6/09/2011

Hukuman Pelatih Tinju

Sebagai perantau dengan berbekal ijazah SMU, ternyata begitu sulit kudapatkan pekerjaan yang layak di Kota Malang ini. Maka sebagai pengisi waktu kosong, aku menyalurkan hobiku bergabung dengan sasana tinju. Lama kucari info tentang sasana tinju di kota kecil ini. Namun semua meminta uang pendaftaran yang jumlahnya tidak sedikit untukku. Pupus sudah anganku untuk menjadi atlit petinju. Karena tidak memiliki keahlian dan pekerjaaan, akhirnya aku larut dalam kehidupan jalanan. Hingga akhirnya Pak Aksan mengajakku ke sasana tinju miliknya “Arema Boxing”.

 Sejak aku ditemukan oleh Pak Aksan, yang juga seorang mantan petinju juga, aku telah mulai di program. Jadwal untuk latihan, tidur, waktu bebas dan jadwal yang lainnya. Berapa jam aku harus lari mengelilingi jalan kompleks sasana. Berapa kali kulakukan pust up, sit up dan olah raga fisik lainnya. Memang cukup berat kujalani ini semua. Namun itu semua tidak sia-sia, karena sejak itu aku mengalami peningkatan secara pasti. Tetapi aku selalu diawasi oleh Pak Aksan secara ketat, sampai aku diajak tinggal bersama keluarga Pak Aksan di rumahnya. Kata pelatihku Pak Aksan, aku adalah salah seorang petinju muda yang berbakat. Beberapa orang di sasana tinju “Arema Boxing” ini bilang bahwa walaupun aku besar di jalanan, aku mempunyai potongan tubuh yang tidak kalah dari orang yang latihan fitness, dengan otot-otot yang tertata rapi di seluruh tubuhku. Selain kulitku yang coklat kemerahan, tubuhku juga besar.

Dengan tubuh yang menjulang setinggi 180 cm, kesan kuat terpancar dari wajah tampanku dimana ketebalan alisku menambah kesan dari mata. Lama kujalani latihan yang cukup berat, hingga kujalani latih tanding dengan petinju yang lain. Cukup penat juga kujalani hari hariku, setiap hari latihan dan latihan dan tanding serta tanding lagi. Hingga kurasakan kejenuhan melandaku. Suatu hari, aku pergi dugem bersama-sama dengan teman-teman lama untuk mengusir rasa jenuh itu. Karena dipengaruhi teman teman minum alkohol, aku tak sadar baru pulang sampai pagi hari. Padahal esoknya ada sebuah pertandingan antar sasana. Karena tubuhku yang kurang istirahat, maka aku kalah dalam pertandingan tersebut.

 Dengan langkah pelan, aku berjalan ke kamar ganti diikuti oleh Pak Aksan dan timnya. Begitu mereka mau masuk ke kamar ganti, Pak Aksan mencegah mereka dan menyuruh mereka pulang terlebih dahulu, karena ada sesuatu yang hendak dibicarakan denganku secara serius. Begitu mereka pulang dan keadaan mulai sepi, Pak Aksan mengunci ruangan tersebut. Aku hanya duduk diam dan memandangi ke arah lantai. Kamar ganti kecil, yang hanyalah berupa sebuah kamar dengan lemari locker di kedua sisinya dan di sisi satunya ada sebuah pancuran mandi dengan sebuah tirai sebagai pembatasnya. Di tenggah kamar tersebut ada sebuah bangku panjang di mana aku sedang duduk di sana dengan tertunduk lesu. Pak Aksan berjalan lurus ke arahku. Ketika sudah berada di depanku, tiba-tiba Pak Aksan menamparku dengan keras, yang membuatku tak ayal jatuh dari tempat duduk. Aku tak mungkin melawan, karena dia pelatihku. Ketika aku memandang kearah Pak Aksan dengan bingung, Pak Aksan malah memandang dengan keji padaku. Tanpa basa-basi Pak Aksan berkata, “Kamu telah mempermalukanku. Tak biasanya kamu begini. Kenapa? Semalam kamu kemana?” Aku hanya terdiam, merasa bersalah. “Seperti janjimu, kau siap dihukum jika kamu melakukan kesalahan. Ayo sekarang berdiri dan tanggalkan pakaian kamu! Kau kuhukum!!!”. Kata-kata tersebut keluar tanpa emosi dari wajah Pak Aksan, yang pada saat itu telah duduk di sebelahku. Tatapan mata Pak Aksan membuat aku sedikit bergetar.

Saat tegang itulah aku mulai bisa mengamati postur tubuh Pak Aksan dengan sebenarnya. Ternyata Pak Aksan mempunyai potongan badan hampir serupa dengan aku, hanya tubuh Pak Aksan sedikit lebih pendek dan kulit yang lebih hitam. Kulit tubuhnya mulai sedikit mengendor karena usianya yang mulai memasuki angka 5, tapi itupun dia masih rajin menjaga kondisi tubuhnya dengan segala macam olah raga. Matanya memang setajam elang dengan hidung yang besar dan kumis yang bersatu dengan jambangnya, menambah kesan sanggarnya. “Kok diam?? Dengar perintahku ga?”Sentak Pak Aksan. Aku terkaget dengan suara menggelegarnya. Pertama-tama aku meletakkan handuk di lantai, tanpa mengalihkan pandangan dari mata Pak Aksan, Aku kemudian mulai membuka sepatu dan kaos kaki. Ketika aku menurunkan celana pendek, kumelihat suatu bara di mata Pak Aksan. Pada saat aku mau melepaskan celana dalam coklat, Pak Aksan menghentikanku dan menyuruhku duduk di sampingnya. Kemudian Pak Aksan yang kini gantian berdiri. Ternyata Pak Aksan yang mulai membuka bajunya.

Dimulai dengan membuka kancing kemejanya satu-persatu, ketika sudah terbuka, dia mulai membuka sepatunya. Kemudian diteruskan dengan membuka ban pinggangnya serta celananya, dan membiarkan celana dalamnya yang masih melekat pada tubuhnya. Aku hanya dapat menatap lekat-lekat, karena bagiku ini adalah pertama kalinya untuk melihat Pak Aksan membuka baju hingga hampir telanjang. Kutatap tubuh Pak Aksan yang polos ini dengan tanpa mengerti apa maksud semuanya ini.. Pak Aksan kemudian meneruskannya dengan menurunkan pakaian yang masih tersisa, yaitu celana dalamnya! Keterkejutanku tampak jelas, karena di depanku kini telah ada sebuah kontol berwarna colat gelap. Kontol itu masih lemas, lalu lambat laun mulai bergerak gerak dan menegang, hingga beberapa menit lamanya telah berdiri dengan kencang. Jembutnya yang tebal dan keriting itu merimbun dari perutnya sampai ke pangkal batang pelernya. Sepasang biji kontol yang besar mengelayut besar, menambah kesan besar.

Dan kedua pahanya pun ditumbuhi bulu-bulu yang tidak kalah banyak. Pelernya yang tegak kearah keatas dan menempel ke perutnya, tergolong besar dengan kepala yang jauh lebih besar dari batangnya, batangnya yang dilingkari oleh urat-urat hijau, kesan besar itu dilengkapi dengan warnanya yang coklat kehitaman. Lalu dengan dua langkah, Pak Aksan sudah berada persis di depan wajahku. Ketika aku berencana mau menjauh, Pak Aksan menjambak rambut ikalku dan mendudukannya kembali. “Bangsat!” serunya “Jangan macam-macam kamu, jangan berani bertingkah apa-apa lagi!” teriak Pak Aksan. Kata-kata makian itu diakhiri dengan sebuah tamparan keras lagi di pipi kananku. Aku kaget dan secara refleks menangkis hingga akan melawan. Tapi tak mungkin ku melawan pelatihku sendiri. Lalu Pak Aksan mendekat dan dengan kekuatan tangan kanannya, Pak Aksan membuka paksa mulutku.

“Buka!!”perintahnya. Ketika sudah terbuka, tangan kirinya yang sudah menggengam batang pelernya, memasukan batang kontol itu ke dalam mulutku dan secara paksa terus menerus menekannya sampai masuk semua di mulutku. Ketika aku mau memundurkan kepalaku dan meronta untuk melepaskan diri, dengan cekatan Pak Aksan menahan kepalaku. “Jangan macam-macam”,bisiknya. Lalu kembali kontol mengeras itu dijejalkan ke mulutku lagi. Dan desahan pun keluar dari mulut Pak Aksan, ketika kontolnya masuk seluruhnya ke mulutku. Dan ketika aku menggunakan kedua tangganku untuk mendorong tubuh Pak Aksan, tanpa berpikir Pak Aksan menamparku untuk yang ketiga kalinya.

 “Bajingan! Jangan banyak tingkah kamu. Atau kamu aku buang lagi di jalanan, biar menjadi gembel kamu!” begitu kata-kata itu selesai diucapkan, Pak Aksan mulai memaju mundurkan kepalaku bagai sebuah mainan. Dan aku pun memejamkan mataku untuk mengalihkan perhatian di mana aku kini tidak lagi melawan tapi mulai mengikuti irama gerakan Pak Aksan, agar tidak tersedak karena batang peler yang keluar masuk kerongkonganku. Tiba-tiba Pak Aksan memajukan kepalaku dan meraung. Tangannya dengan cekatan memegangi batang kontolnya. Lalu dengan kocokan dan diselingi dengan memasukkan kembali ke mulutku. Lama dia mengocok kocok batang pelernya, lalu berhenti untuk kemudian memasukkan lagi ke dalam mulutku.

Setelah sekian lama, pak Aksan mendesis desis saat dia membenamkan seluruh batang pelernya ke mulutku. Sekilas tubuh Pak Aksan bergetar dan menegang. Lalu sesuatu berkedut kedut kurasakan di saluran kontol Pak Aksan. Tanpa peringatan, peju Pak Aksan mulai mengisi rongga mulutku. Belum pulih kekagetanku, Pak Aksan mencabut pelernya dan menyemprotkan sisa pejunya ke arah mukaku. Beberapa semprotan mengenai mukaku, hidungku, bahkan mataku. Sperma hangat itu begitu banyaknya, hingga seluruh wajahku terasa enuh oleh cairan hangat itu. Begitu tiada lagi yang keluar, Pak Aksan tertawa lirih dengan masih memegang pelernya di tangan kirinya dan wajahku di tanggan kanannya. Aku memandang kearah wajah Pak Aksan yang sedang terpejam. Ketika Pak Aksan membuka matanya, Aku sedang mencoba membersihkan muka dan badanku. Dan ketika melihat hal tersebut, Pak Aksan mencengkram tanganku dan menurunkannya. Kemudian Pak Aksan perlahan mulai mengelus wajahku dengan kedua tangannya.

 Kemudian Pak Aksan menarikku berdiri. Ketika kami berhadap-hadapan, Pak Aksan mulai membelai seluruh tubuhku dari dada ke perutku yang rata itu. Perlahan aku menutup mataku dan mendesah kecil. Kini hampir seluruh badanku berbau peju Pak Aksan yang merata. Secara cepat, tiba-tiba Pak Aksan berada di belakangku dan menempelkan tubuhnya di belakang badanku. Aku membuka mata ketika ku merasakan kontol Pak Aksan yang telah melemas itu, mulai digesek-gesekan di sela-sela pantatku. Tanpa ragu lagi Pak Aksan memegang kontolku yang masih berada di celana dalamku. Kontolku perlahan mulai menjadi keras, bahkan celana dalamku telah basah oleh air precumku sendiri. Pak Aksan yang memainkan kontolku dari balik celanaku mulai menarik turun celana dalam tersebut tanpa berkata apa-apa. Ketika aku berusaha untuk mencegahnya dan memegang celana dalamku sendiri, Pak Aksan mulai menjilati dan menghisap leherku, yang menghasilkan celana dalam itu turun dengan sendirinya.

 Pak Aksan sendiri sering melihat aku telanjang, namun kini kontolku sangat menarik untuk dilihat dari atas. Meski pendek, tapi sangat besar lingkarannya ditambah kepalanya yang bundar. Kontolku berwarna coklat tua dan kedua bijinya yang berwarna hitam. Jembutku sangat sedikit dan membentuk secara alami garis lurus keatas. Selain jembut itu, tidak ada lagi bulu-bulu lainnya di tubuhku. Dengan kuat Pak Aksan mendorong tubuhku ke arah locker. Ketika aku menahan tubuhku agar tidak membentur loker dengan kedua tangganku, Pak Aksan menarik kedua kakiku agar terbuka dan membentuk posisi yang dikehendakinya. Dengan takut-takut aku membalikkan wajah ke belakang untuk melihat apa yang dilakukan oleh Pak Aksan. Pak Aksan membuka tas dan mengambil salep yang biasa dipakaikan ke tubuhku setelah bertanding. Secara cepat Pak Aksan mengoleskan salep itu ke jari-jarinya, kemudian mengarahkan jari-jarinya ke daerah sekitar anusku secara perlahan-lahan. Aku merasakan tubuhku melemas ketika jari-jari Pak Aksan mulai bermain-main dengan lubang pembuanganku.

 Tiba-tiba dua jari Pak Aksan menerobos masuk lubang anusku. Spontan aku menjerit dan menyuruh Pak Aksan untuk menghentikannya., tapi Pak Aksan terus saja memasukkan jarinya sampai kepangkalnya. Ketika pada akhirnya Pak Aksan menarik kedua jarinya, Aku mendesah penuh kelegaan. Tapi tanpa pemberitahuaan, Pak Aksan kembali memasukkan sesuatu ke dalam lubang anusku, yang membuatku berteriak histeris. Rupanya batang kontolnya yang belum sepenuhnya menegang itu, berusaha dimasukkan ke lubang anusku. Pertama-tama Pak Aksan memasukkan kepala kontolnya dan mendiamkannya ketika aku menjerit. Kemudian tanpa ragu-ragu Pak Aksan langsung memasukkan lagi batang kontolnya ke lubang anusku sampai ke pangkal-pangkalnya dengan perlahan lahan didorong dan dibantu tangannya. Agak aneh juga, batang kontol yang baru saja menyemburkan sperma itu bisa menegang lagi, walaupun tidak tegang penuh. Aku kembali menjerit dan membuat usaha menjauhkan pantatku dari badan Pak Aksan. Tapi gerakan tangan Pak Aksan lebih cepat dan menangkap pinggangku sebelum menjauh. Aku masih berteriak ketika merasakan lubang anusku yang terasa dibelah oleh kontol Pak Aksan yang saat itu kurasakan sangat besar. Pak Aksan masih membenamkan kontolnya di lubang duburku, sampai aku berhenti berteriak. Ketika aku sudah berhenti, dia mulai menarik kontolnya sampai kepala kontolnya lalu langsung dihujamkan kembali masuk lagi sampai aku menjerit karena terkejut.

Awalnya kurasakan keterkejutan akrena hentakan itu, namun lama lama kurasakan ada sensasi nikmat dari hunjaman dan sodokan kontol Pak Aksan itu. Untuk mengimbangi Pak Aksan, aku menarik nafas ketika Pak Aksan menarik kontolnya dan membuang nafas ketika kontol itu dihujamkan kembali ke duburnya. Perasaan penuh di anusku itu mulai tergantikan dengan perasaan nikmat ketika kontol itu bersarang di dalam lubang anusku. Jembut Pak Aksan yang lebat terasa menggelitik ketika bersentuhan dengan pantatku. Dorongan dari Pak Aksan ke aku yang menungging membuat aku harus terus bertahan dengan kedua tangganku pada loker agar tidak jatuh. Tanggan Pak Aksan yang masih memegang pinggangku, perlahan-lahan dilepaskan. Bahkan tanggan kanannya mulai merayap ke puting kananku. Setelah beberapa saat, tanggan kanannya mulai merayap ke kontolku yang ternyata telah menegang lagi. Tanpa kata-kata lagi, Pak Aksan meremas kontolku tanpa henti, dengan masih terus memaju mundurkan kontolnya sendiri di lubang anusku.

 Ketika Pak Aksan menghentikan remasannya ke kontolku, Pak Aksan kembali memegang pinggangku. Denggan satu hentakan, Pak Aksan memasukkan seluruh kontolnya ke lubang duburku sedalam mungkin. Aku merasakan nikmat yang begitu hebat, saat urat urat kontol besar itu bergesekan dengan dinding anusku. Lalu kurasakan tubuh Pak Aksan menegang dan bergetar hebat, seakan mencapai puncak birahinya. Lalu kurasakan muncratlah peju Pak Aksan ke dalam lubang duburku dengan derasnya. Ketika sudah selesai, Pak Aksan menjatuhkan tubuhnya ke punggungku yang sedang bernafas dengan kencang. Tanpa disadari, peju Pak Aksan mulai meleleh keluar dan mengalir menuruni pahaku.

 Beberapa saat kemudian Pak Aksan menarik kontolnya yang sudah lemas keluar dan mengakibatkan pejunya mengalir lebih banyak lagi di paha Aku. Kemudian Pak Aksan terduduk di lantai dengan kedua belah kaki yang terbuka lebar dan menyadarkan tubuhnya ke bangku panjang. Pada saat Aku membalikkan badannya, Pak Aksan sedang memainkan kontolnya yang merah itu, dan Aku pun jatuh ke lantai dengan tubuh yang berkeringat dan peju yang masih menggalir keluar dari lubang anusku. Ketika Pak Aksan mengganggukkan kepala, Aku langsung mengocok kontolku dengan cepat tanpa mengalihkan matanya dari mata Pak Aksan. Lelehan sperma Pak Aksan kujadikan pelumas untuk menambah nikmat kocokan pada kontolku. Lalu terbersit niatanku untuk juga merasakan lubang anus Pak Aksan. Aku juga ingin tau rasanya menyodomi pria kekar. Lalu kuangkat kaki Pak Aksan, hingga pantatnya terangkat. Kini lubang anus Pak Aksan terlihat jelas di depanku. Lubang berwarna kecoklatan dengan kerutan agak kemerahan dihiasi sedikit bulu bulu. Segera kutempelkan kontolku yang sangat ngaceng dan telah terlumuri sperma Pak Aksan itu.

Kupandangi wajah Pak Aksan, dan dia malah tersenyum ke arahku diikuti anggukan kepalanya. Dia membuat kondisi serileks mungkin agar aku dapat leluasa memasuki lubang anusnya. Kucoba lagi mendorong kepala kontolku. Kurasakan lubang sempit itu masih menutup keras saat kudorong kontolku masuk. Dengan sekuat tenaga aku mendorong kontolku, dengan diikuti aksi mengejan dari Pak Aksan. Aku terus berusaha dengan penuh nafsu agar kontolku dapat menembus lubang itu. Namun dorongan dari kantung prostatku seakan mau meledak, diikuti getaran hebat pada sekujur tubuhku. Rupanya aku ga kuat menahan gejolak nafsu saat akan melakukan aksi sodomi yang pertama kalinya pada pelatihku sendiri. Aku berteriak terkejut karena tiba tiba kontolku memuncratkan peju ke wajah dan tubuh Pak Aksan. Semprotannya begitu banyak, hingga membasahi seluruh dada Pak Aksan. Ketika tiada lagi yang keluar, perlahan aku menjatuhkan tubuhku ke lantai sambil masih mempermainkan kontolku lagi. Oh…sebuah pengalaman seks yang berbeda dan baru kualami seumur hidupku

No comments:

Post a Comment

Paling Populer Selama Ini