5/24/2011

Pak Karto, Suamiku dan Arya

Namaku Suryati, biasa dipanggil Yati. Sejak berkeluarga dan tinggal di Jakarta aku selalu sempatkan pulang mudik menengok orang tua di Semarang setiap hari raya Idul Fitri. Aku paling suka mudik dengan mobil sendiri bersama Mas Rafli, suamiku, dan juga anak anakku. Dan yang paling aku suka adalah saat aku melewati daerah Pekalongan menjelang masuk kota Semarang. Disitu tinggal Pamanku, yang aku biasa panggil Pak Karto, dia adik sepupu bapakku.

Aku sangat akrab dengannya karena anaknya yang seumur denganku indekost di rumahku. Kalau hari libur aku ditemani adikku Arya, sering diajak pulang ke Pekalongan dan main didepan rumahnya yang hingga kini masih merupakan sawah yang terbentang. Nostalgia macam itulah yang membuat aku selalu ingin mengenang kembali masa kecilku dengan menyempatkan mampir kerumah Pak Karto setiap aku pulang mudik. Dan ada yang tidak berubah di rumah Pak Karto sejak aku kecil dulu, yaitu rumahnya yang berdinding gedek kulit bambu itu yang berfungsi untuk sirkulasi udaranya yang sangat bagus karena gedeknya bercelah-celah akibat jalinan bambu yang tidak mungkin bisa rapat benar. Dan saat pagi hari matahari akan menembusi gedek itu untuk membangunkan kami yang maunya masih bermalas-malas di amben, istilah setempat untuk balai-balai yang terbuat dari bambu.

Walaupun usia Pak Karto sudah lebih dari 50 tahun atau 25 tahun di atas saya, tetapi Pak Karto tetap nampak gagah dan sehat. Tapi dua tahun yang lalu Bu Karto (bibi) meninggal dunia karena sakit sehingga kini Pak Karto menjadi duda dan terbiasa hidup sendirian di rumahnya walau banyak yang menyarankan untuk kawin lagi, tetapi Pak Karto belum juga menemukan jodohnya yang sesuai dengan keinginan hatinya. Walaupun pendidikannya cukup tinggi, waktu itu sudah menyandang titel BA atau sarjana muda, kegiatannya sehari-hari dari dulu hingga kini adalah tani. Dia menggarap sendiri sawahnya. Untuk menopang kegiatannya sehari-hari Pak Karto dibantu oleh dua orang anak lelaki sebagai pelayan dan pembantu dari kampung untuk mencuci pakaiannya dan masak ala kadarnya.

Seingatku dari dahulu, pelayan dirumah Pak Karto selalu perempuan atau Mbok2, tapi heran, sejak hidup sebagai duda, Pak Kartu selalu memilih pembantu anak anak lelaki, bukannya pembantu wanita. Mungkin untuk menghindari gunjingan kalau Pak Karto yang duda dirumah dengan para pembantu yang wanita. Pada lebaran tahun 2002, aku dan suamiku terpaksa pulang mudik berdua saja. Anak-anakku punya acara sendiri bersama teman-temannya. Tokh aku bersama Mas Rafli, suamiku yang pada umur 30 tahun masih amat ganteng dan gagah dengan tubuh yang atletis dan dada yang bidang.

Aku sering cemburu karena terlalu banyak wanita yang sering melirik dan mengagumi ketampanan suamiku. Suamiku Mas Rafli yang sebenarnya pertama kukenal pada masa remaja, sejak umur 15-an tahun karena orang tuanya bertetangga dengan Pak Karto, dan hubungan mereka berdua dari dulu memang akrab seperti Paman dan Keponakan, walau umur mereka jauh berbeda 20 tahun. Bahkan Mas Rafli juga pernah kulihat beberapa kali menginap di rumah Pak Karto kalau istrinya sedang keluar kota.

Menjelang masuk kota Tegal jam menunjukkan pukul 2 siang saat aku merasa agak tidak enak badan. Badanku agak demam dan kepalaku pusing. Suamiku memberi obat berupa puyer anti masuk angin. Sesudah aku meminumnya rasa badanku agak lumayan, pusingku sedikit berkurang. Tapi menjelang memasuki Kota Pekalongan menuju rumah Pak Karto aku merasakan sakitku tak bisa tertahan lagi. Aku mencoba menguatkan diri supaya tidak membuat suamiku panic hingga tepat jam 5 sore mobilku memasuki halaman rumah Pak Karto yang dengan penuh kehangatan menyambut kami.

Ketika Pak Karto tahu aku sakit, dia panggil embok-embok di kampungnya yang biasa mijit dan kerokan, kebiasaan orang Jawa kalau sakit badannya di kerok dengan mata uang logam untuk mengeluarkan anginnya. Ketika sakitku tidak berkurang juga akhirnya suamiku memanggil dokter yang tidak jauh dari rumah Pak Karto. Aku dikasih obat dan disuruh banyak istirahat dan tidur. Sebelum minum obat suamiku menyuruh aku makan dulu barang sedikit. Dan seusai aku minum obat, aku langsung diserang kantuk yang luar biasa.

Rupanya dokter telah memberikan obat tidur padaku. Aku langsung tertidur pulas. Sekitar tengah malam, aku tidak begitu pasti, aku terbangun oleh suara berisik amben bambu dibarengi suara rintihan dan desahan halus dari sebelah dinding kamarku. Kantukku masih sangat memberati mataku. Aku meraba-raba suamiku tetapi tak kutemukan, mungkin dia sedang turun kencing. Di rumah Pak Karto kamar-kamar tidurnya tidak dilengkapi lampu. Cahaya dalam kamar cukup didapat dari imbas lampu di ruang tamu yang sekaligus ruang keluarga yang tembus ke dinding bambu yang banyak celah lubangnya itu. Suara amben yang terus mengganggu kupingku memaksa aku mengintip ke celah dinding. ….Degh..!!. Apa yang kemudian aku lihat langsung memukul diriku. Aku terpana dan limbung. Kepalaku yang pusing karena sakit langsung kambuh. Aku kembali terkapar dengan jantungku yang berdegup cepat dan keras.

Didalam kamar yang remang remang itu kulihat dua tubuh manusia yang sedang bergumul dan berpelukan dalam keadaan telanjang bulat, tapi...., tapi.... yang membuatku amat terkejut karena dua manusia yang sedang memacu birahi itu ternyata Pak Karto dan ooooh!, bersama, suamiku Mas Rafli...!. Pak Karto terlihat menindih tubuh telanjang Mas Rafli yang terletang tak berdaya dengan kedua kaki yang terangkar lebar dan oooooh, tepat ditengah selangkangan Mas Rafli tertancap batang kontol Pak Karto yang amblas jauh kedalam lubang dubur Mas Rafli yang digempurkan keluar masuk dengan bengis sampai Mas Rafli merintih rintih dengan tubuh yang menggelepar. Benarkah Mas Rafli suamiku sedang disetubuhi oleh Pak Karto yang sama sama berjenis kelamin lelaki?. Benarkah Pak Karto yang aku selalu baik padaku telah tega menggauli suamiku yang selama ini kuhormati?.

Apakah Mas Rafli dan Pak Karto pasangan homoseks yang sering kudengar?. Ataukah perbuatan ini sudah berlangsung sejak Mas Rafli remaja karena Pak Karto telah menjebak kamu kedalam percintaan sejenis dan kamu tak mampu menolaknya? Ah, sejuta pertanyaan yang aku nggak mampu menjawabnya karena semakin menambah pusing kepalaku. Sementara suara berisik amben itu semakin tak terkendali. Dan rintihan Mas Rafli serta desahan berat Pak Karto semakin jelas di kupingku. Aku tak mampu bangun karena obat yang aku minum membuat aku limbung kalau nggak ada yang menuntunku. Aku hanya bisa kembali ngintip dari celah dinding itu. Kulihat Pak Karto sedang mengayun-ayun kontolnya yang lumayan gede ke lubang lubang dubur suamiku sambil mencium Mas Rafli penuh nafsu. Sementara Mas Rafli memegangi dan meremas rambut Pak Karto untuk memastikan bibir-bibir mereka bisa tetap saling berpagut dan melumat. Suara kecupan saat bibir yang satu terlepas dari bibir yang lain kudengar terus beruntun lalu bibir Mas Rafli terlihat membuka menerima air liur yang diludahkan Pak Karto kedalam mulut Mas Rafli. Sementara ayunan kontol Pak Karto yang semakin menghunjam-hunjam lubang anus suamiku semakin membuat ambennya menjadi lebih berisik lagi. "Pak Karto, Paaaak.., enaakk Paaaak.... teruss Paaaak.... oocchh.. hhmmm.. Pak Karto..", duh, rintihan Mas Rafli yang sedemikian menikmati derita birahinya membuatku kepalaku semakin terpukul-pukul.

Darah yang naik ke kepalaku semakin membuatku pusing yang sedemikian hebatnya. Oooh!, ini bukan sekedar penyimpangan!. Mas Rafli yang sehari hari bersikap sebagai seorang suami yang gagah, sebagai laki laki jantan yang perkasa ditempat tidur, tapi malam itu, suamiku merintih dan mengerang bagai seorang pelacur jalang yang haus kejantanan sesama lelaki. Dan desahan Pak Karto sendiri nggak kalah hebatnya. Sebagai lelaki sehat, apalagi telah men-duda lebih dari 2 tahun tentu kandungan libidonya sangat menumpuk. Bukan tidak mungkin dialah yang memulai dan melemparkan bujuk rayu pada suamiku sementara dia tahu aku nggak akan mudah terbangun karena obat tidurku ini. Kembali aku ngintip ke dinding. Kulihat dada suamiku yang bidang dengan pentilnya yang berwarna kecoklatan mengeras. Itu pasti ulah Pak Karto yang melumat-lumat, menyedoti dan menggititi pentilnya hingga kuyup oleh ludahnya. Kulihat bagaimana ketiak suamiku yang terbuka dan berbulu saat memegangi kepala dan meremasi rambut Pak Karto. Pasti lidah dan air ludah Pak Karto juga sudah melumati dan menjilati hingga basah kuyup pada ketiak Mas Rafli yang sangat sensual itu.

Kembali aku ambruk ke ambenku. Rasa nyut-nyut di kepalaku sangat menyakitkan. Tanganku berusaha memijit-mijt untuk mengurangi rasa sakitnya. Tetapi setiap kali aku tergoda untuk kembali ngintip di lubang dinding. Kulihat kontol Pak Karto serasa semakin sesak menembusi lubang anus Mas Rafli. Dia tarik keluar pelan dengan dibarengi desahan beratnya dan rintihan Mas Rafli, kemudian mendorongnya masuk kembali dengan desahan dan rintihan mereka lagi. Dia lakukan itu berulang-ulang dan desahan serta rintihannya juga terdengar mengulang-ulang. Kemudian kulihat tusukan kontol Pak Karto makin dipercepat. Mungkin kegatalannya pada kelamin-kelamin mereka makin menjadi-jadi. Pak Karto tidak lagi melumati bibir Mas Rafli. Dia turun dari amben dan mengangkat kedua kali suamiku keatas sampai terbuka lebar. Dengan cara itu Pak Karto bisa lebih dalam menghunjamkan kontolnya ke lubang dubur suamiku Mas Rafli. Dan akibatnya kenikmatan yang tak terperi melanda suamiku sampai. kepalanya yang rambutnya telah acak-acakan terus bergoyang ke kanan dan ke kiri menahan siksa nikmat yang terperi. Racauan terus keluar dari mulutnya.

Mereka sudah sangat lupa diri. Mereka sudah tidak lagi memperhitungkan aku yang istrinya atau keponakannya yang kini berada di sebelah dinding dan tengah tergeletak sakit hampir mati. Aku sungguh sungguh bingung, bagaimana suamiku yang begitu gagah dan jantan diatas ranjang ternyata jadi begitu tak berdaya diperlakukan seperti perempuan dan disetubuhi bagai seekor hewan oleh Pak Karto. Dan yang fatal, justru suamiku terlihat begitu menikmati setiak gempuran batang kontol Pak Karto sampai dia merintih rintih kenikmatan. Kenikmatan nafsu birahi telah menghempaskan mereka ke sifat kebinatangan yang tak mengenal lagi ada rasa iba, martabat, hormat dan menghargai norma-norma hidup sebagaimana mestinya. Mereka sudah hangus terbakar dan berubah sifatnya menjadi gumpalan nafsus etan gentayangan. Aku terbatuk-batuk dan mual. Pusing kepalaku langsung menghebat. Dengan suara yang sengaja kukeraskan aku mengeluarkan dahakku yang kemudian disusul dengan muntah-muntah. Aku berharap dengan tindakakanku itu segalanya menjadi berhenti. Kukira mereka pasti akan bergegas menolong aku.

Tetapi suara amben itu justru makin cepat dan kencang. Sehingga kini ada dua sumber berisik di dalam rumah Pak Karto ini. Suaraku yang orang sakit dan memerlukan pertolongan di kamar sebelah sini dan suara yang berkejar-kejaran dengan nafsu setan di kamar di sebelah sana. Aku tahu mereka dalam keadaan tanggung. Puncak nikmat sudah dekat dan nafsu birahi untuk memuntahkan segalanya sudah di ubun-ubun. Mereka pasti berpikir, biarkan saja aku menunggu. Dan ketika saat puncak mereka akhirnya hadir suara-suara di rumah ini benar-benar gaduh. Aku yang muntah-muntah tanpa henti dengan suaraku seperi babi yang disembelih bercampur dengan suara suamiku berteriak histeris saat dia memancarkan air maninya dan meledak dalam klimaks kepuasan seks yang dia terima dari Pak Karto. Untuk sesaat suara amben masih terdengar berisik untuk kemudian reda dan sunyi. Kegilaan yang edan itu membuat aku pusing setengah mati dan aku disini kembali mengeluarkan suara dari batukku disertai denganrasa mau muntah yang keluar dari tenggorokanku.

Setelah beberapa lama, akhirnya suamiku muncul di pintu. Dipegangnya kepalaku: “Ah, kok makin panas Yati, obatnya diminum lagi ya” katanya. Kemudian dengan kuat tangannya meringkus aku dan memaksakan obat cair masuk ke mulutku. Aku terlampau lemah untuk menolaknya. Saat jari-jarinya memencet hidungku kesulitan nafasku memaksa aku menelan seluruh obat yang telah berada dalam rongga mulutku. Kemudian disuruhnya aku minum air hangat dan Mas Rafli pun kembali keluar kamar.. Sesaat aku masih sempat mengintip saat suamiku Mas Rafli mendekati Pak Karto lagi, berbaring manja diatas dada Pak Karto sambil menyusupkan wajahnya kedalam ketiak Pak Karto dan menjilati keringat disitu. Mendadak Pak Karto duduk lalu menjambak rambut sambil mendorong kepala Mas Rafli ke tengah selangkangannya lalu dan astaga!, Pak Karto memaksa suamiku untuk mengulum batang kontol Pak Karto yang masih basah berlepotan lendir air mani dan cairan dubur Mas Rafli padahal benda itu barusan dipakai untuk mengaduk ngaduk saluran anus Mas Rafli. Tubuhku makin limbung karena pemandangan yang kulihat dan pengaruh obat yang kuminum sehingga tanpa terasa aku sudah kembali jatuh tertidur pulas. Dan aku nggak punya alibi sedikitpun atas apa yang selanjutnya terjadi di rumah ini hingga 6 jam kemudian saat aku terbangun.

Jam 9 pagi esoknya aku terbangun lemah. Pertama-tama yang kulihat adalah dinding dimana aku mengintai selingkuh suamiku denganPak Karto. Aku marah pada dinding itu. Kenapa begitu banyak lubangnya sehingga aku bisa mengintip. Dan aku juga marah pada diriku kenapa aku yang sakit ini masih pengin mengintip ke dinding itu dan menyaksikan suamiku menanggung nikmat saat kontol Pak Karto menggojlok kemaluannya. Tapi saat aku ingin teriak karena marah besarku suamiku dia muncul di pintu. Pandangan matanya aku rasakan sangat lembut. Dia mendekat dan duduk di ambenku. Dia ganti kompres di kepalaku dengan elusan tangannya yang lembut sambil berkata, "Suryati (begitu dia memanggilku) semalaman mengigau terus. Panas badannya tinggi. Aku jadi takut dan khawatir. Pak Karto bilang supaya aku ambil air dan kain untuk mengompres kepala Suryati". Saat mendengar mulutnya menyebut Pak Karto yang aku ingat betul nada suara dan pengucapannya persis sebagaimana aku dengar saat dia meracau penuh nikmat tadi malam, seketika darahku mendidih dan tanganku mau mencekal kemejanya dan ingin membantingnya ke tanah. Tetapi senyum teduhnya kembali hadir di bibirnya, "Hah, apa lagi Yati, apa lagi yang dirasakan, sayang", ucapnya lembut tanpa prasangka dengan mukanya yang nampak tetap suci bersih. Langsung didih darahku surut.

Aku tak mampu melawan kelembutan dan senyumnya itu. Kutanyakan padanya di mana Pak Karto sekarang. Dia bilang Pak Karto ke sawah. Hari ini giliran dia untuk membuka pematang agar air mengalir kesawahnya. Dia juga bilang agar aku banyak istirahat saja dulu. Dia sudah menelpon orang tua di Semarang dari kantor telepon, mengabarkan bahwa aku sakit dan akan istirahat dulu di Pekalongan. Kemudian dia beranjak dan kembali dengan sepiring bubur sum-sum, aku disuapinya. Aku jadi berpikir apa yang sesungguhnya terjadi tadi malam?. Apakah panas badanku yang sedemikian rupa telah membawaku ke alam mimpi sampai aku mengigau sepanjang malam sebagaimana kata suamiku, atau kah penyimpangan seksual antara Pak Karto dengan suamiku itu memang benar-benar sebuah kenyataan?, Kembali kepalaku berputar-putar rasanya.

Suamiku kembali men'cekok'i aku dengan obatnya. Dan aku kembali tertidur. Sebelum aku lelap benar, Mas Rafli dengan penuh kasih memeluk aku, mengelusi kepalaku sambil mendekatkan kedadanya. Pada saat itu aku merasakan semburat aroma yang lembut menerjang ke hidungku. Aroma itu aku yakini adalah aroma ludah dan keringat orang lain yang telah mengering pada dada dan bagian tubuh suamiku yang lain, juga aroma lendir air mani yang berbau khas sperma pada wajah Mas Rafli . Tetapi obat tidurku tak memberi kesempatan padaku untuk melek lebih lama. Aku kembali pulas tertidur.

Sampai pertengahan tahun 2003, 6 bulan sesudah pulang mudikku itu, aku tetap tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Dan aku tidak mempunyai alibi apapun untuk mempertanyakan keinginan tahuku pada suamiku. Aku berusaha melupakan peristiwa itu dan mengganggap itu sebagai halusinasi atau bayangan tak-nyata karena waktu itu aku sedang sakit. Sebelum aku lelap benar, Mas Rafli dengan penuh kasih memeluk aku, mengelusi kepalaku sambil mendekatkan kedadanya. Pada saat itu aku merasakan semburat aroma yang lembut menerjang ke hidungku. Aroma itu aku yakini adalah aroma ludah dan keringat orang lain yang telah mengering pada dada dan bagian tubuh suamiku yang lain, juga aroma lendir air mani yang berbau khas sperma pada wajah Mas Rafli . Tetapi obat tidurku tak memberi kesempatan padaku untuk melek lebih lama. Aku kembali pulas tertidur. Sampai pertengahan tahun 2003, 6 bulan sesudah pulang mudikku itu, aku tetap tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Dan akutidak mempunyai alibi apapun untuk mempertanyakan keinginan tahuku pada suamiku.

Aku berusaha melupakan peristiwa itu dan mengganggap itu sebagai halusinasi atau bayangan tak-nyata karena waktu itu aku sedang sakit. AGUSTUS - TAHUN 2003
Kebimbangan itu untunglah teralihkan karena satu bulan yang lalu ada Arya, adik kandungku yang berumur 22 tahun datang ke Jakarta karena dia baru saja lulus dari sebuah akademi komputer dan diterima bekerja disebuah perusahaan swasta sehingga untuk sementara Arya numpang dirumahku sampai menemukan tempat kost yang dekat dengan kantornya. Walau baru setahun tidak ketemu Arya tapi aku bangga juga melihat tubuhnya yang semakin tinggi dan atletis ditunjang dengan wajahnya yang ganteng. Tak heran waktu di Jogjapun Arya sering jadi pujaan para gadis yang bertekuk lutut ingin menjadi pacar Arya. Mas Rafli, suamiku tidak keberatan Arya menumpang dirumah, justru aku senang karena lama lama kulihat mereka berdua semakin akrab.

Kalau hari minggu Arya mau menemani suamiku pergi mancing berdua, atau pergi berenang dan kadang2 saling membantu membetulkan mobil di garasi. Dan hobi merekapun sama nonton sepak bola, sehingga mereka selalu nonton bersama kalau ada kejuaran sepak bola dari luar negeri yang ditayangkan di TV. Tapi karena takut menggangguku, mereka sering nonton di paviliun samping, kamar tidur tamu yang sekarang ditempati Arya. Dari situ sering kudengar celoteh dan teriakan seru mereka yang menjagokan juaranya masing masing Kadang kadang aku memang dipenuhi tanda tanya apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu antara Mas Rafli dengan Pak Karto setahun yang lalu. Aku tidak bisa melupakannya tapi melihat sikap Mas Rafli yang biasa biasa saja dan selalu baik terhadapku (juga kejantanan dia diatas ranjang), maka aku berusaha mati matian untuk menempiskan pikiran buruk itu dan mengganggap peristiwa itu cuma halusinasi dan bayangan tidak nyata akibat diriku yang sedang terserang sakit. Aku juga tidak mau melibatkan atau curhat pada adikku tentang kecurigaanku pada Suamiku dan Pamanku. Aku sadar adikku yang baru berumur 22 tahun masih terlampau muda untuk kalau aku sampai curhat dan mengadukan masalah orang orang dewasa. Biarlah dia mengira seolah olah aku tidak punya beban apa apa. Tapi suatu hari, aku merasa sakit yang hampir serupa seperti waktu pulang mudik ke Semarang tahun lalu, badanku meriang panas,kepalaku pusing luar biasa. Tenggorokan aku terasa terbakar sampai aku tak mampu mengeluarkan suara atau bicara, sehingga setelah minum obat yang diberikan Mas Rafli, aku langsung jatuh tertidur pulas.

Rasanya aku baru tertidur sebentar saja. Ketika aku terbangun tiba-tiba. Kulihat jam dinding di kamarku, masih pukul setengah tiga dini hari. Aku heran karena malam begini Mas Rafli tidak ada di kasur padahal tadi malam dia tidur bersamaku. Apakah dia nonton sepakbola di TV yang memang ada tayangan langsung jam 2 subuh?.. Aku merasa badanku meriang, tapi aku sangat kehausan dan butuh minum sehingga dengan memaksakan diri aku berusaha bangun untukmengambil air minum. Aku meninggalkan kamarku tereok seok dan menuju ruang keluarga, tempat kami biasanya nonton televisi. Tapi disana gak ada suamiku maupun Arya. O, iya aku ingat. Tadi Mas Rafli ngajak Arya nonton di kamar tamu yang terletak di paviliun samping rumahdan sekarang ditempati Arya, Kata suamiku kalau nonton dikamar Arya tidak akan ribut dan menggangguku, abis nonton Suamiku bisa sekalian nompang tidur disitu supaya tidak mengganggu istirahatku katanya. Di paviliun samping yang ditempati Arya itu memang ada televisi. Sama besarnya dengan televisi di ruang keluarga ini. Kalo gaksalah ukurannya 29 inci. Disitu juga ada DVD player. Aku tahu Mas Rafli dan Arya memang sama sama suka nonton DVD malam-malam.Kalau aku tiba-tiba masuk ke pavilion samping, Mas Rafli sering langsung matiin DVD itu pake remote control. Aku gak ngerti kenapa suamiku suka begitu. Emang nonton apaan sih berdua? Sampe aku gak boleh ikutan lihat. Aku berjalan tertatih tatih menuju paviliun samping Arya. Aku mengintip dari jendela. Aku kok tidak mendengar suara riuh pertandingan sepak bola?. Tapi kok seperti suara suara orang kayak kesakitan dari dalam kamar tidur Arya. Merintih-rintih. Ada apa sih? Tapi rasa pusing membuat kepalaku seperti berputar putar, lidahku kelu dan aku tak bisa mengeluarkan suara dari tenggorokanku, sehingga aku buru2 bersandar ke jendela untuk meredakan rasa pusing itu. Sambil bersandar ke jendela, aku kembali mengintip kedalam kamar Arya yang terlihat remang-remang. Sumber cahaya hanya berasaldari televisi yang menyala. Suara televisi yang sama sekali tidak memperdengarkan suara pertandingan bola, tapi justru suara rintihan-rintihan yang tadi kudengar. Selain suara rintihan dari televisi, ternyata suara rintihan itu juga berasal dari atas tempat tidur.

Aku segera melayangkan pandanganku kesana. Dan degh..!, waktu aku melihat ke atas tempat tidur suami aku terkesima. Memang saat itu kepalaku masih pusing akibat rasa sakit yang kuderita dan pengaruh obat yang kuminum sehingga mataku masih agak kabur dan pikiranku seperti setengah sadar, tapi aku yakin apa yang kulihat itu bukan hal yang biasa. Mataku menatap lurus ke atas ranjang. Tatapan bingung dan terkejut luar biasa!. Astaga!, Mas Rafli dan Arya ternyata berduaan sama sama dalam keadaan telanjang. Lagi ngapain mereka? Kok telanjang bulat gitu sih? Lho, lho, Mas Rafli dan Arya kok saling isep-isepan alat kelamin kayak gitu sih? Uuh amat menjijikan!.

Kepalaku berputar putar tak karuan, dan aku ingin menjerit sekuat tenaga, tapi tak ada suara yang keluar dari tenggorokkanku. Arya telentang di atas ranjang dalam keadaan telanjang bulat dengan mata terpejam. Mas Rafli menungging diatasnya bertumpu dengan kaki dan tangan suamiku yang berotot. Wajah suamiku tenggelam di selangkangan Arya dan mulutnya asik ngisepin kontol Arya yang keras dan besar. Mas Rafli begitu bernafsu ngisep alat kelamin Arya kayak ngisep es krim aja. Kok bisa sih? Aku bingung setengah mati!. Waktu Arya masih SMU, aku memang pernah gak sengaja lihat alat kelamin Arya. Bulu bulu rambutnya lebat dan kriting. Dan pada waktu itu aku sadar bahwa adikku memang punya alat kelamin yang berukuran amat besaaar dan panjaaaang, jauh lebih besar dari ukuran alat kelamin Mas Rafli. Tapi rasanya alat kelamin Arya kok seperti semakin besar. Amat sangat gede banget.

Kayaknya hampir segede terong ungu yang sering dimasak si Mbok. Sambil isep-isepan kemaluan, Mas Rafli juga ngomong-ngomong dengan Arya. Suara mereka mendesah-desah gitu. “Enak Arya..?? ahhhssshhh..,” “Enak Mas enak bangethh.. sshhh...., ahhh..... hhhmmm..,” terdengar suara Arya. “Arya kontol kamu gede banget yah. Mulut Mas gak muat nihh.. sshhh... mmmpphh...,” kata suamiku sambil terus sibuk mengulum-ngulum kontol Arya. “Masak gak muat sihh.... coba deh.. Arya masukin lagi nihh...sshhh..,” sahut Arya sambil mendorong pantatnya lagi. Kontol Arya langsung melesak makin masuk sampai dalam ke mulut suamiku. Rambut kontol Arya sampe lengket ke bibir tipis suamiku. Mulut suamiku sampe membulat lebar gitu. Aneh liatnya. “Tuh, muat kan,” kata Arya. Lama juga Arya neken pantatnya kayak gitu. Mas Rafli kulihat kepayahan memuluti kontol Arya yang besar dan panjang itu. Tubuhnya gelagapan pertanda dia megap megap kehabisan nafas karena kerongkongannya tersumbat oleh kontol raksasa Arya. Arya kudengar merintih-rintih. “Ohhhh... ohhhh.... enak banget Mas Raaafliii ohhh... ssshhhh..........,” katanya sambil menekan-nekan pantatnya kearah kepala suamiku berkali-kali. Waktu Arya mencopot kontolnya dari mulut Mas Rafli, Suamiku itu protes.

“Arya jahat deh. Kontol Arya sampe nembus kerongkongan Mas tuh. Mas sampe gak bisa napas,” kata suamiku. Kemaluan Arya kulihat mengkilap. Basah kuyup dengan cairan bening tapi agak kental. Kayaknya itu ludah suamiku. “Rasain. Itu hukuman buat kakak ipar yang doyan kontol cowok,” kata Arya sambil tersenyum.

Suamiku nyengir dan menjawab:
“Aku sebenarnya naksir kamu dari dulu Arya, pengen kontol kamu dari duluuu ” Mendengar dan melihat itu semua, aku terpana dan limbung. Kepalaku yang pusing karena sakit langsung kambuh. Aku kembali terkapar dengan jantungku yang berdegup cepat dan keras tapi aku masih bisa mendengar suara suara mereka. Tak kuduga, suamiku ternyata bercinta dengan adikku sendiri!. Jadi baru di Jakarta ini mereka pertama kali melakukan itu?. Pantas saja suamiku terlihat lengket pada Arya karena ternyata dia ada maunya sama adiku. Adikku memang tampan dan gagah lagipula punya kontol berukuran raksasa yang didambakan para gadis, takheran suamikupun jadi begitu tergila gila pada kejantanan Arya. Rasa nyut-nyut di kepalaku kembali menderaku sangat menyakitkan. Tanganku berusaha memijit-mijt untuk mengurangi rasa sakitnya.

Jadi baru di Jakarta ini mereka pertama kali melakukan itu?. Pantas saja suamiku terlihat lengket pada Arya karena ternyata dia ada maunya sama adiku. Adikku memang tampan dan gagah lagipula punya kontol berukuran raksasa yang didambakan para gadis, takheran suamikupun jadi begitu tergila gila pada kejantanan Arya. Rasa nyut-nyut di kepalaku kembali menderaku sangat menyakitkan. Tanganku berusaha memijit-mijt untuk mengurangi rasa sakitnya. Heran!, aku bukannya mendobrak pintu dan marah marah, tapi aku seperti tak berdaya membiarkan perbuatan mereka dan bahkan setiap kali aku tergoda untuk kembali ngintip. Kulihat suamiku naik keatas menindih Arya. Tubuh Mas Rafli menindih tubuh Arya yang juga atletis itu. Bibir suamiku lalu menyentuh bibir Arya. Kemudian mereka berciuman. Penuh nafsu!. saling balas-balasan ciuman. Sampai lengket kayak di lem begitu. Kok mereka gak ada rasa jijik sama sekali sih? Masa sama sama lelaki saling berciuman seperti itu?. Mulut mereka kan tadi dipake buat ngisep dan jilat kontol mereka. Sekarang dipake cium-ciuman. Lagian ciumannya kok buas banget gitu ya. Tiba tiba ingatanku kembali pada kejadian di Pekalongan sewaktu aku menyaksikan suamiku disodomi oleh Pamanku Pak Karto. Tapi sejak kapan Mas Rafli dan Arya mulai melakukan perbuatan homoseks seperti itu?. Harus kuakui, Arya adalah seorang pemudayang amat ganteng sehingga banyak gadis yang tergila gila oleh ketampanan Arya, tapi kenapa suamiku sekarang terlihat begitu tergila gila pada Arya?, Apakah mereka sudah biasa melakukan itu sejak aku masih tungangan Mas Rafli sering menginap di kamar Aryadulu?. Ketika aku melihat lagi kedalam kamar, kulihat posisi tubuh mereka sudah berobah. Suamiku berbaring terlentang dengan kedua kaki terbuka lebar karena ditahan oleh sepasang paha Arya yang kukuh. Kulihat Arya melumuri tangannya dengan cairan baby oil. Kemudian tangan yang berlumuran baby oil itu disapukannya ke kemaluan dia sendiri yang ngaceng keras. “Kok bisa makin gede giini sih Arya?. Kalo sama cewek, pasti keenakan banget ya kalo dientot Arya?” kata suamiku sambil mengusap-usap kemaluan Arya dengan tangannya. Ikut melumuri baby oil itu ke batang kontol Arya. “Entar kan Mas bisa rasain lagi gimana enaknya,” jawab Arya tersenyum. Tangannya kirinya membelai rambut suamiku yang lurus pendek sambil membuka selangkangan suamiku. Mas Rafli mengikuti apa yang Arya lakukan. Ia berbaring di atas ranjang dan mengangkangkan pahanya yang kokoh lebar-lebar dibantu kedua tangannya. Kemudian Arya melumuri jarinya dengan baby oil. Jari yang berlumuran dengan baby oil itu kemudian diselipkannya ke lobang pantat Mas Rafli, suamiku. Setelah dirasa cukup, Arya meletakkan botol baby oil itu kembali ke atas meja. Kemudian ia kembali mendekat ke arah suamiku. Arya kulihat tersenyum-senyum. “Arya pelan-pelan ya. Ukuran kontol kamu terlalu gede Arya,” suara suamiku “Santai aja. Mas akan buat Mas melayang-layang deh,” kata Arya. Kemudian Arya memegang paha suamiku. Menariknya hingga posisi suamiku tepat di tepi ranjang. Paha suamiku lalu disuruhnya mengangkang lebar. Arya mendekatkan selangkangannya ke selangkangan suamiku. Karena terlalu tinggi, Arya terpaksa harus menekukkan kakinya sedikit, agar selangkangannya tepat di depan buah pantat suamiku. Aku terus mengawasi apa yang mereka lakukan. Bingung. Kok mereka bisa begitu sih? Pikirku. Apa bisa juga laki laki dengan lakilaki? Kegilaan yang edan itu membuat aku pusing setengah mati dan aku disini kembali mengeluarkan suara dari batukku disertaidengan rasa mau muntah yang keluar dari tenggorokanku. “Pelan-pelan ya Arya,” kata Mas Rafli. Arya lalu pelan-pelan memasukkan kontolnya ke dalam lobang pantat suamiku. Gila! Apa bisa masuk ke lobang pantat sesempit itu?pantat Arya bergerak maju. “Akh... akhhhh.... sakithh.. sshhh...,” erang suamiku. “Sabar ya Mas. sabar duluhh.. sshhhh.... sempit banget Mas. Jauh lebih sempit dari memek cewek” kata Arya. Arya terus memasukkan kontolnya yang besar itu ke dalam lobang pantat Mas Rafli. Sedikit demi sedikit. “Tahan nafas Mas... tahan nafas.. erghhh.......,” “Ohhhhh....aakhhh..... akhhh.......,” suamiku terus mengerang kesakitan. Dan akhirnya kontol Arya memang bisa masuk seluruhnya. Benar-benar gila. “Gila Arya!. Kok bisa ya?,” kata suamiku sambil melihat lobang pantatnya sendiri yang sudah terisi kontol Arya. Dia juga terlihat tak percaya. “Gimana rasanya Mas?” tanya Arya. “Penuh Arya!. Lobang duburku rasanya penuh banget,” Arya mulai menggerakkan pantatnya perlahan. Mas Rafli terlihat kesakitan. “Ohhh... sakit Arya, sakithh sshhh....,” “Arya ohhh... Arya.... sakithhssshhh... shhh.... shh...... pelan Arya,” Arya tetap tak peduli. Dia bergoyang terus. Semakin cepat malah. Dada bidang suamiku dilumatnya dengan buas. Tangannya meremasbuah pantat suamiku kuat-kuat. Mencengkeram. “Ohhhh... ohhh... ohhh... ohhh.... yahhh... yahhh... yahhh... enak bangethsshhhhh... ahh... ahh... Mashhh.. luar biasahh.,... sshh... ohhh..,” racau Arya. Kulihat tubuhnya mulai keringatan. Apalagi Mas Rafli. “Duhhh... hehhhhhhhgghhhh... sshhakithh... ssjhhhhh.... ahhh... ahhh....,” “Hohh... hohh... hohh... hohh... hohh... hohh... hohh...yahhhh.. yahh..,” Aku benar-benar bingung. Tak mengerti dengan apa yang terjadi. Tubuhku menggigil karena penghiatan yang mereka lakulan. Aku tak bisa menerima kenyataan bahwa suamiku begitu pasrah mau diperlakukan seperti perempuan oleh Arya!. Dulu sudah kulihat dia disetubuhi oleh Pamanku dan sekarang suamiku menyerah lagi disetubuhi oleh adiku sendiri!. Yang dilakukan oleh Arya dan Mas Rafli ini apa? Pikirku. Ajaib!, sungguh aneh!, walau aku sangat kecewa, marah dan sedih melihat 2 orang laki laki yang kusayangi sedang bergumul berdua, tapi aku tetap tidak punya keberanian menghentikan perbuatan mereka. Aku diam tanpa suara, tanpa gerak melihat kedua lelaki itu melakukan percintaan sejenis yang sangat ganjil itu.

Pemandangan yang kulihat kali ini sangat berbeda dengan yang biasa. Di atas ranjang dengan tubuh telanjang bulat Arya bersimpuh. Pantatnya bergerak cepat maju mundur. Arya kelihatan sangat bernafsu. Tangannya tak berhenti meremas-remas pantat yang sedangdi entotnya itu. Didepannya menungging dengan tangan lurus ke tempat tidur seorang laki-laki. Arya begitu asik melakukan sodomipada suamiku! Aku hampir tak mempercayai apa yang kulihat. Mas Rafli, laki-laki bertubuh gagah dan cukup berotot itu terlihat sangat kesakitan saat dibool oleh Arya. Tubuhnya yang putih mulus terlihat menegang dan memerah. Matanya yang sipit terpejam-pejam dengan mulut menganga menahan erangan. Dibelakangnya Arya asik menyodok-nyodokkan kontolnya yang besar diantara paha sang suamiku yang merenggang. Buah pantatnya terlihat memerah oleh remasan dan tepukan paha Arya yang kokoh. “Ohhhh…. Ohhhhh…. Benar-benar sempithhh…. Sempithhhsshhhh ssshhekalihhh….. jauh lebih sempithhh dari memekhhhh… ohhhh…,” racauArya keenakan. Sementara Mas Rafli itu terus menahan sakit. Wajahnya yang ganteng terlihat sangat kepayahan. Dari tempatnya berdiri Aku bisa melihat kontol suamiku yang lemas menggantung bersama dengan dua buah pelirnya di selengkangannya bergoncang-goncang cepat akibat genjotan Arya. Aku tak menyangka Arya bisa juga memperoleh kenikmatan dengan membool lobang pantat suamiku itu. Aku melihat Arya sangat berbeda dengan biasanya waktu itu.

Arya yang selama ini terlihat baik dan penurut, waktu itu kulihat sangat buas. Ia tak peduli dengan suamiku yang sangat kesakitan kulihat. Pantat Arya terus saja bergoyang. Malah semakin cepat dan menghentak-hentak. Tapi anehnya meskipun suamiku berkali-kali bilang sakit, dia tak berusaha melepaskan diri dari Arya. Malah ketika Arya menciumbibirnya, suamiku itu membalas ciuman Arya dengan penuh semangat. Mereka berciuman sampe lengket seperti yang tadi kulihat. Aku sungguh sungguh bingung, bagaimana suamiku soorang laki laki berumur 30 tahun yang begitu gagah dan jantan diatas ranjang ternyata jadi begitu tak berdaya diperlakukan seperti perempuan dan disetubuhi bagai seekor hewan oleh Arya, sesama lelaki yang baru berumur 22 tahun?. Malah kemudian dia memegang pantat Arya, ikut menggoyang-goyang pantat Arya agar bergerak semakin cepatdan keras. Tapi itulah, mulutnya tetap saja bilang sakit dan sakit. Aku bener-bener gak ngerti lihat suamiku itu. kesakitan, tapi membiarkan saja Arya memberikan rasa sakit itu padanya. Aku benar-benar bingung. Kok bisa gitu sih? Lama banget mereka gituan terus. Hampir satu jam deh. Kakiku udah kesemutan.
Waktu itu Mas Rafli telungkup diatas ranjang. Pantatnya sedikit menungging keatas karena disumpal bantal dibawah pinggangnya. Arya menindihnya dan tetap menggerakkan pantatnya naik turun dengan cepat. Kontol Arya keluar masuk lobang pantat suamiku itu. aku berdiri disamping tempat tidur. Kayaknya saking keasikannya menggoyang pantatnya sambil mulutnya menciumi dada bidang suamiku yang keringatan, Arya tak sadar akan kehadiranku didekatnya. Suamiku juga tak tahu. Karena dia memejamkan matanya sambil merintih-rintih. “Masdhhh....Mashhh.. Mas mau sampai Mashhh...,” kata Arya. Pantatnya bergerak semakin cepat. “Ohhhhh… nikmatnyahhh…. Lobang pantatmu luar biasa Mas Rafli…. Sangat menjepit kontolkuhh…,” desah Arya sembari menciumi dada suamiku yang bidang. Kenikmatan nafsu birahi telah menjungkalkan mereka berdua ke sifat kebinatangan yang tak kenal lagi ada rasa harga diri, martabat, hormat dan menghargai norma-norma hidup sebagaimana mestinya. Mereka sudah terbakar oleh gairah dan berubah sifatnya menjadi gumpalan nafsu setan gentayangan. Aku mual. Pusing kepalaku langsung menghebat.

Kulihat suamiku menjambakkan tangannya pada rambut Arya, bak kuda betina yang lepas dari kandangnya suamiku memacu seluruh saraf-saraf pekanya. Kedua kakinya dia jejakkan keras-keras pada kasur hingga pantatnya terangkat tinggi untuk menelan seluruh batang kontol Arya dan datanglah dewa nikmat merangkum seluruh otot, daging dan tulang belulang suamiku. Mendadak air mani yang kental muncrat dari kemaluan suamiku melebihi derasnya air banjir sampai membasahi perut dan dadanya. Terus muncrat-muncrat yang diikuti dengan pantatnya yang terus naik-naik menjemputi kontol Arya yang juga terus mempercepat sodokkannya untuk mengejar kesempatan meraih klimaks secara berbarengan dengan Mas Rafli. Setelah itu Arya kembali melanjutkan gerakan pantatnya. Semakin cepat dan keras. Nafasnya tersengal-sengal. Tak lama kemudian gerakannya terhenti mendadak. Pantatnya menekan kuat-kuat. Aku melihat buah pantatnya yang putih mendenyut-denyut dan mengempot.Dari mulut Arya keluar erangan tertahan sambil hidungnya mendengus-dengus yang keras beberapa kali. Tubuhnya kelojotan dan menegang. Hal itu terjadi untuk beberapa detik kedepan. Kontol Arya tiba-tiba berkedut keras. Kedutan kedutan yang dahsyat !. Pantat Arya menekan keras ke pantat Mas Rafli. Mulutnya menciumi dada bidang suamiku yang mulus. “Ohhhh… ohhhhhhhhhh…,” Arya menjerit. Spermanya tumpah ruah di dalam lobang pantat suamiku itu. Selanjutnya tubuh keduanya ambruk. Kontol Arya terlepas dari jepitan lobang pantat suamiku. Aku memandangi suamiku yang mengangkang. Lobang pantatnya terlihat memerah, menganga lebar dengancairan putih kental belepotan di sekitarnya.

Sesaat kemudian mereka berdua, Arya dan Mas Rafli suamiku terengah-engah dan rebah. Tempat tidur itu nyaris terbongkar. Sepreinya acak acakan dan lepas hampir jatuh. Mereka kini kegerahan. Keringat mereka bercucuran membasahi kedua tubuh telanjang mereka. Arya dan Mas Rafli telah meraih kepuasan yang sangat dahsyat. Beberapa saat kemudian Arya membalikkan tubuhnya. Berbaring disebelah Mas Rafli yang masih menelungkup. Aku lihat kontol Arya yang masih keras, mengkilap dan belepotan cairan putih yang kental. Kayak susu kental manis. Lobang pantat suamiku yang kulihat menganga, juga belepotan cairan kental itu. Hati dan akal sehat terpecah dan menyeretku ke dua arah yang berlawanan. Pergumulan batin terjadi membuatku limbung dan hatikumakin tidak menentu, makin kucoba melupakannya makin terbayang seluruh kejadian barusan,. Namun, pergumulan batin dalam diriku terus berlangsung. Di lain pihak aku tetap ingin mencintai suamiku, tapi melihat sendiri suamku dia begitu tergila gila pada Arya dan Pak Karto dulu, aku rasanya tak mungkin bisa menerima dia lagi. Darahku mendidih oleh serbuan kekecewaan yang tak terkira, kepalku terasa makin sakit dan berputar putar dan pandangan mataku terasa makin gelap sampai akhirnya aku jatuh ke lantai: “Blukkk...!“ dan pingsan dan tak sadarkan diri!. ------------
EPILOG ARYA MENULIS DI BUKU HARIAN DIA (Desember 2002)
Gue Arya, gue adalah seorang laki laki sejati yang normal dan sehat sempurna; dan gue untung karena tampanggue katanya ganteng dan sosok tubuh yang tinggi atletis.

Sejak mulai kuliah pada umur 18 tahun, gue udah terbiasa dikelilingi cewek cewek cantik yang memuja ketampananku dan ada saja diatara mereka yang mau kugauli walau mereka sadar gue cuma membutuhkan kehangatan tubuh montok mereka. He he he... ternyata bukan cewek saja yang tertarik oleh penampilanku, para cowok Gay juga ada ada saja yang berusaha merayu dan mendekatiku, tapi sebagai laki laki yang normal, tentu gue gak sudi meladeni walaupun mereka mengemis ngemis. Tapi wah!, yang gak disangka sangka Mas Rafli, kakak ipar gue, ternyata dia Biseks dan dia juga rupanya naksir sama gue, adik iparnya sendiri. Edan!. Gue gak mengada ada!, Sebenarnya gue udah lama curiga sama Mas Rafli karena dari dulu sering muji muji gue cakep, gue gagah dan dia suka perhatiin gue dan pegang pegang badan gue dengan cara yang gak wajar dilakukan oleh laki laki. Tapi aku baru yakinsoal itu waktu Mbak Yati dan Mas Rafli pulang mudik lebaran tahun ini. Karena kamar tidur terbatas, kalau Lebaran setiap tahun, biasanya Mas Rafli dan anak anaknya nginep dikamar gue, sedangkan Mbak Yati tidur bersama kakak2 perempuan yang laen.

Tapi anak anak tidak datang pada lebaran tahun lalu, jadinya Mas Rafli nginep berdua sama aku di kamar. Nah, tengah malam itu, gue ngerasa Mas Rafli tidur memeluk gue trus dia membuka kancing kancing kemejaku dan tangannya meraba raba dada bidangku. Gue risih dan jijik badan gue digerayangin laki laki, apalagi oleh kakak ipar gue. Tapi Mas Rafli tidak sadar kalo gue cuman pura pura tidur pules, terus dia menarik ritsleting celanaku sampe terbuka dan astaga!, dia ngisep alat kelaminku kedalam mulutnya!. Gile!. Gue kikuk banget dan bingung enggak tau musti ngapain?. Tapi terus terang!, gue kasian juga liat dia begitu nafsu ngisepin kontol, akhirnya gue diemin aja dan ehh!, ternyata enak juga, sampe gue terangsang dan jadi nafsu. Gue gak peduli biar dia sama sama cowok, biar dia kakak ipar gue, tapi waktu Mas Rafli ngemis ngemis minta disodomi, ya gue turutin aja maunya dia!. Gua gak ngerti kok ada cowok yang doyan disodomi sih?, apalagi ini kan suaminya kakakku?. Uhh.., waktu gue mulai entotin dia, badan Mas Rafli sampe berkelojotan karena kesakitan. Biar tau rasa dia!. Cewek aja sampe tereak tereak kesakitan kalo gue rojok pake rudal gue yang emang gede banget ukurannya. Mas Rafli sampe nangis dan minta berhenti, tapi ahh kepalang tanggung!, gue udah keburu nafsu, gue terus aja ngentotin dia sampe gue puas dan gue muntahin peju kedalam lubang pantatnya. Salah sendiri dia yang minta!. Rasain tuh!. Wah, pengalaman pertama ngentot sama cowok ternyata asyik banget!. Baru istirahat sebentar, gue jadi nafsu lagi dan malem itu, gue langsung ngentot sekali lagi sama Mas Rafli sampai dia nangis nangis minta ampun karena gak tahan dientotin 2 kali berturut turut sampe pagi. Pas udah selesai gue liat dikasur ada ceceran darah yang keluar dari lubang pantat Mas Rafli. Ooops. Kasian juga dia. Abis kejadian itu gue nyesel banget!, kok gue sampe tega ngentotin Mas Rafli sih?, padahal dia kan kakak ipar yang kawin sama kakak kandungku. Besoknya gue sengaja nginep dirumah temen, pura pura lagi ngejar tugas kuliah dan gue hindarin Mas Rafli sampe dia dan Mbak Yati pulang ke Jakarta. (Juli 2003)

Waktu gue diterima kerja di Jakarta, orang tuaku maksa aku supaya tinggal dirumah Mbak Yati dan Mas Rafli supaya ada yg ngurus gue kata mereka, jadi ya gue kepaksa nurutin maunya ortu donk!. Gak nyangka lho!, setelah dulu lobang pantatnya gue entotin sampe jebol, ternyata Mas Rafli bukannya kapok, tapi dia tuh kayaknya ketagihan karena sejak gue tinggal disitu, Mas Rafli selalu nyari kesempatan buat deketin gue sampe akhirnya suatu malam kejadian juga deh dan dia minta dientotin lagi kayak dulu!. He he he.. ternyata kakak ipar gue emang suka sama cowok, doyan dientot dan udah terlanjur tergila gila sama kontol gue yang yg gede. Gue sih gak masalah, gue entotin aja dia tiap kali dia minta ”diberi”. Abis Mas Rafli sendiri yang minta sih!. Gue sih enak!. Soalnya sebagai cowok yang masih berdarah muda gue kan butuh menyalurkan kebutuhan biologis secara rutin, jadi yaa gue pake aja tubuh Mas Rafli sebagai tempat pelampiasan nafsu gue sampai lobang dubur dia jebol dan meninggalkan bekas yang tak tehapuskan seumur hidup dia Kasihan juga Mbak Yati, karena dia gak tahu kalo suaminya ternyata yang suka cewek dan doyan cowok sekaligus. (Agustus 2003)

Udah sebulan gue tinggal dirumah Mbak Yati, tapi lama lama gue jadi gak enak hati soalnya gue terlalu seringngentotin suami dia sehingga akhirnya gue niat rencana pindah aja ke tempat kost supaya gak jadi pengganggu rumah tangga kakak gue. Malem itu gue sebenarnya udah mau bilang soal rencana pindah ke tempat kost tapi sebelum sempet ngomong, gue terpaksa ladenin Mas Rafli dulu, soalnya dia udah keburu nafsu minta ”jatah” padahal istrinya lagi sakit di kamar. Malem itu gue diservis abis sama Mas Rafli sampe gue klimaks muntahin pejuh kedalam pantatnya dia. Tapi pas udah selesai, guedan Mas Rafli kaget karena denger diluar kamar ada suara orang jatuh: ”Blukkkk...!”. Waktu kita keluar, wah!, ternyata Mbak Yati pingsan deket jendela karena dia ngelihat gue lagi ngentotin suami dia!. Edan...!. TAMAT

No comments:

Post a Comment

Paling Populer Selama Ini