5/22/2011

Di Tempat Pemandian Umum

(by: elmokenthos@yahoo.com)

Cerita ini adalah FIKTIF, jadi jika ada di antara Anda yang merasa kurang menyukai dengan ide dari cerita ini, saya mohon maaf. Karakter dari cerita ini adalah fiksi, sedangkan tempat yang ada memang benar adanya, tapi tidak saya tulis secara detil di mana letaknya. Cerita ini adalah pengalaman saya saat berada di suatu tempat pemandian umum, meskipun tidak ada kegiatan seks di tempat tersebut. Jadi ini hanyalah fantasi saya saja seandainya saja hal ini bisa terjadi. Saya hanya bisa berharap bahwa Anda semua bisa menikmati cerita dari saya.

*****

Sebelumnya aku perkenalkan dulu, namaku Rian. Tinggiku 170 cm dengan berat badan 60 kg. Sejak dua hari yang lalu, umurku sudah 17 tahun. Menurutku, wajahku sih sebenarnya biasa saja, tapi banyak yang bilang kalau aku imut, mungkin karena kulitku yang putih bersih dan sifatku yang agak kekanakan hingga membuatku masih tampak seperti anak-anak. Bahkan banyak yang masih menyangka kalau aku masih SMP. Tapi aku cuek saja dengan anggapan itu, bahkan cenderung senang karena bisa 'menipu' orang dengan tampangku. Aku kira cukup itu saja tentang aku. Selanjutnya aku akan bercerita tentang seseorang di tempat pemandian umum.

Aku tinggal di sebuah desa. Kebetulan di desaku air cukup berlimpah, sehingga ada beberapa tempat di desaku yang digunakan sebagai tempat pemandian umum. Tapi aku paling suka dengan tempat pemandian yang di dekat sawah. Bukan karena tempatnya lebih wah, tapi karena kebanyakan yang mandi di sana adalah orang-orang tua yang terkadang habis pulang dari sawah mereka.

O ya, aku adalah seorang gay, setidaknya itu anggapanku. Meskipun sampai saat ini aku belum sekalipun melakukan kegiatan seksual dengan laki-laki. Aku baru menyadari kalau aku gay saat aku dan kawan-kawanku melihat film blue, kira-kira tiga tahun yang lalu. Saat itu aku baru sadar kalau aku tidak tertarik dengan wanita di film tersebut, tapi aku tertarik dengan pria yang bermain di film itu. Kebetulan pria yang ada di film itu sudah cukup matang, maksudnya sudah berusia separuh baya (mungkin sekitar 45-50 tahun). Dan saat itulah aku sadar kalau aku ternyata menyukai laki-laki yang sudah matang.

Memang selama ini aku selalu mempunyai perasaan yang aneh kalau aku melihat laki-laki dengan kriteria tersebut. Mungkin karena aku merindukan sosok seorang ayah yang selama ini tidak pernah aku dapatkan dari ayah kandungku yang pergi entah kemana. Tapi sebelumnya aku tidak pernah memikirkannya secara seksual, soalnya karena lingkunganku yang menyebabkan aku tidak pernah memikirkannya. Dalam lingkunganku adalah hal yang tabu kalau kita memikirkan laki-laki yang lain secara seksual. Namun sekarang, pikiran itu mulai ada dalam otakku. Aku mulai merasa kalau aku tidak hanya memikirkan laki-laki karena figur seorang ayah, tapi juga karena aku mulai menyukai hal-hal tentang seks dari mereka. Dan itulah sebabnya aku mulai suka mandi di tempat pemandian yang dekat sawah.

Suatu hari aku pergi ke tempat pemandian umum tersebut, kira-kira pada jam 10 pagi. Sebenarnya pada jam-jam begini tempat pemandian tersebut sepi pengunjung. Tapi memang aku sengaja, soalnya selain ingin mandi aku juga ingin mencuci pakaian. Jadi sambil aku mencuci pakaian aku bisa menunggu orang-orang yang akan mandi. Memang selain sebagai tempat mandi, tempat tersebut juga merupakan tempat orang-orang mencuci pakaian. Maklum tempat itu merupakan sebuah mata air yang cukup besar yang airnya selalu mengalir, sehingga tempat tersebut selalu bersih meskipun digunakan untuk mencuci pakaian sekalipun.

Kira-kira dari jarak sekitar 5 meter dari tempat pemandian tersebut, aku mulai mendengar suara aneh. Dan semakin aku mendekat, semakin jelas dalam telingaku kalau suara itu adalah suara orang yang sedang mengerang dan mendesah. Ada sedikit perasaan yang menyenangkan yang mulai muncul dalam diriku. Aku yakin sekali kalau ada orang yang sedang mengadakan aktifitas seksual di tempat pemandian tersebut. Tapi aku sendiri tidak begitu yakin apa, apakah hanya orang iseng yang sedang onani, ataukah memang ada orang yang sedang melakukan hubungan seksual dengan istrinya, atau mungkin dengan selingkuhannya.

Rasa penasaran begitu memenuhi otakku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, apakah aku hanya harus terus mendengarkan suara tersebut dan hanya membayangkan apa yang terjadi di dalam tempat pemandian tersebut, ataukah aku harus masuk ke tempat pemandian tersebut. Yang jelas tempat pemandian tersebut mempunyai tembok yang cukup tinggi, sehingga tidak mungkin kalau aku harus mengintip apa yang dilakukan oleh orang tersebut. Konon ceritanya tempat ini dibangun oleh pemiliknya karena digunakan sebagai tempat pemilik tersebut berselingkuh dengan wanita lain. Tapi namanya juga isu, kebenarannya masih perlu ditanyakan. Apapun alasannya, aku tidak tahu mengapa tembok tempat ini begitu tinggi.

Akhirnya, dengan tekad yang bulat, aku mencoba memberanikan diri untuk masuk saja ke tempat pemandian tersebut. Terserah apa yang akan dikatakan oleh orang tersebut, salah sendiri kalau dia melakukannya di tempat umum seperti ini. Lagian kalau nanti orang tersebut kesal atau marah aku akan membuat alasan bahwa aku tidak begitu tahu kalau dia sedang melakukan hal tersebut.

Dengan jantung yang berdegup begitu keras, aku mulai melangkahkan kakiku memasuki tempat pemandian tersebut. Dan apa yang aku sangka ternyata benar juga. Di depanku duduk Mbah Karyo. Mbah Karyo ini orangnya sudah tua, mungkin sekitar 75 tahun. Tubuhnya juga sudah banyak yang keriput, tapi tetap masih terlihat kalau Mbah Karyo menjaganya dengan baik, tentu saja dengan bekerja di sawah. Wajah Mbah Karyo menurutku sih menarik, mungkin waktu mudanya dulu Mbah Karyo ini banyak disukai oleh gadis-gadis, soalnya di usianya yang sudah senja saja, masih tampak garis-garis ketampanan di wajah Mbah karyo. Kulitnya hitam karena terbakar matahari, tapi di sekitar selangkangannya kulitnya tampak lebih muda warnanya. Mungkin karena terbiasa bekerja di sawah, sehingga tubuh yang tidak tertutupi tampak hitam, sedang yang biasa tertutupi menjadi lebih muda warnanya. Mungkin banyak dari kalian yang tidak akan terangsang melihat Mbah Karyo dalam keadaan seperti itu. Tapi aku lain, karena pada dasarnya aku memang menyukai pria yang sudah matang (tua), maka apa yang terjadi di depanku benar-benar membuat libidoku langsung menuju puncak. Aku menahan napas melihat apa yang dilakukan oleh Mbah Karyo.

Mbah Karyo tampak begitu menikmati apa yang sedang dilakukannya. Dengan mata terpejam dan tangan yang sudah penuh dengan busa sabun, Mbah Karyo dengan perlahan dan ritme yang teratur sedang mengocok alat kemaluannya. Begitu pelan, dan begitu teratur, beda dengan aku saat aku melakukan onani, biasanya aku selalu melakukannya dengan tergesa-gesa, bahkan seperti orang yang kesetanan. Mungkin karena usia Mbah Karyo yang memang sudah cukup uzur yang membuatnya begitu menikmati onani seperti itu, sedangkan aku yang masih muda begini selalu ingin cepat orgasme untuk kemudian melakukan lagi sekian menit kemudian.

Setiap kali tangannya bergerak naik dia mulai mengerang, dan di saat tangannya bergerak turun dia mendesah. Tangan kirinya juga tidak tinggal diam, dia mulai meraba-raba pahanya bagian dalam, terus diraba sambil terus melakukan onani dengan tangan kanannya. Kemudian setelah puas meraba-raba pahanya, tangan kirinya mulai bergerak ke arah perut. Di sini dia memainkan jari-jarinya di sekitar pusarnya. Erangannya semakin cepat saat dia melakukan kegiatan tersebut. Kemudian tangannya bergerak lagi ke atas, dan mulai meraba-raba putingnya. Digerakkannya jarinya melingkar beberapa kali di sekitar putingnya, dan erangan serta desahannya pun terdengar semakin cepat mengikuti gerakan jari-jarinya.

Tampak Mbah Karyo menikmati sekali dengan apa yang dilakukannya. Setelah itu dia mulai memilin putingnya, mungkin dia pilin dengan keras, karena seiring dengan hal itu Mbah Karyo juga mulai mengerang dengan lebih keras dan lebih cepat. Aku yakin dia benar-benar sudah dalam keadaan yang sangat terangsang, soalnya gerakan tangan kanannya juga dipercepat. Erangan dan desahannya semakin cepat dan semakin keras. Aku pastikan bahwa sebentar lagi Mbah Karyo akan mengalami orgasme. Tapi aku keliru, karena begitu dia mulai merasa bahwa dia akan orgasme, secepatnya dia melepaskan tangan kanannya. Meskipun tangan kirinya masih tetap bermain-main dengan putingnya, tapi tangan kanannya hanya meraba-raba pahanya bagian dalam. Erangannya juga sudah mulai melemah dan melambat, hanya erangan sekedar menikmati sensasi yang dia buat sendiri dengan kedua tangannya.

Setelah meraba-raba pahanya, tangan kanannya mulai memainkan buah pelirnya. Mbah Karyo mulai memijit-mijit buah pelirnya, dan terkadang dia menggenggam kedua buah pelirnya dan menariknya menjauhi selangkangannya sambil mengerang keenakan. Penisnya tampak bergerak-gerak mengikuti setiap kali dia melakukan hal itu. Dan saat itulah aku bisa melihat penis Mbah Karyo secara keseluruhan.

Aku cukup terkejut juga dengan penis yang dimiliki oleh Mbah Karyo. Penisnya tampak lucu sekali. Tidak terlalu besar dan terlalu panjang memang, bahkan kalau bisa aku katakan untuk ukuran laki-laki dewasa, ukurannya tergolong cukup kecil. Kalau saya perkirakan panjangnya mungkin sekitar 10 cm, dengan diameter tidak lebih dari 3 cm. Meskipun begitu ukuran kantungnya cukup besar, kira-kira sebesar bola tenis, dan tampak masih kencang dan mengkerut. Tapi justru itu yang membuat penisnya terlihat lucu dan menarik. Apalagi dengan bentuk yang cukup bagus, aku benar-benar ingin mengulum penis tersebut, yah hitung-hitung sebagai latihan untuk pertama kali melakukannya. Kalau penisnya masih kecil begitu kan aku tidak bakal kesulitan untuk melakukan oral sex.

Nafasku sudah mulai memburu karena terangsang dengan apa yang kulihat, bahkan sepertinya aku sudah kesulitan untuk menelan ludahku karena keinginan untuk mendekati Mbah Karyo. Tapi aku tidak punya keberanian untuk melakukannya, sehingga aku hanya menikmati saja pertunjukan itu dari tempatku berdiri. Sambil melakukan hal tersebut, mata Mbah Karyo masih tetap terpejam.

Setelah beberapa menit hanya melihat pertunjukan tersebut dari jauh, aku mulai tidak sabar dan berencana untuk sedikit lebih mendekat. Akhirnya dengan hati-hati, aku mencoba untuk mendekat ke tempat Mbah Karyo melakukan kegiatannya tersebut. Dan di saat itu, Mbah Karyo membuka matanya dan sedikit kaget melihat keberadaanku. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama setelah dia tahu siapa yang datang. Meskipun begitu, kedua tangannya sudah mulai diam. Tangan kirinya dia turunkan perlahan, sedangkan tangan kanannya dia coba gerakkan untuk menutupi penisnya. Tampak bahwa penisnya masih tetap tegak berdiri meskipun sebelumnya sudah kaget dengan kedatanganku. Mbah Karyo tampak hanya tersenyum melihat aku datang.

"Sudah lama, Yan?" tanya Mbah Karyo.
"Eh.. Baru saja kok Mbah," kataku tergagap dan sedikit bohong.
"Oh," hanya itu saja, setelah itu terdiam lagi beberapa saat.
"Mau nyuci ya?" tanya Mbah Karyo lagi setelah melihat aku mulai mengeluarkan beberapa baju kotorku.
"Iya Mbah, sudah banyak baju kotor nih," jawabku.
"Kok siang-siang gini tho nyucinya, kenapa nggak tadi pagi?" lanjutnya kemudian.
"Iya Mbah, saya kesiangan bangunnya, jadi baru bisa nyuci jam segini," kataku (bohong lagi).
"Mbah sendiri kok mandi jam segini, kan tanggung?" tanyaku.
"Iya nih, habis dari sawah, gerah, jadi langsung mandi saja." jawabnya.
"Tapi biasanya banyak yang mandi sebelum dhuhur kan Mbah?"
"Yah, Mbah lagi ingin jam sekian aja, lebih sepi, jadi bisa sedikit santai," jawabnya sambil tersenyum dan mengedipkan matanya.

Aku hanya tersenyum mendengar jawaban dari Mbah Karyo, tahu apa yang dimaksud. Tapi dengan senyum dan kedipan matanya membuatku jadi salah tingkah dibuatnya.

"O ya Mbah, Mbah tahu tidak sih kenapa tembok di tempat ini cukup tinggi, katanya dulu digunakan pemiliknya sebagai tempat untuk berselingkuh ya?" tanyaku.

"Wah, ngaco kamu, itu kan cuma berita yang tidak benar. Mbah sendiri tidak begitu tahu kenapa tembok ini begitu tinggi, waktu Mbah kecil tempat ini sudah seperti ini. Tapi kalau masalah sebagai tempat untuk berselingkuh, itu jelas tidak benar. Bahkan katanya tempat ini terlarang untuk wanita. Jadi tidak boleh ada wanita yang boleh masuk ke tempat ini, meskipun dia masuk dengan suami atau anaknya sekalipun. Ada yang bilang kalau sampai ada wanita yang masuk ke tempat ini, maka mata air di tempat ini akan kering."

"Mosok sih Mbah, tahayul itu." ujarku.

"Tentang kebenarannya Mbah sendiri kurang begitu tahu, tapi kata ayah si Mbah, dulu pernah ada sepasang suami istri yang baru pulang dari sawah dan kemudian mereka berdua mandi di tempat ini. Tidak tahu apa yang merasuki mereka, tapi konon acara mandi itu berlanjut menjadi acara berhubungan suami istri. Setelah mereka selesai melakukannya, tiba-tiba saja air di tempat ini mulai menyusut, mulai mengering. Bahkan konon bukan hanya di tempat ini saja, tapi juga di seluruh desa. Akhirnya setelah satu bulan mata air tetap mengering, mereka melakukan upacara sesajen di tempat ini. Dan katanya waktu itu ada suara gaib yang mengatakan bahwa tidak boleh ada pria dan wanita yang mandi bersama-sama di tempat ini lagi. Makanya kalau kamu cermati, hanya tempat pemandian ini saja yang tempatnya tidak dibagi untuk wanita dan laki-laki. Itu karena legenda tersebut masih dipercaya oleh beberapa orang di desa ini, bahwa tempat ini tidak boleh digunakan oleh wanita."

"Memangnya yang nunggu tempat ini tidak suka sama wanita ya Mbah?" tanyaku tersenyum menggoda.
"Nggak tahu juga sih, tapi mungkin saja."

Setelah itu kami terdiam lagi beberapa saat. Aku mulai mencuci pakaianku, dan Mbah Karyo juga mulai mandi. Ketika Mbah Karyo kembali muncul dari dalam air, dan duduk kembali di pinggir kolam, Mbah Karyo mulai menyabuni seluruh tubuhnya. Dan di saat Mbah Karyo menyabuni selangkangannya, tampak Mbah Karyo memberikan perhatian ekstra di tempat tersebut.

Tampaknya Mbah Karyo lupa, atau mungkin juga tidak peduli dengan keberadaanku di sana. Soalnya tampak olehku kalau penis Mbah Karyo mulai sedikit mengeras. Melihat hal tersebut, aku mulai terangsang kembali dan tenggorokanku menjadi kering karena nafsuku. Aku dengan terburu-buru menelan ludahku yang justru membuat aku tersedak, dan hal tersebut menyadarkan Mbah Karyo dari apa yang dia lakukan. Dia memandangku dan tersenyum kepadaku. Akupun membalas senyumnya dengan agak kikuk.

"Memangnya Mbah Karyo masih suka melakukannya ya?" tanyaku mencoba mencairkan suasana, meskipun dengan suara yang sedikit parau.
"Melakukan apa?" tanya Mbah Karyo menggodaku.
"Ya itu.." kataku tanpa meneruskan kata-kataku. Mbah Karyo tertawa.

"Memangnya hanya anak muda saja yang masih suka melakukannya?" ujarnya.

"Tapi saya cuma tidak tahu saja kalau orang seusia si Mbah masih senang melakukannya. Memangnya Mbah Karyo putri tidak marah?" jawabku sambil tersenyum.

"Ya ini juga karena istri si Mbah sudah tidak terlalu ingin melakukannya, katanya sih sudah terlalu tua untuk hal semacam itu. Jadi terpaksa si Mbah melakukan hal seperti ini." paparnya.

"Memangnya seminggu berapa kali Mbah Karyo ingin begituan?"

"Kalau dulu sih hampir setiap hari si Mbah ingin, tapi setelah istri si Mbah mulai tidak menyukainya si Mbah paling melakukanya 3 kali seminggu."

"Wah sering juga ya untuk orang seusia si Mbah."

"Ah, hal itu terjadi sekitar 10 tahun yang lalu. Setelah itu dalam satu bulan istri si Mbah ngasih dua kali saja sudah untung. Makanya si Mbah melakukan onani lagi."

"Kalau onani juga masih sama Mbah?"

"Ya begitulah, si Mbah bersyukur karena si Mbah masih bisa membuat milik si Mbah tegang. Jadi kenapa disia-siakan."

"Hehehe, benar juga, saya juga agak terkejut karena si Mbah masih bisa membangkitkan milik si Mbah sedemikian keras. Mungkin karena produksi sperma si Mbah cukup bagus. Saya lihat kantung si Mbah besar banget." Mbah Karyo melihatku, dan kembali tersenyum menggodaku.

"Kamu benar juga, mungkin produksi sperma si Mbah cukup banyak, jadi milik si Mbah masih tetap bisa tegang karena produksi spermanya masih cukup berlebih."

Aku terdiam, tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan, tapi aku hanya bisa melihat apa yang dilakukan oleh Mbah Karyo. Tampak Mbah Karyo sudah tidak segan-segan lagi kepadaku. Saat ini Mbah Karyo dengan cukup terbuka memulai kembali kegiatannya seperti saat aku pertama kali datang ke tempat ini. Dia mulai menggerak-gerakkan tangan kanannya di batang penisnya, sementara saat ini tangan kirinya mulai meraba-raba kantungnya yang besar sambil melihat-lihat kantung tersebut, seolah-olah sedang memikirkan apa yang aku katakan, atau mungkin juga bangga dan kagum dengan apa yang dia miliki.

Perasaan itu muncul lagi dalam diriku, aku terangsang hebat dengan apa yang dilakukan oleh Mbah Karyo di depanku. Akhirnya aku sudah memutuskan, aku harus memulai petualanganku hari ini. Hari ini adalah awal dari diriku untuk menjadi apa yang sebenarnya aku pendam. Aku ingin mencoba merasakan berhubungan seks dengan laki-laki lain. Setidaknya aku ingin mengulum milik Mbah Karyo. Aku tidak peduli apakah Mbah Karyo akan melakukannya balik kepadaku atau tidak, tapi aku hanya ingin mencoba penis laki-laki lain di dalam mulutku. Tapi aku juga tidak tahu bagaimana aku harus memulainya. Tampaknya aku harus juga mulai sedikit menggoda Mbah Karyo.

"Memangnya enak mana sih kalau melakukannya sendiri dengan melakukannya dengan Mbah Karyo putri?"

Mbah Karyo tampak terdiam sebentar, sepertinya dia tidak terlalu mendengar dengan apa yang aku tanyakan tadi. Pasti konsentrasinya sedang pada batang penis dan kantung yang besar tersebut. Meskipun begitu Mbah Karyo mulai menghentikan kegiatannya dan menoleh kepadaku.

"Kamu ngomong apa, Yan?" tanyanya.

"Saya bilang, enak mana kalau si Mbah ingin gituan, onani atau melakukannya dengan Mbah Karyo putri?" tanyaku kembali.

"Kamu itu gimana tho, ya jelas enak kalau ada yang membantu melakukannya," kembali Mbah Karyo tersenyum kepadaku dan juga mengedipkan mata kirinya menggodaku.

Aku jadi kembali kikuk dengan apa yang dilakukan oleh Mbah Karyo. Perasaanku mulai tidak karuan. Mbah Karyo yang tampaknya terang-terangan menggodaku sepertinya ingin mengajak aku untuk melakukannya dengan dirinya. Cuma mungkin sih, habis Mbah Karyo tidak mengatakan kalau dia lebih senang melakukannya dengan Mbah Karyo putri, tapi hanya mengatakan kalau Mbah Karyo lebih senang kalau ada yang membantu melakukannya. Mungkin ini merupakan undangan buatku agar mau membantunya.

"O iya Mbah, saya ingin tanya tentang cerita Mbah yang tadi, memangnya yang membuat mata air di tempat ini kering karena wanitanya atau karena hubungan suami istri yang mereka lakukan?"

"Wah, kalau itu si Mbah kurang tahu. Tapi kalau hubungan suami istri bisa disamakan dengan onani, maka seharusnya mata air di tempat ini sudah kering dari dulu," Mbah Karyo menjawab dengan masih tersenyum kepadaku.

Dengan senyum itu, aku menjadi semakin kikuk, tapi sekaligus menumbuhkan rasa keyakinanku bahwa Mbah Karyo memang ingin aku bantu.

"Kalau yang melakukannya sama-sama laki-laki gimana Mbah?" tanyaku sedikit gugup dan agak serak karena menahan gejolak nafsu yang sudah begitu membara di dadaku.

"Kalau yang itu si Mbah nggak tahu, soalnya si Mbah belum pernah tahu ada laki-laki yang melakukannya dengan laki-laki di tempat ini. Memangnya kenapa, kamu mau melakukannya?" Aku jadi semakin gugup dengan jawaban Mbah Karyo.

"Ah nggak juga, saya juga belum pernah melakukannya dengan laki-laki kok."

"Atau mungkin kamu mau mencoba, kalau memang mau si Mbah juga nggak keberatan, mumpung ada yang membantu, bagi si Mbah sih tidak peduli siapa yang melakukannya, pokoknya asal si Mbah bisa enak. Lagian mungkin bisa kita buktikan apakah karena wanita yang memang tidak diperbolehkan masuk ke tempat ini, ataukah karena hubungan yang mereka lakukan."

Hah, mataku sedikit melotot dengan jawaban Mbah Karyo tersebut. Tidak aku sangka kalau Mbah Karyo akan mengatakan hal itu. Aku pikir Mbah Karyo ini orang yang tidak suka dengan hal-hal seperti itu. Tapi mungkin juga karena Mbah Karyo benar-benar sudah terangsang, sehingga akal sehatnya hilang entah ke mana. Aku masih terdiam karena kaget, dan mungkin mulutku juga melongo dengan jawaban Mbah Karyo, sampai akhirnya aku mendengar Mbah Karyo berkata..

"Bagaimana Yan, kamu mau melakukannya atau tidak? Kalau memang ingin sebaiknya kamu cepat lakukan sebelum ada orang yang pulang dari sawah dan mandi di tempat ini."

Dengan ucapan Mbah Karyo itu, aku seolah-olah terhipnotis dan segera mendekati Mbah Karyo. Perfect, inilah yang aku butuhkan untuk pertama kali melakukan hal ini. Seorang pria yang sedang terangsang hebat, berpengalaman, mampu menguasai nafsunya dan yang penting batang penisnya tidak terlalu besar.

Begitu sampai di depan Mbah Karyo aku langsung menceburkan diriku ke kolam renang, karena Mbah Karyo dari tadi memang duduk di tepi kolam dengan kakinya masih tetap berada di kolam. Sehingga dengan begitu aku sekarang berada di depan Mbah Karyo, berada di dalam air dan mukaku berada tepat di depan selangkangan Mbah Karyo. Jantungku berdetak cukup kencang dengan keadaan seperti ini. Di satu sisi aku memang benar-benar menginginkannya, tapi di sisi lain aku tidak mau melakukan hal ini karena takut kalau Mbah Karyo akan menganggapku laki-laki yang aneh.

Mungkin nanti Mbah Karyo akan bilang ke orang lain kalau aku laki-laki yang suka dengan laki-laki. Tapi mungkin juga Mbah Karyo tidak akan mengatakan hal ini karena kalau Mbah Karyo mengatakan hal ini kepada orang lain berarti Mbah Karyo juga harus bilang kalau aku melakukan hal tersebut dengan Mbah Karyo. Selain itu juga karena kutukan tempat ini tentang sebab keringnya mata air. Aku tidak bisa membayangkan apa yang harus kami katakan seandainya hal itu benar bahwa tempat ini tidak diperbolehkan untuk melakukan hubungan badan. Bisa tambah geger desa ini.

Tapi karena pada dasarnya nafsu sudah sampai di ubun-ubun, hal-hal seperti itu tidak lagi aku pikirkan. Saat ini aku hanya melihat barang yang ada di depanku. Penis yang bagus dengan kantungnya yang cukup besar yang ada di depanku benar-benar telah membuatku tidak bisa memakai akalku lagi.

Aku segera memegang penis Mbah Karyo dan meremas-remasnya. Mbah Karyo hanya diam dan tersenyum. Aku benar-benar tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Mbah Karyo saat ini. Tapi aku tidak peduli dengan apa yang dipikirkannya. Aku hanya peduli bahwa apa yang aku lakukan dapat membuat Mbah Karyo keenakan. Dan aku segera melakukan langkah selanjutnya. Meskipun sebenarnya masih sedikit jijik, aku segera mendekatkan mulutku ke kantung Mbah Karyo. Semakin dekat aku ke tempat tersebut, semakin kuat aroma yang tercium oleh hidungku. Tampak bau yang segar karena habis mandi, tapi juga bercampur dengan bau seks yang cukup kuat yang keluar dari bagian selangkangan Mbah Karyo. Kepalaku mulai sedikit berdenyut dengan bau yang aku terima tersebut. Dan libidoku semakin memuncak dengan aroma yang aku dapatkan dari selangkangan Mbah Karyo.

Segera aku membuka mulutku dan mulai menjilati kantung yang berada di depanku. Rasanya ternyata tidak seperti yang aku bayangkan. Aku berpikir bahwa akan terdapat banyak kotoran di tempat tersebut sehingga akan terasa sedikit asin dan kotor. Tapi aku hanya merasakan kesegaran dan memang sedikit asin. Tapi aku mulai menyukai rasa itu.

Setelah puas menjilati kantung itu, aku mulai mencoba menggigit bola yang cukup besar, dan mencoba mengulum bola tersebut ke dalam mulutku. Pertama kali aku merasa kesulitan untuk bisa benar-benar mengulum bola tersebut, tapi setelah aku mencoba sekali lagi, aku bisa memasukkannya ke dalam mulutku dan mulai menyedot dan terkadang mengunyah bola tersebut.

Tampak nafas Mbah Karyo mulai sedikit memburu, dan dia juga mulai mendesah dan mengerang. Mungkin Mbah Karyo suka dengan apa yang aku lakukan, mungkin ini adalah bagian dari Mbah Karyo yang membuat dia bisa menjadi lebih terangsang. Dan itu terbukti karena selain mendesah dan mengerang, tampak dari panisnya keluar precum yang cukup banyak. Aku baru menyadari kalau ternyata precum yang diproduksi oleh kantung Mbah Karyo juga cukup banyak juga. Kalau orang yang melihat, mungkin akan mengira kalau Mbah Karyo sedang kencing, tapi karena aku tahu apa yang kami lakukan, maka aku juga tahu cairan apa sebenarnya yang keluar dari penis Mbah Karyo tersebut.

Aku terus melakukan hal tersebut selama beberapa menit, dengan melakukan pergantian antara bola yang kiri dan kanan. Setelah aku cukup puas dengan apa yang kulakukan, aku mulai menjilati batang di atasku. Tanganku yang dari tadi hanya terdiam di lutut Mbah Karyo mulai bergerak mengelus-elus paha Mbah Karyo. Mbah Karyo mulai mendorongku melakukan apa yang sedang aku lakukan dengan mendesah dan mengerang lebih keras dan cepat.

Sambil terus menjilati penis Mbah Karyo, tanganku mulai bergerak lebih jauh. Sementara tangan kiriku bergerak ke arah penis Mbah Karyo, tangan kananku bergerak menuju perut Mbah Karyo. Aku mulai melakukan apa yang tadi dilakukan oleh Mbah Karyo, jari telunjuk tangan kananku melakukan gerakan melingkar di pusar Mbah Karyo dengan gerakan yang lembut, sementara jari-jari yang lain mencoba mengelus-elus bagian perut Mbah Karyo. Sedangkan tangan kiriku mulai mengelus-elus kantung Mbah Karyo kemudian ke atas ke arah penisnya.

Lidahku mulai menjilati bagian kepala dari penis Mbah Karyo. Tampak precum yang keluar dari penis Mbah Karyo semakin banyak. Lidahku dengan rakus menjilati setiap tetes precum yang keluar dari lubang kencing Mbah Karyo tersebut. Tak sedikitpun aku merasa risih dengan apa yang aku lakukan. Sebaliknya aku sangat menyukai dengan apa yang aku lakukan dan apa yang aku rasakan. Jelas sudah bahwa aku memang gay.

Tangan Mbah Karyo juga kini mulai agresif. Kedua tangannya kini berada di kepalaku setelah sebelumnya tangannya berada di belakang sambil menyangga tubuhnya yang sedikit miring ke belakang. Dengan duduk lebih tegak, Mbah Karyo kini mulai memegangi kepalaku, memberikan belaian pada rambutku sambil mulutnya terus mendesah dan mengerang kenikmatan. Sensasi yang ditimbulkan dari apa yang dilakukan Mbah Karyo dengan tangannya benar-benar membuatku menjadi semakin nyaman. Ada banyak rasa bercampur dalam diriku saat ini. Di satu sisi aku merasa sangat bergairah karena nafsu, di sisi lain aku merasa disayang seperti anak yang disayangi oleh ayahnya.

Tangan kananku mulai bergerak lebih ke atas saat ini. Dan tangan itu sampai juga ke tempat yang memang aku tuju. Setelah meraba-raba dadanya yang sudah sedikit keriput, aku mulai memainkan puting susunya dengan jari-jariku. Aku pilin dan aku tarik puting susu Mbah Karyo dengan lembut beberapa kali, dan setelah itu aku memilinnya dengan sedikit keras. Mbah Karyo menyetujui apa yang aku lakukan dengan mengerang lebih keras dan tangannya menjambak rambutku dengan cukup keras. Selain itu aku juga dihadiahi dengan semakin membanjirnya precum yang diproduksi oleh kantung Mbah Karyo.

Aku semakin bernafsu untuk terus memuaskan Mbah Karyo. Dan aku mulai membuka mulutku lebih lebar, dan aku mulai mengulum penis Mbah Karyo. Tanpa kesulitan yang berarti, aku bisa langsung memasukkan seluruh batang penis Mbah Karyo ke dalam mulutku. Bahkan aku tidak merasa tersedak sama sekali. Semuanya begitu sempurna, untuk pertama kali dalam hidupku aku mengulum penis laki-laki dan aku tidak mengalami kesulitan.

Aku biarkan penis Mbah Karyo berada dalam mulutku sambil aku menikmati sensansi yang diberikan oleh penis Mbah Karyo di dalam mulutku. Selain denyut otot yang terasa sangat jelas di lidahku, precum yang terus menerus mengalir, kekerasan penis Mbah Karyo yang luar biasa tapi juga kelembutan dan kehangatan penis tersebut di mulutku. Hal itu benar-benar membuatku tidak ingin melepas penis Mbah Karyo untuk selamanya. Ingin rasanya aku terus berada dalam keadaan seperti ini selama hidupku.

Mbah Karyo kembali mengerang ketika tangan kiriku mulai meninggalkan selangkangannya dan mulai memilin puting susu yang satunya lagi dengan keras, lebih keras dari apa yang telah tangan kananku lakukan. Dan seiring dengan erangan tersebut, precum yang dihasilkan oleh Mbah Karyo juga semakin berlimpah. Kemudian sambil menjambak rambutku, Mbah Karyo mulai memaju mundurkan kepalaku. Aku mencoba untuk tetap terus memberikan kepuasan kepada Mbah Karyo.

Sementara Mbah Karyo terus memaju mundurkan kepalaku, penis Mbah Karyo di dalam mulutku mulai aku permainkan dengan lidahku. Lidahku terus bergerak, memijit setiap senti dari batang Mbah Karyo yang maju mundur di dalam mulutku. Terkadang lidahku aku gerakkan melingkari kepala penisnya dan menjilat lubang kencingnya sambil kusedot batang penisnya dengan kencang.

Mbah Karyo semakin mengerang dan mendesah dengan keras dan cepat. Sementara itu tangan kananku mulai bergerak meninggalkan dadanya untuk sedikit mundur kebelakang. Aku ingin merasakan setiap bagian dari tubuh Mbah Karyo di saat aku memiliki kesempatan untuk itu. Aku raba punggungnya dan terus ke bawah ke bagian pinggannya. Sebenarnya aku ingin sekali meremas-remas pantatnya, tapi sayang, dalam keadaan Mbah Karyo duduk begini aku tidak bisa melakukan hal tersebut. Akhirnya tangan kananku kembali lagi ke dada Mbah Karyo, sedangkan tangan kiriku juga kembali ke bagian bawah.

Sambil terus menyedot penis Mbah Karyo, tangan kiriku mulai meraba-raba paha Mbah Karyo. Sementara tangan Mbah Karyo digerakkan semakin cepat dan tidak itu saja, kali ini pinggul Mbah Karyo juga turut serta menikmati kenikmatan yang aku berikan kepada Mbah Karyo. Dengan irama yang cepat tapi teratur, Mbah Karyo menggerak-gerakkan kepalaku maju dan mundur sambil pinggulnya menyamai gerakan yang dilakukan oleh kepalaku. Jika Mbah Karyo mendorongku semakin masuk, maka pinggulnya akan bergerak maju, dan jika Mbah Karyo menarik kepalaku menjauh, maka pinggulnya juga akan bergerak menjauh. Kami terus melakukan hal tersebut selama beberapa menit. Sementara tangan kananku masih tetap memilin puting Mbah Karyo, tangan kiriku sekarang berada di kantung Mbah Karyo yang besar.

Mbah Karyo masih terus melakukan gerakan-gerakan teratur antara ayunan tangannya di kepalaku dan pinggulnya. Dan saat itu tangan kiriku mulai memijit buah pelir Mbah Karyo dengan lembut. Sambil terus memijit, aku juga terkadang menggenggam dan menarik kantung tersebut dengan lembut. Kami terus melakukan hal tersebut selama beberapa menit ke depan. Aku sendiri sudah tidak tahu berapa lama kami melakukan kegiatan ini. Tapi aku menyadari bahwa hari semakin siang, dan aku tahu bahwa sebentar lagi tempat ini bakal ramai oleh orang-orang yang pulang dari sawah, maka aku memutuskan bahwa untuk saat ini aku pikir sudah waktunya menyudahi permainan ini.

Maka dengan tangan kananku memilin puting susu Mbah Karyo dengan keras, tangan kiriku juga memijit kedua buah pelir Mbah Karyo dengan keras sambil aku menarik kantung tersebut. Mbah Karyo mengerang dan mendesah sangat keras karena apa yang aku lakukan. Sementara itu mulutku mulai lebih agresif memperlakukan penis Mbah Karyo. Aku menyedot, menjilati dan terkadang menggigit penis Mbah Karyo yang sudah cukup lama berada di dalam mulutku.

Gila, untuk orang yang sudah cukup umur, Mbah Karyo cukup kuat juga menahan miliknya agar tetap tegak berdiri. Sampai detik ini penis Mbah Karyo tidak mengalami penurunan kualitas kekerasannya. Bahkan menurutku semakin lama Mbah Karyo melakukannya aku merasa bahwa penis Mbah Karyo justru semakin mengeras.

Dan setelah beberapa saat aku melakukan hal di atas, terasa olehku bahwa penis Mbah Karyo semakin mengeras, kepala penisnya sendiri semakin mengembang. Erangan dan desahan Mbah Karyo makin keras. Pegangan tangan Mbah Karyo di kepalaku semakin menguat, sehingga aku merasa sedikit kesakitan karena rambutku dijambaknya, meskipun aku sudah tidak mempedulikannya lagi. Gerakan pinggul Mbah Karyo juga semakin kencang. Aku rasakan kalau kantungnya mulai mengerut.

Dan dengan sentakan terakhir, Mbah Karyo mulai mengerang dengan sangat keras gerakan pinggulnya semakin kencang dan tiba-tiba aku merasakan cairan yang lebih kental dan lebih panas yang keluar dari penis Mbah Karyo. Banyak sekali sperma yang dikeluarkan oleh Mbah Karyo, sampai-sampai aku tidak sanggup menampung semuanya ke dalam mulutku. Beberapa bagian dari sperma tersebut langsung aku telan, sementara beberapa yang lainnya menetes dari mulutku.

Akhirnya selesai sudah petualangan pertamaku dengan seorang laki-laki, meskipun aku sendiri sebenarnya belum keluar. Penisku yang sejak tadi sudah tegang terasa sangat sakit terperangkap dalam celanaku. Sementara itu Mbah Karyo tampak tersenyum puas dengan apa yang telah aku lakukan.

"Terima kasih," kata Mbah Karyo sambil tersenyum.

Hanya itulah kata-kata yang diucapkan oleh Mbah Karyo. Tapi aku tidak peduli. Aku sudah cukup senang karena telah memberikan kepuasan kepada Mbah Karyo, dan aku sendiri juga puas dengan apa yang telah aku lakukan. Sebenarnya aku menunggu kata-kata selanjutnya yang akan diucapkan oleh Mbah Karyo, tapi terlihat Mbah Karyo tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Mbah Karyo hanya tersenyum sambil memandangiku dan mengusap-usap rambutku. Aku sendiri tidak tahu apa yang dipikirkannya, sementara dalam pikiranku ingin sekali aku mencium bibir Mbah Karyo yang sedang tersenyum itu. Ingin rasanya aku meminta Mbah Karyo untuk membantuku agar aku juga bisa keluar. Tapi semua tidak aku lakukan, aku hanya terdiam di tempatku, sebelum akhirnya aku sadar bahwa di sekitarku mulai terdengar beberapa orang yang sedang menuju kemari. Aku akhirnya kembali ke cucianku yang kutinggalkan untuk melayani Mbah Karyo, dan Mbah Karyo juga mulai menyelesaikan mandinya. Dan petualangan ini pun akhirnya benar-benar berakhir.

*****

Demikian ceritaku, saya harap kalian menyukainya. Jika ada komentar, saya dengan senang hati akan melayaninya, meskipun mungkin tidak dengan cepat karena saya tidak terlalu sering main internet. Sekali lagi ini hanyalah daya khayal saya, jadi apapun yang terjadi di cerita ini belum tentu terjadi di kehidupan nyata. Jadi buat kalian yang suka mandi di tempat umum, belum tentu orang yang mandi bersama Anda juga menginginkan seperti apa yang terdapat di cerita ini. Meskipun begitu, buat kalian yang suka berpetualang, happy hunting. Salam dari saya, Elmo.

No comments:

Post a Comment

Paling Populer Selama Ini