6/02/2011

Tragedi Tugas Dosen

Entah mengapa aku menjadi gagu saat membuka email. Sejak cerita hotku berjudul Tentara Idaman, dimuat di website igama.org. Ada banyak teman yang mengirimku email. Aku jadi serba salah saat harus membalas email yang memang beragam inginnya. Ada yang sekedar memberikan komentar, yang mau kenalan, yang minta no HP, ada yang ingin ketemuan.
Bahkan tidak sedikit yang menanyakan ciri-ciri fisikku, ukuran kontolku, gayaku bercinta, dan lain-lain.

Aku mungkin kaget dengan keadaan yang tidak kubayangkan sebelumnya, karena memang alasanku semula mengirim cerita, hanya ingin agar traumaku yang sejak kecil kupendam, bisa sedikit kubagi. Tidak mungkin aku cerita tentang apa yang kualami kepada sembarang orang, bahkan pada sahabat terdekatku sekalipun, karena menurutku, dengan membuka aibku kepada seseorang, berarti aku sudah menggadaikan hidupku padanya, dan aku tidak mau itu. Pikirku, dengan bercerita di dunia maya, maka aku bisa seekspresif mungkin. Aku tidak harus takut akan dihujat, dihina, dicemooh, bahkan dijauhi, karena toh tidak ada yang tahu sedikitpun tentang aku.

Aku bingung saat harus menjawab email yang intinya mengajak ketemuan. Di satu sisi, tidak mau mengecewakan yang telah mencurahkan energinya untuk mengirimku email, tetapi aku belum siap untuk membuka diri. Terlalu banyak yang harus dipertaruhkan jika sampai ada yang tahu. Akhirnya aku hanya bisa sedikit membatasi diri. Namun kejadian selanjutnya sungguh membuatku shock berat dan tidak kubayangkan sebelumnya.

Setelah dari warnet, hari itu aku ke kampus. Kuliah ekstensi-Kimia, yang dulu menjadi pilihan keduaku ketika lulus SMA, dan memiih untuk bekerja duluan.

"Nurdian..! Naah, kebetulan ketemu. Tinggal kamu yang belum mengumpulkan tugas syarat ujian. Tak tunggu sampai sore ini yaa!"

Tepukan di bahuku mengejutkanku di tengah sibuknya aku mengisi segala persyaratan ujian. Aahh, Pak Ismanto salah satu dosen ekstensiku yang sering memandangiku tajam saat di kelas. Ternyata aku terlupa belum mengumpulkan tugas yang diberikannya.

"Iyaa.. Pak, maaf. Banyak kerjaan. Nanti kukirim tugasnya!"

Aku gugup, merasa bersalah, kenapa tidak sekalian ketika di warnet tadi. Namun sebelum beliau menjauh, aku baru ingat bahwa aku telah menyimpan tugas itu di disket, dan aku ingat betul tadi kumasukkan dalam tasku. Bergegas kuambil disket dan mengejar dosenku itu. Sambil berbasa-basi aku menyerahkan tugasku.

Dua hari aku disibukkan dengan proyek kantor, sampai saat menjelang malam saat tiba di kostku, ibu kost memberikan pesan dari Pak Ismanto yang katanya siangnya mencariku. Aku berpikir keras, ada apa? Kubaca pesannya sekali lagi. Yaah.. Hanya sebuah alamat dan sepenggal tulisan, "Harap datang!".

Aku masih belum bisa menebak apa gerangan, namun aku akhirnya menuju ke alamat yang diberikannya. Lalu kupencet bel kontrakan bercat krem, sebagaimana alamat tertera. Dengan senyum mengembang, Pak Ismanto keluar lalu mempersilakanku masuk. Aku masih bingung.

"Aahh, ceritamu bagus, Er-Dino-Sa!"

Plaak. Seolah tamparan keras telah mengahantamku. Spontan aku gemetaran saat nama samaranku disebut. Wuiihh, disket itu. Aku baru sadar bahwa aku telah salah menyerahkan disket. Aku bengong. Keringat dingin mulai mengucur.

"Maaf, jika membuatmu salah tingkah. Buatku bukan apa-apa, dan aku tahu perasaanmu!"

Sentuhan Pak Ismanto mengejutkan keterpakuanku. Aku mencoba menepisnya, namun aku benar-benar di batas kebimbangan..

"Perlu kau ketahui, aku mengikuti setiap ceritamu di website itu, Er-Dino-Sa. Bayangkan, dari bulan April, aku begitu terobsesi dengan sosok yang ternyata adalah salah satu mahasiswaku, ha-ha-ha"

Aku menyengir mencoba mengimbangi tawanya. Entah mengapa aku mulai sedikit lega setelah mendengar pengakuannya.

"Kau pasti tahu Om.Tepe, kan?".

Aahh, iyaa. Sosok itulah yang paling sering mengirimku email yang isinya berbau cabul. Diakah?

"Tanpa kejadian inipun aku sudah sangat terobsesi denganmu, Er-Dino-Sa. Setiap kau tidak masuk kelasku, kuliahku jadi hambar. Tapi kini, kuharap kau ngerti dan sedikit mau berbagiatan denganku!"

Pak Ismanto semakin berani merajuk dan memaksaku. Aku menggeleng, mencoba meminta pengertiannya. Tapi justru dia semakin penasaran dan semakin bernafsu.

"Bukan tipeku pemaksa, Er-Dino-Sa, tapi aku ingin kau ngerti, please! Aku benar-benar ingin lebih darimu. Berilah aku kehangatan tubuhmu. Hilangkan dahagaku ini"

Aku semakin serba salah. Pak Ismanto yang semula begitu kuhormati, kini seolah monster yang siap melahapku. Rasa tidak enakku sudah terkalahkan dengan ketidakberdayaanku. Aku hanya terdiam, pasrah tanpa tau harus berbuat apa lagi.

"Pacarmu  keluargamu, dan siswa lain tentu belum tahu sebenarnya, kan? Dan aku juga yakin kau belum siap untuk diketahui. So.. Gimana?"

Nada yang begitu sopan dan lirih, justru telah mengulitiku habis karena nada ancaman itu begitu kental. Sangat berkesan memaksa. Aku semakin membisu, ketika tangannya menyentuh wajahku dengan lembut. Ketidaksiapanku akan terbongkarnya rahasiaku, membuat semakin leluasa tangannya meraih apapun yang ingin disentuhnya di diriku. Aku berpikir keras dan tidak mau kalah sebelum perang. Akal sehatku berputar, mencoba menemukan apa yang bisa kuperbuat. Ahaa.. Akhirnya aku mendapatkan ide cemerlang, bahwa aku harus memanfaatkan Hpku.

Lumatan bibirnya yang semula kurasakan hambar, kubalas jauh lebih ganas. Aku harus benar-benar berakting melayaninya hingga rencanaku itu tercapai. Kugigit bibirnya, dia mengaduh, namun aku tetap mengganas. Meski terganggu dengan kumisnya yang melintang tebal, namun aku harus tetap nampak bergairah. Bahkan kini aku yang mengambil inisiatif, harus membuatnya terlena. Kutarik paksa kaosnya, hingga nyaris robek. Meski sudah menduga sebelumnya namun aku sempat terkejut juga dengan apa yang di depanku. Hampir semua badannya di tumbuhi rambut dan bulu bulu. Sangat lebat. Aku tak peduli. Kupagut semua yang menempel di dadanya. Dua putingnya kulumat dan kugigit pelan. Dia melonjak penuh nafsu. Aku jilat jilat dada dan putingnya.

Dia meraung, mendekapku erat dan mengarahkan kepalaku ke bawah. Tangannya ganas mencopot bajuku, sehingga tak seberapa lama, semua yang kupakai sudah direnggutnya dan aku telanjang. Aku pun berbuat yang sama. Kutarik paksa celana dalamnya yang masih tersisa, dan aah... aku sempat ngeri melihat betapa panjang dan besar kontolnya. Bayangan betapa wibawanya dia ketika sedang di kelas yang begitu rapi, berdasi, sepatu, rambut klimis suara berat, badan kekar hilang sudah berganti tubuh telanjang penuh bulu dengan batang kontol teracung. Ahh sudah kepalang, aku harus lanjutkan permainan asmara sejenis ini.

Dia bangkit lalu menindihku, sedikit garang. Aku kelabakan menahan nafas saat mulutku dibungkam dengan mulutnya. Kumisnya menggeseki bibirku. Ah.. geli namun terasa nikmat juga kurasakan. Belum lagi gairah yang membubung di ubun-ubun seiring dengan permainan tangannya di kontolku. Dijilatinya hampir sekujur tubuhku. Bahkan anusku yang aku sendiri jijik membayangkannya, tak luput dari jilatan lidahnya. Aku mendesah-desah ketika sensasi luar biasa kurasakan, setiap lidahnya menusuk-nusuk anusku. Basah dan hangat kurasakan di lubang pembuanganku itu. Aku rancap kontolku seiring permainan gilanya agar birahiku tetap terjaga. Aku mengerang, bahkan sedikit kudramatisir berharap agar dia semakin memuncak birahinya, bernafsu dan semakin lupa diri.

Ketika mulutnya menemukan kontolku, kuhentikkan aksiku. Kuajukan syarat, agar dia mau ditutup matanya. Benar dugaanku, hasrat membaranya tidak lagi bisa membaca apa mauku. Dengan ganas dilumatnya kontolku mulai dari ujung kepala kontolku hingga batang kontolku. Bahkan kedua biji telor kontolku juga dilumatnya habis. Aku semakin mengerang dan mengejang menikmati setiap jilatan dan kuluman bibirnya yang ganas. Aku mencoba berdiri, masih dengan mendesah kumaju-mundurkan pantatku agar kontolku juga maju mundur di dalam mulutnya.

Semakin ganas dia melumat seluruh batangku. Rasa nikmat yang ditawarkan masih menyadarkanku untuk mengambil ponsel kameraku. Kubidik dengan pas setiap aksinya melumat kontolku. Kujambak rambutnya dan kutengadahkan wajahnya agar aku bisa membidik tepat wajahnya. Kuambil pose terbagus saat dia menjilati kontolku. Aku mendesah penuh kemenangan. Kukembalikan ponselku, dan kunikmati permainan sejenis dengan dosenku ini.

Kubuka tutup matanya. Kuraih kontolnya yang sudah sangat tegang dan mengeras. Rasa mual yang pernah hadir ketika harus mengulum kontol seorang pria, kulupakan, demi hebatnya aktingku. Dia mulai meraung, ketika semakin kupercepat mulutku mengulumi kontolnya. Tadinya aku hendak menyerahkan anusku yang memang sampai sekarang belum pernah termasuki kontol. Namun untungnya dia sudah tidak tahan. Dia meraung semakin keras. Aku yakin geloranya sudah memuncak ketika mulut dan lidahku mengatup memelintir perbatasan kontolnya. Dipegangnya kepalaku dengan kuat dan dihentakkan agar mengulum batang kontol itu lebih dalam.

Kurasakan dia semakin mengejang dan batang kontolnya mulai berkedut kedut seolah ejakulasnya segera datang. Tapi aku tidak mau spermanya muncrat di mulutku. Dengan cepat pula kucabut mulutku, dan kuraih kontolnya. Kubanting dia, dan mulai kubisikkan berbagai kata di kupingnya yang bisa memacu laju spermanya. Sambil kurancap, kugigit berkali-kali kupingnya, lalu lehernya aku jilat jilat dan akhirnya dia meraung panjang, ketika kurasakan spermanya muncrat membasahi perutku. Crottt...crottt...crott...semburan sperma itu begitu keras dan deras. Aku intip sebentar, cairan spermanya begitu kental dan banyak sekali. Cairan itupun masih mengalir dari lubang kontolnya yang teracung keras itu. Lalu didekapnya tubuhku erat, seolah tidak hendak dilepasnya. Aku tersenyum. Ah, kini skore nya banding satu-satu. Impas!!!

Aku sudah hendak beranjak, saat dia terbaring lemas. Namun ternyata dia menuntut agar bisa melihat bagaimana wajahku ketika spermaku muncrat. Dia meminta dengan sedikit memaksa agar spermaku dikeluarin, karena dia ingin meihat mimik wajahku.

Tanpa pikir panjang, aku berdiri. Kusodorkan kontolku yang belum tegang ke mulutnya. Sambil berjongkok, dia terus menatap wajahku. Aku meringis, merem melek, menelan ludah, mendesah dan banyak lagi aksi wajahku yang menggambarkan saat hasratku mulai menegang. Aku semakin mempercepat aksiku mengencangkan semua otot ototku. Lalu tanganku menggenggam mantap batang kontolku dan aku kocok dengan sepenuh hati. Kian lama kian panas  kocokan itu kurasakan dan badanku turut menegang dan kini kontolku semakin mengeras.

Mulut dan lidahnya terus neraksi di ujung kepaakontolku, seoah berharap muncratnya cairan spermaku. Terus aku kocok dan aku racap batang kontoku dari ujung hingga pangkal. Aku mulai mengejang. Kurasakan spermaku sudah di ujung tanduk untuk dimuncratkan. Kucabut kontolku dari mulutnya. Kurancap kencang di depan wajahnya, sambil mendesah keras kumuncratkan spermaku ke wajahnya. Crottt...crottt....sperma hangat itu mendarat. Belum habis spermaku muncrat, dia kulum kontolku. Kusodokkan muncratan terakhir spermaku ke mulutnya, crett..crett.,..spermaku muncrat di dalam mulutnya. Kulihat mulutnya penuh dengan tatapan mata yang bahagia. Aku tak peduli ketika dia telan spermaku.

Lebih dua jam kami habiskan berdua, dan banyak hal yang dimauninya. Aku sampai kewalahan menghadapi kemauannya yang bermacam macam.

Belum hilang rasa capekku, dia kembali mencoba menaikkan gairahku lagi. Sebenarnya aku tidak mau lagi, karena sudah 3x spermaku muncrat. Seluruh tenagaku seolah hampir habis dikurasnya. Namun pria tua ini masih terus bersemangat mencumbuiku yang teanjang tanpa selembar benang.

No comments:

Post a Comment

Paling Populer Selama Ini