6/16/2011

Aladin II

... dari bagian I

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”

Selanjutnya dihadapan mereka muncul sebuah permadani.

“Untuk apa permadani ini?” tanya Aladin bingung.

“Naikilah permadani,” kata jin lampu.

Aladin mengikuti apa yang dikatakan jin lampu. Semua kantong berisi harta dinaikkannya juga ke atas permadani itu. Selanjutnya terjadi keanehan. Permadani itu mulai melayang di udara.

“Hei ini permadani terbang!” seru Aladin.

“Ya, duduklah Aladin. Kita akan melintasi udara dan kembali ke kampungmu,”

“Baiklah. Tapi sebelumnya berikan dulu akau pakaian. Dan aku juga menginginkan engkau berpakain juga. Warga kampungku akan bingung melihatmu telanjang bulat seperti itu nantinya,”

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”

Pakaian baru, bersih dan indah langsung melekat di tubuh keduanya. Aladin sangat senang akan hal itu. Ia tertawa-tawa senang. “Kalau begitu kita kembali ke kampungku sekarang,” kata Aladin kemudian.

Permadani terbang membubung tinggi ke angkasa. Melayang seperti burung elang, membawa Aladin terbang kembali ke kampungnya. Jin lampu melayang di samping permadani terbang mendampingi Aladin yang tertawa kegirangan, takjub melihat pemandangan di bawahnya.

Hari mulai gelap. Kampung Aladin sudah terlihat dari udara. Begitu indah oleh nyala lampu minyak yang berkilauan. Seperti untaian mutiara berkilau dilihat dari atas permadani terbang. “Itu rumahku,” tunjuk Aladin pada sebuah rumah reyot di sudut desa. Permadani melayang turun, begitu pula jin lampu.

Dengan sukses mereka mendarat di atas atap rumah Aladin yang datar. Permadani terbang perlahan-lahan menghilang. Jin lampu kemudian membawa Aladin turun ke bawah. Melayang-layang dalam pangkuan jin lampu Aladin bergerak turun hingga sampai ke tanah.

“Ahh.. senangnya tiba di rumah. Benar-benar perjalanan yang sangat melelahkan,” kata Aladin.

“Lelah karena perjalanan atau karena ngentotin aku?” bisik jin lampu nakal. Lidahnya menggelitik daun telinga Aladin.

“Dua-duanya,” jawab Aladin cengengesan. “Kamu jangan nakal begitu dong kalo disini. Nanti rahasia kita terbongkar,” kata Aladin berbisik.

“Siap boss,” jawab jin lampu tersenyum lucu.

Pintu rumah Aladin sudah tertutup rapat. Aladin mengetuk pintu dengan sumringah. Ia sudah tak sabar memamerkan harta karun yang ditemukannya kepada ibunya. Tak lupa pintu membuka, wajah ibunya yang berselendang nongol dari balik pintu.

“Aladin darimana saja engkau? Ali mencarimu sejak tadi. Aa yang engkau bawa itu? Siapa pula pemuda ini?” pertanyaan beruntun mengalir dari mulut sang ibu.

“Sabar bu, sabar. Satu per satu kalau bertanya. Biarkan aku masuk dulu, nanti aku jawab semua pertanyaan ibu,”

“Masuklah. Hei darimana kau dapat pakaian bagus ini? Kau mencuri lagi ya?” sang ibu masih terus bertanya. Aladin hanya tersenyum-senyum, pintu rumah di kuncinya. Kemudian ditariknya tangan sang ibu untuk duduk di dekatnya.

“Ibu benar-benar gak sabar nih. Ibu duduk dulu. Lihat nih apa yang aku bawa,” kantong yang dibawa Aladin langsung dibongkarnya. Mata sang ibu membelalak. Mulutnya menganga lebar. Tak percaya melihat begitu banyak perhiasan di depan matanya. Berserakan di lantai rumahnya yang reyot.

“Aladin…. Kau…, kau mencurinya dari mana…?” tanya sang ibu terbata-bata. Matanya melotot antara marah dan tak percaya.

“Sssttt…… aku tidak mencurinya bu,” Aladin kemudian menceritakan apa yang dilakukannya bersama pamannya, Karim. Juga pertemuannya dengan jin lampu. Tentu saja adegan hardcore sejenis tak diceritakannya pada sang ibu. Bisa berabe kan.

“Jin? Mana mungkin. Pemuda ini seperti layaknya manusia biasa,” kata sang ibu tak percaya.

“Jin lampu, masuklah lagi ke dalam lampu agar ibuku percaya,” kata Aladin.

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,” tubuh jin lampu berubah menjadi asap. Kemudian asap itu menyusup ke dalam lampu yang ditemukan Aladin.

“Benarkah semua ini Aladin?” sang ibu masih belum percaya.

Aladin tersenyum-senyum. Jemarinya menggosok-gosok lampu itu, lalu kembali asap mengepul dari ujung sumbu lampu. Asap itu kemudian berubah kembali menjadi jin lampu. Sang ibu benar-benar bingung. Ia tetap antara yakin dan tidak. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Aladin segera memasukkan kembali perhiasan itu kedalam empat kantong yang dibawanya. “Siapa itu?!” tanyanya keras. Ia kuatir itu pamannya.

“Ali!” sahut suara dari luar. Aladin segera menuju pintu. Dibukanya pintu. Wajah Ali yang penuh kekuatiran segera menyambutnya.

“Aku sungguh-sungguh kuatir padamu Aladin,” kata Ali. “Kemana saja engkau?” tanyanya.

“Masuklah dulu,” kata Aladin. Ali ditariknya masuk ke dalam rumah. Pintu kembali dikuncinya. “Duduklah dan jangan banyak tanya. Dengarkan saja ceritaku,” Aladin menceritakan lagi apa yang telah diceritakannya tadi pada ibunya. Ali hanya melongo-longo. Semakin melongo saat melihat perhiasan yang dibawa Aladin dan jin lampu memamerkan kemampuanya masuk ke dalam lampu mungil yang ditemukan Aladin.

“Engkau kaya raya kawan. Engkau bisa melamar Putri Jasmin kini,” kata Ali.

“Benar. Aku kaya raya sekarang. Aku dapat melamar Putri Jasmin sekarang. Maukah engkau melamar putri cantik itu untukku ibu?” tanya Aladin. Ibunya mengangguk-angguk, tetap dengan kebingungannya.

“Jin lampu, sediakan makanan buat kami sekarang. Aku sangat lapar. Ibu dan Ali pasti juga sangat lapar. Hidangkan makanan yang enak buat kami,” kata Aladin bersemangat.

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”

Berbagai hidangan lezat langsung terhidang di hadapan mereka. Makanan yang selama ini tak pernah bisa dirasakan oleh ketika orang miskin itu. Dengan lahap mereka menyantap makanan itu. Hingga kekenyangan dan tak dapat berkata apa-apa lagi. Jin lampu tersenyum bahagia melihat kebahagian tuan barunya yang tampan beserta keluarganya itu. Malam itu keluarga Aladin tidur dengan nyenyak. Mereka tidur diatas timbunan perhiasan yang berkilauan. Jin lampu masuk kembali ke dalam lampu. Iapun tertidur nyenyak di dalam sana.

Matahari bergerak naik. Aladin dan keluarganya sudah bersiap-siap diri. Mereka berniat untuk melamar Putri Jasmin hari itu. Pakaian indah sudah mereka kenakan pemberian jin lampu. Ibu Aladin sibuk mematut-matut bayangan dirinya di cermin buruk miliknya. Ia merasa senang dengan pakaian dan segala perhiasan yang dikenakannya hari itu.

Dengan permadani terbang mereka menuju istana. Jin lampu melayang disamping permadani terbang mendampingi perjalanan ketiga orang yang sedang berbahagia itu. Harta karun mereka bawa dalam peti besar yang indah. Harta karun itu akan mereka berikan sebagai persembahan untuk melamar sang putri.

Kemegahan istana sudah terlihat dari angkasa. Kubahnya menjulang tinggi. Berkilauan oleh pantulan cahaya matahari. Kubah itu terbuat dari emas. Sangat indah. Aladin dan ibunya juga Ali terkagum-kagum melihat kemegahan istana itu.

Akhirnya mendaratlah mereka di istana. Para pengawal kebingungan melihat kedatangan rombongan yang ajaib itu. Mereka belum pernah melihat sebuah permadani dapat menerbangkan orang. Singkat cerita, mereka berempat dihadapkan pada sang raja.

“Siapa kalian? Dan ada keperluan apa kalian mendatangiku kemari?” tanya sang raja dengan penuh wibawa.

“Kami adalah bangsawan dari selatan tuanku raja. Nama hamba Aladin, hamba datang kemari bersama dengan ibu dan Saudara hamba ini beserta seorang pengawal,” sahut Aladin. Jin lampu ditunjuknya sebagai pengawal.

“Kedatangan kami kemari adalah untuk melamar putri tuanku raja bagi putraku ini,” kata Ibu Aladin melanjutkan.

“Melamar putriku? Hahahaha,” sang raja tertawa terbahak-bahak. Aladin dan rombongan kebingungan. “Berani sekali kalian datang kemari untuk melamar putriku. Sudah banyak pangeran-pangeran kaya yang datang untuk melamar, namun semuanya ditolak oleh putriku. Lalu kalian datang kemari mengaku-ngaku sebagai bangsawan. Persembahan apa yang dapat kalian berikan kepadaku sehingga aku bisa mmpercayai bahwa kalian memang bangsawan dan layak melamar putriku,”

“Inilah persembahan yang kami bawa untuk tuanku,” kata ibu Aladin. Harta karun yang ditemukan Aladin kemudian digelar dihadapan sang raja.

Raja terkejut melihat perhiasan emas yang sangat banyak terhampar di hadapan matanya. Sifat materialistisnya langsung keluar. “Boleh juga persembahan yang kalian bawa. Namun terlebih dahulu aku akan bertanya pada menteri kepercayaanku. Panggil Jafar kemari dan juga putriku!” perintah raja pada pengawalnya.

Tak lama berturut-turut datanglah Putri Jasmin dan Jafar, menteri kepercayaan raja. Putri Jasmin terlihat senang melihat kedatangan Aladin. Lelaki yang pernah dilihatnya di pasar.

“Putriku, pemuda ini datang bersama ibunya untuk melamarmu. Bagaimana pendapatmu?” tanya raja.

“Hamba terserah keputusan ayahanda saja. Namun kalau hamba melihat pemuda ini kelihatannya baik,” sahut Putri Jasmin lembut. Dia menunduk malu-malu. Raja mengangguk-angguk. Aladin merasa senang mendengar tanggapan Putri Jasmin. Sementara wajah Jafar sang menteri terlihat sewot.

“Tuanku, maafkan hamba menyela,” kata Jafar.

“Ada apa Jafar?” tanya sang raja pada menterinya yang terlihat gagah itu.

“Tuanku, hamba rasa kita perlu mengetahui kekayaan pemuda ini dulu. Tuanku adalah raja paling kaya di muka bumi ini. Adalah sangat tidak pantas apabila tuanku memiliki menantu yang tidak jelas asal-usul dan kekayaannya,” kata Jafar sambil melirik tajam pada Aladin. Sesungguhnya Jafar ini juga mencintai Putri Jasmin. Ia tak rela apabila putri cantik itu menikah dengan orang lain. Karena itu selama ini ia selalu berusaha menghalangi apabila ada yang bernita melamar sang putri.

“Bagaimana maksudmu?” tanya raja.

“Tuanku, menurut hamba kita perlu mengetahui dulu, apakah Putri Jasmin nantinya akan tinggal di tempat yang layak baginya. Selama ini putri tuanku tinggal di tempat semegah ini, apakah pemuda ini memiliki tempat tinggal yang semegah istana tuanku. Hamba kuatir nantinya Putri Jasmin tidak betah tinggal di tempat yang tidak sesuai untuknya,” kata Jafar. Aladin semakin tak suka dengan menteri tampan itu. Sementara Putri Jasmin juga terlihat tak suka. Namun untuk membatah Jafar ia malu karena dianggap perempuan rendahan yang gila laki-laki. Ibu Aladin, Ali, dan jin lampu juga kesal mendengar ucapan Jafar.

“Benar juga katamu itu Jafar. Wahai pemuda apakah tempat tinggalmu semegah istanaku ini?” tanya raja.

“Tuanku, jika hamba memiliki tempat tinggal semegah tuanku, itu artinya hamba tidak menghormati tuanku raja. Namun demikian tempat tinggal hamba cukup megah tuanku. Tuanku raja dan Putri Jasmin hamba undang untuk melihat tempat tinggal hamba besok,” sahut Aladin mantap. Ibu Aladin dan Ali kaget mendengar jawaban Aladin yang nekat. Sementara jin lampu tenang-tenang saja.

“Baiklah, aku akan memenuhi undanganmu. Sekarang kalian boleh pergi. Persembahan kalian aku terima dengan senang hati,” kata sang raja materialistis.

“Kamu gila Aladin!” kata Ali dalam perjalanan pulang. “Tempat tinggal megah yang seperti apa yang engkau maksudkan?”

“Benar Aladin. Rumah kita hanya gubuk reyot seperti itu,” kata Ibu Aladin.

“Ibu dan Ali tenang saja. Bukankah kita memiliki jin lampu,” kata Aladin santai. “Jin lampu bisakah kau membuatkan aku istana yang sangat mirip seperti istana raja?”

“Tidak ada yang sulit buatku,” sahut jin lampu. Aladin tersenyum senang. Jin lampu benar-benar membuktikan apa yang dikatakannya. Setelah mengantarkan ibunya kembali ke rumah, Aladin bersama Ali dan jin lampu pergi mencari lahan kosong yang tidak dihuni orang untuk membangun istana buat Aladin. Setelah menemukan lahan kosong itu jin lampu mulai bekerja membuatkan Aladin istana yang sama megahnya dengan istana raja. Ali yang melihat pekerjaan jin lampu seorang diri membangun istana itu hanya terbengong-bengong. Dalam waktu semalam selesailah istana itu. Saat kokok ayam terdengar menyambut pagi di depan mata Aladin dan Ali sudah berdiri istana yang megah dan sangat mirip dengan istana milik raja.

“Gila, kau benar-benar luar biasa,” kata Ali memuji jin lampu. Ali terkagum-kagum melihat istana itu. Ia berkeliling melihat-lihat isi dalam istana. Tak sadar kalau Aladin dan jin lampu sudah tidak bersamanya lagi. Saat tersadar Ali sibuk mencari Aladin dan jin lampu.

Sementara itu Aladin dan jin lampu sudah asik bergumul di atas ranjang empuk di salah satu kamar istana itu. Atas pekerjaannya membuatkan istana, jin lampu meminta hadiah dari Aladin. Hadiahnya tak lain dan tak bukan adalah Aladin harus memuaskan birahinya. Dengan rela Aladin menyanggupinya. Saat Ali sibuk sendiri mengitari istana keduanya segera masuk ke dalam kamar dan memulai pergumulan birahi yang dahsyat.

“Ahhh… ahhh…. ahhhh…. Ahhhhh….,” jin mengerang-erang keenakan. Kedua tangannya berpegangan pada tiang tempat tidur. Sementara tubuhnya menungging seperti anjing. Dibelakangnya Aladin sibuk menggenjot-genjot dengan ganas sambil mulutnya menciumi punggung lebar jin lampu. Kedua tubuh kekar itu sudah basah kuyup bersimbah keringat. Bergerak-gerak memuaskan birahi mereka.

Sementara Ali terus sibuk mencari Aladin dan jin lampu. “Aladin, jin lampu. Dimana kalian?!!” teriaknya. Suaranya bergema di dalam ruangan istana megah nan luas yang tak berpenghuni itu. Satu per satu ruangan di periksanya sambil terus berteriak-teriak mencari. Hingga akhirnya pada satu ruangan Ali terkejut saat pintu ruangan itu dibukanya. “Aladin?!!!!!” serunya. Matanya membelalak. Di atas tempat tidur di dalam ruangan itu ia melihat pemandangan yang sangat tidak biasa baginya.

Aladin dan jin lampu tidur bersisian. Tubuh Aladin berada di belakang jin lampu. Kaki jin lampu mengangkang ke atas. Dibelakangnya Aladin sedang sibuk bergoyang pantat dengan cepat dan keras. Kontol Aladin didalam lobang pantat jin lampu. Bergerak keluar masuk dengan cepat dan keras. Sementara tangan Aladin sibuk mengocok-ngocok kontol jin lampu.

“Ahhh… ahhhh… ahhhh… ahhhh…,” keduanya mengerang-erang. Seruan Ali mengagetkan mereka. Erangan mereka terhenti. Kegiatan mereka terhenti. Masih dalam posisi seperti dilihat Ali, keduanya terkejut bukan alang kepalang.

“Apa yang kalian lakukan?” tanya Ali bingung. Matanya tak urung memandangi kontol keduanya yang besar.

Aladin segera melepaskan dirinya dari jin lampu. Dengan kontol masih mengacung keras didekatinya Ali. Kontolnya yang basah oleh ludah bergoyang-goyang seiring langkahnya. Mata Ali lekat menatapi kontol sahabatnya itu. Baru sekali ini ia melihat Aladin telanjang bulat seperti itu.

“Ali, duduklah. Aku akan menerangkannya padamu,” kata Aladin sambil menarik Ali untuk duduk di atas ranjang. Jin lampu pun ikut duduk bersila di atas ranjang. Aladin menceritakan segalanya tentang jin lampu. Ali mengangguk-angguk antara mengerti dengan bingung.

“Jadi……..engkau homosex ya Aladin?” tanya Ali.

“Tentu saja bukan. Jin lampu yang homosex. Aku hanya membantunya memuaskan birahinya. Jin lampu kan sudah menolongku, apa salahnya aku menolongnya,” sahut Aladin membela diri.

“Apakah engkau tidak merasa risih menggumuli laki-laki seperti dirimu juga?”

“Awalnya risih. Namun setelah merasakannya ternyata luar biasa nikmatnya. Tak ada salahnya kan memuaskan birahi bersama. Kami sama-sama puas,” sahut Aladin.

“Bagaimana dengan Putri Jasmin?”

“Ada apa dengannya? Aku tetap menyukainya. Aku yakin kontolku akan membuatnya terpuaskan,”

“Aku benar-benar bingung,” kata Ali. “Terserah kalianlah. Aku permisi dulu,”

“Mengapa terburu-buru. Kaupun bisa menikmatinya sekarang,” kata jin lampu mencegah Ali yang siap-siap untuk pergi.

“Maksudmu?” tanya Ali.

“Kita dapat melakukannya bertiga,” kata jin lampu tersenyum.

“Ya. Tentu saja. Mengapa tidak?” sahut Aladin gembira. Ali bingung. “Ayolah tak perlu ragu. Mari aku bantu melepaskan bajumu,” kata Aladin. Tangannya kemudian sibuk melepaskan pakaian Ali.

Pemuda itu benar-benar bingung. Ia seperti terhipnotis. Satu persatu pakaiannya lepas dari tubuhnya. Tubuhnya yang rammping kini terpampang di hadapan Aladin dan jin lampu. Putih bersih dan lumayan berotot. Ketiaknya bersih dari bulu. Jembutnya juga tidak terlalu lebat. Kontolnya yang masih tertidur menggantung diantara selangkangannya. Putih kemerahan. Jin lampu segera berjongkok di hadapan Ali. Mulutnya langsung menciumi kontol itu. Ali merinding.

“Ahhh. jangan….. jangan….,” katanya dalam erang. Namun tak ada usahanya untuk mengelak dari jin lampu.

“Nikmati saja,” bisik Aladin lembut. Aladin kemudian menuju ke arah belakang jin lampu. Tubuh kekar jin lampu kembali disuruhnya nungging. Rupanya Aladin ingin melanjutkan kembali entotannya di lobang pantat jin lampu.

Jin lampu segera memahami keinginan Aladin. Iapun merasa nanggung oleh sodokan lobang pantat Aladin. Segera ia menungging melebarkan paha sehingga kontol Aladin dapat dengan mudah menerobos lobang pantatnya. Sembari dientot mulut jin lampu sibuk mengulumi kontol Ali yang sudah menegang keras. Ketiganya kini asik menikmati permainan mesum sesama lelaki.

“Bagaimana Ali?” tanya Aladin sembari bergoyang-goyang pantat.

“Ahhhh… enak Aladin. Enak sekalihh…,” sahut Ali meringis malu.

“Mau yang lebih enak?” tanya Aladin lagi.

“Apa itu,”

“Aku entotin kamu seperti jin lampu,”

“Apa enggak sakit?”

“Awalnya sakit sedikit kan biasa. Buktinya jin lampu ketagihan dibeginiin,” sahut Aladin ia asik terus bergoyang. Gerakan pantatnya berbalasan dengan gerakan pantat jin lampu.

“Sepertinya enak ya ngentotin lobang pantat seperti itu Aladin,” kata Ali melihat Aladin keenakan.

“Enak sekali. Engkau ingin mencobanya?”

“Iya,” sahut Ali malu-malu.

“Kalau begitu silakan,” sahut Aladin. Dilepaskannya kontolnya dari lobang pantat jin lampu. Dengan penuh semangat Ali menuju ke belakang jin lampu. Dengan dibantu tangan Aladin, kontol Ali yang tidak terlalu besar berhasil masuk ke dalam lobang kenikmatan jin lampu. Ali mulai bergoyang-goyang.

“Ohhhhh… luar biasa… enakhh…,” katanya. Aladin tersenyum, jin lampu juga. Aladin kemudian berjongkok di belakang Ali.

“Li, kamu ngangkang sedikit. Aku ingin menikmati lobang pantat kamu yang masih perjaka ini,” kata Aladin. Ali yang sedang dilanda kenikmatan segera mengangkangkan pahanya. Tangan Aladin segerah melebarkan bongkahan pantat Ali. Lobang pantat Ali terlihat jelas oleh Aladin. Sangat rapat. Bentuknya seperti garis lurus yang berkeriput. Lidah Aladin segera menyapu lobang pantat itu.

Ali merinding. Sapuan lidah Aladin yang terasa basah dan hangat membuat darahnya berdesir. Aladin terus melakukan sapuan-sapuan. Sesekali jarinya menyodok-nyodok. Membuka celah sempit itu. Ali melenguh-lenguh.

Aladin terus melebar-lebarkan celah lobang pantat Ali. Usahanya cukup berhasil, dua jari Aladin kini bisa masuk menerobos celah sempit itu. Sodokan Aladin dirasakan Ali menambah kenikmatannya menggenjot. Ia semakin bernafsu.

Aladinpun semakin bersemangat mengerjai celah lobang pantat sahabatnya itu. Setelah sukses dengan dua jari, kini tiga jarinya mengobok-obok lobang kenikmatan Ali. Berulang-ulang Aladin meludahi celah pantat itu. Membuatnya licin dan lembab.

Tak ada komplain, tak ada penolakan dari Ali. Ia membiarkan saja Aladin sibuk merojok lobang pantatnya. Ali sibuk menikmati gesekan kontolnya di lobang pantat jin lampu. Rojokan Aladin semakin buas. Lobang pantat Ali dirasakannya semakin beradaptasi dengan tusukan benda panjang dan tumpul. Perkiraan Aladin, sahabatnya itu sudah siap untuk ditusuk dengan kontol. Aladin kemudian berdiri di belakang Ali. Kontolnya yang tegak digosok-gosoknya di celah buah pantat sahabatnya.

“Sekarang aku akan memberikanmu kenikmatan yang sesungguhnya,” bisik Aladin lembut di telinga Ali. Jemarinya melebarkan buah pantat Ali. Ujung kepala kontolnya digesekkan di celah lobang pantat Ali. Mulut lobang pantat Ali yang terbuka diterobosnya perlahan. Ali mengerang. Kepala kontol Aladin mulai menyusup ke celah lobang pantat itu.

“Ahhhhhh….,” Ali mengerang. Gerakan pantatnya berhenti. Ia kesakitan. “Sakittt sekalihh…,” katanya.

“Jangan dilawan. Tarik nafas dalam-dalam,” kata Aladin. Sementara tangan yang satu melebarkan buah pantat, tangan Aladin yang lain mencengkeram pinggang Ali yang ramping. Ini dilakukannya agar menghentikan gerakan pantat Ali yang berusaha menghindar. Kontol Aladin menerobos terus ke dalam.

“Ahhhhh…… sakitthhhhh,…..,” kata Ali lagi. Aladin tak peduli. Ia terus mendorong. Aladin sedang menikmati sempitnya celah lobang pantat Ali yang menjepit kontolnya. Sensasinya sangat luar biasa. Sangat berbeda dari lobang pantat jin lampu yang sudah longgar. Tanpa merasa kasihan Aladin terus menjebol keperjakaan Ali. Kontolnya yang gemuk dan panjang terus bergerak masuk. Lobang pantat Ali terasa penuh.

Diiringi erangan kesakitan Ali, Aladin menancapkan seluruh batang kontolnya ke dalam lobang pantat sahabatnya itu. Ali merasakan lobang pantatnya sangat perih. Kontolnya yang tadi keras di dalam lobang pantat jin lamu mulai lemas. Jin lampu yang tadi keenakan ditancapin kontol Ali yang mengeras menjadi hilang birahi. Kontol Ali dilepaskannya dari lobang pantatnya. Kemudian ia berjongkok di depan Ali. Kontol Ali yang lemas segera dihisapnya. Wajahnya terbenam di selangkangan Ali.

Aladin mulai bergerak pantat maju mundur. Kontolnya memompa lobang pantat Ali dengan cepat. Ali mengerang-erang. Matanya terpejam-pejam menahan sakit. Sementara di depannya, pada selangkangannya, jin lampu sibuk mengulum. Tiga pemuda gagah itu basah kuyup bersimbah keringat. Aladin terus mengentot tanpa rasa kasihan. Saat itu yang ada dibenaknya hanyalah mereguk kenikmatan dari celah lobang pantat sahabatnya itu.

“Ohhh… ohhhh… ohhhhh…. Ohhhhhh…. Ohhhhh…… ohhhhh……,” erang Aladin.

“Ahhh..... ahhh..... ahhhh....,” racau Ali antara sakit dan nikmat.

Akhirnya tiba juga orgasme Aladin. Seperti biasa tubuhnya kelojotan. Pantatnya menekan keras. Membuat kontolnya terbenam dalam-dalam di lobang pantat Ali. Sesaat kemudian dari lobang kencingnya menyemburlah sperma. Ali mendongak menikmati sensasi semburan itu. Matanya terpejam, bibir bawahnya digigitnya dengan gigi atasnya.

Entah karena sensasi semburan sperma Aladin, atau karena kuluman mulut jin lampu, atau memang karena sudah saatnya, Ali pun orgasme. Kontolnya berdenyut-denyut. Spermanya tumpah ruah memenuhi mulut jin lampu.

Jin lampu mengocok-ngocok kontolnya sendiri. Iapun ingin segera menuntaskan birahinya. Beberapa menit kemudian iapun orgasme. Spermanya tumpah berceceran membasahi lantai. Tiga pemuda itu kemudian ambruk di atas ranjang. Lelah, usai memacu birahi mereka yang binal.

Sesuai dengan yang sudah dijanjikan, rombongan kerajaan tiba di istana Aladin siang harinya. Sang raja benar-benar takjub melihat istinana bikinan jin lampu itu. Sedemikian miripnya istana itu dengan istana kerajaan membuat raja mengira itu adalah istananya sendiri.

Sang raja yang punya sifat bawaan matre akhirnya langsung menyetujui lamaran Aladin pada Putri Jasmin, putri semata wayangnya. Segala hasutan Jafar sang menteri tak lagi dapat mempengaruhinya. Sang raja kemudian memerintahkan para menterinya untuk memeprsiapkan pernikahan antara Aladin dan Putri Jasmin secepatnya.

Sepekan kemudian raja melangsungkan pernikahan putrinya dengan Aladin di Istana kerjaan dalam sebuah pesta yang sangat megah. Tujuh hari tujuh malam lamanya. Seluruh negara-negara tetangga di undang memeriahkan pesta itu. Semua terlihat gembira dan bahagia. Ibu Aladin, Ali, dan juga jin lampu. Apalagi Aladin dan Putri Jasmin. Keduanya terlihat sangat bahagia dan senantiasa tersenyum di atas kursi pelaminan mereka. Keduanya asik bercanda-canda dalam kemesraan. Hanya ada satu orang yang tidak bahagia hari itu. Siapa lagi kalau bukan Jafar. Selama pesta berlangsung, ia sibuk memikirkan usaha untuk membalas sakit hatinya pada Aladin.

Tamat? Belum dong. Masih ada sekuelnya. Sabar ya.

Ringkasan Cerita Selanjutnya :

Jafar berusaha keras membalaskan sakit hatinya pada Aladin. Ia curiga dengan segala kekayaan melimpah yang dimiliki oleh pemuda itu. Kemudian ia melakukan penyelidikan terhadap Aladin. Penyelidikan Jafar mempertemukannya dengan Paman Aladin, Karim.

Dari Karim inilah ia mengetahui rahasia Aladin memperoleh kekayaannya dan juga tentang jin lampu yang mengabdi pada Aladin. Karena sama-sama merasa dirugikan oleh Aladin, maka Jafar dan Karim bersekutu. Keduanya bertekad kuat untuk merebut kembali apa yang mereka rasa sebagai hak mereka dari Aladin. Target Jafar adalah merebut Putri Jasmin sedangkan target Karim adalah merebut harta kekayaan dan lampu wasiat Aladin.

Adu licik dan strategipun dimulai diantara pergumulan birahi diantara mereka yang panas, liar, dan binal. Seru dan semakin menggairahkan.

No comments:

Post a Comment

Paling Populer Selama Ini