kemudian berlalu. Saya sangat setuju, pak!'.

'Lihat.. Tanjung Priok sudah di depan kita. Hingga hari terakhir
ini, sejak kita jumpa lima hari yang lalu, dan menghirup kenikmatan
birahi bersama sepanjang pelayaran, kita bahkan tidak saling mengenal
nama. Saya tetap tidak tahu nama Bapak, dan saya rasa Bapak juga tidak
tahu nama saya..'.

Bapak itu tersenyum puas. Untuk terakhir kalinya dia melepaskan
senyum padaku. Tepat pukul 8.30 pagi bersama ratusan penumpang Lambelu
lainnya, kami menuruni tangga kapal. Sesampainya di dermaga kedatangan,
aku menoleh kesana kemari, tetapi dia tidak berhasil kutemukan lagi.
Dan memang tidak akan pernah kutemukan lagi hingga kini..

Tanjung Priok, April 2003

No comments:

Post a Comment

Paling Populer Selama Ini