6/24/2011

Pensiunan VS. Binaraga

Oke, pada kesempatan ini aku akan menceritakan pengalamanku dalam sosokku yang sekarang ini. Cerita-cerita sebelumnya merupakan kejadian saat aku SMA atau saat aku masih tentara. Sedangkan aku yang sekarang ini sudah bergelut di bidang wiraswasta dengan berbisnis kecil-kecilan dan telah memiliki rumah dan kendaraan sendiri walaupun tidak terlalu mewah. Aku yang sekarang sudah mulai bisa menerima gay-nya aku sehingga sudah tidak pantang ngesex lagi dengan sesama cowok yang kusenangi tentunya selama cowoknya mau, tidak banyak menuntut dan tidak terikat komitmen atau kusebut istilah temanan plus :). Gimana ceritanya? Begini..

*****

Kejadian ini terjadi kira-kira setahun yang lalu, tepatnya di tempat fitness yang kukunjungi secara rutin untuk memelihara kondisi tubuhku. O ya, sebagai informasi buat anda yang ingin gay sex, jika anda ingin mencari pasangan maka tempat fitness atau gym merupakan tempat dengan kans yang tinggi. Kenapa demikian? Soalnya gym merupakan tempat berkumpulnya orang-orang (cowok tentunya) yang suka/menginginkan tubuh seksi proporsional sehingga kemungkinannya besar sekali diantara mereka yang gay dan dapat diajak berhubungan jika dengan pendekatan yang tepat. So.. rajin-rajinlah fitness karena selain membuatmu seksi juga akan dapat pasangan kencan ;). Aku berani bilang ini karena kebanyakan ‘teman plus’ ku didapat di sana.

OK, kembali ke cerita ini. Saat itu di gym aku sudah menukar pakaianku dengan kaos tanpa lengan dan celana boxer. Saat sedang melakukan pemanasan aku melihat ada seorang cowok yang badannya gede yang sedang asyik mengangkat barbel. Ia bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek saja. Otot-otot lengan dan dadanya menggelembung besar setiap ia mengangkat barbelnya. Kalau ditaksir-taksir boleh dibilang hanya selisih sedikit dengan Ade Rai yang sering kulihat di TV itu. Kulitnya putih bersih dengan rambut cepak. Wajahnya ganteng dengan alis yang tebal.

“Wah, ada orang baru nih..”, batinku saat itu karena aku sama sekali belum pernah melihatnya di gym itu.
Saat itu aku cuma sedikit berdebar saja dan kontolku juga hanya berdenyut sebentar lalu normal lagi soalnya aku dapat mengendalikannya. Aku dapat melakukannya karena dia sama sekali bukan tipe yang bisa membuatku ‘liar’ dan ereksi habis. Tipe yang bisa membuatku demikian adalah cowok dengan tipe body tidak berselisih jauh denganku yaitu yang memiliki otot bak binaragawan namun gedenya harus seperti perenang atau yang kusebut sebagai body tipe kombinasi perenang-binaragawan.

Aku mulai cuek lagi dan mengambil barbel yang ada lalu berbaring di bangku dan mulai melakukan ‘bench press’. Setelah melakukannya sebanyak 2 set aku melakukan sit-up dan ‘crunch’. Latihan yang kusebutkan tadi merupakan favoritku karena membentuk otot yang juga menjadi favoritku :).

Setelah itu berturut-turut aku melatih otot pahaku lalu otot punggung dengan menggunakan peralatan yang ada, lalu push up dan banyak lagi gerakan lainnya. Suatu ketika secara tidak sengaja aku melihat kalau cowok yang kuceritakan tadi sedang memperhatikanku. Saat itu dia sedang berada di atas treadmill. Dia kelihatan agak salah tingkah dan cepat-cepat mengalihkan perhatiannya dariku. Mungkin takut ketahuan, ia lalu pindah agak jauh mengambil dumbbell. Dari feelingku yang sudah tajam :) aku merasa kalau dia pasti gay.
“Wah.. Kayaknya dia gay nih..”, aku tersenyum di dalam hati lalu pura-pura tidak tahu, cuek dan terus melanjutkan latihanku.

Tiba-tiba saja terlintas dibenakku untuk menjadikannya sebagai ‘teman plus’ ku.

“Kayaknya asyik nih.. mencoba body segede itu”, batinku saat itu.

Memang aku belum pernah melakukan gay sex dengan cowok berbody sebesar itu, karena biasanya aku selalu mencari tipe yang minimal mendekati syarat-syarat ideal yang kusebutkan tadi.

Singkat cerita, mulailah aku melancarkan jurus-jurus ‘menebar pesona’. Jurus pertama aku mulai menanggalkan kaosku sambil pura-pura mengelap keringat yang membasahi wajahku sekedar memamerkan otot-otot tubuhku. Saat itu dari ekor mataku aku tahu kalau dia diam-diam selalu curi pandang. Ibaratnya lagu Naif, dianya selalu curi ke kiri.. curi ke kanan.. :) heh.. heeh.. heh.. Sorry, just joking. Hope u don’t mind ;). Jurus kedua aku tidak memakai kembali kaosku dan mulai latihan angkat beban lagi. Dari ekor mataku kulihat kalau dia mulai gelisah dan.. ia lalu pindah lagi ke treadmill. Mungkin agar lebih leluasa mencuri pandang ke arahku.

Sialnya, rupanya pertunjukanku tidak hanya disaksikan oleh cowok gede yang kutaksir tadi. Ada cowok lain yang memandangku secara terang-terangan dengan mata buas bernafsu. Bodynya yang agak kurus karena sepertinya ia baru saja menjadi anggota di gym itu. Aku baru beberapa kali melihatnya di sana dan juga bukan pertama kalinya dia melihatku dengan penuh nafsu. Aku jadi geram dan mendelik memperlihatkan ketidaksenanganku. Rupanya ia agak takut juga dan buru-buru menjauh dari sana.

Pembaca sekalian, sorry ya, aku sama sekali bukan memandang hina dirinya atau merasa diriku lebih perfect dibanding cowok krempeng tadi. Ketidaksenanganku lebih disebabkan oleh pandangan matanya yang menjilat-jilat yang membuatku seolah-olah dilecehkan. Ceritanya akan lain kalau si krempeng tadi melihatku dengan cara lebih ‘sopan’. Aku pribadi selalu berprinsip untuk tidak melakukan sesuatu yang berbau ‘nafsu sex’ pada orang lain yang tidak mau/tidak menginginkannya. Kalau aku melakukannya berarti aku telah melakukan pelecehan sex and that’s bad..

Kembali ke cerita, untung aksiku mendelik marah tidak diketahui oleh cowok gede yang menjadi targetku karena posisi dia dan cowok krempeng tadi berseberangan. Tibalah saatnya aku melancarkan jurus mautku sambil berharap.. :) Saat itu aku masih rebah di bangku sambil melakukan ‘bench press’. Tiba-tiba saja aku pura-pura kesulitan mengangkat barbell yang ada di atas dadaku. Melihat itu cowok gede tadi cepat-cepat menghampiri dan membantuku mengangkat barbell dan meletakkannya di penyangganya.

“Kena.. deh”, batinku saat itu.

“Thanks ya.. Untung kamu membantuku, soalnya tadi tiba-tiba saja merasa lemas gitu”, aku berkata sambil menebar senyum padanya.

“Never mind. Latihan ini memang membutuhkan sparing partner disampingmu hingga dapat membantumu sewaktu-waktu. Kenapa tidak mencari satu saja?”, kata cowok gede itu sopan.

“Wah, ide yang bagus juga. Namaku Bobby”, aku berkata sambil mengulurkan tanganku.

“Aku Roy”, Ia menjabat tanganku dengan genggaman yang mantap.

Dari dekat baru kelihatan kalau cowok ini ternyata OK juga. Wajahnya bersih kelimis dan cukup simpatik. Otot-otot tubuhnya yang gede menyembul disana-sini dan mengkilat karena basah oleh keringatnya. Jantungku mulai berdebur lagi yang segera kukendalikan.

Dari obrolanku selanjutnya dengan Roy kuketahui kalau ternyata Roy asalnya tinggal di Jakarta. Dia adalah famili dari pemilik gym ini. Kebetulan saja dia sedang liburan ke Pekanbaru. Roy masih cukup muda. Umurnya saat itu cuma 24 tahun dan masih mahasiswa. Dia adalah salah seorang atlet binaraga dan pernah mengikuti beberapa kejuaraan binaraga di Jakarta dan walau bukan juara pertama ia pernah menjadi juara favorit.

Roy tampak ‘excited’ saat mengetahui kalau aku adalah bekas tentara. Roy sangat fleksibel orangnya khas orang kota besar hingga obrolan kami terasa makin akrab yang diselingi canda tawa. Yang kusuka dari Roy adalah suara tawanya yang menurutku sangat seksi. Saat itu sikapku masih biasa saja, tidak menunjukkan kalau aku mulai nafsu dengannya. Akhirnya aku mengakhiri obrolan kami dan sebelum pulang aku meninggalkan alamat dan nomor HP-ku padanya.

“Malam ini boleh ke rumahmu nih..”, kata Roy dengan penuh senyum.

“Boleh-boleh saja. Malam ini aku juga tidak kemana-mana kok. Aku juga ingin tahu lebih banyak tentang kejuaraan binaraga yang kamu ikuti”, kataku dan diam-diam hatiku girang sekali.

“Wah.. kebetulan nih, aku membawa foto-foto saat kejuaraan. Nanti sekalian kubawakan”, kata Roy dengan antusias.

“OK, that’s a deal. See you later”.

Aku lalu beranjak keluar dari gym untuk segera pulang dan ‘mempersiapkan’ malam itu ;).

*******

Suara mobil terdengar memasuki halaman rumahku.

“Ting tong..”. Bel rumahku berbunyi tak lama kemudian saat jam menunjukkan lebih kurang pukul 8.30 malam.

Dari lubang pintu kelihatan rupanya Roy yang datang.

“Silakan masuk, susah ya mencari rumahku?”, aku membuka pintu sambil mempersilahkannya masuk ke dalam.

“Sulit juga sih, soalnya aku kan cukup asing dengan Pekanbaru. Untung aku bertanya di sepanjang jalan hingga tidak kesasar”, Roy berkata sambil masuk. Tercium wangi parfumnya yang maskulin saat ia melintas di depanku.

Wah, tidak mengganggu nih”, kata Roy lagi sambil matanya menyapu seisi rumahku.

“Ah.. Nggak, soalnya aku tinggal sendirian. Jadi tenang aja”, kataku lagi.

Malam itu penampilan Roy menurutku cukup seksi dengan memakai jeans ketat yang dipadukan dengan kaos playboy ketat yang lagi ngetrend saat itu. Bodynya yang penuh sesak dengan otot yang gede-gede itu tercetak jelas di kaosnya.

“Nah silakan kalau mau duduk atau apa aja. Anggap aja seperti rumah sendiri”.

“Nih.. foto-foto yang kujanjikan”, kata Roy menghempaskan diri ke sofa sambil menyerahkan sebuah album foto.

“Minuman dan makanan ringannya ada di kulkas belakang sana. Ambil saja sendiri. Jangan malu-malu ya”, kataku sambil menerima album foto itu.

“Oke deh..”. Roy segera berlalu ke belakang.

Saat Roy kembali aku sedang asyik membolak-balik album fotonya. Makin dilihat ternyata body gede seperti Roy itu ternyata menarik juga.

“Gimana.. Apa pendapatmu tentang diriku jika dibandingkan dengan peserta lain yang ada?”, tanya Roy ingin tahu.

“Ehm.. Bagiku kamu kelihatan paling OK kok”, aku berkata sejujurnya karena memang itu yang kurasakan.

“Sungguh?”, mata Roy kelihatan agak berbinar.

“Sungguh. Kalau kejuaraannya diadakan di Pekanbaru aku pasti akan hadir menjadi pendukungmu”, kataku sambil menatapnya.

“Thanks ya..”. Roy kelihatannya sangat senang sekali mendengar ucapanku.

“O ya.. Bolehkan aku melihat foto-fotomu saat masih tentara?”, tanya Roy penuh harap.

“Boleh. Ayo ikut aku ke kamar”, jawabku singkat sambil beranjak menuju kamarku.

“Wah kamarmu luas ya? Lebih luas dari ruang tamu”, komentar Roy sambil duduk di tepian ranjangku yang berkasur empuk.

“Nih”, kataku sambil menyerahkan sebuah album foto besar.

Roy segera membolak-baliknya.

“Wah, gagah sekali..”, Roy tidak dapat menyembunyikan kekagumannya melihat foto-fotoku saat tentara dulu.

“Suka ya?”, aku mulai memberikan pertanyaan yang menjebak.

“Ya.., Oh.. Eh.. maksudku aku sangat suka dengan penampilanmu”, Roy agak salah tingkah ketika menjawab pertanyaanku.

“Sungguh? Gimana kalau sekarang aku memakai seragam tentara, kebetulan aku masih punya”, aku semakin memancingnya.

“Wah.. Sungguh nih, tentu aku sangat senang sekali. Kalau boleh aku ingin foto bersama, soalnya aku sejak lama ingin sekali foto bareng sama tentara”, Roy tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya.

Di sudut ruanganku memang ada kamera polaroid yang terpasang di atas tripod. Kamera itu memang biasa kugunakan untuk menjepret foto teman plusku dan saat itu sebenarnya sudah dalam keadaan standby karena sudah kupersiapkan sebelumnya dengan maksud untuk menjepret gambar Roy tentunya.

“Tapi aku bukan tentara lagi lho..”, kataku lagi.

“Nggak apa-apa tuh, yang penting bisa foto sama yang berseragam”. Roy kelihatannya makin ‘excited’ aja.

“Wah, ini cowok rupanya terobsesi pada tentara berseragam rupanya”, batinku saat itu.

“Kamu apa juga bawa seragam kamu?”, tanyaku kalem.

“Maksudmu?”. Roy agak terheran dengan pertanyaanku.

“Aku juga ingin sekali foto bersama binaragawan. Gimana kalau kita siapkan seragam kita masing-masing? Nanti kita foto bersama”, aku menjawab sambil membuka lemari pakaianku.

“Oke deh. Seragam binaragawan kan cuma simple aja. G-String doang juga OK. Tapi kamu punya minyak tidak?”, tanya Roy.

“Minyak? untuk apa?”, tanyaku heran.

“Lho.. katanya kita pakai seragam masing-masing. Minyak adalah salah satu seragam binaragawan lho. Untuk dioleskan ke tubuh hingga otot lebih jelas kelihatan”, jelas Roy panjang lebar.

“Yang ada cuma minyak sayur. Di dapur sana. Apa boleh?”, ia bertanya.

“Boleh jugalah. Aku ambil segera”, kata Roy sambil beranjak keluar menuju ke dapur.

“Wah, bakalan seru nih”, batinku girang saat itu.

Aku segera mengeluarkan seragam tentara lengkap dengan segala aksesorinya yang kusimpan di lemari dan mulai kupakai satu persatu. Seragam ini sebenarnya adalah buatan salah satu kenalanku yang memiliki usaha butik, sedangkan seragamku yang sebenarnya tentunya sudah tidak ada lagi. Pemilik butik itu adalah cowok gay juga. Aku mengenalnya karena kami pernah kerja sama saat aku menang tender pengadaan seragam karyawan salah satu perusahaan minyak di Riau. Aku cuma menganggapnya sebagai teman biasa karena ia bukan tipeku. Ia adalah tipe cowok ‘sissy’ yang terang-terangan sangat menyukaiku dan selalu berusaha memikatku. Tapi aku selalu cuek saja dan pura-pura bego. Seragam ini pun dibuatkannya dengan gratis. O ya, seragam ini sangat berguna sekali dan seringkali teman plusku ingin melihat penampilanku dengan seragam. Jadi cukup berguna juga untuk membakar nafsu lawan mainku hingga mereka tambah ‘buas’ dan aku yang jadi tambah ‘puas’ tentunya :). Bagi anda yang suka gay sex, walau anda bukan tentara sebaiknya boleh juga punya cadangan seragam, baik seragam tentara ataupun hanya sekedar seragam satpam. Kujamin pasti ‘berguna’ deh buatmu ;).

Aku mulai melepaskan kaosku diganti dengan kaos loreng yang dipadukan dengan seragam luar. Kemudian aku memakai aksesori lainnya. Kurapikan diriku sekali lagi di depan cermin besar kamarku. Saat aku sedang mengenakan sepatu Roy masuk dengan hanya memakai G-Stringnya saja sambil menenteng botol minyak sayuran yang biasa kugunakan untuk sekedar menggoreng makanan kecil. Penampilan Roy cukup membuat gairahku terbakar.
“Boleh tolong pakaikan minyak ini nggak?”, kata Roy sambil menyerahkan botol di tangannya.
Matanya tidak berkedip menatapku.
“Boleh. Berbaring saja di ranjang”, kataku dengan nada suara yang kubuat sewajar mungkin.
Saat itu nafasku mulai sesak oleh nasfu yang membara yang kutahan-tahan. Roy menelungkupkan badannya di ranjangku hingga punggungnya yang kekar berotot menghadapku. Aku menuangkan minyak ke tanganku dan mulai mengusapkannya ke punggung Roy. Usapanku semakin lama semakin turun hingga sampai ke daerah pantat Roy. Roy kelihatannya masih tenang-tenang saja. Aku memutar mutar telapak tanganku di bukit pantatnya beberapa saat lalu terus turun ke paha dan kaki.

“Belakang sudah OK, sekarang balikkan badanmu”, kataku setelah usapanku sampai ke mata kakinya.
Roy membalikkan tubuhnya menghadapku. Matanya kelihatan sedang menerawang entah ke mana. Aku mulai membalurkan minyak ke daerah favoritku yaitu di bagian dada dan perut. Aku sengaja memutar-mutar telapak tanganku di sekitar puting Roy seperti gerakan message. Roy kelihatan sangat menikmatinya. Matanya mulai sayu menatapku. Tanganku yang berada di dadanya juga dapat merasakan deburan jantungnya yang makin kencang. Tonjolan dibalik G-stringnya juga mulai tumbuh.

“Oh. kamu gagah sekali dengan seragammu itu”, Roy agak menggumam saat mengucapkan kata-kata itu.
“Ah, bohong tuh”, aku memasang muka tidak percaya.
“Sungguh. Aku sudah sejak lama mengimpikan teman berseragam yang gagah seperti kamu”. Entah sengaja atau tidak Roy mulai membuka isi hatinya.
“Kalau begitu kamu mau apa?”, aku mencoba menantangnya.
“Oh.. Aku ingin sekali memelukmu..”.
Roy yang sudah nafsu semakin berani menjawab tantanganku.
“Lakukan saja”, kataku sambil duduk di tepian ranjang.
Roy bangkit lalu benar-benar memelukku dengan kuatnya. Otot-ototnya yang besar dan berkilat oleh minyak sayur itu terasa sekali melingkari sekujur tubuhku. Rasanya beda sekali, nyaman gitu, seolah-olah aku tenggelam ke dalam body yang besar itu.

Hawa kamarku makin dipenuhi aroma sex. Saat itu tanpa diomonginpun kami sudah tahu sama tahu kalau kami saling menginginkan. Semboyannya NIKE sangat terasa disini, JUST DO IT begitu kira-kira :). Aku mulai menyungsepkan sambil mendusal-dusalkan wajahku ke dada Roy, kemudian pindah ke daerah sekitar ketiak Roy yang bersih sama sekali dari bulu-bulu. Lidahku mulai menari-nari di sana yang membuat Roy menggelinjang kegelian.

“Uh.. Ah kita foto saja dulu ya.. mumpung masih rapi..”, kataku agak terengah sambil dengan lembut melepaskan diri dari pelukan Roy yang enak itu.

Roy hanya menganguk saja. Aku segera mempersiapkan kamera dan setelah mendapatkan angle yang pas aku lalu menyetel agar kamera dapat dengan otomatis menjepret sendiri 5 kali. Aku cepat cepat pindah ke samping Roy yang sudah standby. Roy segera merangkul bahuku dan blitz kamera menyala-nyala melakukan tugasnya.

“Sudah selesai ya? Mari lanjut..”, kata Roy sambil menarikku ke ranjang lagi.

Rupanya ia sudah tidak sabar lagi hingga tidak melihat lagi hasil jepretan kamera barusan.

“Sini”, kata Roy sambil mendudukkanku di pangkuannya.

Saat itu g stringnya kelihatan sudah tidak bisa menahan cuatan kontolnya yang cukup besar itu. Aku duduk di pangkuan Roy sambil tanganku melingkar di leher Roy. Roy membenamkan wajahnya ke dadaku sambil menarik nafas mengendus seragam yang masih kukenakan sambil tangannya mengelus-elus daerah sensitifku yang makin berdenyut tegang. Aku membarenginya dengan ciuman di kepala Roy, lalu aku mulai diam sengaja menunggu apa yang akan dilakukan Roy selanjutnya.

Roy membopongku dan dengan lembut membaringkanku ke ranjang, lalu dengan perlahan penuh penghayatan ia mulai membuka seragamku satu persatu dimulai dari sepatu, berikutnya seragam luarku. Ia selalu mencium-cium seragam yang ada ditangannya setiap selesai melepaskannya dari tubuhku. Ia kelihatan begitu menikmatinya hingga pernik seragam yang terakhir :) Hingga kemudian aku hanya mengenakan CD saja. Roy kemudian naik ke ranjang menindihku di bawah tubuhnya yang gede itu. Tangannya memelukku dengan erat sambil menari-nari di punggungku. Aku mengimbanginya dengan menciumi wajahnya yang halus itu sambil tanganku aktif menjelajahi lekuk-lekuk otot di tubuhnya. Untuk beberapa lama kami bergulingan saling libat plus raba plus cium hingga keadaan makin memanas saja. Kemudian saat posisi Roy ada di bawah aku mulai melepaskan diri dari pelukannya yang kuat itu dan mulai menciumi dadanya yang besar itu.

Aku semakin senang dengan memainkan putingnya dengan ciuman dan jilatan lidahku yang sudah ahli lalu kusedot pinggiran putingnya hingga meninggalkan bekas merah (cupang). Dadanya yang besar bidang juga kucupangi beberapa kali hingga meninggalkan bekas-bekas merah yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih itu. Roy sangat menikmatinya dan ia menegang-negangkan otot dadanya hingga ototnya yang gede itu bergerak -gerak di depan mataku yang membuatku jadi gemas. Saking gemasnya lalu kugigit-gigit kecil dadanya yang masih bergerak itu tidak ketinggalan putingnya juga.

Roy makin mendesah menikmati gigitanku. Ciuman, sedotan plus gigitanku sampai ke daerah perut Roy yang punya deretan otot yang menonjol dan terus merambah turun hingga sampai ke daerah ternikmatnya. Kulihat g string roy sudah basah di dekat bagian kepala kontolnya. Segera kutanggalkan g stringnya hingga kontol Roy bebas tegak berdenyut-denyut menantang nafsuku yang kian membara. Kontol Roy walaupun kalah gemuk dengan punyaku namun ukurannya ternyata lebih panjang dengan warna merah muda yang menggemaskan. Sejenak kukagumi bentuk kontol Roy yang kepalanya sudah licin basah oleh cairan precum yang masih terus keluar. Rupanya Roy memiliki cairan precum yang cukup banyak juga. Aku kontan mendusalkan wajahku ke selangkangan Roy yang gundul tanpa bulu hingga cairan bening precumnya ada yang menempel di wajahku.

“Oh.. enak.. Bob.. ahh..”, desahan Roy makin kencang saat aku mulai menjilat lalu mengulum kantong kontol beserta bijinya di dalam mulutku sambil tanganku mengocok-ngocok batangnya.

Setelah selesai mencicipi kantongnya, giliran kepala kontol Roy yang kupermainkan dengan mulutku. Pertama-tama kujilat-jilat kepala kontolnya layaknya orang yang sedang makan loli dan hap.. akhirnya kepala kontol Roy masuk ke dalam mulutku. Kumajukan kepalaku hingga kontol Roy yang panjang masuk lebih dalam kedalam mulutku hingga mencapai kerongkonganku hampir mencapai pangkalnya. Lalu sambil menyedot kuat aku mundurkan kepalaku hingga tersisa bagian kepalanya saja dalam mulutku sambil ujung lidahku memainkan lubang di kepala kontol Roy lalu secara terus menerus kumajumundurkan kepalaku dengan cara yang sama.

“Ahh.. Ohh.. God.. Enak Bob, akh..”, Roy mendesah desah sambil tangannya memainkan putingnya sendiri.

Aku terus melakukannya hingga..

“Cukup, Roy.. Aku hampir keluar.. Sekarang giliranku..”, kata Roy parau sambil bangkit dari rebahannya.

Rupanya Roy tidak ingin keluar duluan yang membuatku senang karena ini menandakan kalau Roy bukan tipe cowok egois yang hanya mementingkan kenikmatan sendiri. Sekarang giliran Roy yang menggarapku. Tanpa basa-basi lagi Roy segera menanggalkan CDku yang masih menempel. Seperti halnya Roy selangkanganku juga bersih dari bulu. Kulihat ada sinar kekaguman di mata Roy saat melihat kontolku.

“Beautiful..”, desis Roy tidak kentara.

Sama seperti yang kulakukan, Roy mulai melakukan aksi serupa terhadap kontolku. Aku meram-melek merasakan kehangatan mulut Roy. Sedotannya semakin membuatku melayang-layang hingga tanpa sadar aku mendesah-desah dengan gencarnya sambil tanganku mencengkeram pundak Roy yang keras berotot.

Setelah Roy beraksi sekian lama, aku mulai merasakan sedikit sensasi yang menandakan kalau aku akan nembak tidak lama lagi. Aku menyetop aksi Roy yang makin buas menyedot kontolku, lalu kami pindah ke posisi 69. Kami mulai saling menyedot kontol lawan sambil bergulingan di ranjangku yang luas. Sensasi nikmat di selangkanganku terus dan terus menguat hingga pelukanku di pinggang Roy juga makin mengencang. Roy juga berkeadaan sama denganku. Tubuhku mengejang dan crott.. crott.. crott.. akhirnya tak kuasa menahan lebih lama lagi aku nembak duluan di dalam mulut Roy tanpa sempat permisi lagi karena mulutku penuh oleh kontol Roy. Kurasakan mulut Roy yang makin menyedot kontolku dengan lahap sekali.

Crott.. Croot.., akhirnya Roy nembak juga beberapa detik setelahku. Maninya sangat kental dan banyak sekali. Aku bagai orang kehausan terus menelannya dan tidak membiarkannya terbuang setetespun juga. Akhirnya aku berbaring di sebelah Roy dengan senyum puas sambil menenangkan nafasku yang memburu.. Roy juga menatapku dengan pandangan puas dan ia meraihku untuk berbaring di dadanya yang lebar luas itu sambil mendekapku. Itu baru pertama kalinya aku berbaring di atas dada lawan mainku karena biasanya aku tidak suka bermanja-manja, lagipula dada mereka tidak seluas punya Roy. Rasanya cukup nyaman juga. Cukup lama juga kami dalam keadaan seperti itu sambil pikiranku menerawang kemana-mana.

Aku mulai horny lagi hingga tanganku yang satu mulai mengelus dada Roy sambil tangan lainnya memilin-milin putingnya. Rupanya puting Roy sangat sensitif hingga ia juga mulai terbakar. Deburan di dadanya makin kencang dan kelihatan kalau kontolnya juga mulai tegak berdenyut-denyut. Punyaku sendiri saat itu sudah tegang penuh siap kapan saja untuk segera digunakan. Aku segera duduk di atas perut Roy sementara Roy masih berbaring. Aku mendekatkan wajahku ke wajah Roy dan kukecup bibirnya dengan nafsu sambil tanganku terus memainkan putingnya. Masih duduk di atas perut Roy, aku mulai menggeser agak ke bawah.

Sambil mengangkat pantatku aku mulai mengarahkan kontol Roy masuk ke anusku. Roy hanya memandangku dengan pasrah. Dan kurasakan kontol Roy secara perlahan mulai tenggelam ke dalam lobang pantatku hingga ke pangkalnya. Perutku agak mulas karena mungkin ukuran kontol Roy yang panjang itu telah mencapai usus besarku. Saat itu posisiku jongkok/duduk di selangkangan Roy. Setelah kurasa cukup aku mulai menaikkan pantatku sambil menegangkan otot dubur. Aku terus menaik turunkan pantatku dengan cara sama hingga kontol Roy keluar masuk dari lobangku dengan lancarnya.

“Ohh.. ah.. aah..”, Roy mendesah-desah menikmati aksiku.

Aku sendiri makin gencar menaik turunkan pantatku seiring dengan sensasi nikmat yang kurasakan saat kontol Roy bergesekan dengan dinding anusku.

“Akh.. teruskan dong Bob.. Please..”, Roy agak merengek saat aku menghentikan aksiku dan mengeluarkan kontol Roy dari lobangku.

Aku tidak ingin Roy keluar duluan karena aku juga ingin menikmati lobang anusnya yang saat oral tadi sekilas kulihat masih perawan. Kalau dibiarkan keluar duluan maka Roy pasti ogah kalau aku ingin menikmati lobang pantatnya.

“Nanti pasti kulanjutkan sayang.. tapi sekarang kamu nungging ya Roy..”, instruksiku.

Roy sepertinya mengerti mauku dan sambil menungging ia berkata lagi, “Pelan-pelan ya Bob.., soalnya aku belum pernah digituin..”.

Mendengar itu hatiku sangat girang karena tepat seperti dugaanku kalau pantat Roy ternyata masih perawan yang tentunya lebih nikmat dientot ;).

Pertama-tama kumasukkan jari tengahku ke anus Roy. Mulanya Roy meringis kesakitan sambil menegangkan otot duburnya.

“Kalau aku masuk jangan tegangkan otot duburmu ya sayang.. Biar nggak terlalu sakit..”, aku memberi petunjuk pada Roy.

Tampaknya Roy cukup patuh dan tidak mengencangkan otot duburnya lagi saat aku mulai menggerakkan jari tengahku keluar masuk dari anus Roy. Roy agak meringis tapi mulai bisa menikmati permainan jariku di lobangnya. Melihat Roy sudah agak tenang aku segela meludahi kontolku agar licin dan mulai mengarahkannya ke lobang Roy. Kepala kontolku secara perlahan mulai masuk ke lobang Roy yang sempit. Roy mulai meringis dan menegangkan otot duburnya lagi saat merasakan kepala kontolku memasuki lobangnya. Aku segera menghentikan aksiku dan dari belakang tanganku mulai memainkan dada dan puting Roy agar ia lebih tenang.

“Akh.. sakit..”, Roy mulai mengaduh saat aku memulai kembali aksiku yang tadi.

“Tenang sayang.. Nanti pasti nikmat deh..”, kataku sambil menyetop lagi aksiku memasukkan kontolku.

Dengan lembut aku terus start stop hingga memakan waktu lebih kurang setengah jam baru kontolku masuk hingga ke pangkalnya. Selama itu aku tetap memainkan puting sensitif Roy agar ia ‘high’. Aku membiarkan sebentar kontolku terbenam di lobang Roy agar ia lebih terbiasa lagi.

“Mulai saja Bob..”, ucap Roy.

Rupanya ia cukup penasaran juga. Mendengar itu tanpa ayal aku segera menarik kontolku lalu memompanya masuk lagi. Awalnya Roy mengaduh-aduh kesakitan sambil mengencang-ngencangkan otot duburnya yang membuat kontolku serasa dipijat-pijat kuat dan dilingkari oleh cincin hangat. Memang itulah rasanya lobang yang masih perawan, sempit dan nikmat.. ;).

Tidak lama kemudian Roy mulai menikmati entotanku dan suara erangan nikmatpun mulai keluar dari mulut Roy.

“Auh.. enak.. oh.. God.. enak.. sshh.. truss.. ahh..”, erang Roy sambil tangannya dengan kuat mencengkeram seprei ranjangku yang sudah awut-awutan.

Plak.. pak.. pakk.. pek.. bunyi selangkanganku yang beradu dengan pantat Roy dikombinasikan dengan erangan Roy merupakan simphoni yang sangat merdu di telingaku hingga goyanganku makin cepat, kuat dan bersemangat. Nafasku terus memburu dan keringat sudah membanjiri tubuhku, hingga beberapa saat kemudian..

“Oohh.. Aku mau keluar Roy..”, Hampir berteriak aku makin menghentak menusuk pantat Roy dengan gencarnya.

Untung kamarku sudah dipasangi peredam yang cukup hingga tidak perlu khawatir ada yang mendengarnya.

“Truss.. Bob.. truss.. ahh..”. Roy masih meneruskan erangan nikmatnya.

“Ooohh.. crott.. crott.. croott”, aku melolong kepuasan disertai dengan tembakan maniku di dalam anus Roy.

Aku keluar banyak sekali.. Oooh.. I feel so high.. ;).

Kukecup punggung Roy lalu giliranku yang menungging. Roy segera memasukkan kontolnya yang sudah terlalu ‘excited’ ke dalam anusku lagi dan segera mulai memompa dengan cepat sekali. Giliranku yang mengerang kenikmatan merasakan kehebatan kontol Roy.

“Auh.. teruss.. teruss Roy..”, erangku.

Lama juga Roy mengentoti pantatku dan selama itu aku merasakan beberapa kali tembakan kecil yang menghangat di dalam anusku. Aku pernah membaca kalau ada orang yang dapat mengendalikan hingga klimaksnya belum dicapai walau telah sempat menembak beberapa kali. Mungkin Roy telah menguasai teknik itu pikirku. Aku makin kagum saja sama Roy.

“Hosh.. hoshh.. ahh..”, suara nafas Roy yang makin memberat disertai desahan nikmatnya makin jelas terdengar di telingaku dan akhirnya..

“Aaakh.. crott.. crett.. crrott..”, Roy berteriak melenguh panjang puas dan kali ini mani yang ditembaknya sangat banyak sekali dan terasa mengalir hangat di dalam anusku menciptakan sensasi nikmat yang kusuka.

Rupanya ia sudah mencapai titik puncak kepuasannya. Kami sama-sama terhempas di ranjang dengan kontol Roy masih menancap dalam pantatku. Posisi kami saat itu aku berbaring menyamping membelakangi Roy sedang Roy dengan mesra memelukku dari belakang.

“Terima kasih Bob.. Aku puas sekali..”, bisik Roy di telingaku.

“Aku juga Roy, permainanmu hebat sekali..”, jawabku dengan suara menggumam.

Sesat kemudian kami sama-sama tertidur pulas dengan senyum kepuasan menghiasi wajah masing-masing.

*****

Keesokan paginya barulah kami punya kesempatan melihat hasil jepretan kamera yang telah membuka peluang terjadinya gay sex semalam. Kami sama-sama tertawa melihat ekspresi kami di dalam foto itu yang sangat lucu karena jelas kelihatan muka kami yang penuh nafsu sex dengan tonjolan di selangkangan kami masing-masing. Akhirnya Roy mengambil 2 foto untuknya sedangkan sisanya kusimpan baik-baik di dalam lemari yang nantinya akan kusatukan dengan ‘koleksi’ fotoku yang lain.

Roy pamit pulang dan setelah itu kami sempat beberapa kali bertemu dan mengulangi gay sex di rumahku. Namun sayang karena liburan Roy sudah usai dan ia harus kembali ke Jakarta. Aku menghadiahinya beberapa potong koleksi CDku yang diterima dengan senang hati oleh Roy. Roy juga meninggalkan alamat dan nomor teleponnya di Jakarta dan kami saling berjanji untuk melakukannya lagi jika ada kesempatan lainnya. Aku sama sekali tidak mengantar saat Roy berangkat ke Bandara karena ia sudah ditemani oleh keluarganya hingga mungkin malah bisa dicurigai jika aku melakukannya. Aku hanya mengirimkan SMS selamat jalan kepadanya. Dan.. hari-hariku pun kembali seperti biasanya, tentunya sambil menunggu petualangan yang lebih asyik dengan penggemar gay sex lainnya :).

No comments:

Post a Comment

Paling Populer Selama Ini