“Pak, ini rokoknya”. Aku langsung berlari ke dalam kamar, melemparkan plastik berisi bungkusan barang-barang yang baru aku beli ke atas kasurku dan segera masuk ke dalam toilet yang ada di dalam kamarku. Aku sudah tak tahan menahan kencing sejak di warung tadi. Ya, aku tadi membeli obat nyamuk semprot untuk di rumahku, dan Bapakku pun sekalian minta dibelikan rokok tadi. Sebelum ke warung aku sempat mampir sejenak ke lapak DVD di perempatan jalan tak jauh dari rumah. Beberapa keping DVD straight aku beli untuk aku tonton malam ini.
Ketika aku sedang kencing, aku mendengar pintu kamarku terbuka. Ah, paling Bapak kupikir, ia akan mengambil rokoknya. Tapi… Oh tidak! Di bungkusan itu ada kepingan DVD ! Ahh deg-degan rasanya aku hendak keluar kamar mandi, aku takut Bapak marah. Aku diam sejenak. Aku tidak mendengar suara apa-apa dari dalam kamarku. Mungkinkah Bapak sudah keluar?
Aku, Satria, adalah seorang pria berusia 17 tahun. Aku kini duduk di kelas 3 SMA. Badanku biasa saja, tidak terlalu berotot. Kulitku sawo matang. Aku asli Jawa Tengah, tapi aku sekarang tinggal di Jakarta. Ya, Bapakku yang seorang tentara dipindah tugaskan ke satuan di Jakarta. Bapakku seorang yang tegas. Ia boleh dibilang galak dan sangat keras. Tapi semua berubah sejak ulang tahunku yang ke-17 dua bulan lalu. Bapak bilang, aku sudah dewasa, sudah harus bisa menentukan nasib sendiri. Sudah harus tahu mana yang baik dan mana yang salah. Bapak hanya bisa menasehati saja. Usia bapak 42 tahun. Secara fisik, Bapakku seperti kebanyakan tentara yang lainnya, tubuhnya gempal, berotot, kulitnya sawo matang, memiliki kumis tebal, dan tatapannya tajam. Teman-temanku bilang tampang Bapak menyeramkan. Tapi beberapa teman perempuanku malah menyukainya. Mereka bilang sangat macho! Hahahaha…
Sejak dua hari lalu, Ibuku pulang kampung ke Solo bersama adikku satu-satunya yang masih duduk di bangku SMP, Intan. Bulik-ku akan menikah empat hari lagi dan sebagai kakak, Ibu merasa wajib untuk membantu persiapannya. Saat ini bertepatan dengan liburan semester, sehingga adikku pun bisa ikut. Tinggallah aku dan Bapak di rumah berdua. Untuk bersih-bersih rumah aku kerjakan bersama Bapak. Sedangkan untuk urusan perut, Bapak sangat jago masak. Cukup banyak ilmu yang ia dapatkan selama pendidikan militernya dulu, termasuk masak-memasak. Aku sendiri tidak ikut ke Solo karena sedang sibuk mempersiapkan ujian akhir nasional. Jadi nanti saja lah, aku dan bapak datang pada H-1.
Oke, kembali ke cerita awal. Oya, sebelumnya aku beritahukan bahwa aku bukanlah gay, aku mempunyai pacar wanita yang sangat kusayang. Bapak Ibuku pun tahu dan mengenal baik pacarku itu. Dan selama berpacaran aku tidak pernah melakukan hal-hal yang lebih dari sekedar berpegangan tangan.
Ah, sepertinya Bapak sudah keluar dan mengambil rokoknya. Aku beranikan diri keluar kamar mandi. Oh tidak, aku pun tersentak. Bapak rupanya sedang memutar DVD yang baru kubeli di TV di kamarku. Tampak Bapak masih mengenakan seragam tentaranya. Namun kancing bajunya sudah terbuka, gerah mungkin.
“Pak…” aku tidak bisa melanjutkan kata-kata.
“Mas, kamu untuk apa toh beli DVD kayak gini?” tanya Bapak pelan.
“Mmmm… Nggak, Pak, aku cuma… Cuma penasaran aja.” Jawabku bingung.
“Ya, wajar sih, anak seusiamu tertarik pada hal-hal seperti ini. Tapi ingat, sebagai orangtua, Bapak hanya titip pesan saja, kamu jangan berbuat hal yang tidak-tidak ya. Misalkan kamu melakukan adegan-adegan seperti di film ini dengan pacar kamu. Nanti saja kalau sudah menikah. Kalau sampai hamil, bahaya!” nasehat Bapak.
“Nah, kamu selama ini kalau lagi pengen ngapain toh?” lanjut Bapak.
“Aku… aku…” aku tak bisa berkata apa-apa.
“Sudahlah Mas, Bapak ini kan Bapakmu. Dari dulu kan kita sudah saling terbuka. Lagipula kan kita sama-sama lelaki toh? Gak usah sungkan. Kamu bisa bebas cerita apa saja. Ayo cerita”, Bapak melanjutkan.
“Gak ngapa-ngapain sih Pak. Paling aku Cuma ngocok aja”, jawabku malu.
“Hahahaha, kamu kok malu? Itu wajar, Bapak juga dulu waktu masih muda sering kok ngocok gitu. Tapi ingat, jangan keseringan ya! Nggak bagus, hehe… Eh ngomong-ngomong filmnya bagus ini. Bapak ikut nonton ya, sudah kadung diputer, jadi Bapak nonton disini saja lah” tegas Bapak.
“Iya Pak, aku keluar dulu ya” jawabku.
“Lho, kamu mau kemana? Nonton sini saja, gabung” minta Bapak.
Aku pun duduk di ujung kasur, sementara Bapak tiduran di kasurku. Tampak adegan di TV, dua orang pria sedang mengerjai seorang wanita. Satu pria itu terlihat sudah tua, dan satu pria lainnya terlihat masih muda. Film yang diputar ini adalah film Asia. Pria yang lebih tua sedang duduk terlentang sambil penisnya dikulum oleh si wanita itu. Sementara pria yang lebih muda sedang memasukkan penisnya ke dalam vagina si wanita dengan gaya doggy style.
“Ini sepertinya Bapak dan anaknya, ya mas. Mukanya mirip, hahahaha….” Kata Bapak.
Aku sudah tidak setakut di awal tadi, aku sudah mulai relax dan ikut tidur di samping Bapak dengan bantal yang cukup tinggi. Tak lama kemudian aku kaget sekali. Bapak membuka ritsleting celananya, dan ia sedikit menurunkan celananya.
“Bapak mau ngocok mas, sudah dua hari ibu pergi nih”
Bapak cuek saja langsung mengocok penisnya. Aku ternganga, penis Bapak begitu besar, keras, panjang, dan urat-uratnya membuat terlihat lebih macho. Bulu-bulunya keriting namun tidak begitu panjang, sangat rapi. Baru kali ini aku melihat penis orang dewasa, dan itu adalah penis Bapakku sendiri. Perasaanku tak karuan. Deg-degan tidak jelas. Aku bingung dan sangat bingung. Entah kenapa aku justru penasaran ingin melihat penis Bapak lebih dekat namun aku tidak berani.
“Mas, kok bengong? Kamu kalau mau ngocok juga, cuek aja. Kita lelaki. Wajar kok kalau terangsang lihat film beginian, hehehe” lanjut bapak.
Dan entah keberanian dari mana, aku pun membuka celanaku hingga terlepas semuanya. Ahhh, sensasinya begitu nikmat sekali. Jantungku berdebar keras. Aku memperlihatkan penisku di depan Bapak, dan akupun melihat penis Bapak! Kulihat muka bapak serius sekali melihat adegan-adegan panas di TV. Mukanya terlihat sangat menikmati. Tak lama ia melepaskan baju seragam tentaranya, ia hanya mengenakan kaos dalam saja. Bulu-bulu di dadanya mencuat keluar. Aku tak tahu mengapa, aku tiba-tiba jadi suka dengan wangi badan Bapak. Bapak pun menurunkan celananya hingga terlepas semua. “Biar adil” bapak bilang.
Aku pun mulai mengocok penisku. Dan entah keberanian dari mana lagi, aku pun membuka bajuku. Ahhh, sensasinya benar-benar tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Bapak yang kukenal galak ini, ada di sampingku, sedangkan aku bugil tanpa sehelai benang pun. Aku mulai mengocok penisku. Tak lama bapak pun membuka kaos singletnya. Astaga, kenapa dengan pikiranku? Bapak terlihat sangat sexy sekali ketika telanjang bulat. Pentil susunya mengeras. Dadanya berbulu rapih, dan sangat wangi sekali. Wangi maskulin, aku tiba-tiba suka!
“Ayo mas, kocok mas, kita keluarin mas” tak kusangka Bapak berkata seperti itu.
“Di akmil dulu Bapak dan rekan-rekan Bapak biasa ngocok bersama, mas. Jadi cuek saja” lanjut Bapak.
Aku makin terangsang melihat gaya Bapak mengocok penisnya. Tangan kirinya sibuk mengusap-usap dadanya.
“Mas, pentil susu kita ini juga sumber kenikmatan. Coba deh kamu raba-raba” jelas Bapak.
“Iya Pak, geli” tukasku
Tanpa berkata apa-apa, tangan Bapak menggerayangi dadaku, mencubit-cubit putingku.
“Ahhhh, Pak, geliii…” lirihku
“Enak kan mas? Nanti gantian kamu mainin putting Bapak juga ya” tegas Bapak.
Aku tak menjawabnya, langsung saja aku meraba-raba dada Bapak. Ohh, dadanya yang berbulu dan berotot membuatku tertarik untuk merabanya lebih jauh lagi. Aku ingin memiliki dada sepertinya.
“Ahhh mas, ini enak mas. Ayo mas, maenin putting Bapak.” Entah kenapa aku terangsang mendengar kata-kata Bapak.
Bapak menurunkan lengannya dari dadaku ke penisku. Aku kaget, tapi ini enak sekali! Baru kali ini penisku dipegang orang lain. Penisku dikocok-kocoknya. Aku dan Bapak sudah tidak memperhatikan DVD lagi.
“Kontol kamu gede banget mas. Sama kayak Bapak”
Tanpa dikomandoi aku pun memegang penis Bapak, dan baru kali ini pula aku memegang penis orang lain. Ya, penis Bapak begitu hangat dan menggemaskan.
“Dari kontol Bapak ini lah asal kamu, mas.” Kata Bapak.
“Mas, duduk yuk” ajak Bapak.
Bapak lalu duduk di sandaran kasurku. Ia lalu asyik mengocok penisnya sendiri. Aku agak kesal juga karena aku masih ingin penisku dikocok oleh Bapak. Ya sudah lah, aku kocok sendiri saja. Ketika aku hendak mengocok penisku, Bapak tiba-tiba menepis tanganku.
“Enak gak mas kalau Bapak kulum gini” Bapak langsung melahap penisku. Ahhhhhh ini sungguh nikmat sekali. Aku tak percaya ini! Sedotannya kuat dan kumis Bapak membuatku makin geli. Bapak menjilati kelaminku mulai dari pangkal hingga ke ujungnya. Ahhh, precumku keluar semakin banyak.
“Pak, enak” singkatku.
“Iya mas, asal kamu tahu ini bentuk hukuman dari senior ketika Bapak masih duduk di akmil dulu. Bapak diminta menjilati kontol-kontol senior Bapak sampai keluar” jawab Bapak.
Aku kaget sekali mendengarkan cerita Bapak. Ah, sudahlah, aku sedang menikmati ini.
Aku pun penasaran dengan penis Bapak.
“Pak, udah, nanti keluar. Aku boleh gantian ya?” pintaku.
“Iya mas, nih kontol bapak, kamu isep ya, kamu sedot-sedot, kamu jilat, nikmati kontol Bapak, Mas. Dari sini kamu berasal” jawab Bapak.
Aku pun mencoba memasukkan mulutku ke penis bapak. Baunya aku tak suka. Tapi aku penasaran. Bentuknya yang seksi, dan aku sadar dari penis bapak inilah aku berasal. Aku tak ragu lagi, segera ku masukkan mulutku ke penis bapak. Mmmmh, ternyata rasanya nikmat. Aku jilat-jilat penis Bapak. Aku jilati juga dua buah bola dibawahnya.
“Mmmphh… mas, enak mas, ayo mas, sedot lagi mas” Bapakku meracau.
Entah kenapa aku ingin merasakan tubuh Bapak seutuhnya. Aku merasa aman dan nyaman berada di samping bapak. Bapak masih duduk bersandar. Akupun tiduran di paha Bapak sambil menghisap-hisap kontol bapak. Aku melihat muka bapak kenikmatan. Bapak mengusap-usap kepalaku dengan penuh kasih sayang.
“Enak mas? Kamu keasyikan kayaknya, hehe”
“Iya Pak, kontol Bapak enak”
Bapak lalu memukul-mukulkan penisnya ke mukaku. Ahh, ini seksi sekali! Aku pun menghisap penis bapak lagi. Bapak lalu mengusap-ngusap dadaku, dan mencubit-cubit putingku.
“Mas, Bapak mau tiduran, coba bangun dulu” pinta Bapak.
Aku pun membiarkan Bapak tidur terlentang, dan tanpa diminta Bapak, aku masuk ke dalam pelukannya. Bapak mengusap-usap kepalaku.
“Mas, ingat, ini cuma iseng saja ya. Kamu jangan sampai di luar sana jadi kepingin melakukan hal ini dengan orang lain. Kalau kamu lagi mau, bilang bapak saja, nanti kita ngocok bareng lagi ya”
“Iya pak” aku pun semakin erat memeluk bapak. Ketiaknya yang dipenuhi bulu lebat kucium-cium, lalu aku berlanjut ke dadanya, putingnya kuhisap-hisap. Ah enak sekali.
“Mmmph, mas, aahhh, mas, owh…” Bapak meracau kembali.
Bapak lalu mengangkat kepalaku ke hadapan mukanya.
“Mas, bapak sayang kamu” lalu bapak mencium bibirku dengan halus. Sungguh aku merasakan kasih sayang Bapak.
“Ayo mas, kita keluarin” kata Bapak.
Bapak lalu telungkup di atas badanku. Penisku dan penisnya disandingkan dan ia pun mulai menggesek-gesekkan tubuh kami berdua.
Aku melihat bapak di atasku begitu perkasa. Aku pun mengusap-usap dadanya sementara bapak menggesek-gesekkan badannya di atas badanku. Penis kami saling beradu, dan semakin mengeras.
“owh Pak, owwh, mmmphh.. yaah” kini giliran aku yang meracau. Ini sungguh nikmat!
“Mas, bapak mau keluar, kamu udah mau keluar blm? Kita keluarin bareng yah”
“Iya pak, aku juga mau muncrat ini”
“owhhh mmmhh… mas, bapak ke… ke… luar… ahhhhhh”
Sperma kami bermuncratan di dadaku, bahkan hingga ke mukaku. Bapak mengelap sperma di mukaku dengan kaos singletnya. Bapak lalu iseng mengambil sedikit sperma kami dengan telunjuknya, dan memasukkannya ke dalam mulutku. Rasanya aneh, tapi ini enak, lalu bapak mencium bibirku dengan manis.
“Bapak sayang mas, dan bapak ingin mas jadi lebih dewasa yah!”
Bapak lalu membersihkan dadaku dari tumpahan sperma kami. Setelah itu kami tidur berpelukan tanpa benang sehelai pun hingga pagi.
Sejak itu, aku sering mengocok bersama dengan Bapak. Kami mempunyai kode. Kalau aku ingin, aku bilang “PCB” ke Bapak, artinya “Pengen Coli Bareng”. Sejak saat itu aku makin sayang kepada Bapak, dan tak ingin sedikitpun mengecewakannya. Bapak bilang, daripada aku bermain dengan wanita dan bisa bikin hamil, atau dengan orang lain bisa bikin tertular penyakit, lebih baik dengan Bapak saja. Aku sendiri bingung, aku masih menyukai wanita, tapi aku menikmati hubunganku dengan Bapak. Apakah aku gay atau bukan? Ah, aku tak peduli. Yang jelas, aku tidak tertarik dengan pria lain selain Bapak.
Ketika aku sedang kencing, aku mendengar pintu kamarku terbuka. Ah, paling Bapak kupikir, ia akan mengambil rokoknya. Tapi… Oh tidak! Di bungkusan itu ada kepingan DVD ! Ahh deg-degan rasanya aku hendak keluar kamar mandi, aku takut Bapak marah. Aku diam sejenak. Aku tidak mendengar suara apa-apa dari dalam kamarku. Mungkinkah Bapak sudah keluar?
Aku, Satria, adalah seorang pria berusia 17 tahun. Aku kini duduk di kelas 3 SMA. Badanku biasa saja, tidak terlalu berotot. Kulitku sawo matang. Aku asli Jawa Tengah, tapi aku sekarang tinggal di Jakarta. Ya, Bapakku yang seorang tentara dipindah tugaskan ke satuan di Jakarta. Bapakku seorang yang tegas. Ia boleh dibilang galak dan sangat keras. Tapi semua berubah sejak ulang tahunku yang ke-17 dua bulan lalu. Bapak bilang, aku sudah dewasa, sudah harus bisa menentukan nasib sendiri. Sudah harus tahu mana yang baik dan mana yang salah. Bapak hanya bisa menasehati saja. Usia bapak 42 tahun. Secara fisik, Bapakku seperti kebanyakan tentara yang lainnya, tubuhnya gempal, berotot, kulitnya sawo matang, memiliki kumis tebal, dan tatapannya tajam. Teman-temanku bilang tampang Bapak menyeramkan. Tapi beberapa teman perempuanku malah menyukainya. Mereka bilang sangat macho! Hahahaha…
Sejak dua hari lalu, Ibuku pulang kampung ke Solo bersama adikku satu-satunya yang masih duduk di bangku SMP, Intan. Bulik-ku akan menikah empat hari lagi dan sebagai kakak, Ibu merasa wajib untuk membantu persiapannya. Saat ini bertepatan dengan liburan semester, sehingga adikku pun bisa ikut. Tinggallah aku dan Bapak di rumah berdua. Untuk bersih-bersih rumah aku kerjakan bersama Bapak. Sedangkan untuk urusan perut, Bapak sangat jago masak. Cukup banyak ilmu yang ia dapatkan selama pendidikan militernya dulu, termasuk masak-memasak. Aku sendiri tidak ikut ke Solo karena sedang sibuk mempersiapkan ujian akhir nasional. Jadi nanti saja lah, aku dan bapak datang pada H-1.
Oke, kembali ke cerita awal. Oya, sebelumnya aku beritahukan bahwa aku bukanlah gay, aku mempunyai pacar wanita yang sangat kusayang. Bapak Ibuku pun tahu dan mengenal baik pacarku itu. Dan selama berpacaran aku tidak pernah melakukan hal-hal yang lebih dari sekedar berpegangan tangan.
Ah, sepertinya Bapak sudah keluar dan mengambil rokoknya. Aku beranikan diri keluar kamar mandi. Oh tidak, aku pun tersentak. Bapak rupanya sedang memutar DVD yang baru kubeli di TV di kamarku. Tampak Bapak masih mengenakan seragam tentaranya. Namun kancing bajunya sudah terbuka, gerah mungkin.
“Pak…” aku tidak bisa melanjutkan kata-kata.
“Mas, kamu untuk apa toh beli DVD kayak gini?” tanya Bapak pelan.
“Mmmm… Nggak, Pak, aku cuma… Cuma penasaran aja.” Jawabku bingung.
“Ya, wajar sih, anak seusiamu tertarik pada hal-hal seperti ini. Tapi ingat, sebagai orangtua, Bapak hanya titip pesan saja, kamu jangan berbuat hal yang tidak-tidak ya. Misalkan kamu melakukan adegan-adegan seperti di film ini dengan pacar kamu. Nanti saja kalau sudah menikah. Kalau sampai hamil, bahaya!” nasehat Bapak.
“Nah, kamu selama ini kalau lagi pengen ngapain toh?” lanjut Bapak.
“Aku… aku…” aku tak bisa berkata apa-apa.
“Sudahlah Mas, Bapak ini kan Bapakmu. Dari dulu kan kita sudah saling terbuka. Lagipula kan kita sama-sama lelaki toh? Gak usah sungkan. Kamu bisa bebas cerita apa saja. Ayo cerita”, Bapak melanjutkan.
“Gak ngapa-ngapain sih Pak. Paling aku Cuma ngocok aja”, jawabku malu.
“Hahahaha, kamu kok malu? Itu wajar, Bapak juga dulu waktu masih muda sering kok ngocok gitu. Tapi ingat, jangan keseringan ya! Nggak bagus, hehe… Eh ngomong-ngomong filmnya bagus ini. Bapak ikut nonton ya, sudah kadung diputer, jadi Bapak nonton disini saja lah” tegas Bapak.
“Iya Pak, aku keluar dulu ya” jawabku.
“Lho, kamu mau kemana? Nonton sini saja, gabung” minta Bapak.
Aku pun duduk di ujung kasur, sementara Bapak tiduran di kasurku. Tampak adegan di TV, dua orang pria sedang mengerjai seorang wanita. Satu pria itu terlihat sudah tua, dan satu pria lainnya terlihat masih muda. Film yang diputar ini adalah film Asia. Pria yang lebih tua sedang duduk terlentang sambil penisnya dikulum oleh si wanita itu. Sementara pria yang lebih muda sedang memasukkan penisnya ke dalam vagina si wanita dengan gaya doggy style.
“Ini sepertinya Bapak dan anaknya, ya mas. Mukanya mirip, hahahaha….” Kata Bapak.
Aku sudah tidak setakut di awal tadi, aku sudah mulai relax dan ikut tidur di samping Bapak dengan bantal yang cukup tinggi. Tak lama kemudian aku kaget sekali. Bapak membuka ritsleting celananya, dan ia sedikit menurunkan celananya.
“Bapak mau ngocok mas, sudah dua hari ibu pergi nih”
Bapak cuek saja langsung mengocok penisnya. Aku ternganga, penis Bapak begitu besar, keras, panjang, dan urat-uratnya membuat terlihat lebih macho. Bulu-bulunya keriting namun tidak begitu panjang, sangat rapi. Baru kali ini aku melihat penis orang dewasa, dan itu adalah penis Bapakku sendiri. Perasaanku tak karuan. Deg-degan tidak jelas. Aku bingung dan sangat bingung. Entah kenapa aku justru penasaran ingin melihat penis Bapak lebih dekat namun aku tidak berani.
“Mas, kok bengong? Kamu kalau mau ngocok juga, cuek aja. Kita lelaki. Wajar kok kalau terangsang lihat film beginian, hehehe” lanjut bapak.
Dan entah keberanian dari mana, aku pun membuka celanaku hingga terlepas semuanya. Ahhh, sensasinya begitu nikmat sekali. Jantungku berdebar keras. Aku memperlihatkan penisku di depan Bapak, dan akupun melihat penis Bapak! Kulihat muka bapak serius sekali melihat adegan-adegan panas di TV. Mukanya terlihat sangat menikmati. Tak lama ia melepaskan baju seragam tentaranya, ia hanya mengenakan kaos dalam saja. Bulu-bulu di dadanya mencuat keluar. Aku tak tahu mengapa, aku tiba-tiba jadi suka dengan wangi badan Bapak. Bapak pun menurunkan celananya hingga terlepas semua. “Biar adil” bapak bilang.
Aku pun mulai mengocok penisku. Dan entah keberanian dari mana lagi, aku pun membuka bajuku. Ahhh, sensasinya benar-benar tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Bapak yang kukenal galak ini, ada di sampingku, sedangkan aku bugil tanpa sehelai benang pun. Aku mulai mengocok penisku. Tak lama bapak pun membuka kaos singletnya. Astaga, kenapa dengan pikiranku? Bapak terlihat sangat sexy sekali ketika telanjang bulat. Pentil susunya mengeras. Dadanya berbulu rapih, dan sangat wangi sekali. Wangi maskulin, aku tiba-tiba suka!
“Ayo mas, kocok mas, kita keluarin mas” tak kusangka Bapak berkata seperti itu.
“Di akmil dulu Bapak dan rekan-rekan Bapak biasa ngocok bersama, mas. Jadi cuek saja” lanjut Bapak.
Aku makin terangsang melihat gaya Bapak mengocok penisnya. Tangan kirinya sibuk mengusap-usap dadanya.
“Mas, pentil susu kita ini juga sumber kenikmatan. Coba deh kamu raba-raba” jelas Bapak.
“Iya Pak, geli” tukasku
Tanpa berkata apa-apa, tangan Bapak menggerayangi dadaku, mencubit-cubit putingku.
“Ahhhh, Pak, geliii…” lirihku
“Enak kan mas? Nanti gantian kamu mainin putting Bapak juga ya” tegas Bapak.
Aku tak menjawabnya, langsung saja aku meraba-raba dada Bapak. Ohh, dadanya yang berbulu dan berotot membuatku tertarik untuk merabanya lebih jauh lagi. Aku ingin memiliki dada sepertinya.
“Ahhh mas, ini enak mas. Ayo mas, maenin putting Bapak.” Entah kenapa aku terangsang mendengar kata-kata Bapak.
Bapak menurunkan lengannya dari dadaku ke penisku. Aku kaget, tapi ini enak sekali! Baru kali ini penisku dipegang orang lain. Penisku dikocok-kocoknya. Aku dan Bapak sudah tidak memperhatikan DVD lagi.
“Kontol kamu gede banget mas. Sama kayak Bapak”
Tanpa dikomandoi aku pun memegang penis Bapak, dan baru kali ini pula aku memegang penis orang lain. Ya, penis Bapak begitu hangat dan menggemaskan.
“Dari kontol Bapak ini lah asal kamu, mas.” Kata Bapak.
“Mas, duduk yuk” ajak Bapak.
Bapak lalu duduk di sandaran kasurku. Ia lalu asyik mengocok penisnya sendiri. Aku agak kesal juga karena aku masih ingin penisku dikocok oleh Bapak. Ya sudah lah, aku kocok sendiri saja. Ketika aku hendak mengocok penisku, Bapak tiba-tiba menepis tanganku.
“Enak gak mas kalau Bapak kulum gini” Bapak langsung melahap penisku. Ahhhhhh ini sungguh nikmat sekali. Aku tak percaya ini! Sedotannya kuat dan kumis Bapak membuatku makin geli. Bapak menjilati kelaminku mulai dari pangkal hingga ke ujungnya. Ahhh, precumku keluar semakin banyak.
“Pak, enak” singkatku.
“Iya mas, asal kamu tahu ini bentuk hukuman dari senior ketika Bapak masih duduk di akmil dulu. Bapak diminta menjilati kontol-kontol senior Bapak sampai keluar” jawab Bapak.
Aku kaget sekali mendengarkan cerita Bapak. Ah, sudahlah, aku sedang menikmati ini.
Aku pun penasaran dengan penis Bapak.
“Pak, udah, nanti keluar. Aku boleh gantian ya?” pintaku.
“Iya mas, nih kontol bapak, kamu isep ya, kamu sedot-sedot, kamu jilat, nikmati kontol Bapak, Mas. Dari sini kamu berasal” jawab Bapak.
Aku pun mencoba memasukkan mulutku ke penis bapak. Baunya aku tak suka. Tapi aku penasaran. Bentuknya yang seksi, dan aku sadar dari penis bapak inilah aku berasal. Aku tak ragu lagi, segera ku masukkan mulutku ke penis bapak. Mmmmh, ternyata rasanya nikmat. Aku jilat-jilat penis Bapak. Aku jilati juga dua buah bola dibawahnya.
“Mmmphh… mas, enak mas, ayo mas, sedot lagi mas” Bapakku meracau.
Entah kenapa aku ingin merasakan tubuh Bapak seutuhnya. Aku merasa aman dan nyaman berada di samping bapak. Bapak masih duduk bersandar. Akupun tiduran di paha Bapak sambil menghisap-hisap kontol bapak. Aku melihat muka bapak kenikmatan. Bapak mengusap-usap kepalaku dengan penuh kasih sayang.
“Enak mas? Kamu keasyikan kayaknya, hehe”
“Iya Pak, kontol Bapak enak”
Bapak lalu memukul-mukulkan penisnya ke mukaku. Ahh, ini seksi sekali! Aku pun menghisap penis bapak lagi. Bapak lalu mengusap-ngusap dadaku, dan mencubit-cubit putingku.
“Mas, Bapak mau tiduran, coba bangun dulu” pinta Bapak.
Aku pun membiarkan Bapak tidur terlentang, dan tanpa diminta Bapak, aku masuk ke dalam pelukannya. Bapak mengusap-usap kepalaku.
“Mas, ingat, ini cuma iseng saja ya. Kamu jangan sampai di luar sana jadi kepingin melakukan hal ini dengan orang lain. Kalau kamu lagi mau, bilang bapak saja, nanti kita ngocok bareng lagi ya”
“Iya pak” aku pun semakin erat memeluk bapak. Ketiaknya yang dipenuhi bulu lebat kucium-cium, lalu aku berlanjut ke dadanya, putingnya kuhisap-hisap. Ah enak sekali.
“Mmmph, mas, aahhh, mas, owh…” Bapak meracau kembali.
Bapak lalu mengangkat kepalaku ke hadapan mukanya.
“Mas, bapak sayang kamu” lalu bapak mencium bibirku dengan halus. Sungguh aku merasakan kasih sayang Bapak.
“Ayo mas, kita keluarin” kata Bapak.
Bapak lalu telungkup di atas badanku. Penisku dan penisnya disandingkan dan ia pun mulai menggesek-gesekkan tubuh kami berdua.
Aku melihat bapak di atasku begitu perkasa. Aku pun mengusap-usap dadanya sementara bapak menggesek-gesekkan badannya di atas badanku. Penis kami saling beradu, dan semakin mengeras.
“owh Pak, owwh, mmmphh.. yaah” kini giliran aku yang meracau. Ini sungguh nikmat!
“Mas, bapak mau keluar, kamu udah mau keluar blm? Kita keluarin bareng yah”
“Iya pak, aku juga mau muncrat ini”
“owhhh mmmhh… mas, bapak ke… ke… luar… ahhhhhh”
Sperma kami bermuncratan di dadaku, bahkan hingga ke mukaku. Bapak mengelap sperma di mukaku dengan kaos singletnya. Bapak lalu iseng mengambil sedikit sperma kami dengan telunjuknya, dan memasukkannya ke dalam mulutku. Rasanya aneh, tapi ini enak, lalu bapak mencium bibirku dengan manis.
“Bapak sayang mas, dan bapak ingin mas jadi lebih dewasa yah!”
Bapak lalu membersihkan dadaku dari tumpahan sperma kami. Setelah itu kami tidur berpelukan tanpa benang sehelai pun hingga pagi.
Sejak itu, aku sering mengocok bersama dengan Bapak. Kami mempunyai kode. Kalau aku ingin, aku bilang “PCB” ke Bapak, artinya “Pengen Coli Bareng”. Sejak saat itu aku makin sayang kepada Bapak, dan tak ingin sedikitpun mengecewakannya. Bapak bilang, daripada aku bermain dengan wanita dan bisa bikin hamil, atau dengan orang lain bisa bikin tertular penyakit, lebih baik dengan Bapak saja. Aku sendiri bingung, aku masih menyukai wanita, tapi aku menikmati hubunganku dengan Bapak. Apakah aku gay atau bukan? Ah, aku tak peduli. Yang jelas, aku tidak tertarik dengan pria lain selain Bapak.